NovelToon NovelToon

Cintaku Dikamu

#.1

Angin semilir menerpa wajah manis seorang gadis, beberapa helaian rambut miliknya beterbangan tertiup angin. Wajahnya berparas ayu, bibir mungil, dan kulitnya yang putih bersih. Nama gadis manis itu Arasha, sebagian orang memanggilnya Ara.

"Tarik napas hempaskan, sekali lagi tarik napas hempaskan, huh !" ia mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Hidupku berat sekali Ya Allah" keluhnya. Mata besar miliknya memandang kedepan, menatap pepohongan yang rindang tempat biasa ia bermain dengan sang Ayah waktu kecil.

Dua bulan yang lalu, kejadian nahas dialami oleh kedua orang tuanya, mereka meregang nyawa dalam kecelakaan tunggal. Kenyataan memilukan itu harus ia hadapi seorang diri. Terlebih Ara adalah anak tunggal dari pasangan Ibu Mina dan Bapak Surya Kusmananto. Memang tak ada sanak saudara yang mereka miliki karena mereka adalah salah satu pendatang dikota Surabaya. Kedua orang tuanya meninggal tepat di hari ulang tahun Ara yang ke 22 . Tak pernah ia sangka bahwa ayah dan ibunya akan meninggalkannya secepat ini.

Hiruk pikuk dunianya seakan berhenti, kini hanya ada rasa kesepian dan kerinduan yang teramat di setiap relung hatinya.

Ara beranjak pergi, ia melangkah perlahan menyusuri jalan setapak yang biasa ia lalui dengan sang ayah, tatapannya lurus pada sebuah bangunan bercat biru.

Diambilnya air wudhu yang berada disamping bangunan tua itu, ia lalu memakai baju khas orang muslim dan segera melaksanakan salah satu kewajibannya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh "ucapnya menandai berakhirnya ibadah sholat, lalu memanjatkan doa untuk kedua orang tuanya yang telah tiada. Sesaat ia teringat bagaimana sang ayah mengajarkan sholat untuk pertama kalinya di mushola ini. Sang ayah yang merupakan Guru Agama selalu mengajarkan kepadanya betapa pentingnya sholat. Ibadah yang wajib dilakukan bagi setiap muslim didunia.

Sayup sayup ia mendengar suara mencurigakan dibalik korden pembatas laki laki dan perempuan. Rasa penasaran menyelimuti hatinya, degub jantung kian berdetak lebih kencang dari biasanya.

Perlahan lahan ia mendekat, mengendap endap agar tidak menimbulkan suara, kepalanya menyembul keluar melihat keadaan, sontak mata Ara membulat seketika, terlihat olehnya seseorang dengan tubuh terbalut dengan sarung, dan wajah yang tertutup topeng.

"Hei siapa kamu? apa yang kamu lakukan disini? mau maling kamu ?" teriak Ara tanpa takut. Matanya nyalang menatap pencuri berjenis kelamin pria itu.

"Aduh ketahuan" batin pencuri itu.

Merasa kepergok, pencuri itu menghentikan aksinya, ia berlari dengan cepat lalu bersembunyi, sebelum orang orang datang menghakiminya.

"Pencuri, pencuriiii" teriak Ara. Ia berlari mengejar pencuri bertopeng itu, tapi setelah berlari mengejar sejauh 50 meter, tak juga ia temukan. Dadanya kembang kempis menahan lelah, keringatnya mulai bercucuran memenuhi keningnya.

"Hadehhh kemana lagi itu perginya cepet banget" gumamnya. Dirasa pencuri itu sudah berhasil melarikan diri, ara kembali ke rumah, ia berjalan kaki sambil menetralkan degub jantungnya, dilihatnya pemandangan langit pada sore hari itu, "indah, tapi tak seindah perjalanan hidupku" katanya dalam hati.

Lampu kelap kelip berbagai warna menghiasi sudut jalan , Ara termenung menyaksikan keindahan itu, hatinya begitu sunyi dan rapuh. Pikirannya kosong, memikirkan bagaimana nasibnya , Ara tak sadar jika berada ditengah jalan lalu tubuhnya melayang dan yang dilihatnya hanya kegelapan.

"Dok, bagaimana keadaannya ?" tanya seorang pria, wajahnya panik, tangannya bergetar, noda darah terlihat dikemeja putihnya.

"Kondisinya sangat memprihatinkan, kaki pasien patah dan harus segera dioperasi " kata orang berjubah putih dan berkacamata itu.

"Lakukanlah yang terbaik dok" pintanya pada pria dihadapannya, ia tak menyangka ia akan menabrak seseorang.

"Semua ini salahku" gumam lirih pria itu, matanya terpejam menyesali perbuatannya. Karena tak hati hati, ia sampai membuat seseorang cidera dan terluka.

Dokter segera mengambil tindakan operasi, tim medis dan peralatan penunjang juga sudah disiapkan. Pria itu hanya bisa pasrah, hanya doa yang bisa ia panjatkan.

2 jam lamanya operasi dilakukan, diseberang sana, pria berkacamata itu terlihat cemas dan takut, bajunya yang penuh dengan noda darah tak dihiraukannya. Mulutnya komat kamit merapalkan doa. "Semoga berhasil" ucapnya dalam hati.

Lampu operasi yang semula berubah merah sudah berganti hijau, tanda operasi telah selesai dilakukan. Kini Ara dipindahkan ke ruang ICU, untuk mendapatkan perawatan lanjutan, ia masih tak sadarkan diri karena efek obat bius.

"Ayah" lirih Ara menatap seseorang yang dicintainya.

"Sayang, hiduplah dengan baik, tata lah masa depanmu Ara, ayah dan ibu disini selalu disampingmu" pesan sang ayah

"Jadilah wanita mandiri, ibu dan ayah selalu menyayangimu" lalu dikecupnya kening sang anak.

"Ayah ibu" teriak Ara, matanya terbuka lebar, keringat dingin mulai membasahi wajahnya.

"huhuhu, ayah ibu,huhuhu" tangis Ara pecah.

Air mata menggenang dipelupuk matanya.

Pria berkacamata itu terkejut mendengar teriakan gadis itu lalu memanggil dokter lewat call bell.

"Tolong..tolong dokter, pasien sudah sadarkan diri" teriak Bastian panik melihat seorang dokter menghampirinya.

Setelah melalui pemeriksaan, dokter menyatakan kaki Ara mengalami kelumpuhan, operasi yang dilakukan tadi untuk menyambung jaringan agar tidak putus, jadi butuh waktu untuk mengembalikan jaringan agar berfungsi sempurna.

Ara yang sudah sadar mendengar penjelasan dokter bedah itu, ia tak kuasa menahan tangisnya."Hiks Hiks" tangis Ara pecah ia tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya nanti.

Setelah dokter bedah itu pergi, pria matang itu hanya termangu, diam tak dapat berkata apa apa apa, hanya matanya yang memandang lurus menatap gadis itu. Rasa bersalah menyelimuti hatinya.

"Ya Allah apa yang harus aku lakukan, aku sudah merenggut masa depannya". Rasa penyesalan kini ia rasakan. "Maafkan aku" katanya dalam hati, ia tak mampu mengucapkannya didepan gadis itu. Pria berkacamata itu tidak berani mendekat, otaknya berpikir keras bagaimana aku bisa menebus kesalahanku.

# 2.

Setelah tangisannya reda, ara perlahan lahan tertidur. Pria berkacamata itu mendekat, dilihatnya pemilik wajah pucat pasi itu terlihat jejak jejak air mata dipelupuk kedua matanya. Ia duduk menunggu disamping gadis itu, lalu merasakan kantuk luar biasa setelah apa yang ia alami cukup menguras tenaga dan pikiran. Lambat laun kepalanya terjatuh pada ranjang empuk milik Ara biarlah sejenak ia melupakan masalah yang ia hadapi, mengistirahatkan tubuhnya walau sebentar.

Ara terbangun, setelah merasakan hembusan nafas disalah satu tangannya."Si..siapa anda ?" tanya Ara menatap pria didepannya. Ia merasa tak kenal dengan pria berkacamata itu.

Mendengar suara disekitarnya, mata pria itu terbuka perlahan "Maaf" kata pria dihadapannya, dengan segera ia menegakkan tubuhnya dan membetulkan letak kacamatannya.

Ara menatap lekat pria dihadapannya itu, ia sudah menduga pria matang berkacamata ini adalah orang yang telah menabraknya,

"Maafkan aku" katanya sambil tertunduk, " ini semua salahku" rasa penyesalan tergambar diwajahnya. "Ijinkan aku bertanggung jawab padamu".

"Tidak perlu, anda tidak perlu bertanggung jawab padaku, aku bisa sendiri, walaupun aku lumpuh dan tidak punya siapa siapa lagi didunia ini".

"Aku akan menjagamu, aku janji akan membuatmu sembuh, ijinkan aku bertanggung jawab atas kesalahanku". Perkataan pria matang itu membuat Ara ragu, disisi lain ia juga sudah tidak punya siapa siapa, tapi pria ini juga berjanji akan membuat dirinya sembuh.

"aku akan sembuh, biarlah untuk sementara waktu" kata hati Ara mengiyakan penawaran pria itu.

"Baik, aku menerima tawaranmu" seraya menatap pria matang didepannya.

"Terimakasih, tapi untuk menjagamu 24 jam kita harus menikah mengingat kau sudah tidak punya anggota keluarga lain, aku tidak mau kamu dicap sebagai wanita simpanan , aku tahu kamu wanita baik baik, aku tidak akan menuntut apapun darimu," terang pria itu.

"Apa apaan ini, menikah? bahkan ikatan itu tidak terfikir dalam hidupku" batin Ara.

"aku tidak mau, aku tidak mau menikah dengan anda, banyak cara untuk anda bertanggung jawab tapi dengan tidak menikahi saya" tolak Ara.

"tidak bisa nona, aku sendiri yang akan menjagamu"

Mau tidak mau Ara pun menyetujui syarat yang diajukan oleh pria berkacamata itu. "Baiklah , untuk sementara waktu" batin Ara.

"Maaf, kenalkan nama ku Sebastian Edward" ucapnya seraya tangannya menjulurkan tangannya"

"Kamu bisa panggil saya Bastian" tambahnya lagi

" Arasha " sambil menerima uluran tangan Bastian.

Babak baru kehidupannya pun akan segera dimulai, Ara tak pernah membayangkan secepat ini ia menikah. Entah bagaimana kehidupannya nanti ia pun tidak tahu, yang pasti ia ingin cepat sembuh dan berjalan kembali.

Sedangkan Bastian sendiri entah apa yang ada dibenaknya saat ini, yang dia tahu ia hanya ingin melindungi gadis itu, gadis yang sejak awal bertemu mencuri hatinya.

"Baik, setelah kamu keluar dari rumah sakit ini, kita akan menikah. Kamu bisa tinggal bersamaku, disana ada yang akan menjagamu" ujarnya sambil menatap lekat gadis itu.

Seminggu berlalu, Ara sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, badan Ara sudah sehat hanya saja kakinya yang tidak bisa digerakkan, dan untuk perawatan selanjutnya Ara harus diharuskan menjalani terapi agar ia bisa berjalan kembali.

"Saya terima nikahnya Arasha binti Surya Kusmananto dengan seperangkat alat sholat dan uang tunai 50 juta rupiah dibayar tunai " kata Bastian lantang dan tegas.

"Gimana para saksi ?" tanya pak penghulu.

"Sah sah sah" kata para saksi.

Alhamdulilah sudah sah Ara menjadi istri dari seorang Sebastian Edward namun tak ada binar bahagia diraut sang mempelai wanita. Pernikahan ini hanya dilakukan akad saja, sesuai dengan permintaan Ara, ia tak ingin pesta yang megah dan ramai.

Ara memakai kebaya warna putih kulit putih bersihnya begitu kontras, siger yang ada dikepalanya menambah keanggunan dan kecantikannya.

Setelah acara akad nikah selesai, Ara kembali ke kamarnya dengan diantar bibi murni.

Bastian menyusul sang istri ke kamar, dibukanya pintu bercat coklat itu, " oh rupanya kamu disini ? Aku cari cari dibawah tidak ketemu" ucapnya sembari memandangi wajah ayu sang istri.

"Iya , aku ingin segera ke kamar", ucap Ara pelan.

" Maaf, aku harus memanggil anda apa ? tanya Ara ragu tak berani menatap kedua mata suaminya.

"Panggil saja aku Bastian" sambil menatap istri barunya itu

"Ba,,baik, bisakah kau memanggilkan bibi, aku mau mengganti bajuku" kata Ara sambil menyeka peluh yang membasahi dahinya

"Kebaya ini sangat cantik tapi aku tidak nyaman memakainya berlama lama" ucapnya dalam hati.

"kenapa tidak meminta tolong kepadaku saja hmm, aku ini kan suamimu?" bisiknya ditelinga Ara lalu menatapnya.

Ara merasa grogi ditatap suaminya itu, hembusan nafas Bastian begitu terasa diwajahnya, cepat cepat ia memundurkan kursi rodanya.

"Tidak, bibi saja yang menggantinya !" tolak Ara.

"Iya iya sebentar aku panggilkan bibi.." balasnya.

"Bi...bibi cepetan ke atas, Ara pengen ganti baju !" teriak Bastian.

"Iya den" kata bibi murni seraya mendekat.

# 3.

Dengan tergesa gesa bik murni berlari menuju kamar nona Ara. Dijinjingnya kain jarik yang ia kenakan.

"Hosh hosh hosh..waduh kesel aku koyok diuber maling", kata bik murni, terlihat wajahnya yang keriput penuh keringat.

"Tok tok tok"

"Permisi den,,bibi mau gantiin bajunya non Ara " kata Bik murni dibalik pintu.

"Masuk saja bik pintunya gak dikunci" perintah Bastian.

Bik murni masuk perlahan, dilihatnya tuan muda Keluarga Edward itu. Senyumnya mengembang, memperlihatkan sikap ramah pada sepasang pengantin baru. "Ini bik murni, bik murni ini pembantu terlama disini kamu kalo pengen apa apa bisa minta tolong sama bik murni " beritahu sang suami

"Bik, tolong gantiin bajunya Ara ya ", kata Bastian seraya melangkah keluar kamar, ditinggalkannya sang istri dan bik murni. Ia lalu menuju ke ruang kerja miliknya.

"Bik murni, bisa gantiin baju nya sekarang saja ya..?" ucap Ara pada orang tua berkain jarik itu.

"Oalah iya non" ia mendekat, dan mulai mengganti baju Ara. "Non ko ayu tenan pantesan non dinikahi sama den Sebastian" kata bibi sambil senyum.

"Bibi ini bicara apa, ini hanya bentuk pertanggung jawaban Bastian kepada saya bi, kaki saya lumpuh" kata Ara.

"Sing sabar ya non..InsyaAllah kaki non Ara sembuh tetep usaha periksa ke dokter, pokoke ojo pantang menyerah non ", ujar bik murni dengan logat jawanya.

"Iya bik, terimakasih ya, Ara senang bibi yang menjaga Ara, maaf ya bi, bila kedepannya Ara sering merepotkan bik murni".

"Oalah non, Yo ndak papa to non, non Ara kan majikan bibi".

Sekarang Ara sudah berganti baju santai tak lupa Ara juga menghapus make up nya.

"Huh,akhirnya selesai juga" katanya sambil membuang kapas di keranjang sampah.

"Non kalau butuh apa apa bilang sama bibi..bibi ada dibawah,,non Ara bisa memakai telpon nanti biar bibi yang keatas ", beritahu bibi.

"Terimakasih ya Bi.." ucap Ara memandang oarang tua itu.

"Sama sama non ..bibi ke bawah dulu ya non mau nyiapin makan malam ".

"Ya Bi..." jawab Ara sambil menganggukkan kepalanya.

Kini Ara hanya duduk termenung menatap kedua kakinya, kini ia hanya tinggal sendiri, sebatang kara, hanya seorang suami yang ia punya, tapi ia tak bisa berharap banyak pada pernikahan ini, karena pernikahan yang ia jalani hanya sebatas pertanggung jawaban.

"Arrrgh, pusing kepalaku", sambil mengacak acak rambutnya sendiri. "Kenapa aku memikirkan pernikahan ini? Lebih baik jalani saja" katanya dalam hati.

Diruang kerja bastian diam diam mengamati gerak gerik istrinya itu. Ia melihat kekonyolan sang istri. "Apa yang kau pikirkan Ara ? Sampai kau mengacak rambutmu seperti itu?" gumamnya pelan. Senyum terukir diwajah tampan milik bastian. Ia sedikit demi sedikit mulai tertarik dengan istri kecilnya itu.

Sebastian Edward merupakan cucu pendiri Edward Company, ia adalah anak tunggal dari pasangan papa Andrew dan mama Gina. Ia juga dijuluki pebisnis handal didunia industri. Walaupun ia begitu kaya raya dan banyak uang tak serta merta kehidupan pernikahannya mulus tanpa hambatan, istri yang dinikahinya dulu berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Sungguh miris kehidupan percintaannya.

Bastian menyudahi kegiatannya diruang kerja, ia merasa haus dan ingin mengambil minum didapur.

"Den, makan malamnya sudah siap." kata bik murni menghampiri Tuan Muda Edward itu.

"Makasih bik,,saya ke kamar dulu mau lihat Ara " sambil melangkah menuju kamar sang istri.

Diketuknya pintu kamar berwarna coklat itu,

"Tok, tok, tok"

"Ara, makan malam sudah siap..ayo kita turun" ajak Bastian dibalik pintu

"Sebentar", jawab Ara, ia menggapai gapai kursi roda yang tak jauh dari tempat tidurnya.

"Ahh kenapa susah sekali" gerutunya.

Karena tidak sabar, dibukanya pintu itu melihat sang istri kesusahan ia pun mengambil kursi roda dan membawanya tepat disamping sang istri

"Sini aku bantu ! " tawar Bastian.

"Aku bisa sendiri" dengan susah payah Ara menggerakkan tubuhnya, ia bertumpu pada kedua tangannya lalu menyeretnya..

Tubuhnya jatuh kelantai dan dahinya terbentur, "Aww, rasanya sakit sekali" gumamnya pelan. "Ya Allah nasibku kenapa seperti ini, aku seperti mayat hidup" batinnya.

Melihat sang istri jatuh, Bastian segera menggendong dan mendudukkan Ara dikursi roda.

"Sudah ngeyelnya .? kan jatuh kan..?"

"NGEYEL sih " gerutu sang suami

"Sini lihat dahi mu, dilihatnya dahi Ara yang tampak mulai membiru, ditiup dan diusapnya pelan. "nanti kita obati dibawah". Sejenak ia terpaku menatap sang istri, wajah ayunya membuat degub jantungnya bertalu talu.

Ara yang merasa ditatap oleh sang suami hanya diam, ia tak membantah kata sang suami."Bodoh,bodoooooh Ara.." gerutunya dalam hati.

Kursi roda itu dengan segera didorong oleh Bastian menuju ruang makan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!