Setiap manusia yang lahir di muka bumi adalah pemeran utama dalam kisahnya, entah itu kisah yang mengharu biru atau kisah happy ending bak cinderella dalam dunia dongeng.
Setiap jiwa yang lahir akan berjalan di muka bumi ini dengan takdirnya masing-masing, dan jika Sang Pencipta menakdirkan kita berjodoh dengan mahluk bumi yang berspesies sama namun berlawanan jenis, maka setiap jiwa akan menemukan belahan jiwa nya masing-masing dengan cara yang beragam. Entah itu dengan menjadi pelakor, pembinor, atau malah menjadi pihak yang terrebut.
Pilihan ada pada diri masing-masing, memilih menjadi peran antagonis atau protagonis itu mutlak menjadi keputusan masing-masing.
Namun yang perlu di ingat bahwa setiap pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing. Jika boleh ber saran, pilihlah peran protagonis walau sedikit membuat hati lelah bahkan terzolimi, tapi bukankah orang terzolimi memiliki banyak keistimewaan? Yaa.. doa orang terzolimi adalah doa yang diijabah.
Doa yang tidak akan ditolak oleh Sang Pencipta.
*********
"Mas, mas bangun!” ucap Ana menepuk nepuk pipi Fachri yang tergeletak tak berdaya di pinggir jalan.
“Kamu, telpon ambulance!” teriak Ana pada seseorang yang sedang memegang ponsel di hadapannya.
“Mas, mas?” ucap Ana lagi kemudian mendekatkan telinganya pada dada Fachri dan kemudian memegang lengan Fachri untuk mengecek denyut nadinya.
Kelopak mata Fachri mulai bergerak terbuka, kepalanya merasa pening bukan main.
“Alhamdulillah mas,” ucap Ana saat , melihat Fachri membuka kelopak matanya.
Selang 10 menit ambulancepun datang, Ana ikut mengantar Fachri ke rumah sakit, walau hari ini dia harus pergi kesekolah, tapi ia tidak tega mebiarkan Fachri yang menjadi korban tabrak lari itu tak didampingi siapapun ke rumah sakit.
Fachri memegangi kepalanya dan berusaha mengenali wajah Ana yang masih tampak kabur dari pandangannya.
“Makasih,” ucap Fachri terbata.
“Yang sabar ya mas, bentar lagi juga sampe rumah sakit,” ucap Ana menenangkan.
Tiba-tiba pandangan Fachri terasa gelap dan dia kehilangan kesadarannya kembali.
Tapi itu hanya sesaat, kesadarannya kembali pulih tapi matanya sangat sulit untuk terbuka.
“Mass, jangan meninggal dulu mas, aduuh gimana ini? Mana mau ngawas ujian,” ucap Ana panik.
“Pak ini gimana? Masih hidup ga nih?” tanya Ana pada paramedis yang ada disebrangnya.
“Tenang mba, masnya cuma pingsan aja,”
“Ehh Cuma pingsan? ko tenang sih pak?” ucap Ana heran.
“Ehh maksud saya mba tenang, pasien belum meninggal ko!” jawab Si bapak paramedis.
Ana mendengus dan melihat panggilan di ponselnya.
“Iya pa, mohon maaf kayanya Ana bakal telat banget nih, minta di gantikan saja ngawasnya, lagi ada misi kemanusiaan nih pak,” ucap Ana pada seseorang diseberang sana.
Sampai di rumah sakit, Fachri segera masuk ruang UGD, dan Ana mengurus administrasi.
“Aduh sumpah ini ko mahal banget ya?” gerutu Ana saat harus membayar biaya ambulance dan perawatan lainnya.
“Kayanya aku kurang sedekah ni, jadi di paksa sedekah kaya gini, ikhlas! Ikhlas!" ucapnya sambil mengelus dada.
“Mba maaf atas nama siapa ya?” tanya pihak admin.
“Nama saya? Atau nama si pasein?” Ana malah balik tanya.
“Nama mba selaku wali pasien mba,”
“Cananga Odorata Mba pake Ce ya mba bukan Ka!” ucap Ana tegas.
“Siap mba,” jawab pihak admin ramah.
Gadis itu tertunduk, antara menyesal dan bangga pada dirinya yang sudah melakukan misi kemanusiaan.
Selang 30 menit, Fachri sudah dipindahkan ke ruang perawatan.
Ana masuk mendampingi Fachri ke ruang perawatan.
“Gimana mas? Sakit?” tanya Ana polos.
“Iyalah sakit, btw makasih ya udah nolongin,” ucap Fachri.
“Sama-sama mas, cepet sembuh ya mas, sayang ganteng-ganteng kalo cuma ditutup perban,” canda Ana.
Kemudian Ana pamit izin ke toilet untuk membasuh tangan dan wajahnya yang kotor.
Tiba-tiba ingatan Fachri berputar ke sesaat sebelum kejadian tabrak lari itu.
Fachri bergegas melucuti selang infusnya dan berlari sempoyongan keluar rumah sakit.
Dia berlari bersiap untuk pergi ke Dubai untuk menghadiri sebuah acara penghargaan.
Ana keluar dari kamar mandi dan melihat bingung ke arah ranjang yang sudah kosong.
“Kabur?” pikir Ana.
Tanpa pikir panjang Ana melangkahkan kakinya keluar rumah sakit.
“Dasar, bukannya pamit malah kabur, dah ditolongin juga, disangkanya aku bakal minta ganti rugi kali ya? Hmm ganteng-ganteng pelit,” gerutu Ana saat berjalan ke arah angkutan umum yang siap mengantarnya kembali kerumah.
3 tahun berlalu.
Fachri tak bisa melupakan wajah Ana yang terus menerus berputar di kepalanya. Hanya berbekal nama dari pihak administrasi rumah sakit, itu tak membuat Fachri menemukan Ana di Kota besar seluas Jakarta ini.
Jejak Ana di sosial mediapun tak terlacak, ini karena Ana bukan tipe orang terlalu aktif di sosmed, dan dia juga tidak menggunakan nama asli dalam akun sosmednya, melainkan menggunakan nama ilmiah dari melinjo Gnetum gnemon, pikirnya nama itu cukup unik dan lucu.
Sedangkan Ana kini menjalani kehidupannya layaknya manusia normal lainnya, bahkan saat ini dirinya telah menikah dan juga memiliki seorang putra.
Pagi ini Ana bergegas menuju tempatnya mengajar di salah satu SMA favorit dikotanya, jika dulu dia melakukan praktek kerja lapangan di Jakarta, sekarang dia mengajar di kota asalnya di daerah Bandung. (pantes babang Fachri ga nemuin walau udah ngubek-ngubek kota Jakarta).
“Perfecto, siap mencerdaskan anak bangsa nih!” Ucap Ana semangat mengggebu, ketika menuruni tangga rumah.
Gadis cantik itu menjelma jadi sosok ibu muda yang masih sangat terlihat imut dan menggemaskan.
“Kapan Angga pulang na?” tanya ibu disela sarapan mereka.
“Katanya 2 harian lagi bu,” jawab Ana.
Ibu angguk-angguk dan berooh panjang.
Ana bergegas pergi kesekolah dan menitipkan Damar putranya pada Ibu, Bapak dan adiknya Dirga.
Cananga Odorata, seorang guru yang masih berstatus sebagai guru honorer, berusia 25 tahun dengan kehidupan rumah tangga yang sudah berjalan 3 tahun.
Hari ini, hari senin yang sudah di rindukan oleh segelintir orang, ku katakan "segelintir" karna begitu banyak orang yang tidak menyukai hari senin (hari penanda liburan berakhir🤭🤭🤭)
Cana yang biasa di panggil Bu Ana, sudah sejak pagi berada di Sekolah tempat dia mengajar, SMA Negeri favorit di daerahnya.
Hari Senin, hari wajib melaksanakan upacara bendera.
"Hhhhhh," Ana mendesah kecil melihat anak-anak murid nya yang masih saja asik bercanda dalam barisan.
"Masih seru ceritanya?" tanya Ana pada beberapa siswi yang masih asik cekikikan.
"Sebentar lagi upacaranya mulai loh, disambung nanti lagi ya Qtime nya!" ucap ana pada siswi-siswinya, yang di jawab dengan tundukan rasa malu oleh mereka.
Cananga berlalu meninggalkan siswa-siswanya, kembali pada barisan khusus untuk guru-guru.
Baginya upacara bendera di hari senin bukan hanya sekedar acara sakral untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme yang menggelora pada generasi penerus bangsa, tapi lebih dari itu, melatih para jiwa muda menjadi insan yang lebih bersabar, mampu menekan ego untuk kemaslahatan berasama, mampu menjaga diri dari hal-hal yang tidak seharusnya di lakukan agar tidak tercipta penyesalan dikemudian hari.
Upacara yang berjalan khidmat akhirnya selesai. Siswa siswi mulai berhamburan menuju kelasnya masing-masing. Cananga bersama rekan rekan gurunya menuju ruang guru untuk mempersiapkan bahan ajar yang akan di sampaikan di kelas.
Hari ini adalah hari pertama belajar bagi siswa- siswi kelas 10 setelah seminggu yang lalu mereka melalui masa pengenalan lingkungan sekolah atau disebut MPLS.
Guru biologi disekolah ini hanya ada 3 orang, dan Cananga adalah salah satunya, 2 orang lagi yaitu pak Renan dan bu Lovely (disapa bu Vely). Pak Renan yang paling senior di antara ke tiganya. sedangkan bu Vely usianya tidak berbeda jauh dari Ana hanya terpaut 5 tahun lebih tua.
Cananga bertugas mengajar di kelas 10, bu vely di kelas 11 dan pak Renan di kelas 12.
Jam pertama hari Senin di isi oleh jam walikelas. Ana (biar lebih pendek ya nulis namanya hhe) mulai melangkahkan kakinya menuju ruang kelas 10 mipa 3, kelas yang akan menjadi tanggung jawabnya selama 1 tahun ini. Yap Bu Ana bertugas menjadi walikelas 10 mipa 3.
Selama mangajar Ana di kenal sebagai guru yang cukup asik, santai namun tegas, sering kali menasehati anak-anak yang selalu dia sebut sebagai info sayang anak.
Anak-anak cukup segan untuk menggoda atau melawan kata-kata yang di ucapakan Ana ketika sedang serius, karena Ana pandai sekali memainkan emosi anak-anak untuk menyadari kesalahannya dengan kelembutan. Bahkan anak trouble maker sekalipun bisa menangis dihadapan Ana karena menyadari kesalahannya.
Tap tap tap. (bunyi langkah kaki Ana)
"Assalamualaikum warohmatullohi wa barakatu," salam Ana saat tiba di kelas.
"waalaikumsalam wr.wb," jawab anak-anak serempak.
Ana menebar senyum manisnya pada murid-murid.
"Alhamdulillah hari ini kita bertemu untuk yang pertama kalinya, perkenalkan nama ibu Cananga, biasa di sapa Bu Ana, ibu di amanahi untuk menjadi walikelas kalian, semoga kita bisa bekerjasama dengan baik kedepannya ya anak-anak."
Usai memberikan kalimat pembuka. Ana mulai berkenalan dengan murid-muridnya satu persatu.
"Setelah kita berkenalan, sekarang ibu minta untuk membuat struktur oganisasi kelas ya, yu siapa yang bersedia menjadi ketua kelas?"
Seorang siswa langsung mengangkat tanganya
"Saya Gilang, bersedia bu."
"Terimakasih Gilang, selanjutnya Wakil KM? Sekertaris, bendahara dll."
Hingga beberapa saat kemudian, struktur organisasi kelas selesai dibuat selanjutnya dibuatlah jadwal piket kebersihan.
"Terimakasih untuk hari ini, jadilah anak-anak yang membahagiakan, berakhlaqul karimah, ibu tidak akan menuntut kalian untuk selalu unggul dalam mata pelajaran, karena ibu yakin setiap anak memiliki potensi yang berbeda, tapi perlu di ingat setiap manusia Allah ciptakan lengkap dengan akal beserta hatinya. Jadi selain akal, hatipun harus selalu dilibatkan dalam melakukan segala sesuatunya, jadilah anak-anak yang jujur, dan bersemangat melakukan hal-hal yang baik karena pada fitrahnya manusia adalah mahluk surga artinya mahluk yang seharusnya melakukan kebaikan-kebaikan di muka bumi ini," tutupnya
"Siap bu semangat," ucap anak-anak di kelas.
Senyum Ana terkembang melihat semuanya semangat.
Pada dasarnya setiap manusia itu baik karena kita adalah mahluk surga, right? Hanya saja kelemahan iman yang menjadikan sifat kita beragam, entah itu agar dunia ini ramai, atau hanya sebagai bahan ujian kita selama singgah di bumi.
“Bu Ana, ada cari,” tiba-tiba Pak Renan masuk ke kelas dan mengucapkan itu.
“Siapa?” tanya Ana.
(Mohon maaf bila masih banyak pemilihan kata dan penulisan yang tidak pada tempatnya. Ini karya pertama author, mudah-mudahan bisa diterima dan mohon koreksinya. Terimakasih.😊)
Ditunggu like dan komennya..
Pagi ini Fachri sudah sibuk berkeliling sekolah untuk sekedar mencari tahu keberadaan Ana dengan dalih kontrol konstruksi bangunan sekolah di berbagai kota. Kebetulan hari ini dia melakukan kontroling ke sekolah di daerah Bandung.
Karena berdasarkan informasi dari sekolah tempat PPL Ana katanya Ana orang Bandung. Tanpa ba bi bu be bo Fachri bergegas ke Bandung, karena kini dia juga sedang mengembangkan firma arsitektur dan juga perusahan kontruksi lainnya beranama Polaris corp di Bandung bersama dengan teman-temannya.
“Bu Ana, ada yang cari,” ucap pak Renan.
“Siapa pak?” tanya Ana keluar kelas menghampiri pak Renan.
“Ga tau ga kenal, orangnya ganteng mirip artis korea gitu,” ucap pak Renan.
“Wah?”
“Bukan di sawah! Sana samperin dulu!” pinta pak Renan.
Ana tersenyum ke arah laki-laki yag kini duduk di ruang tamu itu.
“Eh si mas, kirain siapa, gimana-gimana buku yang direkomendasikan ke saya waktu itu dibawa ga?” tanya Ana. Ternyata yang datang mencarinya itu sales buku pemirsa.
Jadi bang Fachri nyasar kesekolah mana? Tenang Bandung tuh kan luas ya ga sekedar dari Ledeng ke Balai kota aja, masih ada Bandung selatan, Bandung Barat dan Bandung-Bandung lainnya.
Masih harus berjuang bang yang sabar ya!
Selesai mengajar Ana bersiap mengikuti rapat IHT (ingen house training), rapat yang rutin dilakukan di awal semester, dia terlebih dahulu menelpon ibu untuk memberi tahu bahwa dirinya akan terlambat pulang ke rumah.
Sepulang sekolah tiba-tiba turun hujan, Ana yang tak membawa payung, berteduh di sebuah halte menunggu taxi onlinenya datang, dan “byuur,” sebuah mobil membuat genangan air loncat membasahi baju Ana.
“Kamprett woy, emang ya kalo lagi apes suka ga nanggung,” gerutu Ana.
“Disumpahin kempes tuh ban!” umpat Ana berapi-api.
Fachri yang merasa laju mobilnya semakin tak karuan, dia menepi untuk mengecek kondisi ban mobilnya, dan benar saja ban mobilnya gembos.
“Rasain! Makanya mas kalo bawa mobil pelan-pelan!” umpat Ana, setengah berteriak karena posisi Fachri yang cukup jauh darinya.
Fachri mengerutkan keningnya, dan berniat menghampiri Ana, tapi taxi onlen pesanan Ana keburu datang. Fachri mengejar taxi yang ditumpangi Ana, Ana kira Fachri akan memarahinya balik, sehingga dia menundukan wajahnya saat taxi onlennya lewat tepat di hadapan Fachri.
Sesampainya di rumah, ibu dibuat heran dengan baju Ana yang kotor.
“Abis ngapain sampe kotor gitu?” tanya ibu heran.
“Kena sebrot air dari jalan bu,” jawab Ana jujur.
Ibu langsung menggiring Ana masuk ke kamar mandi dan mengambilkan handuk untuknya.
Selesai mandi, Ana masuk ke kamar untuk menemui Damar, putra semata wayangnya yang sedang bersama Dirga si adik bungsu.
“Woy woy ganti baju di kamar mandi sana!” usir Dirga yang melihat Ana mengeluarkan pajama dari dalam lemari.
“Emang kalo di sini kenapa? Kamar, kamar aku,” ucap Ana.
“Ga lihat ini ada anak bujang?” ucap Dirga.
Ana mendengus sebal dan masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Selesai memakai baju, Ana merebahkan tubuhnya di kasur.
“Katanya mas Angga bentar lagi pulang dari Suriah ya?” tanya Dirga
Ana mengangguk.
“Ga kangen?”
“Kangenlah,” jawab Ana.
“Dir tau ga?” tanya Ana.
“Ga taulah,” jawab Dirga.
“Ih elo ya, makanya dengerin dulu kaka mau cerita nih, tadi ampun aku kesebrot air kubangan, gara-gara ada mobil lewat kenceng banget,” jelas Ana nyerocos.
“Udah gitu aja?” tanya Dirga. Bener-bener ya adik ga punya akhlaq ga ada antusias-antusiasnya dengerin kaka cerita.
Ana mengerucutkan bibirnya dan mencubit paha Dirga.
“Terus aku sumpahin bannya gembos, eh diijabah dong, langsung gembos, trus aku maki-maki, eh pas dia nyamperin aku malah panik, untung aja taxi onlen keburu dateng,” cerita Ana lagi.
“Makanya jangan sembarangan kalo doain orang tuh! Apalagi lagi hujan dan terdzolimi itu doa auto di ijabah,” ceramah Dirga.
Ana manggut manggut setuju.
“Iya pak Ustad, udah ah sana, mau telponan sama ayang mbeb, kalo jomblowan denger takutnya panas kejer,” usir Ana pada Dirga.
Dirga mendengus sebal. Mentang-mentang dirinya jomblo akut, seenak aja kalo ngeledekin.
“Yang punya ayang mbeb shombong amat, tinggiin tuh badan! Bukan cuma shombong yang dinaikin,” ledek Dirga pada Ana sambil menutup pintu kamar. Itu membuatnya sukses terhindar dari lemparan bantal dari Ana.
Ya memang tinggi badan Ana hanya sekitar 157cm, dia juga heran kenapa di antara keluarga, hanya dirinya yang proses pertumbuhannya paling cepat terhenti. Tapi jangan salah walau tingginya segitu, wajahnya tetep nomer satu, bayangin babang Fachri aja yang ketemu sekali udah gagal move on selama 3 tahun. Hadeuh belum tau dia kalo incerannya udah punya orang lain.
“Hallo mas,” ucap Ana saat Angga suaminya itu melakukan panggilan video call.
“Hallo sayang, apa kabar?” tanya Angga
“Kabar baik mas, mas juga gimana sehat?” tanya Ana antusias.
“Alhamdulillah mas juga sehat,” jawab Angga.
“Sayang mas kangen.”
“Jangan kangen mas ih berat kata Dylan juga!”
“Hahaha, kamu sejak kapan suka nonton begituan?” tanya Angga setengah terkekeh.
“Semenjak mas sering gombal, kan aku ga mau kalah,” jawab Ana.
“Mas jadi pulang lusa kan?” tanya Ana antusias.
“Doain ya sayang, doain semoga segalanya lancar dan mas beserta yang lain bisa kembali dengan selamat!”
“Aamiin mas, Ana tunggu di rumah,”
“Iya siap bu bos, eh mana ciumnya?” tanya Angga.
“Mmmmmuuuuaaaaahhh,” ucap Ana sambil memonyongkan bibirnya pada ponsel.
“Ga kerasa ah,” rajuk Angga.
“Ya gimana mau kerasa mas, orang virtual,” ucap Ana.
“Damar sehat sayang?” tanya Angga.
“Sehat mas, tuh baru bobo,” tunjuk Ana pada Damar.
“Mas titip Damar ya sayang,” ucap Angga.
“Iya mas ih, ga usah di titip titip, kaya mau kemana aja,” ucap Ana sebal.
“Bukan gitu sayang, mas takut,”
“Takut apa sih? Ga boleh mikir yang engga-engga, kalo mas ga pulang lusa, Ana ngambek selamanya sama mas pokonya!” rajuk Ana.
"Jangan manyun-manyun gitu bibirnya! mas jadi ga tahan!" kikik Angga gemas melihag istrinya merajuk.
"Makanya cepet pulang! hobi ko ninggalin istri!" Ana makin merajuk.
"Eh sayang jangan gitu dong, tugas negara," ucap Angga merasa bersalah.
"Eh iya mas, maafin Ana," ucap Ana menyesal mengatakan hal bodoh.
Angga tersenyum kembali, ah senyumnya itu, senyuman terindah untuk Ana, laki-laki jangkung kulit sawo matang, dada bidang dan tatapan teduh itu selalu berhasil membuat Ana nyaman dan bahagia di dekatnya.
“Iya-iya, I love u so much,” ucap Angga.
“I love you too mas sayang,” ucap Ana.
“Eh iya hari ini gimana lancar?” tanya Angga
“Alhamdulillah, kalo mas?” tanya Ana.
Begitulah seterusnya hingga 1 jam mereka bertelpon ria. Berceritalah pada pasangan halalmu, apapun konten nya, bercerita tentang apa saja yang dilalui dihari ini, berkeluh kesahlah pada pasangan halalmu agar tercipta ikatan batin di antara keduanya.
Kadang suami istri perlu qtime di sela-sela kesibukan masing-masing, berbicara dari hati ke hati, meluruskan segala kesalah pamahan. Karena menuntut pasangan menjadi peka kadang melelahakan. Alangkah baiknya utarakan saja to the point apa yang kita inginkan. ya kan?
Setelah bertelpon ria, ada hal tak nyaman yang menyelusup pada perasaan Ana.
“Perasaan aneh apa dan kenapa ini ya Allah?”
*********
Cananga memiliki ayah seorang pensiunan guru, bernama Bapak Bramantyo Odorata, ibunya seorang ibu rumah tangga yang patuh pada suami bernama Sintiasari.
Cananga memiliki satu kaka laki-laki yang sudah berumah tangga berprofesi sebagai anggota satuan TNI AU berusia 30tahuan bernama Aditya Odorata dan satu adik laki-laki yang masih kuliah semester 5 di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Bandung, dengan program studi Desain Interior.
bernama Andirga Odorata.
Cananga bersuamikan anggota TNI AU, teman senasib sepenanggunangan dari kaka laki-lakinya, bernama kapten Anggara Wijaya, karena prestasi prestasinya Angga menjadi seorang kapten dalam waktu yang cukup cepat di kesatuannya.
Anggara Wijaya laki-laki tampan, berbadan tegap, berdada bidang dengan tinggi badan sekitar 178cm, berkulit eksotis (karna sering di jemur🤭🤭) yang semakin membuatnya terlihat laki banget.
Angga adalah anak sulung dari 2 bersaudara, memiliki seorang adik perempuan bernama Thalia dan Ibu bernama Marini, ayahnya bapak Zainudin telah berpulang ke Rahmatullah sejak Angga SMA. (cukup ya kenalannya).
Angga dan Ana memulai perkenalannya saat Angga bermain ke rumah bapak Bramamtyo atas undangan Adit sekitar 5 tahun yang lalu.
flash back
5 tahun yang lalu saat Angga dan Adit beserta beberapa temannya sibuk bercengkrama sambil bermain Ps di kamar Adit. Kamar Ana yang persis bersebelahan dengan kamar Adit membuat tawa-tawa menggelegar dari kamar sebelah terdengar sangat jelas. Padahal Ana sedang membuat bahan ajar untuk mikroteaching besok di kampusnya, tp lagi lagi suara bising itu memecah konsentrasinya. Ana dengan geram keluar kamarnya menuju dapur untuk membuat es teh, kemudian saat hendak masuk ke kamarnya kembali tiba-tiba Ana di kagetkan dengan suara tembakan dari PS yang dimainkan kaka dan teman2nya.
..."astagfirullah punya kaka sama temen-temenya emang ga punya akhlak, ga tau apa adiknya lagi susah payah bikin bahan ajar, hadeuuuhhh."...
Gerutunya dengan tangan terkepal hendak memukul pintu kamar kakanya.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan bogem mentah Ana mendarat mulus di dada Angga.
Mata Ana terbelalak kaget dan segera meminta maaf.
"Maaf ka, saya tak senghaja," ucapnya gugup.
"Cie cie," goda Adit dan teman yang lainnya.
"Apaan si ka," decak Ana pada Adit dengan delikan mata.
"Maaf ya ka, kalo kesel, nanti bogem mentahnya bales aja sama ka Adit!"
"Sekalian Ana minta tolong suaranya kecilin dikit, ana lagi ngerjain tugas kuliah,"
ucapnya sambil memberikan es teh manis pada Angga sebagai ucapan permintaan maaf, yang disambut dengan sorakan teman-teman Adit dan Angga..
Ana tersipu "Bener-bener ga ada akhlaqnya," decak Ana sambil memaksa Angga memegang es teh manis dan secepat kilat masuk kekamarnya, menahan rasa malu dan dongkol.
Sejak kejadian itu Adit selalu menggoda Ana dan menjodohkannya dengan Angga.
Kebetulan Angga jomblo terhormat, bukan karna ga laku ya, tapi dia berprinsip ga mau pacaran, ingin nya taaruf langsung nikah, malkum sebelum masuk angkatan TNI Angga anak pesantren.
Tapi dengan Ana, walaupun mereka ga pacaran, ga jalan berdua, tapi Angga sering menggoda Ana lewat gombal-gombalan yang kadang sedikit Absurd.
Contohnya
"Neng di rumah kamu ada tangga?"
"Ada knp gitu?"
"Ayo kita membangun rumah tangga, ea ea."
Entah setan gombal apa yang merasukimu bangga. Angga yang sudah menyukai Ana sejak pandangan pertama, bener-bener keluar dari batasnya, berani menggoda dan bergombal ria.
Lambat laun, perhatian dan gombalan absurd Angga membuat Ana luluh, awalnya Ana mengganggap Angga hanya bermain-main padanya, sehingga tidak terlalu mempedulikan Angga, tapi Angga menunjukan keseriusannya pada Ana dengan berbicara langsung pada Pak Bramantyo, Adit dan bu Sintia.
Semua keluarga mendukung, mengingat Angga adalah anak baik-baik, Adit pun rela di dahului menikah oleh adik perempuan semata wayangnya.
Tahun berganti setelah lulus kuliah Ana dan Angga menikah dan tahun berikutnya lahirlah bayi tampan yang diberi nama Arjuna Damar Wijaya atau baby Damar. Kehadiran baby Damar menjadikan kebahagiaan keluarga kecil itu lengkap.
Sedangkat Adit baru melangsungkan pernikahannya sekitar 8 bulan lalu dengan pujaan hatinya bernama Tasya. Sekarang Tasya sedang mengandung buah cinta mereka, usia kandungannya baru menginjak 6 bulan. Karena tepat sehari sebelum keberangkatan Adit dan Angga menjalani misi kemanusiaan Tasya memberitahukan kabar kehamilannya.
Flash back off.
Hari ini sudah 6 bulan lama nya Angga dan Adit menjalani misi kemanusiaan di Suriah. Walau sedang dalam misi, Angga selalu menyempatkan berkabar dengan sang istri tercinta melalui sambungan video call.
Segala hal yang terjadi tidak luput dari takdir yang Allah tuliskan di Lauhul Mahfudz.
Dalam sebuah hadits Arbain dikatakan bahwa ketika ruh di tiupkan pada janin di dalam rahim maka Allah tetapkan 4 perkara padanya yaitu: rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakan (kesedihan) atau kebahagiaannya.
Jadi sungguh tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan. Tawa dan Air mata yang terlukis di wajah kita masing-masing, sungguh Allah sudah mengaturnya jauh sebelum kita lahir ke dunia ini.
Yang harus selalu kita lakukan adalah berdoa semoga Allah menjadikan kita kuat melalui setiap takdir yang Allah berikan.
*****
"Mba besok ana ada jadwal 1 kelas di kelas 10 mipa 1, tapi besok Ana mau izin, boleh?" rajuk Ana pada bu Vely..
"Boleh, nanti mba yang masuk kelas, tapi nanti klo mba ada perlu gantian ya!"
"Oke mba siap."
"Ada acara apa emangnya na?"
"Ayang mbeb mau pulang dinas mba," ucap Ana malu-malu.
"Hadeuh, yang bucin, oke deh kalem, sok sambut ayang mbeb nya.. kalo perlu luluran dulu sama mandi kembang 7 rupa sanaahh!"
goda bu Vely.
Dibalas dengan pukulan manja Ana "Emmm makasii kaka senior cantik, love u pulll dahh," ucap Ana sambil memonyongkan bibirnya.
"Idiih ogah disosor bebek," elak bu Vely sambil menjauhkan wajah Ana dari wajahnya.
*******
Mengingat kembali Angga, entah kenapa dari semalam hatinya tak tenang. Walau berusaha terus tersenyum tapi perasaan itu tetap bergelayut manja di hati Ana.
Ana menyandarkan punggungnya di sandaran kursi ruang guru, dia mencoba menyesap secangkir teh melati yang biasanya sukses mengaktifkan tubuh memproduksi serotonin.
“Beres Na?” tanya Bu Vely membuyarkan lamunan Ana.
“Beres mba,” ucapnya.
“Kenapa sih bengong?” tanya Bu Vely lagi.
“Perasaan Ana ga enak mba, dari sejak semalem mas Angga telpon, Ana takut kejadian buruk menimpa mas Angga mba,” jawab Ana jujur.
Bu Vely mengusap lembut punggung Ana.
“Udah jangan mikir yang aneh-aneh ya! Kamu ingetkan kemarin ceramah Pak Ustad Hawami, segala hal yang terjadi pada hidup kita itu sudah jelas ditulis di lauhul mahfudz,”
Ana mengangguk setuju.
“Semoga ini bukan firasat buruk,” doanya dalam hati.
***
Hari ini Ana dan keluarga bersiap menyambut kedatangan Angga dan juga Adit kaka semata wayangnya yang juga seorang TNI AU. Wajahnya tampak ceria, bagaimana tidak? Sudah sekitar 6 bulan ini dia dan Angga mengalami LDR.
Pagi berganti siang, siang berganti sore, hingga malam, masih saja tak ada tanda-tanda kedatangan dari keduanya, Ana yang sejak tadi memandang sendu halaman rumahnya menanti sang penjaga hati datang, tapi tetap tak ada hasilnya.
Setelah solat isya, Ana menina bobokan Damar dan berusaha untuk menghubungi Angga atau Adit, tapi lagi-lagi tak ada respon yang diharapkan dari keduanya.
“Masih di mana sih mas? Tadi malem bilangnya mau take off, masa jam segini masih ga ada kabar?” tanya Ana sambil berjalan bulak-balik di depan jendela kamarnya.
“Innalillahi, Adit, Angga,” teriak ibu dari lantai bawah.
Deg.
Seketika dada Ana sesak, merasakan ketakukan dengan apa yang akan dia dengar.
“Jangan Ya Allah! Jangan biarkan hal buruk terjadi pada suami dan kaka hamba Ya Allah,” ucapnya lirih dengan air mata yang tak tertahankan.
Ana segera menghapus air matanya dan menepis semua bayangan buruknya. Mencoba menghibur diri dan keluar dari kamar menuju ruang keluarga.
“Ada apa pak?” tanya Ana yang memeluk ibu erat.
Terlihat bapak memejamkan matanya dan netranya mengarah pada tayangan televisi.
“Pemirsa, telah terjadi ledakan pesawat yang membawa belasan tentara nasional Indonesia dan Malaysia yang sedang melakukan misi kemanusiaan di Suriah, diketahui pesawat itu akan menuju tanah air yang diperkirakan sampai sore tadi. Belum diketahui pasti penyebab ledakan, namun kuat dugaan ledakan terjadi karena serangan rudal,” ucap si presenter breaking news tegas dan lugas.
Ana terdiam bak tersambar petir disiang hari yang terik, seketika dunianya hancur lebur, mimpi yang terangkai indah besama sang suami kini luluh lantah.
“Engga ya Allah, ini ga mungkin,” ucapnya lirih sambil berjongkok dan memegangi dadanya.
Ana beristigfar ratusan kali sambil mengelus ngelus dadanya tapi itu tetap tak membuat air matanya tertahan.
Dirga yang baru sampai rumah, langsung memeluk Ana dan menyandarkan Ana di dadanya, dia merasa syok luar biasa saat mendengar berita ini di radio taxi onlen yang ditumpanginya.
“Dirr, ini ga mungkinkan? Bilang kalo ini cuma mimpi!” pinta Ana sambil terisak.
Dirga memejamkan matanya dan mengelus kepala Ana lembut, tenggorokannya tercekat, tapi sebagai anak laki-laki, Dirga mencoba lebih kuat dari Ibu dan kakanya.
“Yang sabar!” jawab Dirga terbata, dan itu membuat Ana semakin sesenggukan di pelukannya.
“Sabar kita tunggu kepastian dari kantor ya!”ucap Dirga sambil mengusap air mata Ana.
Ana mengangguk dan kini dia berpelukan dengan Ibu serta Bapak.
Selang 30 menit telpon rumah berdering, bapak memberi isyarat agar Dirga yang mengangkat telpon, akhrinya apa yang selama ini ditakutkanpun benar-benar terjadi. Ana menghela nafasnya, namun tiba-tiba pandangannya menjadi gelap. Ya kini kesadarannya hilang, Ana jatuh pingsan di pangkuan bapak.
Ibu dan Dirga menjadi panik dan segera membaringkan tubuh Ana di sofa.
“Jangan gini Na, bangun! Kita harus kuat untuk Damar,” pinta ibu sambil terisak mengusap wajah putrinya.
Dirga langsung membawa kayuputih dan membauinya di hidung Ana, berharap kakanya itu segera siuman.
Begitulah kebahagiaa karena cinta pada mahluk, bahagia akan tercipta ketika rasa itu ada dan raga saling bertemu untuk saling memiliki, jika cinta itu ada namun salah satu pergi apapun cara berpamitannya itu hanya akan membuat dunia yang kejam ini terasa menjadi semakin kian kejam, setuju?
Di sisi lain, Fachri yang sedang berdiri di sebuah ruangan seorang CEO, begitu terkejut mendengar berita yang membuat Indonesia harus kehilangan salah satu putra terbaik bangsanya. Kapten Anggara Wijaya merupakan salah satu kenalan lama Fachri. Mereka beberapa kali bertemu karena terlibat sebuah seminar bersamaan. Fachri mengelus dadanya masih tak percaya dengan apa yang dikatakan presenter breaking news tadi.
“Innalillahi,” ucap Fachri.
“Zi, coba cari tau kebenaran beritanya!” pinta Fachri pada Zio sang asisten pribadi.
Zio mengangguk patuh dan segera mencari informasi pada informannya yang ada di Suriah, dengan berat hati Zio menyampaikan kebenaran berita itu, dan sekarang masih terjadi olah TKP.
“Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran,” ucap Fachri.
Zio mengaminkan doa Fachri, dan sesaat ingatannya berputar ke tiga tahun lalu. Kapten Anggara Wijaya? Zio memejamkan matanya dan teringat sesuatu
“Ana,” ucap Zio lirih.
****
terimakasi bagi para reader yang sudah menyempatkan waktunya membaca karya saya..
ditunggu comen nya.. 🙏😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!