menitipkan penantian padamu terasa mudah, hanya saja membuatmu termiliki yang terasa sukar.
"Ngapain lo disini?" tanya Rangga saat melihat Filla duduk diruang tamu dengan baju kaos pink dan celana jins, terlihat rapi ditemani tas sandang senada dengan bajunya.
"Minta ditemenin ke toko sepatu," jawab Filla sekenanya tanpa menghiraukan ekspresi malas Rangga menatapnya.
"Gue nggak pernah bilang mau, lagian gue mau keluar," ucap Rangga kesal karena Filla tak pernah berhenti membuatnya merasa geram dengan kehadirannya, ia saja bingung hati Filla terbuat dari apa, siapapun yang diperlakukan begitu tak akan mau mendekat tapi Filla makin gencar mendekatinya.
Bunda tersenyum ke arah Filla, dan Filla tahu jika karena bunda, Rangga tidak akan menolak permintaannya, "Ngga, anterinlah, Filla kan nggak tahu toko bagus deket sini," ucap bunda sambil menepuk bahu Rangga lalu duduk disebelah Filla.
"Tapi Bun-," ucap Rangga terpotong dengan isyarat bunda yang menaruh telunjuknya didepan mulut. Sesederhana itu sebenarnya. Memang Rangga anak penurut. Rangga bernapas pasrah, "Nggak lebih dari sejam, kalau lewat sejam gue tinggalin," ucapnya sambil berlalu ke garasi.
Setelah pamit dengan bunda dan berterimakasih, Filla mengekori Rangga dan mereka pergi ke toko sepatu dimana Rangga juga pernah mengajaknya saat di ingatan sebelumnya, sama persis, tapi kali ini Filla tidak akan membeli sepatu sekolah tapi sepatu sneakers biasa, sebenarnya sepatunya dirumah sudah sangat banyak tapi egonya mengalahkan kenyataan, ia hanya ingin bersama Rangga walau sebentar.
"Kamu masuk juga," ucap Filla sambil menarik tangan Rangga.
Rangga menepisnya, "Nggak, gue cuma nganterin nggak sampai nemenin," ucap Rangga menekankan.
"Ayolah Ngga, kamu harus bantuin aku pilihin sepatunya, aku nggak bisa milih sendiri, entar nggak bisa minta saran," jelas Filla sekenanya.
Rangga bernapas pasrah dan akhirnya mengikuti tarikan Filla untuk masuk kedalam toko.
Filla sibuk memilih sepatu yang ia mau, "Ngga, yang mana?" tanya Filla sambil menunjukkan dua sepatu ditangannya.
"Terserah," jawab Rangga malas.
Filla mempautkan bibirnya, "Ayolah Ngga, kata kamu mau cepet, ayo kasih saran, yang kanan aku suka warnanya dan yang kiri aku suka modelnya, aku nggak mungkin beli kedua-duanya," ucap Filla menjelaskan.
Filla teringat sesuatu, pertanyaannya sama persis seperti dulu, tak ada yang berubah padahal ia tidak menyusunnya.
"Yang ini," Rangga menunjuk sepatu yang ada ditangan kiri Filla.
Filla menimbang, "Kayaknya aku ambil yang ini," ucap Filla sambil menunjukkan sepatu ditangan kanannya.
Rangga membulatkan mata melihat tingkah Filla, "Kenapa minta saran gue dodol?" tanya Rangga sebal sambil menjitak kepala Filla.
Filla terdiam, semuanya sama tapi ingatan itu hanya ada padanya, hanya ia yang akan menyadarinya sendiri.
"Dan aku akan jawab, ya iyalah Ngga, gue akan beli sesuatu yang nggak lo pilih karena yang lo pilih jelek," ucap Filla sambil mengingat.
Rangga mengerutkan keningnya, "Maksud lo?" tanya Rangga heran.
"Nggak, ayo aku udah selesai," jawab Filla lalu berjalan menuju kasir meninggalkan Rangga yang terdiam tak mengerti maksud ucapan Filla.
******
Filla menyusuri koridor kampus yang cukup ramai, ia sesekali melihat arloji yang melingkar dipergelangan tangannya, pagi tadi ia menemukan surat yang tergelatak didalam lokernya, surat itu berisi ajakan pertemuan ditaman belakang kampus tepat jam 14.00.
Filla hanya penasaran dan mencoba untuk menemui orang yang mengirim surat itu padanya walau ia tidak tahu jelas siapa yang mengirimnya.
Filla melihat taman belakang kampus yang tidak cukup ramai, karena tempat ini sangat jarang didatangi mahasiswa, biasanya mahasiswa lebih memilih nongkrong di taman depan kampus, sedangkan ditaman satu ini biasanya diisi mahasiswa yang suka kesunyian, dan suka belajar, jadi jelas saja sangat sepi.
Filla melihat sekeliling mencari seseorang yang mengirimkannya surat, tapi tak ada tanda-tanda orang yang sedang menunggunya, sampai ia melihat seorang pria di balik pohon besar, ia kenal jelas postur tubuh pria itu walau hanya dari belakang, pria itu Rangga, yang mengenakan hoodie biru muda dipadu jins hitam.
Seulas senyum merekah diwajah Filla, "Jangan-jangan Rangga yang ngirim surat," tebak Filla sambil tersenyum, ia mempercepat langkahnya sampai ia menyadari Rangga tak sendiri disana, Rangga berbincang dengan seorang perempuan yang Filla yakini pasti perempuan itu adalah Rasti. Sesaaat ia hanya mematung melihat Rangga yang begitu lepas tertawa bersama Rasti, tawa yang bahkan dulu ataupun sekarang tak pernah Filla lihat jika Rangga bersamanya.
Hatinya sakit melihat kenyataan itu, seorang Rasti berhasil membuat Filla terpuruk. Filla masih diam ditempatnya, ia berada cukup dekat dengan Rangga dan Rasti hanya tinggal beberapa langkah, Filla tahu Rasti menyadari kehadirannya, tapi ia masih memilih berdiri dibelakang Rangga, ia seperti tertahan disana tak mampu bergerak pergi.
Sampai satu adegan yang sangat menohok bagi Filla, semuanya tiba-tiba Filla tak mampu bergerak, matanya terfokus pada kejadian 4 detik lalu sebelum Rangga dengan cepat mendorong Rasti yang mencium tepat dibibirnya, mereka berciuman. Filla tak bisa berkata apa-apa, air matanya satu persatu berjatuhan, entah apa yang ia rasakan, hanya kosong yang mendominasi, napasnya tercekat melihat kejadian itu.
Rasti tersenyum pada Filla membuat Rangga mengikuti pandangannya, Rangga begitu terkejut saat melihat Filla berada dibelakangnya sambil menangis.
"Gue duluan ya," ucap Rasti sambil tertawa meninggalkan Rangga dan Filla yang terdiam, bergelut dengan pikirannya masing-masing.
Filla menatap Rangga dengan mata yang menggambarkan penuh luka, bahkan Rangga belum pernah melihat Filla menangis didepannya, sejauh apapun ia memperlakukan Filla, Filla hanya akan datang dengan senyuman tulusnya.
"Yang lo liat, nggak seperti apa yang lo kira," ucap Rangga pelan.
Filla menghapus airmatanya, menetralkan sesak dalam dadanya, ia mengalihkan pandangannya dari Rangga dan memilih menunduk, "Kamu nggak perlu jelasin apa-apa," ucapnya tercekat terdengar jelas ia menahan tangisnya.
Rangga mendekat, tapi Filla memundurkan langkahnya.
Filla memberanikan diri menatap tepat dimanik mata Ranga, "Aku yang bodoh, kamu nggak salah, aku ... aku yang bodoh," ucap Filla sangat pelan, mengiris hati siapapun yang mendengarnya. "Aku, berharap lebih pada semua yang nggak akan terjadi, aku nggak bisa pindah dari ingatan gila yang hanya milikku, milikku, dan nggak akan pernah ada padamu," Filla benar-benar tak bisa lagi menahan tangisnya, dadanya sesak, sangat sesak.
Rangga terdiam melihat Filla yang begitu rapuh, ia mencoba meraih tangan Filla, tapi Filla tetap memundurkan langkahnya menjauh.
"Aku selasai Ngga, cukup aku bodoh sama semua hal gila ini, udah cukup aku bertahan, udah cukup aku kayak wanita murahan yang hanya berharap kamu bisa baik seperti dulu, aku salah, itu semua mimpiku bukan kenyataan yang harus sama seperti yang aku harap, makasih udah menyadarkan aku kalau aku memang harus berhenti, aku nyerah," ucap Filla lalu berlari kencang meninggalkan Rangga yang hanya bisa mematung melihat Filla yang mulai hilang karena terlalu jauh, entah apa yang ia rasakan saat ini, ia hanya bisa diam mencerna semua ucapan Filla yang benar-benar menusuk hatinya.
******
Semua ini bermula dari.....
Aku tak pernah memikirkan akan jadi apa hidupku setelah ini, yang ku jalani adalah kebenaran menurutku.
~~
Terlihat seorang gadis sedang memarahi wanita tua, wanita itu hanya tertunduk takut, karena bukan kali ini saja gadis ini memarahinya tetapi berkali-kali bahkan setiap hari, kalau bukan mengenang jasa kedua orangtua gadis ini mungkin wanita tua itu akan pergi dan tak akan pernah kembali kerumah itu lagi.
Kali ini memang wanita tua itu lah yang bersalah karena barang yang paling gadis itu sayangi rusak hanya gara-gara keteledorannya, dia tahu bahwa barang itu memang sangat berharga bahkan jika tergores sedikit saja gadis itu akan mengamuk bahkan bisa memukulinya, apalagi saat ini motor yang selama ini jadi barang favorit gadis itu tergeletak dilantai dan menimbulkan banyak sekali goresan yang sangat fatal, akibat ulahnya, pasti gadis itu takkan mengampuninya.
"Maaf ... Non, Bibi nggak sengaja," Hanya kata maaf yang dapat keluar dari mulut wanita tua itu, tanpa tahu apalagi yang bisa ia lakukan selain menunduk merasa bersalah terhadap anak majikannya ini. Sebenarnya bukan hal yang asing lagi melihat seorang Filla mengamuk tentang semua hal tapi wanita tua itu tetap saja takut walau sudah sering ia mendapati Filla marah besar seperti saat ini.
"Apa? Maaf? Nggak bisa lihat? Bener-bener cari gara-gara, kemarin baju gue yang lo setrika sampai gosong, sekarang apa? Mau rusakin motor hah?" bentak Filla dengan kilat marah yang terpancar dari matanya, ia benar-benar kesal dengan pembantunya yang satu ini, bukan sekali atau dua kali ia membuat kesalahan, tapi tetap saja tidak ada yang berubah, tetap ceroboh, apalagi saat ini motor kesayangannya yang menjadi korban.
Bagi Filla motor Ninjanya ini adalah hal terpenting dan merupakan barang kesayangannya, ia akan sangat kesal jika ada lecet sedikitpun dibody motornya, dan kali ini pembantu kebanggaan mamanya lah yang membuat motornya jadi seperti ini.
"Maaf Non ...," ucap bi Surti dengan nada ketakutan, terlihat jelas dari matanya ia merasa sangat menyesal, ia benar-benar tidak sengaja membuat motor Filla sampai bernoda lecet seperti saat ini, ia memang ceroboh, berjalan tanpa melihat-lihat sekitar dan berakhir menyenggol motor Filla hingga menciptakan garis dibadan motor itu, dan membuat Filla berapi-api seperti ini.
"Gampang banget bilang maaf, dipikir harga motor ini murah apa? Gaji lo 10 tahun aja nggak bisa beli motor ini, tahu nggak sih?" umpat Filla dengan kesal sambil meraup kasar wajah dan rambutnya hingga siapapun yang melihat keadaannya saat ini pasti akan memilih menjauh karna ketakutan.
Karena mendengar keributan yang terjadi, wanita paruh baya keluar dari dalam rumah untuk melihat apa yang sedang terjadi, wanita paruh baya itu tak lain adalah ibu dari Filla, gadis yang sedang memarahi pembantu dirumah itu yang sudah dianggap Rahmi sebagai keluarga sendiri, dia tidak suka jika anaknya memarahi bi Surti yang jauh lebih tua dari dirinya, wanita paruh baya itu tidak tahan lagi melihat anaknya yang semakin hari semakin tidak dapat di kontrol, dia sangat khawatir dengan sikap anaknya yang semakin hari semakin kelewat batas.
"Filla, udah Nak kenapa sih ribut sekali? Malu sama tetangga itu," ucap Rahmi menengahi ocehan Filla yang sejak setengah jam lalu tiada hentinya.
"Ini ni Ma, lihat pembantu kesayangan Mama, dasar tukang bikin masalah," ucap Filla sambil menatap wanita tua itu.
"Filla, kamu keterlaluan banget, Bibi lebih tua dari kamu, hormati lah sedikit," Rahmi dengan nada tinggi tak tahan mendengar ucapan Filla yang mampu membuat siapapun yang mendengarnya akan sakit hati.
"Apa Ma? Hormati, dia yang seharusnya hormat sama kita, nggak kebalik?" Diangkatnya lengan panjang sweeter yang membuatnya gerah sambil menatap bi Surti dengan tatapan tajamnya, tapi yang ditatap tetap menunduk mengakui kesalahannya.
"Filla, udah sana masuk kamar, atau Mama laporin ke Papa?" ucap Rahmi dengan tangannya menunjuk kelantai dua gedung besar rumah mereka layaknya menunjuk tepat kearah kamar Filla, dengan napas yang tak teratur menahan amarah.
"Belain aja terus Ma, biar semakin melunjak. Entar juga Mama capek sendiri mempekerjakan pembantu nggak tahu malu, nggak tahu terimakasih, dan nggak berguna ini," jawab Filla sambil menatap tajam bi Surti.
"Filla!" Gertak Rahmi dengan nada tinggi, ini pertama kalinya Rahmi membentak putri kesayangannya, ia memang selalu memanjakan Filla sejak ia masih kecil, mungkin itu sebabnya Filla menjadi wanita pembangkang seperti saat ini. Tanpa sopan santun, dan tata krama.
"Terserah ya Ma, aku nggak mau tahu pokoknya motor kesayangan aku harus bagus seperti sediakala awas aja besok kalau aku temuin ada lecet aja, lihat aja. Aku nggak main-main ya Ma."
"Filla, kamu makin hari makin melawan ya. Mama nggak nyangka kamu bisa seberutal ini, Mama nggak pernah ngajarin kamu kayak gini ya, melawan oranng tua, nggak sopan, kamu itu anak Mama satu-satunya Filla, kamu camkan ini Filla, Mama akan kasih kamu pelajaran, Mama nggak akan maafin kelakuan kamu ini kayak biasanya, inget itu, tunggu dan lihat apa yang Mama bisa lakukan untuk buat kamu minta maaf sama Bi Surti,"
"Yaudah Ma terserah, Filla mau pergi ke kafe dulu sama teman-teman," Belum sempat keluar dari pintu Filla kembali berbalik. "Oiya, aku tunggu ya Ma peringatan dari mama," ucapnya dengan senyum mengejek yang terlihat jelas diraut wajahnya.
"Filla ... Filla ... Astagfirullah," ucap Rahmi sambil mengelus dadanya meminta kesabaran penuh dari pencipta.
Dihampirinya bi Surti yang masih terduduk dilantai, dia tahu bi Surti bertahan disini karena masih mengenang jasa keluarganya yang telah menyelamatkan nyawa suaminya yang saat itu sedang keritis dengan membayar semua biaya rumah sakitnya, dia menjadi tidak tega dengan bi Surti karena selalu saja dibentak, dimarahi bahkan dipukuli oleh anaknya, dipapahnya Bi Surti kedalam rumah. Hanya bi Surti yang mampu bertahan jadi pembantu dirumahnya karena kelakuan Filla sedangkan pembantu yang lainnya hanya akan bertahan 1 bulan setelah itu pasti akan mengundurkan diri karena menyerah dengan sikap Filla yang menakutkan.
"Bi maafin Filla ya, dia memang susah diaturnya setelah berteman dengan teman-temannya itu, saya juga sudah hampir mau menyerah dengan sikapnya, saya sudah tidak tahu lagi dengan apa mendidik anak seperti Filla, saya gagal Bi mendidik anak saya sendiri padahal saya punya anak cuma satu tapi tidak mampu mendidiknya dengan baik, sehingga ia tumbuh jadi wanita keras dan kasar seperti itu, sekali lagi maaf Bi," Mohon Rahmi yang sudah menitikan air mata merasa gagal akan sikap Filla didepan bi Surti.
"Tidak apa-apa nyonya, memang saya yang salah, tapi bagaimana nyonya saya tidak punya uang untuk mengganti motornya non Filla," aku wanita tua itu dengan meremas jari-jarinya gelisah dengan nasipnya setelah anak majikannya itu pulang.
"Udah Bibi nggak usah dipikirin masalah itu biar saya yang urus, ya sudah mendingan Bibi masak saya belum sarapan ini," hibur Rahmi dengan senyuman tulus kepada bi Surti.
"Iya nyonya tadi saya baru setengah memasaknya, biar saya selesaikan sekarang," bi Surti pamit untuk melanjutkan acara masaknya yang gagal total karena ocehan Filla.
******
Filla menuju kafe dimana tempat dia dan teman-tenannya berkumpul, kali ini dia benar-benar marah dengan wanita tua itu, di perjalanan dia terus saja mengumpat kata-kata kasar untuk mencaci maki wanita tua itu, dia tak habis pikir dengan sifat mamanya yang masih saja mempertahankan pembantu sialan itu yang menurutnya menyusahkan saja. Sesampainya di kafe dia mencari ketiga sahabatnya.
Ini ketiga sahabat Filla, yang selalu menjadi tempat Filla bersandar. Sahabatan lima tahun lamanya tak merubah apapun, waktu malah semakin mendekatkan mereka layaknya saudara, mereka dipertemukan di sekolah menengah pertama (SMP) tepat saat masa orientasi siswa (MOS), tidak sia-sia ia terpaksa menerima disekolahkan disekolah pilihan mamanya, tanpa paksaan dari mamanya tentu ia tak akan pernah bertemu dengan sahabat terbaiknya ini, ada sedikit setidaknya ia suka atas pilihan mamanya.
Mempunyai kesamaan tidak diperdulikan oleh orang yang disayang menjadi salah satu alasan mereka bisa seakrab ini, kesibukan orangtua bukan hal yang tabu lagi untuk diperbincangkan oleh mereka berempat, semua layaknya perbincangan yang menjadi keharusan dalam pertemuan mereka. Pikiran yang sejalan ini lah yang membuat Filla merasakan kehangatan kasih sayang dari orang lain bahkan mereka bukan keluarganya tapi kehangatan hubungan ini hanya dapat Filla rasakan dari tatapan-tatapan mata cantik ketiga sahabatnya.
Dunia memang bisa menyalahkan mereka yang tidak mau taat pada aturan, tapi apakah dunia bisa merasakan semua keluh kesah empat orang gadis yang semakin hari menghancurkan diri sendiri demi kebahagiaan yang mereka yakini dapat menjadi penopang hidup mereka kedepannya, menyalahkan Filla dan teman-temannya memang bukan hal yang benar, banyak yang berkata dibalik keluarga yang hebat lahirlah orang-orang hebat, tapi keluarga empat gadis ini sebaliknya, walau bergelimpangan materi tapi miskin kasih sayang.
Bersama ketiga sahabatnya, Ola Permata Sekar, Novi Adinda Putri, dan Caca Lidia Sari, Filla habiskan hari-harinya tanpa beban yang ia raskan saat bersama mereka bertiga, dengan postur tubuh yang sama empat gadis ini terkenal dengan sebutan queen di sekolah, kumpulan cewek cantik pemikat para lelaki.
Siapa sangka dari ketenaran empat gadis ini ternyata tersimpan luka yang masih belum sembuh dihatinya masing-masing, kebersamaan mereka menutupi semua masalah dengan keluarga dari publik.
Lambaian tangan Filla disambut oleh ketiga sahabatnya.
"Kenapa tuh muka Fill, lagi bete ya?" tanya Ola yang masih sibuk mengaduk-aduk jus mangga yang ia pesan sejak 10 menit yang lalu sebeum Filla datang.
"Tau aja lo La, gue emang lagi bete ni," jawab Filla sambil melepas sampiran tas yang sejak tadi bertengger dibahunya, diletakkannya tas selempang elegan itu keatas sofa disebelahnya sambil mencari posisi yang pas untuk menyampaikan kekesalannya.
"Kenapa lagi? masalah sama pembantu dirumah ya?" tanya Novi karena sudah diyakini jika Filla datang dengan wajah kusut pastinya ada masalah dengan salah satu pembantu dirumahnya.
"Iya ni guys, gue kesel banget, itu motor gue dia senggol sampai bekas lecetnya banyak banget, kalian tahu kan gimana gue ngerawat tuh motor?" jelas Filla lalu diseruputnya jus mangga yang sejak tadi bertengger ditangan Ola tanpa meminta persetujuan Ola, melihat hal itu Ola kesal dan melempar tasnnya tepat dikepala Filla.
"Kesel sih kesel Neng, tapi minuman gue nggak usah diembat juga kali," sindir Ola kepada Filla yang gencar melotot padanya sejak tas itu berhasil membuat dahi Filla memerah walau tidak terlalu sakit.
"Ye ketimbang jus doang La, lu rela mukilin gue, ngerti dong gue haus ni, pelit banget sih," ucap Filla sambil mengerucutkan bibirnya.
"Tapi jangan minuman gue dong, gue baru aja minum dikit," jawab Ola masih tak mau kalah dengan tudingan Filla yang sudah jelas ia yang salah.
"Udah, La beli lagi aja entar Filla suruh bayarin, ya nggak Fill?" potong Novi menengahi perdebatan Filla dengan Ola yang diyakini tak ada ujungnya jika terus dilanjutkan, dari empat gadis ini memang Novi yang selalu berpikir dewasa dalam bertindak beda dari yang lainnya masih sangat kekanakan, padahal dari ketiga sahabatnya Novi lah yang paling memperihatinkan keluarganya, dari orang tua yang bercerai sejak ia berumur 8 tahun sampai nenek yang selalu menjaganya juga pergi meninggalkannya. Semuanya berat bagi Novi tapi hidup harus terus berjalan, roda akan berputar, semua harus dijalani dengan semangat, itu yang selalu dipikirannya dalam menjalani hidup.
"Iya gue bayarin, sekalian semua gue bayarin jangan kayak nggak punya duit aja, jus mangga jadi masalah, hidup kita udah enak duit banyak biarin aja orangtua kita cari duit sesuai keinginannya dan kita yang ngabisin, itu kan yang mereka mau? Yaudah kita turutin," ucap Filla acuh tak acuh, menurutnya memang benar selagi masih diberi kesempatan buat hidup ngabisin duit ortu kenapa tidak? itu keinginan mereka.
TBC....
"Awas ya! Kalau nanti aku pesen diambil lagi, aku lempar ni pakai kursi," sambut Ola masih dengan nada kesal. Sebenarnya ia tidak marah dengan Filla tapi sedikit kesal kerena mengambil minuman yang sedang ia nikmati seperti tadi. Sehingga membuatnya jadi ingin mengoceh terus tanpa henti.
"Aduh udah deh kalian kok rebutin minuman sih, jadi lanjutin dong Fill tadi mau ngomong apa, kan Caca jadi penasaran, inget loh Fill bikin orang penasaran, dosa," ucap Caca yang sedari diam menyaksikan perdebatan ketiga temannya.
"Oiya, lo sih La, kan aku jadi lupa cerita," ucap Filla menyalahkan Ola tapi malah mendapatkan tatapan melotot dari Ola yang tidak terima disalahkan. "Lanjutin ya masalah pembantu mama gue itu? Jadi dia tuh udah hampir tiap hari bikin gue kesel, motor yang mulus jadi lecet guys, lecet!" ucap Filla dengan wajah yang sudah mulai kembali kesal mengingat wajah pembantu mamanya yang tidak tahu diri itu.
"Udalah mungkin emang nggak sengaja," ujar Caca setelah mendengar penjelasan Filla yang menurutnya terlalu lebay itu.
"Ya gue tahu dia nggak sengaja, tapi kan nggak harus setiap hari ngelakuin kesalahan dan selalu bilang maaf, gue nggak tahu deh males bahasnya, intinya nggak segampang itu Ca, gue maafin dia lagi entar besok apa? Mau bikin rusak barang gue yang mana lagi coba? Gue yakin kayaknya tuh pembantu nyimpen dendem deh sama gue, kalian bayangin aja masak semua barang kesukaan gue dia rusakin semua."
"Drama banget Neng, kalau pembantu lo punya dendam, bukan motor lo yang disenggol, lo nya aja biar lecet juga kali? Pembantu mama lo nggak sebodoh itu kali capek-capek rusakin semua barang lo. Langsung aja kalau dia dendam bunuh lo, bener nggak?" ejek Ola terhadap Filla setelah balik dari meja pemesanan jus untuk mengganti jusnya yang sudah menjadi milik Filla.
"Ye lo yang drama, kesel kok nggak selesai-selesai, ni gue balikin jusnya kalau nggak ikhlas," ancam Filla yang membuat Ola hanya bisa cengegesan melihat tingkah kekanakan Filla.
"Yudah, gimana biar Filla nggak bete lagi kita semua shooping, baru dapet uang bulanan kan?" ajak Novi yang sudah tak sanggup mendengar perdebatan yang tak berujung ini.
"Ide bagus tuh, yuk Fill kita borong tuh barang-barang di Mal, lagian duit dari bokap banyak banget nih," kata Caca sambil belagak sombong mengeluarkan kartu kreditnya.
"Kalau banyak bayarin dong Ca," sindir Ola yang masih betah menyeruput jus mangganya.
"Iya tapi satu orang nggak lebih dari 5 ribu ya," ledek Caca yang meraih timpukan bantal sofa dari ketiga sahabatnya.
"Sakit tahu, jahatin gue kok rame-rame," keluh Caca sambil merapikan rambutnya yang berantakan akibat lemparan bantal dari sahabat-sahabatnya.
"Tapi, males ah, lagi nggak mood beli barang. Tas udah banyak, sepatu? Juga banyak, apalagi yang harus dibeli?" tanya Filla setelah menimbang-nimbang barangnya yang hampir tak memiliki tempat lagi.
"Ayolah Fill, lo tahu kan besok ada pesta ulangtahun sekolah jadi kita sambil cari gaun," balas Ola.
Caca masih sibuk merapikan rambutnya. Entah sampai kapan ia akan merapikan rambutnya padahal sudah sejak 3 menit yang lalu, "Iya Fill, Caca kan juga pengen tampil cantik, didepan Alan."
"Alan mulu, males ah. Udah 2 tahun yang lo bicarain itu cuma Alan, Alan yang inilah, Alan yang itulah, mending Alannya ngebales ini nggak," ledek Filla yang meraih tamparan keras ditangannya oleh Caca.
"Berusaha itu wajib Fill, daripada lo, sejak kenal, gue belum pernah liat lo muji-muji cowok, apa jangan-jangan lo ...," ucap Caca menggantung, sengaja membuat Filla penasaran.
"Apan? Gue apaan? Lo jangan macem-macem ya, gue tampol ni!" Ancam Filla yang siap mengangkat tangannya. “Biar gini-gini, gue nggak pernah ngejar cowok kayak lo, malah banyak yang ngejar gue,” ucap Filla percaya diri.
"Iya, iya tapi nggak pake sombong bisakan? Karma baru tahu, gue sumpahin nanti suatu saat lo yang bakalan ngejer-ngejer cowok," celetuk Caca sambil melet menatap Filla.
"Udah ah, mendingan belanja, daripada debat," seru Novi sambil menarik tangan ketiga sahabatnya. Dan yang ditarik hanya bisa mengikuti.
******
Perinsipku bukan untuk mengecewakan,
masalahnya hanya mereka yang tak paham.
~~
"Nah ini bagus Fill, dress terbaru dibutik ini, serasi banget sama kulit kamu," ucap Novi menunjukan dress pink dengan bahan berokat kepada Filla yang masih tak peduli dan memilih duduk disalah satu kursi tunggu.
"Yaudah, ambil deh," ucap Filla sambil mengibaskan tangannya.
"Lo kok nggak minat gitu sih? biasanya kalau belanja, lo yang paling semangat, ayo dong Fill, kelarin tuh sebel sama pembantu, lagian nggak banget deh, galau gara-gara dia," ejek Ola yang sibuk memilih dress putih kesukaannya, Ola memang selalu memilih dress yang berwarna putih, putih seperti identitas baginya.
"Iya, iya gue bilang kan, ambil aja, gue lagi nggak mood aja, biar Novi yang pilihin kenapa sih? lo yang cerewet," ucap Filla kesal.
"Nah kan baper, ah males sama orang baperan," Ola sekarang sibuk memilih sepatu bukannya memperdulikan Filla yang tambah sebal akibat ulahnya.
"Yaudah sih Fill, nggak usah baperan. Nih high hells pink, cocok deh sama dress pilihannya Novi tadi," Tunjuk Caca memperlihatkan high hells ditangannya.
"Ambil deh Ca, sini gue cobain," ucap Filla akhirnya, ia rasa uring-uringan saat bersama mereka seperti menghabiskan waktu yang berharga.
"Nah gitu dong, baru Filla," ucap Novi sambil menyenggol bahu Filla dengan bahunya. Hanya senyum yang bisa Filla tunjukkan sebelum ia masuk ke ruang ganti.
Setelah dari Butik mereka mampir ke tempat tongkrongan yang bisa dibilang bukan tempat yang seharusnya didatangi anak remaja seperti mereka, sebuah tempat yang berisi orang-orang yang ingin mencari kesenangan diluar rumah, tempat yang gelap, hanya ada selingan lampu yang berkelap kelip sesuai waktunya, ya, ini adalah diskotik, tempat yang paling menyeramkan untuk anak SMA seperti mereka tapi bagi mereka ini adalah tempat nyaman.
Tiga langkah dari pintu masuk saja bau alkohol sudah sangat menyeruak, mengalir kesegala sudut ruangan dengan dekorasi yang sangat meriah, disini tempat mereka.
"Guys kalian mau coba nggak? ini alkohol terbaik disini," tanya Novi yang sekarang sudah menyeruput alkohol digelasnya. Berbeda dengan sahabat-sahabatnya yang memilih jus jeruk menjadi minumannya.
"Nggak ah Nov, nggak suka baunya," ucap Caca sambil menutup hidungnya seolah alkohol memiliki bau yang benar-benar ia benci.
"Yaelah guys kalian udah lama banget kesini, ini udah jadi tempat tongkrongan kita tapi kalian belum pernah menyentuh alkohol sedikit pun, masak masuk diskotik minumnya jus jeruk terus?" ledek Novi yang menuang alkohol ke gelasnya. Ini sudah gelas kelima sejak mereka datang.
Ya, memang mereka tidak bisa diatur tapi walaupun mereka selalu masuk ke diskotik. Mereka belum pernah meminum barang haram itu, mereka menahan hasrat mereka untuk mencoba minuman itu kecuali Novi yang memang sudah terbiasa dari awal mereka datang ketempat ini, Novi sudah mencoba semua jenis alkohol tanpa peduli dengan teman-temannya yang tak mau mengikuti jejaknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!