NovelToon NovelToon

Istri Yang Ternistakan

Chapter—1

Lenguhan tertahan pecah di kamar apartemen bergaya modern. Suara ranjang yang berguncang, napas tercekat, dan erangan samar menjadi irama paling jujur malam itu. Di antara kain yang tercecer dan peluh yang menetes, dua tubuh bersatu tanpa cinta—hanya sebatas transaksi.

Bachtiar Yunanda, pria berusia 30 tahun dengan tubuh tegap dan rahang keras, menggerakkan tubuhnya dalam ritme cepat, menenggelamkan diri dalam pelukan wanita yang bukan istrinya. Jemarinya mencengkeram rambut wanita itu, menariknya ke belakang, memaksa leher jenjang itu mendongak.

“Aku… hampir sampai,” desah sang wanita—Fanya Mahira—penggoda profesional yang tahu betul cara menyenangkan pria sekelas Bachtiar.

Tanpa banyak kata, Bachtiar membalik tubuhnya. Ia mendorong Fanya ke ranjang, menancapkan kembali miliknya ke dalam dinding kenikmatan yang dibeli dengan uang. Tiada kelembutan, hanya desakan. Tiada cinta, hanya pelarian.

“Kau memang nikmat, Fanya,” gumamnya, suara itu terdengar serak, juga dibalut ego yang tak pernah kenyang.

Fanya mengerang. Kedua kakinya melingkar di pinggang pria itu, memeluknya seperti perangkap seolah tak ingin ia lepas. “Dan kau memang hebat, Bachtiar…”

Bachtiar menyeringai—narsis, seperti biasa. Tapi bagi Fanya, malam ini terasa berbeda. Ia merasa sikap Bachtiar lebih beringas, lebih gelap. Seperti ada sesuatu yang sedang ia kubur, ia sembunyikan? Seperti luka atau mungkin kemarahan?

Fanya mencoba melepaskan pelukannya. Tapi Bachtiar menahannya. “Jangan bergerak. Tetap di sana.” Suara itu terdengar berat, dalam, juga penuh tuntutan.

“Masih mau lagi?” Fanya bertanya seraya tersenyum kecil. Namun sesaat... senyuman itu langsung padam oleh kenyataan yang muncul dalam kepalanya.

Malam ini—adalah malam pertama pernikahan Bachtiar dengan Aiza Natsuka 21 tahun. Gadis sederhana, bekerja sebagai kasir di sebuah kafe kecil di pinggir kota.

bahkan Fanya sempat hadir saat resepsi pernikahan keduanya. Juga melihat sendiri bagaimana Aiza tersenyum dalam balutan kebaya putih, yang membuatnya tampak begitu cantik, anggun, serta elegan. Tapi kini, Bachtiar malah melabuhkan dirinya ke dalam tubuh Fanya. Padahal seharusnya malam ini, layaknya pasangan pengantin pada umumnya, Bachtiar dan Aiza harusnya melebur bersama.

“Kau harus pulang sekarang,” ucap Fanya. Lembut, tapi tegas.

Bachtiar mengernyit, ekspresinya menunjukkan ketidaksukaan. “Kenapa? Apa karena aku sudah menikah?”

“Aku hanya mengingatkan. Malam ini malam pertama kalian. Bukankah seharusnya kau saat ini bersamanya?”

ucapan Fanya membuat wajah Bachtiar mengeras. Fanya bisa melihatnya, meski hanya sekilas bayangan muram yang terpancar di balik mata pria itu.

“Setahuku… kau mencintai Aiza. Kau bahkan bercerita banyak tentangnya, tentang cara dia tertawa, cara dia memandangmu. Tapi sekarang… Kenapa kau justru di sini?” tanya Fanya yang tak langsung dijawab oleh Bachtiar.

Bachtiar terdiam lama. Tatapannya kosong. Tapi kemudian, ia menoleh pelan, lalu berbisik di telinga Fanya, “Tadi kau tanya, apakah aku ingin lagi? Sekarang aku jawab ‘ya’. Bahkan… aku ingin kau menemaniku sampai pagi.”

Tanpa peringatan, ia menancapkan diri sekali lagi. Fanya terkejut, tapi tak menolak. Tubuhnya bergerak mengikuti irama yang kembali dibangun. Namun pikirannya… melayang.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan pria ini? Apa yang membuatnya begitu asing malam ini? Mungkinkah ada sesuatu terhadap Aiza, yang mungkin baru diketahui oleh Bachtiar?

***

Aiza tampak gelisah. Ia terlihat tak tenang dalam tidurnya. Berulang kali gadis muda itu melirik ke arah ponselnya, dengan harapan ada satu pesan masuk dari suaminya—Bachtiar.

“Kenapa dari tadi, Bang Bachtiar, nggak ngasih kabar?” Aiza mengernyit gelisah. “Sebenarnya ia pergi kemana? Kenapa udah jam segini belum juga pulang?” gadis cantik itu bahkan menggigiti kecil ujung kukunya. Kebiasaan sedari kecil saat ia sedang dilanda keresahan.

Tadi, tepatnya pukul sepuluh malam. Ketika resepsi usai digelar Bachtiar memang sempat membawa Aiza pulang ke kediamannya. Namun, setelah itu Bachtiar malah pergi tanpa sepatah katapun meninggalkan Aiza di dalam kamarnya.

Aiza memang tidak sempat bertanya. Ia pikir Bachtiar mungkin hanya keluar sebentar. Tapi sampai selarut ini suaminya itu belum juga kembali.

Kemana ia?

Sebenarnya Aiza ingin bertanya pada sang ibu mertua—Kamariah, namun ia enggan. Tidak ingin di cap sebagai istri tak berpengertian, padahal baru resmi menikah.

Terlebih selama ini Kamariah pun selalu menunjukkan secara terang-terangan, jika ia tidak menyukai Aiza.

Semua itu karena status Aiza yang merupakan seorang kasir. Padahal jika ditilik dari posisi Bachtiar sekarang yang merupakan seorang direktur di sebuah perusahaan ternama yang ada di kota mereka tinggal, Kamariah yakin jika Bachtiar bisa mendapatkan seorang pendamping yang lebih dari Aiza.

Waktu menunjukkan pukul 03:013 Wib. Aiza yang sempat terlelap, kini kembali terjaga dari tidurnya. Kesejukan menyergap. Tak hanya sebab gerimis di luar, mesin AC yang terus menyala juga ikut andil pada kedinginan yang saat ini Aiza rasakan.

Aiza kembali memeriksa ponsel. Ia berharap sang suami sudah membalas pesannya. Akan tetapi pengharapan itu lenyap saat maniknya mengerling pada layar, yang tidak menampilkan notifikasi apapun di sana.

“Bang Bachtiar… sebenarnya kamu ke mana sih? Kenapa udah jam segini belum juga pulang?” keluh Aiza.

Selain khawatir tentang keberadaan sang suami, Aiza juga berkeinginan melakukan ibadah subuh pertamanya setelah menjadi seorang istri dengan Bachtiar. Tapi sampai sekarang Bachtiar tak kunjung menampakan batang hidungnya.

“Huh....” Aiza mengempeskan nafas panjang. Meski kedinginan karena volume AC yang terbilang rendah. Gadis itu tetap berusaha bangkit dari peraduan. Aiza menyingkap selimut, ia tak boleh bermalas-malasan. Gegas menuju kamar mandi, lalu kembali menghampiri nakas.

Senyum Aiza terkembang saat kini ia memandangi salah satu mahar yang Bachtiar berikan. Seperangkat alat salat, yang akan Aiza gunakan. Lalu setelahnya Aiza berdoa kepada sang khalik agar diberi kemudahan dalam menjalani ibadah terpanjangnya, dalam menjadi istri yang baik serta taat terhadap Bachtiar.

Byuuurrr!!!

Guyuran air bercampur pasir membasahi seluruh tubuh Aiza. Tentu saja gadis itu tersentak, terjaga dari tidur lenanya, usai tadi kembali tertidur setelah menyelesaikan ibadah subuh.

Seluruh tubuh Aiza basah. Bahkan mukena serta sajadah yang merupakan maskawinnya juga ikut kotor karena air bekas pel yang barusan diguyur oleh sang mertua. Aiza ingin protes. Namun, bentakan yang keluar dari mulut Kamariah membuat suara Aiza tercekat di tenggorokan.

“Dasar menantu pemalas! Jam segini masih malas-malasan?! Kau pikir ini rumahmu jadi bisa se-enaknya. Cepat, pergi sana siapkan sarapan! Aku mau lihat sejago apa kau dalam mengolah bahan makanan, sehingga pantas kau sajikan kepada putraku!” Manik Kamariah menyorot tajam. Tatapannya terlihat begitu buas, juga sinis.

Tapi Aiza tak lantas berdiri. Ia masih terpekur terhadap sikap kasar sang mertua. Kenapa begini? Bukankah… kemarin-kemarin sang ibu mertua sudah berjanji pada suaminya jika akan memperlakukan Aiza dengan baik?

“Ya Tuhan… Kenapa masih berdiri di sini? Kau ini tuli ya?! Cepat, sana lakukan pekerjaanmu. Buatkan aku dan Nurma sarapan, sekarang juga!” pekik Kamariah dengan sorot mata kian membelalak.

Aiza mengangguk. Ia buru-buru berlalu untuk mengerjakan apa yang sang ibu mertua suruh. Akan tetapi saat melewati Kamariah, tubuhnya malah terdorong ke belakang.

Bruukkk!

“Aaaakkhhh…,” ringis Aiza sambil memegangi belakang pinggangnya yang sakit.

“Kenapa, sakit?” Kamariah mencibir. “Itu akibatnya karena kau terlalu lelet jadi perempuan! Sekarang, cepat bangun! Kalau enggak, maka aku akan kembali mendorongmu sampai wajahmu yang membentur lantai!” imbuhnya kemudian dengan tatapan nyalang, yang membuat Aiza ketakutan.

Bersambung.

Chapter —2

“Apa-apaan ini?! Makanan sampah! Berani-beraninya kau menyajikan kami makanan seperti ini, sementara kau tahu betul bahwa kami nggak suka makanan pedas! Kau ini benar-benar nggak punya otak, ya?! Nggak tahu buat makanan, nggak tahu mengurus rumah! Hanya tahu membuat masalah!”

“Kau pikir kami ini orang-orang yang bisa dikasih makan sembarangan, iya?! Kau ini seperti pembantu yang nggak guna, hanya membuang-buang uang dan waktu kami saja! Pergi ambil sendokmu yang kotor itu dan jangan membuat kami melihat wajahmu lagi, atau kau akan menghadapi konsekuensi yang sangat berat karena sudah berani menyajikan makanan seperti ini!” pekik Kamariah menyentakkan kedua alat makannya di atas piring nasinya dengan keras.

Kalimat itu membuat Aiza merasa ketakutan. Ia tak menyangka jika sang ibu mertua akan sebegitu marah dengannya. Sementara Nurma adik iparnya malah tersenyum sinis menatap Aiza yang saat ini sedang dimaki oleh ibunya.

Aiza menunduk. Kedua maniknya sudah berlinang air mata, mengalir deras seperti hujan yang tidak terhenti. Aiza merasa terluka, hatinya bagai dicabik-cabik oleh kalimat kasar Kamariah. Ini kali pertama ia dimarahi dengan begitu kasar, dan itu dilakukan oleh seseorang yang sangat ia hormati layaknya ibunya sendiri.

‘Kenapa seperti ini ya Tuhan? Kenapa mereka memperlakukanku sekasar ini? Padahal tadi jelas-jelas mereka sendiri yang minta agar aku membuatkan makanan pedas. Tapi sekarang malah menyalahkanku karena sudah menyajikan makanan itu.’ batin Aiza.

Aiza memegangi dadanya. Ia mencoba menenangkan diri serta jantungnya yang berdegup kencang karena dimarahi oleh sang ibu mertua. Mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatan dalam diri, dalam menghadapi permasalahan antara ia dan ibu mertua.  Tapi, sebelum ia bisa mengambil napas dalam-dalam, Kamariah malah semakin hilang akal!

Dengan gerakan kasar juga brutal Kamariah membuang seluruh masakan Aiza ke lantai! Piring-piring berterbangan, makanan berserakan, dan suara pecahan kaca memekakkan telinga—yang mana hal tersebut membuat Aiza semakin terpukul.

Kamariah berdiri di tengah-tengah kekacauan yang ia buat. Wajahnya merah padam. Dengan sorot mata menyala wanita tua itu lantas berteriak, “Kau pikir ini makanan, hah?! Ini sampah! Ini racun! Kami bisa mati jika makan makanan ini!”

Mendengar teriakan tersebut, tubuh Aiza gemetar. Ia benar-benar ketakutan. Sementara Nurma mendekati ibunya, memegang lengan Kamariah dengan lembut.

Melihat tindakan ibunya yang sudah kelewat batas. Nurma kemudian mendekati ibunya. Ia memegang lengan Kamariah dengan lembut. “Ibu, tolonglah, jangan terlalu marah. Kak Aiza, pasti nggak sengaja kan?” Nurma berkata dengan suara lembut dan manis. Namun, dengan nada yang mengandung hinaan terhadap Aiza.

“Lagi pula ini hari pertama, Kak Aiza, sebagai menantu di rumah ini. Ia masih perlu banyak belajar menyesuaikan masakan serta rasa lidahnya denga kita.  Setelah ini aku yakin, Kak Aiza, akan belajar dari kesalahan,” tutur Nurma lagi  yang masih memandang Aiza dengan tatapan yang sarat akan kebencian.

Nurma kemudian berbisik pada Kamariah, “Bu, kita nggak boleh terlalu keras sama, Aiza. Bagaimanapun sekarang ia telah sah menjadi istri, Bang Bachtiar, kita harus hati-hati. Jangan sampai anak kampung itu mengadu.” Kalimat itu Nurma utarakan dengan sangat pelan nan lembut, agar tak terdengar oleh Aiza.

Kamariah mengangguk. Ia menurut. Bagaimanapun apa yang barusan disampaikan oleh Nurma adalah benar.  Aiza adalah menantunya, istri dari putra kebanggaannya. Ia tak boleh membuat putra sulungnya itu sampai membencinya, dikarenakan sikapnya yang terlalu kasar terhadap Aiza.

Tapi… Kamariah sendiri masih heran kenapa tadi malam Bachtiar sampai tidak pulang. Meninggalkan Aiza, yang merupakan pengantinnya? Padahal jika ditilik ke belakang Kamariah tahu betul betapa Bachtiar sangat menginginkan Aiza. Namun tadi malam bukannya menghabiskan malam pengantinnya bersama Aiza, Bachtiar malah meninggalkannya?

Sebenarnya apa yang terjadi? Tentang pekerjaan rasanya tidak mungkin, karena sebelumnya Bachtiar pernah mengatakan jika perusahaan telah memberinya cuti selama 10 hari. Lalu, jika bukan karena urusan pekerjaan kenapa Bachtiar sampai tidak pulang?

Kamariah berpikir, mungkinkah semua ini ada hubungannya dengan Aiza? Misal ada pertengkaran di antara mereka? Jika benar maka syukurlah, Kamariah bahkan berharap hubungan pernikahan antara Bachtiar juga Aiza bisa berakhir secepatnya.

‘Semoga memang terjadi sesuatu yang mengguncang hubungan mereka. Dengan begitu aku bisa segera mengusir anak kampung ini dari rumahku!’ batin Kamariah.

Bersambung.

Chapter —3

Aiza mengumpulkan pecahan gelas juga piring hasil perbuatan sang ibu mertua yang mengamuk. Usai membersihkan semuanya, Aiza kemudian mencuci bekas peralatan memasak yang tadi ia tinggalkan pada sink karena buru-buru ingin menyajikan masakannya.

Setelah semua peralatan dapur bersih, Aiza kemudian beralih memegang gagang pel. Tak lupa ia juga mengambil timba yang sudah ia isi air bercampur cairan pembersih lantai, lalu mulai mengepel setiap sudut ruangan.

Pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh asisten rumah tangga yang memang Kamariah pekerjakan di rumahnya. Namun, karena hari ini merupakan hari pertama Aiza menjadi menantu di rumah itu, maka Kamariah mewajibkan Aiza yang melakukan seluruh pekerjaan rumah.

Itung-itung sebagai pelatihan untuk membentuk skill gadis itu agar tidak menjadi istri pemalas. Supaya cepat tanggap dalam menjalani tugas barunya dalam menjadi istri Bachtiar.

Keputusan Kamariah hari ini yang mewajibkan Aiza melakukan semua aktifitas rumah tangga membuat para pembantu yang bekerja di rumah itu menjadi bingung. Biasanya mulai pagi mereka sudah aktif berbenah, mengerjakan tugas masing-masing. Namun, hari ini malah disuruh menonton Aiza yang melakukan pekerjaan mereka.

Cucuran keringat mengalir dari dahi hingga pelipis Aiza. Gadis itu menyekanya. Membuat para pekerja di rumah tersebut merasa iba, tak tega melihat kelelahan Aiza.

Beberapa di antara mereka ingin membantu. Namun, larangan keras Kamariah membuat mereka urung melakukannya. Tidak bisa berbuat banyak, mengingat konsekuensi jika melanggar, pekerjaan mereka yang menjadi taruhan.

“Ma, Aku lapar,” keluh Aiza. Pasalnya sedari pagi ia belum makan apapun. “Aku izin istirahat sebentar ya. Setelahnya baru aku lanjutkan lagi ngepel ke ruangan lain,” sambungnya kemudian.

Lalu Aiza hendak beranjak meletakkan alat pel di tangannya menuju belakang tangga dengan tubuh gemetar. Tapi Kamariah malah membentak, menyuruh Aiza untuk tetap menyelesaikan pekerjaannya. “Dasar menantu pemalas! Baru kerja segitu saja sudah mengeluh. Ini masih jam satu, udah main makan aja. Tuntaskan dulu pekerjaanmu, baru setelah itu kau boleh makan!”

Pekikan Kamariah membuat langkah Aiza terhenti. Ia yang berniat untuk beristirahat sejenak guna mengisi perutnya kembali berbalik melanjutkan pekerjaannya. Meski gemetar karena merasa sangat lapar, Aiza tetap sabar melakukan pekerjaannya. Menuju ruangan lain, melanjutkan mengepel di sana.

‘Nggak apa-apa, Aiza, tinggal dua ruangan lagi. Setelah ini kau bisa langsung istirahat juga makan.’ Aiza berusaha menyemangati diri di tengah kesedihan juga rasa lapar yang melanda.

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga siang. Setiap sudut rumah itu sudah selesai Aiza bersihkan. Ketika Aiza hendak membawa alat pel menuju kamar mandi belakang, Aiza mendengar seseorang memanggilnya dari belakang.

“Aiza!”

Aiza berpaling. Terlihat Nurma sedang berjalan menghampirinya. Gadis yang usianya dua tahun lebih tua di atas Aiza itu terlihat membawa sebuah lap bersih di tangannya.

“Boleh aku minta tolong?” Suara Nurma terdengar sangat ramah juga lembut. Aiza mengangguk. “Iya, Nur, mau aku tolongin apa?” Posisi Aiza masih memegangi alat pel di tangannya—yang mana hal tersebut membuat keadaan keduanya sangat kontras bagaikan majikan dengan pembantu.

“Ini... sepatuku terdapat sedikit lumpur. Bisakah kau membantuku membersihkannya?” ucap Nurma dengan penuh permohonan.

Aiza mengernyit. Ia memandang pada sepatu yang dipakai Nurma. Memang benar terdapat sedikit lumpur kering di ujung sepatunya. Tapi, bukankah Nurma bisa membersihkannya sendiri?

“Maaf, Aiza, aku sama sekali nggak bermaksud merendahkanmu. Ini semua karena aku memiliki riwayat alergi terhadap tanah kering. Biasanya Kak Bachtiar yang membantuku membersihkannya. Sementara para asisten rumah tangga hanya bisa merusak sepatuku setiap aku mintai tolong kepada mereka,” tutur Nurma memasang ekspresi penuh penyesalan.

Aiza menghela napas pelan. Ia sama sekali tidak tahu jika Nurma memiliki riwayat alergi terhadap tanah kering. Pantas saja, ia selalu melihat Bachtiar sangat memanjakan adik semata wayangnya. Mungkinkah itu karena Nurma yang alergi terhadap tanah kering, sehingga Bachtiar berjuang keras untuk memberikan kehidupan layak kepada adiknya?

Melihat penampilan Nurma yang sepertinya ingin pergi. Aiza menyetujui untuk membantu Nurma membersihkan sepatunya. Ia meminta lap yang ada di tangan Nurma. Namun, sebelum itu ia hendak meletakkan alat pelnya terlebih dahulu ke lantai.

“Sini, biar aku bantu pegangi alat pelnya. Kau langsung bersihkan sepatuku saja,” ucap Nurma lembut, yang langsung disetujui oleh Aiza.

Aiza tidak keberatan. Apalagi kata Nurma, Bachtiar juga sering melakukannya. Itung-itung sebagai abdinya pada sang suami, yang saat ini sedang tidak ada di rumah.

Saat Aiza selesai membersihkan sepatu Nurma, tiba-tiba saja tubuhnya terguyur oleh air pel yang ada di tangan Nurma. Sang adik ipar gegas menarik diri dari Aiza sembari melempar alat pel ke lantai dengan reaksi penuh keterkejutan.

Byuuurr!

Klaangg!!

“Astaga… maaf Aiza, aku sama sekali nggak bermaksud.” Wajah Nurma terlihat panik juga nada suaranya dipenuhi perasaan bersalah.

Derap langkah terdengar dari sepasang sepatu pantofel yang sedang mendekat. Aiza yang meyakini itu suaminya lantas mendongak, lalu melihat sosok Bachtiar yang baru saja masuk ke dalam rumah.

Aiza gegas bangkit. Lalu menimpali perkataan Nurma. “Ia, Nur, nggak apa-apa.” Kemudian ia segera menghampiri Bachtiar yang baru saja masuk, menyambut kepulangannya.

“Bang Bachtiar…”

“Jangan sentuh! Bersihkan dulu tubuh kotormu itu baru kau datang menghampiriku!” tegas Bachtiar sembari menepis tangan Aiza yang hendak menyalaminya dengan eskpresi penuh kebencian.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!