NovelToon NovelToon

Cerita Cinta Di Dunia Sihir

EPISODE 1. Awal Semua//Revisi

POV ALIN-

Kadang aku merasa iri dengan bulan. Bulan di langit malam sana sangat beruntung...

Walaupun harus bersinar di gelapnya malam, bulan selalu di temani oleh banyaknya bintang-bintang yang indah...

Sedangkan aku, satu persatu orang menyayangi ku menghilang... Bahkan tidak menginginkan ku lagi ditengah keterpurukan ku...

Apakah aku memang tak pantas untuk hidup dan merasakan cinta..?

...----------------...

Di suatu rumah yang terbilang mewah yang terletak di tengah kota, tinggalah sebuah keluarga yang hidup dengan harmonis di sana, yang terdiri dari ayah, ibu, kakek, nenek dan seorang gadis kecil.

Gadis kecil itu bernama Jiu xiao Alin. Alin terkenal dengan parasnya yang cantik dan imut, dan tidak lupa dia juga memiliki sifat yang baik juga ramah kepada setiap orang yang di temuinya. Tidak hanya Alin, begitu pun dengan keluarganya.

Di suatu hari, dia sedang bersiap-siap untuk acara pertambahan usianya yang ke 8 tahun. Acaranya terlihat sangat meriah,bada banyak sekali tamu yang berdatangan ke rumahnya.

Ayah Alin, Lio woon Yeo yang sedang bertugas di luar kota pada saat itu pun sedang berusaha untuk menyempatkan pulang, untuk menghadiri perayaan ulang tahun putri tunggalnya itu.

Dengan penuh harap, gadis kecil itu duduk di kursi yang di sediakan sambil menunggu kepulangan ayah yang telah di janjikan kepadanya. Alin merasa enggan merayakan ulangan jika tanpa ayah tercintanya.

Tapi sudah lama sekali ia menunggu, ayahnya belum kunjung datang juga. Rasa gelisah pun terus menghantui Alin pada saat itu, melihat para tamu mulai berdatangan sementara ayahnya belum tiba di tempat.

Sudah tidak sabar sekali dirinya. Ia pun akhirnya meminta ibunya, Jiu Nam Yeon untuk menghubungi ayahnya yang tak kunjung tiba itu.

"Kenapa ayah lama sekali? Ibu aku ingin menelpon ayah, bu..." pinta Alin kepada Nam Yeon yang tengah duduk di sampingnya.

"Alin.. Ayah sekarang ada dalam perjalanan pulang.. Kita tunggu saja, yah?"

"Tidak mau, bu! Alin ingin menelpon ayah! Telpon ayah, bu.." Rengek Alin.

"Baiklah sayang, tunggu sebentar."

Karena memang sudah banyak pula tamu yang datang, Nam Yeon pun mengiyakan permintaan dari Alin. Ia merogoh saku celananya untuk mengambil telpon, menyalakan nya, lalu menghubungi suaminya tersebut.

Belum lama telpon itu berdenging, Woon Yeo sudah mengangkat telpon dari istrinya dengan cepat di tengah-tengah perjalannya. Ibu Alin pun  mengutarakan apa yang ingin di bicarakannya segera setelah telpon tersebut diangkat.

"Sayang, kau sekarang ada dimana? Semuanya sudah menunggu di sini.  Alin ingin bicara dengan mu." ucap ibu Alin lembut pada suaminya.

"Ah, iya. Aku masih dalam perjalanan. Aku akan segera tiba, tunggu sebentar. Di mana Alin tadi? Tolong berikan telponnya pada Alin, sayang."

Pada saat itu pula, ayah Alin terlihat sangat sibuk memutar-mutarkan kemudi nya dengan liar sambil berbicara di telpon dengan keluarganya di seberang sana. Jalanan kota yang dilaluinya ternyata sangat padat, tidak seperti yang ia kira.

Banyak sekali kendaraan yang berkendara dengan cepat di kota besar itu. Dengan skill yang seadanya, Woon Yeo hanya bisa berusaha sebisa mungkin untuk melewati padatnya jalanan.

Nam Yeon yang mendengar permintaan ayah Alin pun juga mengiyakan nya, lalu memberikan telpon itu kepada pada Alin yang terlihat sangat antusias di sampingnya.

Alin benar-benar sangat terlihat senang saat ayahnya ingin berbicara dengannya saat ini. Cepat-cepat ia mengambil telpon itu dari ibunya dan berbicara dengan ayahnya.

"Ayah, ayah datang kan ke ulang tahun, Alin?" Tanya Alin dengan manja.

"Iya Alin, ayah pasti datang ke ulang tahunmu." Sahut Woon Yeo dengan senyuman lebar dari seberang telpon sana.

"Janji, yah?"

"Iya janji, tuan putriku, sayang..."

"Yeee...!" seru Alin kegirangan.

Berapa girang nya gadis kecil itu, ia tersentak dan langsung melompat-lompat kegirangan di sana. Seruannya terdengar sangat polos dan juga bergairah, ia begitu senang hanya karena mendengar hal itu.

Sedangkan Woon Yeo yang ada di seberang telpon sana, juga tersenyum di tengah padatnya lalu lintas di kota besar yang sedang di lalui nya. Tapi karena ia tidak terlalu fokus dengan jalanan yang ramai itu, ia tidak melihat ada sebuah mobil yang melaju dengan cepat dari persimpangan lain.

Mobil itu terlihat melaju dengan sangat kencang. Dan ternyata... mobil itu hilang kendali...

...BRAAAAKK...

"Agh!"

Kecelakaan pun tidak dapat di hindari, mobil tadi langsung menghantam mobil ayah Alin dengan sangat keras. Mobilnya terpental-pental dan terguling-guling hingga 8 meter jauhnya, begitupun mobil satunya. Kondisi Woon Yeo tidaklah baik, tubuhnya sudah bersimbah darah di sana. Ia kritis, namun masih setengah sadar pada saat itu.

Segerombolan orang langsung heboh, mereka menggerumbuni tempat kejadian kecelakaan dengan penasaran. Dan beberapa orang pun tak tinggal diam, mereka langsung memanggilkan ambulans untuk para korban kecelakaan tersebut.

Saat kejadian tadi berlangsung, telponnya masih menyala dan telpon yang satunya masih ada pada Alin. Senyumannya seketika pudar saat mendengar suara benturan itu, hingga Alin sangat terkejut mendengarnya.

Dengan segera Alin memberi tahu hal itu kepada ibunya yang sedang sibuk mengurusi tamu-tamu yang datang.

"Ibu, ibu, kenapa ada suara yang keras dari sini?" Tanya Alin dengan polosnya.

Nam Yeon yang tengah sibuk melayani para tamu, sontak langsung terkejut dan panik saat mendengar Alin berkata seperti itu. Dengan cepat ia langsung merampas telpon yang ada pada Alin dengan kasar, lalu mengambil alih.

"Sayang? Woon Yeo! halo? kau tidak apa-apa kan?!"

Woon Yeo yang ada di seberang telpon sana , mendengar dengan sangat jelas suara istrinya yang sedang kuatir. Tapi matanya terasa sudah tertahankan lagi, seakan memaksanya untuk tidur dengan terlelap, yang juga di dukung dengan rasa nyeri yang begitu dasyat pada kepalanya.

Walaupun begitu, Woon Yeo tetap maksa dirinya agar untuk tetap membuka mata dan mengucapkan kata-kata yang ingin di ucapkan nya. Nyatanya ia tak dapat, hanya beberapa kata terakhir saja yang hanya bisa keluar dari mulutnya.

"Sa-sayang Ma-maaf..kan aku." Lirih Woon Yeo.

Pandangan Woon Yeo kian memudar, matanya sudah benar-benar tidak tertahan lagi. Sakit yang ada di kepalanya pun sudah seakan ikut menguasai mata yang akan tertutup. Telinganya juga berdengung dengan sangat kencang, hingga ia sudah tidak dapat bertahan lagi dan akhirnya matanya pun terpejam.

Saat mendengar itu keluar dari mulut suaminya, Nam Yeon sudah memiliki firasat yang buruk akan keadaannya. Tangannya mulai gemetaran dan mendadak menjadi dingin sekali karena rasa kuatir yang mulai bergentayangan di pikirannya.

Dengan terpaksa Nam Yeon pun membatalkan semua rencana pesta ulang tahun itu dan mengajak keluarganya untuk pergi menyusul ayah Alin. Semuanya merasa sangat kuatir, mereka langsung buru-buru menuju ke lokasi terakhir GPS milik ayah Alin.

Sementara itu, Woon Yeo yang masih berada di dalam mobilnya sudah tak sadarkan diri setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Keadaan di sekitar tempat itu sangat kacau. Ada teriakan, ada tangisan, dan banyak sekali bunyi sirene yang menggema di sekitaran tempat kejadian.

Beberapa orang berlari kesana-kemari untuk menolong para korban tabrakan itu. Saat salah satu tenaga medis menghampiri mobil Woon Yeo, ia membuka pintu mobil yang sudah dalam posisi terbalik itu dan mengeluarkan nya dibantu oleh beberapa rekan.

Ada banyak sekali darah pada baju dan mobil Woon Yeo pada saat itu. Dengan segera para tenaga medis langsung membawa para korban tabrakan ke rumah sakit terdekat.

Sekarang keluarga Alin masih sedang dalam perjalanan menuju ke lokasi terakhir telpon Woon Yeo. Semuanya merasa sangat gugup, takut dan gelisah. Tapi Alin yang masih polos hanya diam memperhatikan mereka dengan bingung.

"Ibu, nenek dan kakek kenapa terlihat sangat gelisah? Apa yang terjadi?"

...Dringgg dringgg...

Telpon Nam Yeon tiba-tiba saja berdering.

"Bu, bisa tolong angkat telponnya?" Pinta ibu Alin yang masih fokus menyetir.

Karena Nam Yeon sedang menyetir, nenek lah yang mengangkat telpon yang berdering itu. Ia mengambil telpon itu dan melihat ada nomor yang tak terdaftar dalam kontak telpon yang memanggil, nenek pun mengangkat nya.

"Halo, ini siapa?" Sapa Nenek Alin.

"Halo, saya adalah salah satu tenaga medis dari rumah sakit gedung utama kota XX, apa benar ini keluarga nya tuan Lio Woon Yeo?" Ucapnya sopan.

"Ya, benar itu anak saya, ada apa?"

"Anak ibu sekarang masih berada di ruangan operasi, beliau terkena pendarahan pada kepala nya, tuan Woon Yeo perlu donor darah segera. Saya akan segera mengirim kan lokasi rumah sakit nya." Jelas orang itu.

Saat mendengar kabar anak seperti itu, nenek Alin benar-benar terkejut. Seketika  jantungnya langsung berdegup kuat karena terkejut. Tubuhnya terasa lemas, ia merasa sangat terpukul mendengar berita itu.

"O-oh. Baik, kami akan segera ke sana sekarang. Terima kasih."

"Baiklah, kalau begitu saya tutup telponnya."

Setelah memutus kan panggilan, nenek Alin memberitahukan berita itu kepada suami dan menantu juga. Neneknya Alin merasa sangat sedih akan berita yang didengarnya.

Anak semata wayangnya itu mungkin kini diambang Kematian. Air mata pun mulai berjatuhan dari pelupuk mata, satu per satu air mata itu membasahi pipinya. Dengan berat hati, nenek memberitahukan kabar itu juga kepada yang lainnya.

"Tadi orang dari rumah sakit gedung utama kota XX berkata... Kalau Woon Yeo.. mengalami pendarahan di kepalanya, sekarang dia membutuhkan donor darah segera... huhuhu..." Perlahan, tangisnya mulai pecah.

Nam Yeon sontak terkejut, ia sampai mendadak menghentikan mobil mereka yang sedang melaju. Ia langsung menoleh ke arah ibu mertua nya yang ada di sampingnya itu dengan tatapan haus akan kepastian berita tersebut. Ia nampak nampak setengah percaya dan tidak percaya dengan kenyataan itu.

"Apa?! Wo-woon Yeo... Tidak, tidak mungkin....! Woon Yeo pasti baik-baik saja...! Tidak...! Huhuhu...! Ibu... Kau bercanda kan...?! Woon Yeo pasti baik-baik saja...!"

Nam Yeon seketika langsung tersedu-sedu,

ia menangis sejadi-jadinya di sana. Dengan mata yang masih berlinang, nenek Alin menggeleng pelan.

Kakek Alin yang sedang memangku Alin di belakang pun langsung merasa sangat terpukul, ia sama sekali tidak menyangka dengan apa yang terjadi kepada anak tunggalnya.

"Woon Yeo...?" Lirih kakek Alin yang mulai berlinang.

Bibirnya bergetar menahan tangis. Tatapannya begitu sayu, seketika itu juga seisi mobil langsung lemas mendengar kabar tersebut. Mobil itu kemudian di penuhi oleh tangisan yang begitu berduka. Tapi Alin benar-benar tidak paham dengan apa yang terjadi, ia hanya menatap bingung mereka.

Setelah menenangkan diri untuk beberapa saat, mereka kemudian pergi ke rumah sakit yang telah di beritahukan. Alin yang masih begitu kecil dan polos, tidak mengerti sama sekali dengan apa yang sedang terjadi. Karena merasa penasaran dengan apa yang terjadi, Alin mendekat ke ibunya yang sedang menyeka air mata di depan untuk bertanya.

"Bu, ibu kenapa menangis? Kakek dan nenek juga kenapa menangis? Ayah janji kan datang ke ulang tahun Alin?" ucap Alin dengan polos sambil memegang lembut pundak ibu nya.

Tetapi Nam Yeon sudah dipenuhi amarah yang begitu besar, dia sangat marah pada Alin. Hatinya seketika membatu terhadap Alin dan menyalahkan ini semua kepada Alin yang sebenarnya tidak tau apa-apa. Nam Yeon hanya diam tak menjawab, ia menatap begis Alin dan setelahnya menepis tangan Alin dari pundak nya dengan kasar.

"DASAR ANAK~~~~!, Ini semua gara-gara kau! Kalau saja kau tidak meminta aku untuk menelpon, ayah mu pasti tidak akan begini!!!"

Di sepanjang jalan suasana menjadi hening tanpa suara. Hanya dengan melihat tatapan ibunya tadi, Alin sudah tau kalau ibunya sedang marah padanya, tapi tidak tau marah karena sebab apa. Ia pun hanya bisa terdiam di sepanjang jalan sambil menundukkan kepalanya.

Sesampainya mereka di rumah sakit, mereka berempat langsung berlari ke unit gawat darurat di rumah sakit tersebut. Setibanya mereka semua di dalam, lampu ruang operasi masih menyala, yang menandakan kalau operasi masih berlangsung pada saat itu.

Dan mereka harus menunggu kabar di kursi tunggu yang ada didepan ruang operasi itu. Semuanya terlihat gelisah, begitupun dengan Nam Yeon. Dengan perasaan yang luar biasa kuatir nya, ia berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi sambil menaruh ribuan harapan untuk keselamatan Woon Yeo saat ini.

Beberapa jam telah berlalu, lampu ruang operasi kini sudah mati. Dokter beserta beberapa rekannya keluar dari ruangan operasi dengan ekspresi yang terlihat sangat murung dari kejauhan.

Nam Yeon yang sudah tidak sabaran, dengan cepat langsung mengerumbuni dokter yang barusan keluar dari ruang operasi dengan sejuta pertanyaan di kepalanya.

"Dok, bagaimana kondisi suami saya Dok?" tanya Nam Yeon kelabakan karena kuatir.

"Maaf Bu, kami sudah berusaha semampu kami. Tapi.... pak Woon Yeo tidak bisa diselamat kan. Maaf... Kalau begitu, kami permisi dulu." Ucap dokter itu sambil menggeleng pelan.

Setelahnya dokter itu langsung pergi, meninggalkan Nam Yeon yang mematung dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Nam Yeon merasa sangat hancur, ia tidak menyangka dengan apa yang akan ia alami dalam waktu dekat ini. Ibu Alin saat ini benar-benar dalam keadaan terpuruk. Ia menangis dengan sejadi-jadinya, menangisi kepergian suami tercintanya.

Nenek dan kakek Alin juga sangat sedih dengan kepergian anak semata wayang mereka, namun mereka juga berusaha keras untuk menenangkan Nam Yeon yang bersedih. Alin yang melihat ibu nya menangis juga ikut bersedih. Ia mendekati ibunya dan berjongkok di sebelahnya.

Bukannya memberi tahu dan menenangkan anaknya, Nam Yeon malah semakin membenci Alin. Kini kebencian itu tumbuh di dalam hatinya. Nam Yeon yang sudah merasa risih dengan keberadaan Alin di dekatnya, merasa semakin benci dan kesal dengannya. Refleks Nam Yeon langsung mendorong Alin dengan keras hingga terjatuh ke lantai.

"AKU BENCI PADA MU!! Pergi kau! hiks.. hiks... Sialan!" bentak Nam Yeon pada Alin.

Alin yang di bentak oleh ibunya sendiri merasa ketakutan, ia tidak pernah melihat ibunya marah besar seperti ini sebelumnya. Alin benar-benar ketakut dengan ibu sekarang, Alin langsung berlari menjauh dan menangis tersedu-sedu di pojokan.

Kakek Alin tidak bisa berbuat apa-apa saat ini, ia juga tidak bisa memarahi Nam Yeon dengan situasi yang kacau sekarang. Kakeknya lebih memilih menghampiri Alin dan menenangkan nya.

"Huhuhu...hiks...hiks, kakek... Apa ibu sudah tidak sayang pada Alin lagi...? huhu.. Kakek..." Tanya Alin pada kakek nya sambil menangis tersedu-sedu.

"Tidak Alin, ibumu masih sayang padamu. Berhentilah menangis. Gadis kuat pernah menangis bukan?" Ucap kakek Alin berusaha untuk menghiburnya.

Dengan polosnya Alin hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengiyakan perkataan kakeknya. Setelah itu, Alin menghapus air mata yang telah mrmbasahi pipi chubby nya itu, lalu tersenyum seperti kakek yang tersenyum padanya.

EPISODE 2. Waktu yang hidup///Revisi

Hari terasa berjalan dengan sangat cepat. Satu tahun setelah kematian ayah Alin, ibunya menikah lagi dengan seorang duda kaya yang bernama Lin Won Yan. Tentunya sebuah keluarga baru itu masih tinggal di rumah mewah dan megah dari kedua orang tuanya Won Yeo, mereka pun tidak mempermasalahkan hal itu.

Lio Won Yan, suami baru ibu Alin memiliki dua orang anak, yang berarti kedua anaknya itu akan menjadi saudara tirinya Alin mulai saat itu. Lin Chan Lu adalah kakak tiri baru Alin yang dua tahun lebih tua darinya dan Yang Nim Lan adalah adik tiri Alin yang lebih muda setahun darinya.

Semenjak ayah Alin meninggal, suasana rumah dan keluarga ini jauh berbeda. Nenek dan ibu Alin menjadi semakin membencinya di tiap-tiap hari, bahkan tega menjadikannya budak di rumah sendiri.

Hanya kakek.. Kakek lah yang selalu menjadi penyemangat di hari-hari berat yang harus di lewati Alin. Mulai saat itu kakek menjadi lebih sering bersama dengan Alin. Dia sangat menyayanginya, setiap hari mereka ke ladang dan pergi ke sebuah gubuk yang terbilang sangat jauh dari rumah.

Setiap kali mereka ke gubuk, kakek selalu saja mengisahkan sebuah dongeng tentang dunia sihir yang sangat di gemari oleh Alin. Dunia yang sangat indah dan menakjubkan, namun penuh dengan bahaya.

 

Tak terasa sudah sembilan tahun berlalu, Alin telah berumur 18 tahun saat ini. Kini Alin sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan sifat baik hatinya pun tak berubah seiring berjalannya waktu.

Selain itu Alin semakin tahun menjadi murid yang gigih dan teladan dalam menempuh pendidikannya. Tentunya ia belum terlepas dari rasa benci para keluarga barunya itu. Walaupun begitu, Alin tetap berusaha untuk tegar menghadapinya, dengan menutup rapat-rapat semua masalahnya dari orang luar.

Suatu hari pernah sekali Alin sedang mencuci piring di dapur. Ketika hendak mengambil piring yang lain, piring itu terjatuh karena tangannya yang licin hingga pecah berkeping-keping. Suaranya begitu menggelegar di seluruh rumah, tangan Alin seketika gemetar takut ketika mendengar bunyi langkah kaki yang mulai ramai di rumah itu.

"Astagaa.. Kenapa aku bisa seceroboh ini?? Habislahhh..." Gumam Alin gelisah.

Benar saja apa yang Alin duga. Tak lama setelah kebisingan itu terjadi, Ibu dan saudara-saudara tiri Alin yang mendengar suara nyaring itu datang dengan mata yang melotot. Jika sedikit lebih melotot lagi, mata mereka mungkin akan keluar dari tempat.

"I-ibu... Al-Alin tidak sengaja. Maaf Bu..." Ucap Alin sambil gemetaran.

Salah satu piring mewah dan mahal mereka sekarang sudah hancur. Nam Yeon langsung murka dan berapi-api. Api itu bahkan bisa membakar jagung di atas kepalanya. Kemarahan itu membuat nya naik pitam, Nam Yeon rmenendang kuat Alin dengan kakinya hingga jatuh tersungkur di tumpukan serpihan kaca.

"SIALAN! Seharusnya tidak usah saja aku melahirkan mu dulu! Semenjak kau lahir, kau selalu saja membawa kesialan untuk kami!"

"Aih... Anak kaya Alin begini mana cocok jadi kakak ku. Lebih cocoknya di permalukann.. Hahaha!" Maki Nim Lan.

"Benar. Modelan orang yang cocok untuk wanita bayaran di diskotik. Lumayan itu bu, buat nambah uang jajan kita." Tambah Chan Lu juga.

Sungguh kejam! Belum selesai sampai situ, dengan teganya si Nam Yeon santai melihat anaknya sendiri di guyur air dingin oleh saudara tirinya. Tak main-main rasa sakit dan malu yang harus di rasakan oleh Alin saat itu.

Namun perlakuan itu sudah biasa di terimanya, ibaratkan rasa sakit itu sudah menjadi karbohidrat utama bagi Alin. Ia pun hanya bisa terdiam dengan tubuh yang gemetar menahan tangis dan rasa sakit itu.

Untung saja kakek saat itu sudah pulang dari ladang. Betapa terkejutnya dia saat melihat Alin meringkuk di lantai dengan luka di sekujur tangannya. Kakek merasa amat terkejut, ia langsung segera menghampiri Alin di sana.

"Alin! Kau tidak apa-apa, kan?! Apa yang kalian lakukan, HAH!"

Kakek sangat marah. Ia berteriak dan membentak orang-orang itu sangat murka. Namun bukannya merasa bersalah, mereka malah melawan perkataannya dan terus menyudutkan Alin.

"Untuk apa ayah membela anak pembawa sial ini?! Dia yang sudah menyebabkan suamiku, anak mu itu meninggal! Tapi ayah masih membela dia?! Cih! " Sahut Nam Yeon dengan nada yang tak kalah tinggi.

"Jika itu memang sudah menjadi takdirnya Woon Yeo, bukan berarti itu salah Alin! Dasar kalian manusia tidak beradab!"

"Takdir! Takdir! Takdir itu juga yang membunuh kita!"

"Sudahlah, camkan ini kalian semua! Mulai sekarang Alin tidak akan tinggal di sini lagi, masih berani menyentuhnya, jangan harap kalian menyentuh mayat ku kelak!" Ucap Jun Yeo dengan emosi.

"Syukurlah kalau begitu! Bawa saja anak tidak berguna ini! AKU TIDAK PERLU!"

Nam Yeon ternyata tak kalah galak dari sang ayah mertua. Keduanya saling pelotot, amarah mereka sangat membara pada saat ini. Namun nenek yang sedari tadi di sana hanya diam menonton saja, bahkan membela cucunya nya sendiri pun tak mau dan sekarang mulai menentang perkataannya suaminya.

"Untuk apa kau mempedulikannya?! Nam Yeon benar, dialah yang menyebabkan putra kita meninggal." Tambah nenek.

Namun kakek sudah tidak peduli dengan cemohan dan omongan mereka. Ia pergi dan bersikeras bertekad untuk membawa Alin pergi dari rumah rasa neraka dunia itu. Kakek bertekad pergi bersama Alin walau ditengah gelapnya malam menuju ke gubuk di tengah ladang.

Di sepanjang perjalanan mereka menyusuri jalan setapak menuju ke gubuk, Alin hanya diam. Ia tertunduk sambil gemetar menahan semuanya, Alin sudah mencoba yang terbaik untuk menjadi kuat.

Ketika mereka telah tiba di tempat, kakek membalut luka Alin sambil bersantai di depan gubuk bersama dengannya. Mereka berdua terlihat termenung lama sekali menatap indahnya malam.

Jika dipikir-pikir, semua terasa berubah secara drastis pada sepuluh tahun terakhir.. Semuanya berubah hanya karena satu peristiwa..

Satu tetes air mata lolos dari pelupuk mata Alin, ia begitu rapuh, namun berusaha keras untuk sekuat tembok. Ia mengelap air mata itu dan melirik sedikit kakek yang ada di sampingnya sambil tersenyum tipis.

"Kakek.."

"Ya, Alin?"

"Kenapa kakek tidak membenci Alin seperti yang lain? Mereka benar.. Alin adalah biang kerok dari semua ini." Ucap Alin.

Katanya bergetar. Air mata pun perlahan lolos satu demi satu membasahi pipi. Semakin lama air mata itu menjadi semakin deras, mewakili Alin yang sedari tadi meratapi nasibnya terus menerus.

Tapi sang kakek, Lio Jun Yeo memiliki sisi pandang yang berbeda dari orang-orang itu. Dengan lembut ia mengelus pelan pucuk kepala cucunya, senyuman yang begitu tulus dan menenangkan membuat Alin semakin rapuh. Hanya dialah yang bisa melihat kerapuhan Alin seperti ini.

"Karena kakek sayang padamu, Alin.. Dan kakek tau, ini semua tidak ada sangkut pautnya dengan mu." Jawaban itu sungguh hangat dan membuat Alin menjadi sangat terharu padanya.

"Kakek.. Jika aku nanti terlahir kembali, aku ingin bereinkarnasi menjadi sebuah bulan. Aku sangat iri dengan bulan..."

"Kenapa gadis kuat seperti mu bisa iri pada bulan? Coba katakan."

"Walaupun bulan berada dalam gelapnya malam, akan selalu ada banyak bintang yang menemani dia. Jadi dia tidak sendirian untuk melewati malam yang mengerikan itu. Aku ingin seperti itu..." Ucap Alin sekali lagi.

"Ah, kau ini! Kata siapa kau tidak punya bintang? Kakek ini adalah salah satu bintang besar yang akan selalu menemani mu. Tidak hanya kakek, akan ada banyak bintang untuk mu nanti! Tunggu saja.."

Obrolan mereka itu semakin lama semakin larut dalam candaan. Kakek memang terbaik! Yang terjadi sebelumnya seakan menjadi debu dalam obrolan mereka. Alin terlihat lebih gembira. Begitu indahnya siluet gadis cantik yang tertawa itu.

Waktu pun semakin larut.. sudah saatnya cerita untuk hari ini berakhir. Dan besok, ada cerita baru yang sedang menanti...

"Hahh! Sudah tengah malam, Alin. Beristirahatlah ya.. Besok akan kakek bawakan barang-barang mu semuanya kemari."

"Hm!" Angguk Alin.

"Maaf.. Kalau kau harus tinggal di gubuk ini."

"Tidak masalah, kek.. Terima kasih karena masih menyayangi ku."

Jun Yeo kembali tersenyum, ia menepuk lembut pucuk kepala Alin lagi. Setelah obrolan itu, Alin begitu sangat senang mengetahui bahwa dia masih punya orang yang menyayanginya. Kakek pun pergi pulang ke rumah di tengah malam itu.

Mulai saat itu pun Alin hanya tinggal sendirian di gubuk tua di tengah ladang. Setiap hari sepulang sekolah dengan giat dan gigih Alin membantu kakek berladang di sana. Semenjak itu pula Alin menjadi semakin bahagia, walaupun hanya tinggal di sebuah gubuk kecil di tengah ladang, ia sudah tak terbelenggu lagi di rumah itu.

Waktu pun tak terasa sudah berjalan begitu cepat, dua bulan telah berlalu sejak Alin pindah ke gubuk di ladang. Pada suatu hari saat Alin sedang bersantai di bawah gubuk, kakek datang berkunjung dan menghampiri Alin di sana.

Mata kakek terlihat sendu, ia sebenarnya tidak tega melihat cucu nya tinggal di tempat ini, tapi apalah daya.. Tiba-tiba Jun Yeo, kakeknya Alin mengeluarkan sesuatu dari tas nya. Itu adalah kotak yang terbungkus rapi oleh sebuah kain putih. Kakek menyodorkan itu kepada Alin.

"Alin.. Kakek tidak bisa memberikan mu lebih. dan kakek tidak bisa terus bersama mu.." Ucap Jun Yeo sambil sedikit tertunduk.

"Apa maksud kakek..?"

"Kakek ini sudah tua, tidak bisa terus bersama mu.. Ini adalah kalung yang sangaaaat berharga, jadi jagalah baik-baik. Kakek percayakan ini padamu.."

Alin terdiam, kakek benar, dia sudah tua dan tak bisa terus bersamanya. Ia langsung mengerti apa yang di maksudkan kakek. Tapi itulah hukum kehidupan..

Alin pun hanya bisa mengangguk pelan dengan mata yang mulai berkaca, sekuat tenaga ia tahan air mata itu agar tidak terjatuh setetes pun. Kotak itu Alin ambil dan ia lihat isinya.

"Kakek... Bagaimana kalau aku tidak bisa dan tidak mau mengambilnya?"

"Kenapa?"

"Kata kakek ini adalah kalung yang sangat berharga. Nampaknya sangat meragukan... Aku takut."

"Harus! Kau harus mau! Tak apa jika masih ragu sekarang, tapi ingatlah.. Kakek perlu kau untuk menjaganya." Tegas Jun Yeo.

Di sana telah terletak sebuah kalung perak dengan liontin kecil berwarna gradasi ungu dan putih, indah sekali. Tapi keindahan itu tetap membuat ragu Alin. Jun Yeon benar-benar telah menaruh sejuta harapannya kepada Alin untuk menjaga kalung itu, sudah terlihat jelas sekali dari wajahnya. Mau tak mau Alin pun mengambilnya.

Setelah itu untuk beberapa saat kakek tinggal di situ mengobrol dengan Alin, sambil kembali menceritakan dongeng tentang dunia sihir seperti biasa. Tak lama setelah dongeng dan cerita serta obrolan mereka habis, kakek pun pulang.

Kepulangan kakek itu benar-benar membuat Alin merasa tidak nyaman. Seperti ada banyak sekali rasa yang mengganjal di dalam hati, sesak sekali. Air mata Alin seketika seakan meluap-luap, ia menangis sejadi-jadinya karena rasa tidak nyaman itu.

"Kakekk... Huhuhu..."

Benar saja, pada keesokan harinya ada kabar yang benar-benar mendadak dan memukul hati seluruh keluarga Alin. Kakek dikabarkan meninggal ketika terjatuh dari tangga, ia di diagnosis terkena serangan jantung oleh dokter. Hati seketika buyar bagaikan di terpa gempa.

Pemakaman pun di gelar pada hari itu juga. Nam Yeon sekeluarga terlihat sangat berduka akan kepergian kakek, tapi Alin hanya bisa bersedih dari kejauhan. Ia duduk jauh di kursi tamu menangisi kepergian Jun Yeo, kakeknya, sekaligus orang yang sangat berharga dan disayanginya.

"Kakekkkk!! Huhuhu! Kakekk!" Teriak Alin dengan isakannya.

Hilang sudah, pergi sudah satu-satunya bintang Alin. Alin telah menunggu lama sekali sampai kuburan tempat pemakaman itu kosong. Ia menghampiri nisan dan foto kakeknya disana dengan sempoyongan. Hancur sekali hatinya, Alin terjatuh di dekat makam kakek.

"Kakekk... Kenapa kakek pergi..?" Alin tertunduk, menangis tanpa suara.

Setelah semua orang pergi, Alin berjalan menuju makam kakeknya dengan sempoyongan. Ia berdiri di sampingnya dan terjatuh ke tanah. Kaki dan tangannya terasa lemas dan gemetaran. Dirinya merasa sangat sedih dengan kenyataan yang terjadi ini.

"Kakek, kenapa kakek meninggalkan Alin... huhuhuhu......." Ucapnya sambil menangis pelan sambil memegang pinggiran kuburan kakeknya.

Begitu pun dengan keluarga yang di rumah, mereka sangat berduka. Semua berkumpul di ruang tamu, menangisi kakek sambil melihat fotonya di figura. Kakek tersenyum lebar pada foto itu, ia seakan menguatkan orang yang telah di tinggalkan nya.

Isak dan tangis juga terdengar dari Nam Yeon dan juga nenek, mereka tidak menyangka, betapa cepatnya waktu mengingatkan dan menghilangkan. Baru kemarin rasanya mereka sesekali bertengkar dan bercanda dengan kakek. Kejadian ini seperti mimpi, namun nyata. Sekarang sosok kakek tidak akan ada lagi bersama mereka...

Tapi semua kekesalan dan amarah itu lagi- lagi berujung di luapkan kepada Alin yang tidak tau apa-apa. Ia kembali menaruh dendam besar pada Alin, yang adalah putri kandungan sendiri.

"Alin! Ini semua salah Alin!! Dia memang pembawa sial! Dulu ayahnya, sekarang ayah juga!! Huhuhu... Si*alan anak itu!" Amuk Nam Yeon bersama isaknya.

"Jun Yeo... Suami ku..."

Waktu akan terus berjalan, dia tidak akan peduli walaupun ada salah orang menghilang darinya. Semenjak kepergian kakek, Alin hidup seorang diri di gubuk. Tak ada yang peduli, bahkan untuk uang jajan dan kebutuhannya, ia harus mencari uang sendiri untuk memenuhi semua itu. Itulah hidup yang Alin jalani sekarang.

Keadaan keluarga Nam Yeon semakin memprihatinkan, anak-anak tirinya selalu saja dimanjakan. Mereka ke club malam, mabuk-mabukan, berfoya-foya, pulang malam, tak ada satu kata pun larangan dari Nam Yeon dan Won Yan untuk anak-anak nya.

Nenek pun nampak enggan memperdulikan mereka semenjak kakek meninggal. Ia hanya acuh dan seakan hidup sendiri di rumah. Bahkan nenek sekarang sudah semakin lemah di makan usia dan tak banyak yang bisa di lakukannya di rumah.

Setiap hari setelah pulang sekolah Alin selalu berladang di sawah demi uang untuk kebutuhan hariannya. Memang lelah dan sulit, tapi mau tak mau harus di lakukan.

Namun semakin hari pula Alin terlihat sangat cantik, parasnya menjadi sangat cantik. Berbeda dengan kedua saudara nya yang hoby bersolek, mereka tetap tidak secantik Alin, itulah yang membuat mereka semakin iri dan dengki padanya. Bukan hanya cantiknya yang bertambah, tapi pintarnya juga.

Semangat dan kegigihan Alin yang membara saat di ladang membuat para petani yang lain menjadi tertegun. Mereka sangat terkagum-kagum dengannya.

..."Huh! Ayo Alin, semangat, semangat! Pasti bisa! Besok sudah harus tebus buku!"...

EPISODE 3. Pesan dari kakek./ Revisi

Beberapa bulan telah berlalu dan hari ini adalah hari yang paling di tunggu-tunggu oleh siswa-siswi angkatan terakhir SMA. Yaitu adalah hari kelulusan.

Sebagai salah satu siswi angkatan terakhir di sekolahnya, Alin tentu saja sangat senang pada hari ini. Pagi-pagi sekali ia bangun dari tidurnya untuk bersiap dengan semangat yang menggebu-gebu.

Baru saja Alin membuka matanya, ia sudah langsung membersihkan dirinya dan bersiap bersama dengan semangat itu. Sekarang Alin hanya perlu mencari baju untuk pesta dansa yang akan dilaksanakan setelah pengumuman kelulusan nanti.

Namun seingat Alin ia tidak memiliki baju yang bisa dikenakannya untuk ke pesta dansa. Sekali lagi Alin kembali mengeceknya dan memeriksa lipatan demi lipatan baju dalam lemari. Tapi tak ada satupun.

"Aishhh... tidak ada.. Bagaimana nanti aku mengikuti pesta dansa nya? Atau tidak usah ikut saja?" Gumam Alin mulai frustasi.

...Brukk...

"Awhhh... Sakit..."

Hampir saja Alin putus asa, tapi tanpa terduga sebuah kotak terjatuh menimpa kepala Alin pada detik-detik terakhir saat menutup lemari. Kotaknya agak berat, rasanya juga lumayannn sakit. Alin mengelus lembut kepalanya tadi sambil mencari keberadaan sang kotak yang menimpa kepalanya.

Ketika ia sudah menemukan kotak yang telah menjadi tersangka penimpa kepalanya, Alin terheran dengan isi kotak itu. Kotak itu kini telah terhambur semua isinya.

Tapi yang jelas, ada dua helai kain yang terlihat berasal dari kotak tersebut. Yang satu berwarna putih dan yang satunya lagi berwarna biru malam, sangat indah warnanya.

"Hmn, apa itu?" Gumam Alin.

Alin pun mulai membenahi kotak itu bersama dengan isi-isinya. Saat ingin meletakan nya di atas meja, secarik kertas jatuh dari dalam kotak. Alin mengambilnya dan membaca tulisan yang tertulis di sana.

Secarik kertas kumal berisikan sebuah keindahan yang melebihi berlian, tulisan indah yang di tulis dengan hati...

.

.

Alin, saat kau melihat surat ini mungkin kakek sudah tiada..

Tapi ingatlah satu hal, kakek akan terus menjadi bintang mu untuk selamanya...

Bintang akan menuntunmu pergi ke suatu tempat, tempat yang sangat mengerikan. Tempat yang cocok untuk kau membangun kebahagiaan yang baru...

Kakek tidak bisa membantu banyak, jadi bertahanlah. Aku tau kau pasti bisa cucu ku, Alin...

Salam dari

Kakek mu, Lio Jun Yeo

.

.

Surat yang ditulis dari hati oleh sang kakek sebelum kepergiannya...

Tanpa Alin sadari bulir-bulir air mata berjatuhandengan deras di kulit pipi nya yang halus. Rasa haru dan rindu yang Alin rasakan membuat benteng pertahanan nya runtuh, dia sudah tidak sanggup untuk menahan air mata yang sudah tak terbendung itu.

Kakeknya Alin, Jun Yeo sungguh hebat. Bahkan pada akhir hayatnya sekalipun, kakek masih memperhatikan Alin, sangat, benar-benar sangat memperhatikan Alin. Dia telah berhasil mendidik dan mempersiapkan cucu tersayangnya ini menjadi seorang gadis baik yang kuat untuk menghadapi dunia.

Alin membentangkan kedua kain itu. Mata Al

Dengan air mata yang masih berlinang, Alin memeluk sejenak baju-baju yang telah diberikan itu.

Bau parfum kakek yang khas masih menempel samar pada baju-bajunya. Alin benar-benar merasa dejavu saat mencium aroma parfum kakek yang menempel di sana, ia menjadi sangat rindu dan haru pada kakek.

"Terima kasih, kakek." Gumam Alin sambil tersenyum lega.

*Alin melepaskan surat kakeknya dan mengambil baju yang ada di paling atas tumpukan kain pada kotak itu. Putih warnanya, juga ada pernak-pernik indah yang berkilauan dengan sangat indah ada di sekeliling baju itu.

Saat ia membentangkan bajunya, Alin sangat kagum, indah dan benar-benar elegan. Untuk sejenak Alin menikmati memandangi keindahan itu.

"Cantik sekali. Kakek tidak perlu kuatir, Alin pasti akan bahagia di sini."

Puas sudah hati ketika melihat bahwa masih ada yang peduli padanya. Alin melipat baju itu, memasukkannya kedalam tas dan menyisihkan kotak tadi kembali ke lemari.

Dengan menaiki kendaraan umum yang murah, Alin berangkat ke sekolah dengan hati yang berbunga-bunga. Senyuman nya seakan melekat di setiap jalanan yang di lewati nya, orang-orang pun turut membalas senyum manisnya.

Sesampainya di sekolah, ramai sekali suasana, itu karena seluruh siswa-siswi kelas bawah di undang untuk turut hadir memeriahkan suasana. Tentunya sekolah juga memperbolehkan para siswa-siswi untuk membawa masing-masing satu kerabat untuk ikut memeriahkan suasana.

Nim Lan pun juga ada di sana, tentu saja dengan Chan Lu. Mereka ada di pojokan memandangi Alin dengan sinis dari kejauhan. Terlihat sekali mereka sangat tidak senang melihat ada senyuman di wajahnya.

"Cih! Naik kendaraan murahan saja bangga!" Gumam Nim Lan tidak suka.

"Sudahlah, dia hanya menang di nilai saja. Lihat saja penampilan nya yang kampungan! Muka kucel, baju murahan, tidak punya barang mewah, berbeda dengan mu yang terlihat modis ini." Sahut Chan Lu yang sama menatap sinis Alin.

Kini acara pengumuman untuk kelulusan telah di mulai. Satu per satu para siswa-siswi berprestasi di panggil ke atas untuk mengambil piagam dan trofi mereka, terlihat bangga sekali orang-orang, tentu saja Alin juga ada diantara orang-orang itu.

Sekarang giliran untuk murid yang paling berprestasi. Rangking 3 telah di panggil... Rangking 2 pun telah di panggil dan...

"Siswa terbaik kita tahun ini sangat menakjubkan! Walaupun hanya bergantung pada beasiswa, semangat nya tidak biasa-biasa saja. Apa kalian tau siapa dia?!" Tanya MC yang berbicara di atas panggung itu.

Mendengar itu semuanya menegang, mereka semua sedang menunggu dan berharap, bahwa namanya lah yang di panggil. Dengan super serius semuanya menanti.

"Siswa itu adalahhhh............."

"Jiu Xiao Alin!"

Seketika mendengar itu Alin langsung melompat kegirangan dengan rasa haru. Teman-teman langsung menggerumuni Alin dan mengucapkan selamat atas keberhasilan nya.

"Wah.. Alin selamat yah, Kau sangat hebat! Memang tidak bisa di ragukan lagi kemampuan mu itu.." puji sahabatnya Nia seraya menepuk bahu nya Alin.

"Terima kasih Nia, kau memang sahabat terbaik ku." balas Alin sambil tersenyum lebar.

"Tentu saja!"

Nia sekarang memang melihat Alin dalam sisi yang beruntung dan bahagia, tapi dia tidak pernah melihat Alin dari sisi kehidupan yang sesungguhnya. Tak pernah ada satupun orang sekolah yang tau tentang sisi kelam kehidupan Alin yang menderita dan menyedihkan.

Entah itu takdir atau memang kemalangan untuknya?

Setelah beberapa jam acara kelulusan berlangsung akhirnya berakhir juga dan sekarang waktunya mereka beristirahat untuk memasuki acara selanjutnya.

Acara selanjutnya adalah pesta dansa yang akan di laksanakan aula sekolah. Para anak primadona pun bersiap sedari istirahat tadi untuk berdandan dan mengganti baju mereka. Tak terasa jam sudah menunjukkan waktunya untuk berdansa.

Acaranya terlihat ramai dan meriah. Semua orang berjoget-joget sebelum waktunya berdansa. Namun hanya Alin yang hanya menyendiri di pojokan aula sambil menikmati sirup di gelasnya.

Tiba-tiba saja, ketika Alin sedang asik mengamati gelas sirup nya, sebuah

"Nona, apakah anda bersedia berdansa dengan saya?" Tanya Arga seraya mengulurkan tangannya.

Dengan malu-malu Alin menerima tawaran dari Arga yang terlihat menggoda.

"Hm, aku mau."

Nim Lan yang melihat itu menjadi iri kepada Alin dan menelpon ibunya untuk mengadu-adu. Nim tidak menyangka akan hal itu, ia yang sudah menyukai Arga dari dulu saja tidak bisa mendekati nya. Namun Alin dengan mudahnya bisa berdansa secara langsung dengan Arga. Nim Lan sudah sangat kesal langsung mengambil handphone dari saku dan menelpon ibu nya.

Tak butuh waktu yang lama telpon itu langsung di angkat oleh Nam Yeon yang sedang bersantai di ruang tamu bersama dengan suaminya.

"Halo, ada apa Nim Lan? acaranya lancar kan?" sapa Ibu Alin pada Nim Lan.

"Awalnya lancar, tapi... saat anak ibu yang tidak tau diri itu menampakan diri, tuan muda Arga putra dari presdir Kion itu jadi terpikat akan dirinya. Dan aku sekarang tidak bisa berdansa dengannya." Jawab Nim Lan ketus.

Ibu Alin pun menjadi sangat marah dan bertanya pada Nim Lan. "Dasar anak itu, tidak tau diri!!! Di mana kalian sekarang?!" ucap nya sambil marah-marah.

"Kami sekarang ada di sekolah"

Alin tidak tahu apa-apa karena sedang asik berdansa dengan Arga, sebelumnya ia juga merasakan perasaan yang kuatir tapi ia tidak menghiraukan nya. Nam Yeon menceritakan semuanya kepada Woon Yan, Woon Yan yang tadi sedang menonton TV menjadi sangat marah dan langsung mengambil kunci mobilnya.

Mereka melajukan mobil dengan cepat. Ibu dan Ayah tirinya masuk melewati gerbang sekolah dengan kesal seraya menghentakkan kakinya dengan keras. Ibu Alin masuk ke dalam aula sekolah dan menarik Alin dengan paksa keluar aula, ia menampar muka Alin dan menyobek baju Alin.

"Ibu, ibu, kenapa Bu... apa salah Alin. Alin tidak melakukan apapun, ampun Bu sakit.. huhuhuhu..." teriak Alin kesakitan sambil menangis.

Orang-orang yang ada di situ hanya melihat kejadian itu dari jauh, karena tidak mau ikut campur. Arga yang melihat Alin di siksa merasa kasihan dan langsung bergegas menghampiri mereka. Ia menepis tangan Nam Yeon yang ada pada Alin, lalu menyelimutinya menggunakan jas yang ia kenakan sekarang.

"APA APAAN KALIAN INI! Memangnya apa salah Alin?!" teriak Arga.

Arga menjadi sangat marah kepada mereka, ia membentak dan memarahi Nam Yeon yang telah memperlakukan Alin seperti itu. Alin hanya bisa tertunduk sambil menangis tersedu-sedu. Ia merasa malu, takut, sedih dan kesakitan. Namun Nam Yeon seperti di cuci otaknya, ia sama sekali tidak peduli dengan Alin.

"TERSERAH AKU MAU AKU APAKAN ANAK INI!! DIA ANAK KU, KAU TIDAK BERHAK!" Bentak Nam Yeon yang tidak mau kalah.

Nam Yeon menarik Alin dengan paksa ke dalam mobil yang sudah ada suami nya. Alin sungguh pasrah dengan nasib nya, ia hanya bisa terisak. Begitu juga dengan Arga, ia tidak berhak mengurusi urusan mereka.

Kedua orang tuanya itu membawa Alin ke Gubuk tua. Alin dilempar oleh Woon Yan ke tanah dengan sangat keras, ia hanya bisa terdiam merasakan sakitnya siksa mereka. Woon Yan yang emosi memukul kaki Alin berkali-kali dengan sebuah balok yang ada di sekitar mereka.

"Kau berani sekali memperlakukan anakku seperti itu!" Bentak Woon Yan

"DASAR TIDAK TAU MALU! pergi kau dari sini. Bersihkan semua barang mu dari sini dan langsung pergi sana!" Tambah Nam Yeon lagi.

Tidak ada pilihan lain bagi Alin, ia harus menurutinya. Ia hanya mengangguk pelan, lalu berjalan pincang ke dalam gubuknya. Pada saat itu juga ia teringat akan pesan kakeknya.

"Jika ibu mu mengusir mu dari gubuk ini, kamu harus memakai baju itu dan pergi ke sumur yang ada di ladang. Jagalah dirimu baik-baik."

Ia mengganti baju gaun yang di sobek oleh Nam Yeon tadi dengan baju biru malam yang ada di kotak pemberian kakeknya. Alin lalu membawa beberapa baju, jas Arga dan senter.

Saat ia keluar, ibu dan Ayah tirinya masih di luar dengan tangan dilipat di depan dada. Alin berjalan pergi dengan pincang, pergi meninggalkan mereka menuju ke sumur yang di maksud kakek tersebut. Alin biasanya pergi menaiki motor bersama kakek, karena jarak sumur tua nya yang cukup jauh dari gubuk dan rumahnya.

Berjam-jam Alin berjalan, tak terasa hari mulai mengelap. Alin sangat kelelahan berjalan selama berjam-jam, sehingga ia jatuh tersungkur ke tanah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!