NovelToon NovelToon

AKU KHIANATI KARENA SALAHMU SENDIRI

SUAMI YANG TIDAK PEDULI

Gadis bernama Valdera Mahira adalah wanita muda berusia dua puluh lima tahun yang memiliki sifat ceria, periang, humble dan pandai berbaur. Selain wajahnya yang cantik dengan tinggi semampai, ia juga baik hati dan senang membantu sesama. Tidak sedikit laki laki yang mencoba mendekatinya dan ingin menjadikannya seorang istri. Namun sayangnya, Brian Saputra yang menjadi pemenangnya. Ia menikahi Dera satu tahun yang lalu atas dasar cinta sama cinta. Kehidupan kedua terlihat harmonis, namun siapa sangka di balik keharmonisan itu tersimpan rasa sepi di dalam hati Dera.

Salah satu laki laki yang tidak beruntung ialah teman sekaligus sahabat Dera yang bernama Zavran Maulana. Zavran sudah mencintai Dera sejak mereka duduk di bangku SMP, namun Dera menolaknya karena ia tidak pernah menganggap Zavran sebagai seorang pria, melainkan sebagai sahabat. Hingga hubungan mereka sempat renggang meskipun mereka tinggal saling berdekatan.

Dera lebih memilih Brian Saputra, pria tampan yang jadi incaran para wanita di masanya sebagai suaminya. Suami yang ia yakini bisa membuat hidupnya bahagia. Namun rupanya ia salah, suami yang ia kira akan perhatian dan menyayanginya setulus hati justru bersikap cuek padanya. Brian mencintainya dan Dera juga mencintai Brian, tapi entah mengapa sifat Brian begitu dingin kepada Dera. Dia tidak selingkuh tapi membuat Dera kesepian. Dia tidak jahat namun sering kali menyepelekan semua hal tentang perasaan Dera. Dia tidak kasar namun sering membuat Dera terluka karena sikapnya. Dia lebih sibuk dengan teman teman dan ponselnya di banding bersenda gurau dengan istrinya. Dera pikir Brian akan berubah seiring berjalannya waktu, namun sudah satu tahun usia pernikahan mereka sifat Brian masih sama saja. Masih cuek dan kurang peduli kepada Dera, mungkin sudah setelan dari pabriknya.

Seperti malam ini, malam kelabu yang di sertai angin dingin menusuk jiwa sekaligus hati seorang Dera. Di dalam ruangan kamar yang menjadi saksi biksu kesendirian setiap malamnya. Mendadak kepala Dera pusing, pandangannya terasa berputar dan rasanya ia ingin muntah. Mungkin penyakit migrain yang Dera derita kambuh akibat terlalu banyak pikiran. Ia mengambil ponsel di atas nakas sambil meraba raba. Ia ingin menghubungi suaminya yang sedang menghadiri jamuan makan malam temannya.

Mas pulang jam berapa

Dera mengirim pesan pada Brian, ia tidak berani menelepon karena biasanya Brian akan marah ketika di ganggu saat berkumpul bersama teman temannya. Pesan terkirim namun masih centang hitam tanpa mau berubah warna.

" Selalu saja seperti ini." Gumam Dera sambil menghela nafasnya.

Kepala Dera semakin terasa berat, sakitnya begitu mencekam. Ia tidak tau harus bagaimana, mau keluar membeli obat pun rasanya tidak mungkin. Selain kondisinya yang tidak memungkinkan, hari juga sudah terlalu malam. Dera menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam.

" Ya Tuhan rupanya sudah malam, pasti warung sudah tutup semua. Mana kepalaku sakit banget lagi. Mas buka chat aku donk, aku butuh pertolonganmu." Monolog Dera menatap layar chatnya yang masih berwarna centang hitam.

Dera mencoba mengirim pesan lagi, siapa tahu kali ini Brian membukanya. Jari jari lentiknya menari di atas keypad ponselnya.

Mas migrainku kambuh, kalau bisa cepat pulang sekalian belikan aku obat pereda sakit kepala ya. 

Lagi lagi hanya centang hitam. Tidak kuat menahan rasa sakit yang mendera, akhirnya Dera memberanikan diri untuk meneleponnya. Panggilan pertama tersambung namun tidak di angkat, hingga panggilan kedua baru Brian mengangkatnya.

" Halo mas, aku.. "

" Kalau pusing minum obat, mas lagi kumpul sama teman teman nggak enak kalau pulang duluan Dera." Itu artinya Ardian sudah membaca pesannya meskipun tidak membukanya. " Nggak usah kebiasaan deh kalau mas pergi pasti selalu aja ada alasannya nyuruh mas buat cepet pulang. Mas malu sayang sama teman teman mas." Imbuh Brian. Entah suami macam apa si Brian ini.

" Obat di rumah habis mas, aku lupa beli. Tolong kalau mas pulang nanti mampir beliin obatnya ya." Ucap Dera hati hati takut suaminya meninggikan suaranya.

" Udah tahu sering sakit kepala, tapi stok obat sampai lupa. Ya sudah nanti mas belikan, tapi nunggu sebentar lagi."

" Iya mas makasih, aku tunggu di rumah." Dera menutup teleponnya.

" Ya Tuhan, kenapa sakit sekali." Dera merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia mencoba memejamkan matanya. Namun tidak bisa, rasanya kepalanya semakin sakit dan perutnya semakin mual. Ia segera berlari menuju kamar mandi sambil sempoyongan, ia tidak peduli jika ia akan menabrak sesuatu. Sampai di kamar mandi ia memuntahkan cairan putih kekuningan yang rasanya begitu pahit di tenggorokan.

Setelah agak mendingan, ia kembali ke kamar mencoba memejamkan mata. Tak terasa akhirnya ia bisa merasuk ke alam mimpi.

Lima belas menit kemudian Dera mengerjapkan mata, ia menoleh ke ranjang sebelahnya namun masih kosong. Itu artinya Brian belum pulang. Ia pun menatap jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam.

" Ya Tuhan kenapa mas Brian belum pulang? Sebenarnya dia khawatir nggak sih sama aku? Dia selalu lupa sama istrinya jika dia bersama teman temannya. Apa teman temanmu lebih penting mas daripada aku? Kenapa selalu begini mas hiks.."

Tak terasa air mata Dera menetes begitu saja. Bukan karena lebai tapi lebih ke merasa tidak di anggap. Inilah yang Dera rasakan selama satu tahun ini, ia merasa sendiri. Ia merasa tidak di perhatikan. Ia memiliki suami tapi bagai hidup sendiri. Tidak ada teman untuk berkeluh kesah, tidak ada teman untuk membantunya di saat saat seperti ini. Meskipun punya suami, Dera terbiasa melakukan apa apa sendiri. Rasanya Dera ingin menyerah, namun karena rasa cintanya yang begitu dalam membuat Dera hanya bisa pasrah menerima nasib dan takdir yang Tuhan berikan padanya.

Tak lama suara deru motor Brian pun terdengar, Dera bernafas lega. Akhirnya ia bisa mendapatkan obatnya. Namun saat Brian masuk, Dera mengerutkan keningnya, pasalnya Brian tidak membawa apa apa.

" Mas obatku mana?" Tanya Dera menatap Brian yang sedang melepas jaketnya.

" Mas lupa sayang, buat tidur aja deh pasti besok udah mendingan. Mas capek mau langsung tidur, besok mas harus berangkat ke luar kota."

Ya.. Brian memang bekerja di luar kota, ia bekerja di sebuah kantor perencanaan pembangunan sebagai seorang manager.

Kecewa? Tentu saja. Itulah yang di rasakan Dera saat ini. Bahkan tidak hanya kali ini saja, ia pernah merasakan banyak kekecewaan lainnya selama menjadi istri Brian.

" Baiklah mas tidak apa apa." Sahut Dera tidak mau ribut di malam hari. Apalagi kepalanya masih terasa pusing, akan lebih baik ia melanjutkan mimpinya.

Brian naik ke atas ranjang begitu pun dengan Dera. Mereka mencoba memejamkan mata sampai ponsel Brian berdering tanda panggilan masuk. Rupanya dari mbak Nuri, kakak sepupu Brian.

" Halo mbak." Ucap Brian mengangkat teleponnya.

Dera merasa kecewa lagi, dia bahkan harus melakukan panggilan berkali-kali baru di angkat oleh Brian, sekarang giliran sepupunya yang telepon langsung di angkat.

" Oh mbak sakit kepala, minum obat mbak. Jangan sampai sakit kepalanya tambah parah, nanti mbak nggak bisa kerja. Mbak kan tinggal sendiri, nanti tidak ada yang mengurus mbk kan bakal repot sendiri. Buruan gih mbk minum obat, kalau enggak ada stok bisa beli online mbk."

Srettttt...

Hati Dera bagaikan di sayat sebilah pedang yang begitu tajam. Sakit... Rasanya sakit sekali melihat sang suami lebih perhatian kepada wanita lain di bandingkan dirinya meskipun itu sepupunya sendiri. Lagi lagi ia harus merasakan kekecewaan yang begitu mendalam.

Siapakah Dera bagi Brian? Sering kali Dera tanyakan pada suaminya, apa pentingnya Dera baginya? Brian selalu menjawab sangat penting, karena Dera pemilik hatinya. Tapi untuk apa jika memilih hati namun tidak memiliki raganya? Lebih baik memiliki raga namun tidak memiliki hatinya, setidaknya Brian bisa berpura pura peduli padanya.

Dera memunggungi Brian, tak terasa air mata menetes membasahi pipinya. Dadanya terasa sesak, bahkan sangat sesak. Ingin sekali ia memukul dadanya sendiri dengan keras agar rasa sakit ini bisa sedikit berkurang.

" Ya sudah mbak, buat istirahat saja. Semoga besok setelah bangun tidur sakit kepala mbak udah sembuh. Aku tutup teleponnya."

Bip..

Brian mematikan sambungan teleponnya, ia berbaring miring lalu memeluk Dera dari belakang seolah tidak terjadi apa apa. Ia tidak pernah merasakan atau pun peduli tentang sakit yang telah di rasakan Dera selama ini. Yang ia tahu, yang penting ia sudah jadi suami yang bertanggung jawab dengan menafkahi Dera tanpa kekurangan.

" Mas, apa mas masih mencintai aku?" Tanya Dera.

" Kenapa tanya begitu? Kita sudah tidak muda lagi, sudah tidak ada gunanya membahas tentang cinta cintaan. Yang penting kita hidup damai, hidup bahagia dan mas sudah memenuhi tanggung jawab mas sebagai suami kamu. Sudah malam, tidak udah berpikir macam macam! Kita tidur saja, besok antar mas ke bandara ya."

Lembut... Suaranya memang lembut tapi mengandung ketidakpedulian sama sekali. Setiap Dera menanyakan tentang cinta, jawabannya pun selalu seperti itu. Apa seorang wanita hanya membutuhkan uang, uang dan uang saja tanpa membutuhkan cinta dan perhatian suaminya? Jika benar seperti itu, tidak akan ada istri para pejab*t kaya yang selingkuh dari suaminya demi mendapatkan kehangatan dari pria lainnya.

**

Jam sembilan pagi Dera mengantar Brian ke bandara. Sampai di sana Brian segera masuk ke dalam.

" Mas pergi dulu ya, kamu hati hati di rumah. Jaga diri baik baik, tidak boleh sakit karena mas tidak bisa mengurusmu nanti. Mas akan segera kembali."

Kenapa perhatian ini di ungkapkan setelah mereka hendak berpisah? Kenapa tidak saat saat Brian di rumah? Dera hanya bisa menganggukkan kepala.

" Hati hati mas." Ucap Dera menatap punggung Brian yang semakin menjauh. Akhirnya mereka berpisah, Dera segera menuju mobilnya. Saat ia hendak membuka pintu mobil tiba tiba kepalanya berdenyut nyeri, Pandangannya kabur, tubuhnya tiba limbung dan...

TBC...

Hai readers setia author.. author bawa cerita baru lagi.. semoga nggak bosan ya dengan karya karya author.. tetap dukung dengan like koment, vote dan hadiahnya.. terima kasih

DICUEKIN SUAMI DI PERHATIKAN MANTAN

Tubuh Dera limbung hingga terhuyung ke belakang sampai...

Dugh....

Tubuh Dera seperti membentur sesuatu.

" Apa ini? Bukan kah seharusnya aku jatuh ke aspalan? Kenapa tidak sakit? Kenapa aspalnya empuk begini? " Pikir Dera yang masih memejamkan matanya.

" Ah tidak, ini bukan aspal. Ini seperti

tangan manusia." Dera meraba raba tangan seseorang yang kini menopang tubuhnya.

" Apa kau baik baik saja?"

Deg....

Dera langsung membuka matanya, ia mendongak menatap seseorang yang berada dengan jarak sangat dekat seperti sekarang.

" Za...Zavran." Rupanya dia Zavran, teman sekaligus pria yang pernah Dera tolak cintanya.

Dera langsung membenarkan posisinya, kini keduanya saling berhadapan.

" Kamu kenapa? Sepertinya kamu kurang sehat sampai sampai kamu hampir pingsan seperti ini. Apa kamu sakit?" Dera menggelengkan kepala efek terkejut bertemu dengan Zavran. " Lebih baik kamu istirahat dulu! Tidak baik menyetir dalam kondisi tidak fit seperti ini, bisa bisa kamu kenapa napa lagi "

Kenapa harus Zavran? Kenapa harus dia yang memberikan perhatian seperti ini? Bagaikan terkena sihir, Dera hanya bisa menganggukkan kepala.

Zavran Maulana, seorang pria tampan yang menjadi sahabat, tetangga sekaligus seseorang dari masa lalu Dera. Ia tinggal tak jauh dari rumah orang tua Dera, dan juga rumah yang Dera bangun satu tahun lalu setelah menikah bersama Brian. Zavran pria seumuran Dera kini juga sudah menikah dengan wanita yang menjadi kekasihnya semasa SMA bernama Zulia enam bulan lalu.

" Gimana kalau kita istirahat di cafe itu aja? Kita bisa minum kopi bareng di sana. Siapa tahu setelah duduk sebentar pusing kamu bisa hilang." Tawar Zavran. " Kamu pusing kan? Kurang tidur pasti." Tebak Zavran.

" I.. Iya." Sahut Dera gugup. Tidak seperti dulu yang selalu renyah jika menjawab pertanyaan dari Zavran. Saat ini, seperti ada pembatas di antara mereka. Mungkin karena hubungan persahabatan mereka yang sempat renggang.

" Ayo! Aku bakal traktir kamu minum susu kesukaan kamu. Masih kuat kan buat jalan?" Tanya Zavran menarik tangan Dera.

" Ta.. Tapi aku mau pulang." Ujar Dera tak enak hati.

" Nanti aku yang akan mengantarmu. Aku kawal kamu dari belakang, takutnya nanti kamu kenapa napa kalau nyetir mobil sendirian." Ujar Zavran.

" Ayo ah jangan kelamaan mikir." Zavran menggandeng tangan Dera menuju ke sebuah kafe tak jauh dari Bandara. Bagaikan seekor kucing yang menurut pada majikannya, Dera mengekor begitu saja.

Sampai di dalam cafe, mereka duduk saling berhadapan.

" Mau pesan apa Ra?" Tanya Zavran menatap Dera. Dera pun mendongak hingga manik mata mereka bertemu.

Deg... deg.. Deg..

Detak jantung Zavran berpacu dengan kencang saat melihat mata itu. Mata yang dari dulu selalu menunjukkan keteduhan, hingga membuat debaran dalam hatinya.

" Debarannya masih sama. Masih kencang seperti dulu. Entah sampai kapan aku bisa melupakan perasaan ini. Dia sudah menjadi milik orang lain, begitu pun denganku. Namun sampai sekarang aku belum bisa menghapus perasaan ini. Dera.. Kau memang satu satunya pemilik hati ini." Batin Zavran.

" Cantikmu hilang kalau kamu anteng gini. Mana Dera yang dulu? Dera yang selalu ceria, periang dan suka bercandain orang? Apa kepalamu sakit banget sampai sampai kamu nggak bisa tersenyum hmm?" Tanya Zavran dengan lembut.

" Iya, rasanya memang sakit banget." Sahut Dera sambil memijat pelipisnya.

" Apa sudah minum obat?" Zavran menatap Dera, ada rasa khawatir di dalam sorot matanya.

" Belum, aku belum sempat beli. Rencananya pulang dari sini mau mampir ke apotik." Sahut Dera.

" Ya sudah kamu pesan makanan dulu, aku ke apotik depan bentar buat beli obat." Ujar Zavran beranjak dari tempat duduknya.

Engh? Dera tidak sadar jika di seberang sana ada sebuah apotik yang buka dua puluh empat jam.

" Eh nggak usah Vran, nanti aku beli sendiri aja." Cegah Dera. Ia tidak enak hati kalau harus merepotkan Zavran.

" Udah nurut aja! Daripada kamu kenapa napa di jalan karena masih pusing. Aku juga tidak mungkin mengantarmu ke rumah, bisa jadi trending topik nanti. Kamu tahu sendiri kan betapa updatenya tetangga kita." Ucap Zavran sambil tersenyum.

Ya.. Biasalah yang namanya tetangga itu bagaikan pantauan CCTV berjalan. Dari satu mulut, dua mata saja bisa langsung gempar jadi berita hot satu kampung. Dan pastinya berita itu bukan berita akurat, tapi lebih ke sebuah fitnah.

" Ya udah, terima kasih." Ucap Dera patuh. Memang benar kata Zavran, Dera harus minum obat dulu untuk mengurangi rasa sakit di kepalanya. Kalau tidak, bisa bisa ia menabrak orang atau mengalami kecelakaan tunggal saat melajukan mobilnya nanti.

" Aku pergi dulu."

Dera menatap kepergian Zavran dengan nanar, hatinya tersentuh dengan semua perhatian yang Zavran berikan.

" Kenapa harus kamu Vran? Kenapa bukan mas Brian? Andai saja mas Brian se perhatian kamu, aku pasti akan sangat bahagia."

Wajar bukan kalau Dera mulai membanding bandingkan perhatian suaminya dengan Zavran? Dera hanya manusia biasa yang kadang jauh dari kata syukur. Apalagi dengan keadaan yang ia alami selama ini. Sahabatnya saja bisa perhatian, kenapa suaminya tidak?

Dera memesan teh hangat beserta dessert untuk mengganjal perutnya sebelum minum obat. Tak lama Zavran kembali dengan membawa kantong kresek di tangannya.

" Ini obatnya, kamu biasa minum obat ini kan?" Zavran memberikan kantong plastik tersebut kepada Dera. Dera pun membukanya, ia semakin terharu saat melihat obat yang memang biasa ia konsumsi saat sakit kepala.

" Darimana kamu tahu kalau aku minum obat ini?" Tanya Dera menatap Zavran.

" Apa sih yang tidak aku tahu tentangmu hmm? Semuanya aku tahu termasuk kesedihanmu." Sahut Zavran sambil tersenyum.

Deg...

Jantung Dera berpacu dengan cepat. Apa selama ini Zavran mengerti akan kesedihannya?

" Kesedihan apa? Apa aku semenyedihkan itu di matamu?" Dera tidak mau terlihat lemah di mata Zavran.

" Sudah lupakan saja! Aku hanya asal bicara." Sahut Zavran. Ia menatap dessert dan segelas teh panas di hadapan Dera. " Kamu cuma pesan ini? Apa itu kenyang? Kenapa tidak pesan makanan berat? Nasi goreng mungkin, rice Bowl atau steak beff." Tanya Zavran.

" Aku tidak terbiasa sarapan pagi, jadi aku makan ini saja buat ganjal perut sebelum minum obat." Sahut Dera.

" Ini yang membuat asam lambung kamu sering kambuh dan berakhir sakit kepala. Seharusnya kamu makan yang teratur. Tubuh kita butuh nutrisi Ra. Besok lagi jangan males malesan! Kamu harus rutin sarapan pagi, biar badan kamu tetap sehat. Biar nggak gampang sakit, nggak gampang kambuh juga migrain kamu."

Ces...

Lagi, lagi dan lagi, hati Dera menghangat mendapat perhatian kecil dari sahabatnya. Sahabat yang pernah menyatakan cinta kepadanya namun ia tolak mentah mentah karena kalah fisik dari Brian saat itu. Mendapat perhatian seperti ini membuat Dera tidak bisa berkata apa apa. Di banding dengan suaminya, Zavran jauh lebih baik dan lebih perhatian padanya. Andai waktu bisa di putar kembali, mungkin ia akan menerima cinta Zavran daripada Brian. Sudah bisa di pastikan, saat ini mereka sudah hidup bahagia.

" Hei kok malah melamun." Zavran menyenggol bahu Dera membuat Dera tersadar dari lamunannya.

" Buruan di makan, terus minum obatnya." Sambung Zavran.

" Ah iya. Sorry aku pesan sendiri karena aku tidak tahu kamu mau makan apa, kamu bisa pesan sesuai seleramu biar aku yang bayar." Ujar Dera.

" Aku tidak semiskin itu kali Ra sampai sampai kamu yang bayarin." Canda Zavran. " Biar aku yang bayar pesenan kamu, lagian aku yang ngajakin kamu juga. Aku tadi udah sarapan di rumah, jadi sekarang kamu aja yang makan." Imbuh Zavran duduk di kursinya yang tadi.

" Eh aku nggak enak lho kalau makan sendiri. Kamu pesan apa gih buat nemenin aku." Ujar Dera.

" Ya udah aku pesen kopi aja deh." Akhirnya Zavran memesan satu cangkir kopi.

Sambil menyesap pesanannya, tak henti hentinya Zavran menatap Dera yang sedang menyiapkan sesendok dessert ke mulutnya. Tiba tiba Zavran membayangkan betapa senangnya ia saat Dera menyuapinya. Ia senyam senyum sendiri.

Merasa di perhatikan, Dera pun menatap Zavran.

" Kenapa menatapku seperti itu? Kalau kamu mau, kamu bisa pesan." Ujar Dera.

" Aku cuma mau memastikan kalau perutmu benar benar terisi." Sahut Zavran.

Seandainya yang di depan Dera saat ini Brian, sudah dapat di pastikan kalau Brian lebih memilih memainkan ponselnya daripada menatap Dera yang sedang makan.

" By the way kamu darimana kok bisa ada di sini?" Tanya Dera.

" Aku baru mengantar istriku ke rumah ibunya. Dan kebetulan aku lewat sini dan melihat jalanmu yang sudah tidak benar. Makanya aku turun menghampirimu. Dan benar saja, rupanya kau sedang butuh pertolonganku." Sahut Zavran.

" Kau memang datang di saat yang tepat. Terima kasih sudah peduli padaku." Ucap Dera.

" Dari dulu aku selalu peduli padamu tapi kamu yang tidak sadar akan hal itu." Gumam Zavran.

" Kamu bilang sesuatu?" Tanya Dera karena tidak mendengar ucapan Zavran.

" Ah tidak, kamu salah dengar kali." Kilah Zavran. " Tidak perlu berterima kasih. Sebagai teman aku harus peduli padamu kan." Imbuh Zavran.

" Makasih." Dera menganggukkan kepala.

Selesai memakan dessert, Dera langsung meminum obat yang di belikan oleh Zavran. Mereka nampak ngobrol sebentar sampai Dera merasa agak mendingan, ia pun pamit pulang.

" Aku pulang dulu Vran. Terima kasih untuk semuanya." Ucap Dera.

" Aku antar kamu. Kamu jalan di depan, aku akan mengikutimu dari belakang. Jadi kalau ada apa apa denganmu, aku bisa langsung menolongmu." Ucap Zavran membuat hati Dera tersentuh.

" Terima kasih."

Dera masuk ke dalam mobilnya. Ia melajukan mobilnya di ikuti Zavran dari belakang menggunakan motornya.

" Ya Tuhan, kenapa perasaanku aneh mendapat perhatian seperti ini dari Zavran. Apa aku baper? Jangan sampai aku merasa nyaman dengannya. Apalagi menginginkan hal lebih. Aku harus menjauh darinya, kalau seperti ini terus bisa bisa aku suka padanya. Dan ini tidak boleh terjadi. Sadarlah Dera, kamu sudah bersuami dan Zavran sudah beristri. Aku tidak boleh mendekatinya lagi."

Niat Dera memang baik, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Apakah Dera bisa menjauh dari Zavran? Atau akan ada kejadian kejadian yang membuat mereka semakin dekat? Biarkan waktumu yang menjawabnya.

Tbc....

MANTAN BIKIN NYAMAN

Cinta hadir karena terbiasa, sayang hadir karena rasa nyaman dan takut kehilangan. Rindu hadir karena keinginan untuk bertemu. Mungkin itulah yang di rasakan Dera dan Zavran saat ini. Keinginan untuk menjauh nyatanya hanya di bibir saja. Sejak pertemuan keduanya, kini mereka justru semakin dekat karena alasan nyaman. Mereka saling bertukar chat, saling support dan saling memberikan perhatian satu sama lain. Perasaan yang selama ini terpendam di hati Zavran kini muncul ke permukaan hingga ia berniat untuk mendekati Dera lagi.

Pagi ini Dera sedang memakan sarapannya. Ia duduk sendiri di meja makan sambil menunggu chat atau telepon dari suaminya. Barang kali Brian ingin tahu keadaannya setelah ia tinggalkan satu minggu yang lalu. Namun lagi lagi Dera harus menelan kekecewaan karena sampai selesai makan Brian sama sekali tidak menghubunginya.

" Sepertinya aku harus punya kesibukan sendiri daripada aku selalu merasa sepi seperti ini. Pengin kerja tapi nggak di bolehin sama mas Brian. Pengin ikut tinggal di sana tapi aku pasti tidak akan nyaman karena mas Brian tidur di kamar kantor. Banyak teman laki laki di sana juga. Tapi di rumah sendiri, selalu kesepian gini. Andai saja aku sudah punya baby, setidaknya aku punya hiburan sendiri. Ya Tuhan... Sampai kapan aku merasa sepi seperti ini?" Monolog Dera meratapi nasibnya sendiri.

Drt... Drt...

Tiba tiba ponsel Dera berdering, matanya berbinar karena senang. Ia mengira jika yang meneleponnya adalah Brian namun mata yang sempat bersinar kini kembali redup setelah tahu siapa yang meneleponnya.

" Zavran." Gumam Dera. Ingin sekali ia menolak panggilan itu, namun hatinya mengkhianatinya. Kini justru jarinya menggeser tombol hijau.

" Halo Ra." Terdengar suara Zavran dari sebrang sana.

" Ha... Hai." Sahut Dera gugup. Entah kenapa jantungnya berdetak kencang.

" Gimana keadaanmu sekarang? Apa udah mendingan? Kalau belum, periksa ke rumah sakit gih. Jangan sampai keblabasan takutnya nanti makin parah."

Lagi lagi perhatian ini berasal dari pria yang statusnya hanya seorang sahabat bukan suami. Jika terus di perlakukan seperti ini, akankah Dera mampu menolak pesona Zavran? Sepertinya kesetiaan Dera mulai di uji saat ini.

" Alhamdulillah udah baikan. Makasih ya kemarin udah di beliin obat." Sahut Dera.

" Santai aja, udah makan apa belum?" Tanya Zavran lagi.

" Emangnya kalau belum, kamu mau beliin?" Entah mengapa Dera kembali bersikap seperti dulu lagi. Seperti saat hubungan mereka dekat sebagai seorang sahabat.

Tanpa Dera tahu, Zavran rindu dengan masa masa seperti ini. Masa masa dimana mereka berdua saling bercanda ria. 

" Siap deh, mau makan apa?" Tawar Zavran.  

" Eh nggak usah, aku cuma bercanda kok. Lagian aku udah makan barusan. Makasih atas tawarannya." Ujar Dera.

" Beneran udah makan? Jangan jangan bohong nih. Tenang aja, aku nggak merasa di repotkan kok. Ayo kalau belum makan, kita cari makanan di luar." Ajak Zavran.  

Hati Dera semakin tak karuan, andai saja Brian bisa bersikap seperti ini pasti ia akan merasa bahagia. Bukan tidak bersyukur memiliki Brian, tapi karena perbedaan sikap Zavran dn Brian terlalu mencolok. 

" Nggak usah Vran, beneran aku udah makan kok. Barusan selesai malah." Tolak Dera.

" Baiklah kalau kamu udah makan, jangan lupa minum obatnya biar sembuh total. " Ujar Zavran.

" Iya iya bawel amat jadi orang."

" Kamu kalau nggak di bawelin nggak sehat. Makan selalu telat, kalau sakit bawaannya nggak mau minum obat. Mana di rumah nggak ada orang cuma tinggal sendiri. Kalau ada apa apa, siapa yang akan menolong kamu? Masa' iya aku nyelonong masuk ke rumahmu, bisa bisa kita di gerebek warga sini ha ha ha."

Mereka mengobrol cukup lama, salah.. Ya Dera memang salah karena tanpa ia sadari, ia sudah berselingkuh di belakang Brian meskipun mereka berdua hanya chatingan. Dera juga tidak ada niat untuk menduakan cinta Brian di dalam hatinya. Namun Dera hanya wanita biasa yang akan merasa nyaman dengan perhatian seorang laki laki, meskipun itu bukan suaminya. Apalagi mengingat sikat suaminya yang begitu dingin padanya.

Mereka terus mengobrol seolah tidak ada bosannya. Entah kenapa ada saja bahan yang mereka obrolkan. Mulai dari membahas saat saat masa sekolah mereka dulu sampai mereka dewasa. Dera sudah mulai memperlihatkan sifat aslinya, ia menjadi Dera yang ceria, humble dan humoris saat bersama Zavran. Berbeda sekali saat ia bersama suaminya. Ia hanya bisa menjadi boneka imut yang tidak bergerak jika tidak di sentuh.

" Vran, kalau aku boleh tahu, apa kamu masih menyimpan perasaan untukku?" Entah kenapa Dera malah memancing Zavran dengan pertanyaan seperti itu. Bukan tanpa alasan Dera ingin tahu perasaan Zavran padanya, sebelum menjalin persahabatan lebih jauh lagi, ia harus memastikan jika Zavran hanya menganggapnya sebagai teman tidak lebih. Ia tidak mau membuat Zabran berharap pada pertemanan mereka kali ini meskipun Dera sendiri merasa nyaman akan kehadiran Zavran dalam hidupnya. Namun keadaan sudah berubah, mereka bukan single melainkan suami dan istri dari orang lain.

" Perasaanku masih sama seperti dulu Ra. Jujur aku masih mencintaimu. Terserah kamu mau menilaiku bagaimana. Kamu mau menganggapku playboy atau brengsek sekalipun, aku tidak peduli. Yang jelas aku masih mencintaimu meskipun aku telah menikahi wanita lain. Aku tidak bisa melupakan perasaan ini Ra. Maafkan aku jika perasaanku nanti membuatmu tidak nyaman. Tapi aku tidak mau berpisah denganmu. Aku ingin kita tetap menjalin pertemanan seperti sekarang ini." Ungkap Zavran penuh arti. 

Deg... 

Apa yang Dera takutkan telah terjadi. Apakah Zavran akan menaruh harapan pada hubungan ini? Tidak... Ini tidak boleh terjadi, mereka hanya bisa berteman tanpa lebih dari itu. 

" Maafkan aku Vran. Apapun perasaanmu padaku, aku tidak bisa membalasnya. Kita hanya bisa menjadi teman biasa." Ucap Dera mempertegas hubungan ini. 

Terdengar kekehan dari Zavran di seberang sana. " Tidak apa apa, bisa melihatmu saja aku sudah bahagia Ra. Apalagi bisa berkomunikasi seperti ini denganmu. Anggap saja aku pengganti suamimu yang akan menemani hari harimu supaya kau tidak kesepian. Jangan terlalu di pikirkan ya! Nanti kamu sakit lagi. Aku nggak mau lhoh liat kamu sakit sakitan. Rasanya aku juga ikutan sakit." Ujar Zavran di selingi perhatian kecilnya. 

" Terima kasih Vran atas pengertian dan perhatianmu padaku selaam ini." Ucap Dera. Ya, Dera harus memberi batasan pada hubungan keduanya karena ia tidak mau sampai melakukan hal hal terlarang di masa mendatang. Ia mencintai Brian bagaimana pun sikap Brian padanya. Ia tidak mau menyakiti Ardian suatu hari nanti. Mungkin terdengar plin plan, di satu sisi ia nyaman bersama Zavran namun di sisi lain ia masih mencintai Brian.  

Setelah hampir satu jam lamanya, Zavran menyudahi teleponnya. Dera kembali ke kamarnya, seperti yang biasa ia lakukan. Ia hanya bisa berguling guling di ranjang tanpa melakukan aktifitas apapun. 

Ponsel Dera berdering, kini gantian Brian yang meneleponnya. 

" Halo mas." Dera mengangkat ponselnya hingga kamera mengarah ke wajahnya. 

" Lagi apa?" Tanya Brian.

" Biasa lagi nyantai. Kamu nggak kerja?" Dera balik bertanya karena melihat Brian memakai pakaian casual bukan seragam seperti biasanya. 

" Enggak, hari ini aku mau jenguk mbak Nuri. Sakitnya makin parah katanya. Kasihan, dia sakit tapi nggak ada yang ngurusin." 

Ada sedikit rasa cemburu menghiasi hati Dera saat ini. Brian bahkan tidak menanyakan keadaannya sama sekali, padahal ia tahu kalau saat ia meninggalkan istrinya, Dera sedang dalam keadaan sakit saat itu. Tapi kini ia malah mau menjenguk sepupunya. Setidak berartikah dirinya bagi Brian? 

" Mas kamu kelihatan perhatian sama orang lain, tapi sama aku enggak." Karena terdorong rasa cemburu, akhirnya Dera berani mengatakan hal itu. 

" Kamu cemburu sama mbak Nuri? Sadar Dera, dia itu saudara mas. Memangnya apa salahnya kalau mas jenguk dia?" Ujar Brian.  

" Ya nggak gitu mas. Aku juga butuh perhatianmu sama seperti kamu memberi perhatian sama mbak Nuri. Mbak Nuri bilang sakit kepala, kamu langsung minta dia buat minum obat. Nasehatin ini itu, sedangkan sama aku? Di titipin obat aja kamu lupa mas. Jangan sampai aku di buat nyaman oleh orang lain karena perbuatanmu sendiri mas." Ucap Dera mencoba mengingatkan. 

" Memangnya siapa yang bisa membuatmu nyaman hmm?" Brian malah bertanya seperti itu, seolah sedang merendahkan Dera.  

" Ya nggak tahu. Barang kali akan ada saatnya nanti, ada orang yang buat aku nyaman. Terus aku berpaling darimu, apa kamu nggak akan menyesal mas?" Pancing Dera. Entah mengapa ia tersulut emosi dengan ucapan Brian barusan. 

" Ha ha ha." Brian malah tertawa, memangnya apa yang lucu? Pikir Dera.

" Dera, dengarkan mas baik baik! Tidak ada pria lain yang mau denganmu, apalagi membuatmu nyaman tahu nggak. Kalau mas, mas bisa saja mendapatkan empat atau bahkan lima wanita pengganti dirimu sekaligus kalau mas mau. Tapi kamu? Kamu tidak akan bisa mendapat pria lain satu pun selain mas. Karena apa? Karena hanya mas yang mau sama kamu. Hanya mas sayang tidak ada pria lain yang mau sama kamu."

Jeduarrr....

Deg...

Lembut, nadanya bercanda namun begitu menusuk hati. Itulah kata kata yang di ucapkan oleh Brian. Suatu penghinaan bagi Dera jika Brian bilang tidak ada satu pun pria yang mau dengannya. Memangnya seburuk apa Dera? Dan sesempurna apa Brian hingga ia bisa berbicara sekejam itu pada istrinya? Tanpa Brian ketahui, Dera menangis dalam diamnya. Ia mengepalkan erat tangannya menahan emosi yang mendera di dalam dadanya. 

" Udah dulu ya sayang, mas mau berangkat, mobilnya udah siap tuh. Bye."

Bip.. 

Brian langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa merasa bersalah. Inikah suami yang selalu Dera bangga banggakan? Brian memang selalu mencukupi kebutuhan Dera, namun ia memperlakukan Dera bak hewan peliharaan. Dera terkurung di sangkar emas tak kasat mata. 

" Hiks.... Hubungan seperti apa ini mas? Kau tidak pernah memberiku kenyamanan, apalagi perhatian seperti kau memberikan perhatian pada saudaramu itu. Setidaknya jika kau tidak bisa membuat aku bahagia, jangan sakiti aku begini. Tapi kau justru memberikan luka atas penghinaan yang kau lontarkan kepadaku. Salahkan aku jika aku lebih nyaman bersama Zavran? Jika suatu hari nanti aku berpaling darimu, maka jangan salahkan aku! Tapi salahkan dirimu sendiri yang tidak pernah menghargai aku mas. Aku sudah lelah menghadapi sikapmu yang seperti ini." Ucap Dera mengusap air matanya. 

Timbul keinginan untuk berpisah dari dalam hati Dera. Cukup sudah selama satu tahun ini ia mendapat perlakuan sedingin ini dari suaminya. Yang awalnya ia ingin menghindari Zavran kini menjadi berbalik arah. Ia akan menggunakan Zavran untuk membuktikan pada suaminya jika masih ada orang lain yang mengharapkan dirinya meski mustahil untuk bersama. 

" Kau akan lihat bagaimana aku membalikkan keadaan mas. Akan aku gantikan peranmu suatu hari nanti agar kau tahu bagaimana rasanya di abaikan seperti ini."

TBC...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!