NovelToon NovelToon

DIANDRA

Part 1

"Lepaskan aku!" teriak Kanaya pada seorang lelaki yang kini tengah menarik tangannya.

"Dengarkan aku dulu. Aku memang salah Nay, aku minta maaf sama kamu." Tegas lelaki tersebut.

Dengan tatapan penuh harap, lelaki itu menatap Naya, wanita yang kini tengah berada di depannya. Ia menarik lengan Naya dan memeluknya dengan erat. Ia bahkan tak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitarnya dari para pengunjung resto tersebut. Naya mendorong tubuh atletis pria itu.

Plaaakkk!!

Tak segan Naya menampar laki-laki itu. Ia sudah muak dengan sikap mantan kekasihnya ini. Naya tak tahu lagi harus bagaimana bersikap. Yang pasti, ia ingin menjauh dari pria ini, sejauh mungkin.

"Kamu sadar Vin! Kita sudah lama putus. Dan kamu tidak berhak untuk bersikap seperti ini kepadaku!" ucap Naya penuh penekanan. Karena beberapa minggu terakhir ini mantan kekasihnya itu terus mengusiknya.

"Berikan aku satu kesempatan Nay. Kita bisa memulai dari awal lagi. Aku tahu aku salah waktu itu. Tapi aku masih mencintaimu Naya," ucap lelaki itu dan sorot matanya kini berubah sendu. Sudah beberapa kali ia memohon pada wanita yang masih ia cintai itu untuk kembali padanya. Namun nyatanya tak semudah itu.

"Mulai dari awal? Kamu pikir, aku itu apa?" balas Naya dengan kesal.

Masih teringat dengan jelas kala lelaki ini mengkhianatinya waktu itu. Bermesraan dengan wanita lain tepat di depan matanya sendiri. Kanaya tak ingin terluka terlalu jauh. Namun, lelaki ini tak ingin dirinya pergi. Sudah banyak usaha yang ia lakukan, tetapi tetap saja itu tidak berhasil.

"Beri aku alasan Kevin. Beri aku alasan untuk mempertahankanmu," ucap Kanaya. Kevin terdiam. Ia menatap Kanaya dengan nanar. Ia sudah begitu melukai gadis yang ada di hadapannya saat ini.

"Bukankah kamu masih mencintaiku? Aku juga sama. Kita bisa menjalin hubungan lagi," ucap Kevin melemah.

Kanaya hanya tersenyum getir. Bukan tak percaya, tetapi ia lebih tak ingin jatuh pada lubang yang sama. Selingkuh adalah pengkhianatan terbesar baginya.

"Naya," ucap Kevin dengan pelan.

"Cukup Vin, jangan ganggu aku!" Kanaya pergi begitu saja. Ia sudah muak dan tak ingin berurusan dengan mantan kekasihnya itu. Bukan tak cinta lagi, namun pengkhianatan itu sangat sulit ia maafkan.

Keluar dari kafe tersebut, Kanaya menghubungi sahabatnya, Diandra. Ia ingin menumpahkan kegelisahan hatinya pada sahabatnya itu.

"Di, kita bertemu di tempat biasa ya," ucap Kanaya saat ia menelepon Diandra.

"Oke," jawabnya singkat. Kanaya segera menuju ke tempat biasanya.

Diandra lebih dulu sampai di tempat. Seperti biasa, ia memesan minuman dan makanan ringan terlebih dahulu. Dua porsi, untuknya dan sahabatnya.

Sampainya di sana, Naya langsung memeluk erat sahabatnya itu. Ia bahkan menitikkan air matanya.

"Tenanglah dulu Nay. Kamu bisa cerita pelan-pelan," ucap Diandra sambil mengusap punggung sahabatnya. Naya melepas pelukannya. Ia mengatur napasnya sejenak dan menenangkan diri. Diandra masih menunggu Naya untuk bicara. Ia tidak akan bertanya lebih dulu. Meskipun ia penasaran dan ingin mengetahui masalah apa yang sedang dihadapi Kanaya.

"Mantanku Kevin mengejarku lagi. Aku tidak mungkin menerimanya kembali setelah apa yang dia perbuat padaku Di." Akhirnya Naya membuka pembicaraan. Diandra hanya mengernyit. Ia tidak ingin menyela pembicaraan Naya.

"Dia selingkuh Di. Aku marah padanya. Aku sangat terpukul dengan kenyataan itu," ungkap Naya lagi. Lalu ia menghapus air matanya sejenak.

"Menurutmu aku harus bagaimana Di?" tanya Naya.

"Tunggu dulu! Kenapa kamu tidak pernah cerita tentang Kevin? Tapi, apa yang kamu lakukan ini benar Nay. Tidak pantas laki-laki seperti dia mendapatkan cintamu," tutur Diandra. Ia mengusap bahu Kanaya dengan lembut. Kanaya mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya ke bahu Diandra.

"Baiklah, sekarang waktunya makan," ucap Diandra. Kanaya tersenyum tipis lalu mereka menikmati hidangan yang sudah dipesan oleh Diandra sebelumnya.

Hos...hos...hos..

Seorang wanita menghampiri mereka dengan napas yang tak beraturan. Ia berdiri di samping mereka sambil mengatur napasnya. Diandra meliriknya sekilas. Ia memutar bola matanya dengan malas.

"Nona, Anda membuat saya takut saja," ujar Jean. Ia adalah bodyguard Diandra yang ditugaskan oleh kedua orang tuanya untuk mengawasi dan melindungi Diandra.

"Kau selalu berisik! Aku hanya ingin bertemu dengan sahabatku. Aku tidak akan kabur," ucap Diandra dengan kesal.

"Sebaiknya begitu nona," balas Jean. Diandra menatap Jean dengan jengah.

"Di, kamu tidak seharusnya kabur dari rumah. Orang tuamu pasti akan khawatir," ujar Kanaya dengan lembut. Diandra hanya terdiam.

"Bagaimana dia bisa sampai di sini? Bukankah tadi aku menguncinya di kamar? Baiklah, lain kali aku akan menguncinya di kamar mandi saja huh," batin Diandra kesal. Ia merasa tidak memiliki kebebasannya jika Jean selalu mengikutinya.

***

Diandra dan Kanaya berpisah setelah mereka selesai makan dan menceritakan kegelisahan hati Kanaya. Jean selalu mengikuti Diandra bagaikan bayangannya. Hingga membuat Diandra kesal dan berulang kali mencoba membuat Jean pergi darinya.

"Bilang ke papaku untuk menarikmu kembali. Aku bukan anak-anak SD lagi yang harus dijaga 24 jam. Mengerti?" ucap Diandra saat mereka berada di dalam taksi menuju apartemen milik Diandra.

"Maafkan saya nona. Saya tidak bisa melakukan itu," jawab Jean dengan tenang. Itu justru membuat Diandra semakin geram.

***

Diandra Anindya Sanjaya. Putri kedua dari pasangan Jiana Pranaja dan Raka Sanjaya. Sifat yang keras kepala dan tidak ingin diatur oleh keduanya membuatnya harus kabur dari rumahnya sendiri. Ia baru lulus dari Universitas di Jakarta. Perjodohan konyol yang orang tuanya siapkan untuknya membuatnya harus melakukan itu.

Jean Alexandra. Putri dari Farrel dan Vanya. Keduanya memutuskan untuk menikah dan kini memiliki dua anak kembar. Jean Alexandra dan John Alexandra. Jean selalu mengikuti Diandra dari ia masih kecil. Mengabdikan dirinya untuk keluarga Sanjaya.

***

Kini Diandra dan Jean sampai di apartemennya pukul 16.00 sore. Diandra langsung menuju kamarnya dan segera membersihkan diri. Sedangkan Jean menuju kamar lainnya dan melakukan hal yang sama.

Selesai membersihkan diri, Diandra segera membuka laptopnya untuk mencari lowongan pekerjaan. Hidup seorang diri di luar sana membuat Diandra harus bekerja keras. Ia akan membuktikan dirinya sendiri jika ia mampu hidup tanpa bantuan keluarganya.

"Kenapa susah sekali mencari pekerjaan yang cocok," gerutu Diandra. Ia masih memantau laptopnya.

Tok tok tok

"Nona, apa saya boleh masuk?" tanya Jean di luar pintu kamar Diandra.

"Masuklah," ucap Diandra. Jean masuk dan berdiri di samping Diandra.

"Nona, apakah Anda tidak ingin kembali ke rumah tuan?" tanya Jean. Sudah beribu kali Jean menanyakan hal ini pada Diandra. Namun, Diandra begitu keras kepala dan justru tak ingin kembali dalam waktu dekat ini.

Diandra menghela napasnya sejenak. Ia menatap Jean dengan serius.

"Bilang ke papa tersayangku bahwa putrinya tidak akan kembali ke rumah jika papa tidak membatalkan perjodohan itu. Dan, ingat satu hal. Aku, Diandra tidak akan menyerah begitu saja," ucap Diandra. Ia langsung menutup laptopnya. Jean hanya terdiam.

"Pergilah, aku ingin sendiri," ujarnya kembali. Mau tak mau Jean mematuhi perintah Diandra. Tak cukup bagus jika dirinya menentangnya untuk saat ini. Tetapi, Jean tidak akan menyerah untuk membujuk Diandra pulang.

.

.

.

Bagaimana?? Jika suka dengan ceritanya jangan lupa tambahkan ke favorit. Jangan lupa like dan sertakan komennya.

Part 2

Kevin Andrea Geraldy. Pria bertubuh atletis itu nampak begitu tampan dengan setelan jas hitam yang ia kenakan hari ini. Tampil sempurna adalah prioritasnya. Pria yang kini berusia 31 tahun itu nampak begitu menawan. Setelah puas menatap dirinya di cermin, kini Kevin keluar kamarnya dan bersiap menyambut hari yang bahagia.

Kini pria itu memutuskan untuk mengejar kembali cinta mantan kekasihnya itu. Kanaya, wanita yang kini menjadi tujuannya. Kesalahannya di masa lalu membuatnya sadar, bahwa Kanaya lah yang ia butuhkan.

"Silakan tuan muda," ucap salah satu pelayan rumahnya yang mempersilakannya untuk duduk. Kevin mengangguk pelan dan duduk di kursinya. Dengan sigap, pria paruh baya yang kerap disapa pak Fery itu mulai menghidangkan makanan untuk Kevin.

"Apa hadiahnya sudah disiapkan?" tanya Kevin datar.

"Sudah tuan muda. Semuanya sudah siap," jawab pak Fery.

Kevin mulai melahap sarapannya itu. Ia tinggal sendiri di kediamannya yang megah itu. Hanya ada beberapa pelayan yang membantunya menyiapkan keperluan sehari-harinya.

"Mark, kirim hadiah itu ke apartemen Kanaya. Kamu harus memastikan bahwa Kanaya sendiri yang menerimanya," perintah Kevin dengan serius. Mark selaku asisten pribadinya mengangguk patuh.

"Jangan berpikir jika aku tidak bisa memenangkan hatimu lagi Kanaya. Tunggu saja. Aku pasti akan mendapatkanmu kembali bagaimanapun caranya," gumam Kevin lalu menyeringai.

Selepas sarapan, ia langsung berangkat ke kantor. Mobilnya mulai meninggalkan kediamannya. Menelusuri jalanan Jakarta yang mulai ramai banyak kendaraan berlalu lalang.

*

*

*

Disisi lain, Diandra masih bingung ingin bekerja ke mana. Hampir semua aksesnya diblokir oleh orang tuanya. Sehabis sarapan, Diandra melamun di tempatnya makan tadi. Sedangkan Jean hanya berdiri di samping Diandra.

"Jean," panggil Diandra.

"Iya nona?" balasnya.

"Siapkan berkas lamaran kerja ke Andrea's Group. Bagaimanapun caranya aku harus bisa bekerja di sana," ucap Diandra yakin. Karena hanya perusahaan itu yang setara dengan perusahaan ayahnya.

"Tapi nona, jika tuan mengetahui Anda bekerja..."

"Ya sudah. Jangan beritahu papa tentang ini. Bereskan?" ujar Diandra memotong pembicaraan Jean. Jean menghela napasnya pelan. Sungguh, Diandra sangat sulit dihadapi akhir-akhir ini.

*

*

*

Sudah hampir tiga jam Kevin menatap layar ponselnya. Bukan membalas email dari rekan kerjanya, namun memandangi wajah cantik Kanaya. Di ruangannya itu, Kevin tidak melakukan apapun kecuali menatap foto tersebut.

"Mark, apakah Kanaya suka dengan hadiah yang kuberikan?" tanya Kevin tanpa mengalihkan pandangannya. Ia tersenyum tipis.

"Maafkan saya tuan muda. Hadiah yang Anda kirim dibuang semua oleh nona Naya," jawab Mark hati-hati. Ia takut menyinggung Kevin.

Kevin langsung menatap Mark dengan tajam. Selama ini tidak ada yang bersikap demikian padanya. Mark hanya menunduk menunggu perintah selanjutnya. Ia bahkan sampai menelan salivanya dengan kasar.

"Mark, ikuti aku." Kevin langsung berdiri dan membenahi jasnya. Ia melangkah keluar dari ruangannya. Disusul Mark dari belakang yang mengikutinya.

"Ke tempat kerja Kanaya sekarang juga." Aura Kevin begitu dingin. Penolakan demi penolakan yang ia terima dari wanita yang ia cintai membuatnya tak bisa menahan diri. Beberapa bulan terakhir ini ia telah bersabar.

Mobil yang dikendarai Kevin telah sampai di salah satu kantor tempat Kanaya bekerja. Kevin langsung buru-buru menemui Kanaya untuk menuntut sebuah jawaban.

"Ikut aku!" ucap Kevin dan langsung membawa paksa Kanaya pergi. Kanaya berontak pun hanya sia-sia. Ia menghempaskan Kanaya ke dalam mobil dan Mark segera melajukan kembali mobil itu.

"Kevin, apa kau sudah gila? Aku lagi bekerja dan kau membawaku ke mana?" teriak Kanaya dengan kesal. Kevin tak menjawab pertanyaan Kanaya.

"Mark, kembali ke rumah sekarang juga," perintah Kevin dengan dingin. Mark mengangguk dan sedikit melajukan mobilnya dengan kencang.

"Vin, kamu harus ingat jika kita..."

"Sudah tidak ada hubungan lagi? Nay, kenapa kau tidak mau menerimaku kembali? Kenapa kau selalu menghindariku? Apa kau pikir ini lucu?" ujar Kevin dan itu membuat Kanaya takut. Baru kali ini Kanaya melihat Kevin penuh amarah namun berusaha ditahannya.

"Maaf, aku tidak bermaksud membentakmu." Kevin menatap wanita yang di sampingnya dengan perasaan bersalah. Kanaya begitu ketakutan.

"Tolong hargai aku Vin. Aku punya hak untuk kebebasanku sendiri," ujar Kanaya dan matanya berkaca-kaca. Kevin menghela napasnya pelan.

"Mark, cari restoran terdekat. Aku ingin makan siang dengan Naya," perintah Kevin. Mark mengangguk paham.

Sampainya di restoran itu, Kevin menarik tangan Kanaya hingga masuk ke dalam. Meski Kanaya berusaha melepaskan diri, tetapi kekuataannya tak sebanding dengan pria itu. Akhirnya, ia hanya bisa nurut selama Kevin tak menyakitinya.

Mark memesan makanan favorit mereka. Bahkan masih begitu jelas teringat dalam benak Kevin apa yang Kanaya sukai. Wanita ini telah meracuni hati dan pikirannya.

"Kau tidak perlu melakukan semua ini Vin. Tolong, jangan memaksaku lagi. Aku tidak bisa menerimamu kembali," ucap Kanaya. Kevin masih menatap Kanaya dengan tajam.

"Makanlah. Jika tidak, aku tidak akan membiarkanmu pergi dari sini dengan mudah." Interupsi Kevin dengan dingin. Kanaya langsung menurut dan menikmati hidangan tersebut. Ancaman Kevin membuat keberaniannya hilang begitu saja.

*

*

*

Seperti ucapannya, Kevin mengantar Kanaya kembali ke tempat kerjanya tanpa mempersulitkannya. Ia tidak ingin wanita yang dicintainya semakin membencinya.

Setelah sampai di depan kantor, Kanaya segera keluar dari mobil tersebut. Ia mempercepat langkahnya dan bersiap untuk bekerja kembali. Ia tidak bisa mengambil resiko jika sampai dipecat.

Kanaya bekerja di salah satu kantor yang berkecimpung dalam dunia perhotelan itu. Sudah dua tahun ini Kanaya dipercaya mengelola keuangan kantor.

*

*

*

Termenung. Lagi-lagi Kevin hanya melamun. Tak ada hal yang ingin dia lakukan selain duduk diam di kursi kerjanya. Beberapa rapat dan janji dengan kliennya terpaksa Mark undur beberapa hari ke depan.

"Mark, apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan cinta Naya lagi?" tanya Kevin. Mark mendesah pelan. Jika bukan karena Kevin adalah atasannya, ia pasti akan memarahinya saat itu juga. Rasa cintanya pada Kanaya telah mengubah Kevin.

"Anda jangan terlalu memaksa nona Kanaya tuan. Jika tidak, nona Kanaya akan semakin membenci Anda," jawab Mark seadanya. Ia bahkan tak memiliki pengalaman mengejar wanita. Ia kebingungan jika Kevin meminta saran padanya.

"Kau benar juga. Baiklah, aku akan lebih lembut dan perhatian lagi padanya," ucap Kevin lalu menyeringai. Ia sangat percaya diri untuk mendapatkan kembali cinta Kanaya.

"Mark, carikan aku satu sekretaris baru. Secepatnya!" Perintah Kevin. Mark mengangguk paham.

"Baik tuan muda," balas Mark.

Beberapa minggu terakhir ini tempat sekretaris pribadinya itu kosong. Bukan ia memecat sekretaris lamanya. Karena Dina, sekretarisnya itu memilih untuk keluar kerja dan mengikuti suaminya.

Part 3

Sudah satu minggu terlewatkan. Namun Diandra tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Beberapa berkas yang ia masukkan untuk mengisi lowongan itu tak kunjung menghubunginya.

Fasilitas dari orang tuanya pun dicabut satu demi satu. Berharap jika Diandra akan pulang dan mengelola perusahaan orang tuanya itu. Dan itu berarti Diandra harus menyetujui perjodohan yang telah ditetapkan orang tuanya.

Di sinilah tempat Diandra menghabiskan waktunya. Kafe yang tidak terlalu besar dan ramai. Hampir setiap hari ia berada di kafe itu. Karena itu tak jauh dari lokasi Kanaya bekerja.

Diandra akan menunggu Kanaya hingga pulang kerja. Menunggu di kafe itu sambil melamunkan bagaimana ia bisa mendapatkan pekerjaan. Apapun itu, asal mampu untuk menghidupinya selama kabur dari orang tuanya. Ia tak bisa terus menyusahkan Kanaya. Selama ini sudah banyak Kanaya membantunya.

24 tahun usia Diandra memang tak muda lagi bagi seorang wanita. Ia juga memiliki mimpi hidup bahagia dengan pasangannya kelak. Namun, harapan itu akan pupus jika ia harus menikahi Rizal Abraham. Laki-laki yang akan dijodohkan dengannya.

Diandra tak ingin menyiakan waktu bersama dengan orang yang tidak pernah ia cintai. Maka dari itu, ia terpaksa kabur dari rumahnya. Dan sialnya, Jean selalu bisa menemukan dirinya di manapun Diandra berada.

Bukan tanpa alasan ia harus dijodohkan seperti itu. Kedua orang tuanya khawatir putrinya tak bisa menemukan pasangan yang baik untuknya. Yang menyayangi Diandra dan mencintainya dengan tulus. Terlebih lagi, Rizal adalah kandidat paling cocok untuk Diandra.

Mungkin cocok menurut orang tuanya tetapi tidak untuk dirinya. Meski Diandra mengenal Rizal sedari kecil, namun ia tak menaruh harapan untuk mengarungi rumah tangga bersama dengan laki-laki itu.

"Di, sudah lama ya?" tanya Kanaya yang baru saja sampai di sana. Ia duduk berhadapan dengan Diandra.

"Lumayan sih, hehe... Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Diandra.

"Tidak ada kendala. Oh ya, sudah mendapat pekerjaan?" tanya Kanaya. Diandra menggeleng pelan. Tak ada satupun dari mereka yang menghubunginya.

Diandra menghela napasnya dengan pelan. Ia menatap ke arah jendela lalu tersenyum tipis. Ia juga bingung, tak ada perusahaan yang menerimanya.

"Apa aku pulang ke rumah aja ya? Dan menerima perjodohan itu?" ucap Diandra. Kanaya menyentuh punggung tangan Diandra. Ia mengusapnya dengan lembut.

"Diandra, maaf aku tidak bisa banyak membantumu. Perusahaanku juga belum membuka lowongan pekerjaan. Maaf," ucap Kanaya.

"Nay, kamu sudah cukup banyak membantuku. Aku yang seharusnya minta maaf karena sudah merepotkanmu," ucap Diandra merasa bersalah. Mereka berdua saling tersenyum.

*

*

*

Malam ini Diandra memutuskan untuk menginap di apartemen Kanaya. Jika hatinya sedang buruk, Diandra selalu menenangkan diri di sana.

Kanaya sedang memasak makan malam. Meskipun hanya menu sederhana, namun Diandra begitu menyukainya. Ia sangat kagum pada Kanaya. Mandiri dan serba bisa. Tidak seperti dirinya yang seperti anak manja saja. Karena sedari kecil segala fasilitas akan mudah ia dapatkan namun berbeda dengan Kanaya.

"Di, kenapa menatapku seperti itu?" ujar Kanaya lalu tertawa kecil.

"Aku baru tahu kalau ternyata sahabatku ini begitu sempurna," ucap Diandra lalu terkikik.

"Nay, aku iri sama kamu. Kamu bisa menjalani hidupmu sesuai apa yang kamu inginkan. Berbeda dengan diriku," ucap Diandra mengeluh. Kanaya hanya menanggapinya dengan senyuman.

"Tapi kamu beruntung Di, kamu punya keluarga yang begitu menyayangimu. Tidak dengan diriku. Aku harus bekerja keras untuk hidupku sendiri. Justru aku yang iri padamu," batin Kanaya.

Tak lama kemudian, makanan tersebut sudah siap di meja makan. Diandra tak sabar untuk segera menyantapnya. Masakan Kanaya adalah makanan terbaik yang ia makan setelah masakan ibunya.

Tok tok tok

Saat sedang asik makan malam, mereka dikejutkan dengan suara ketukan pintu dari luar. Mereka berdua menatap ke arah pintu. Kanaya tak merasa mengundang seseorang lagi. Begitu pula dengan Diandra.

"Aku buka pintu dulu. Kamu lanjut makan saja," ujar Kanaya. Diandra mengangguk pelan. Kanaya berdiri dan melangkah menuju pintu. Lalu membuka pintu tersebut.

"Kamu!!" pekik Kanaya yang terkejut melihat kedatangan Kevin. Kevin tersenyum tampan sambil menatap Kanaya, wanita yang tak ingin ia lepaskan itu.

"Untuk apa lagi kamu ke sini?" tanya Kanaya dingin.

"Apa aku tidak dipersilakan untuk masuk ke dalam?" Kevin bertanya balik. Kanaya menatap Kevin dengan geram. Bagaimana tidak, pria yang ada di depannya saat ini sangat tidak tahu malu.

"Kamu sebaiknya pulang saja. Lagipula ini sudah malam. Aku tidak mau seseorang salah paham," ujar Kanaya. Lalu ia menutup pintunya. Tetapi, Kevin menahan pintu tersebut dan ia berhasil masuk ke dalam. Kevin duduk di sofa dengan begitu santainya.

Sedangkan Diandra masih menikmati makan malamnya. Ia tidak ingin mengganggu sahabatnya itu. Ia memilih untuk diam dan menunggu tamu Kanaya pergi dari sana.

Beberapa saat kemudian, Diandra memutuskan untuk melihat siapa yang datang mencari Kanaya. Karena terdengar mereka sedang bertengkar di ruang tamu.

"Ini bukan rumahmu jadi kau tidak bisa seenaknya seperti ini! Keluar sekarang juga atau aku akan panggil polisi!" bentak Kanaya.

"Begitu bencinya kamu sama aku? Sampai kamu tega Nay?" ujar Kevin tak mau kalah.

"Cukup! Maaf, bukannya aku mau ikut campur masalah kalian. Tuan, Naya tidak ingin bertemu dengan Anda, kenapa Anda masih tidak tahu malu?" Tiba-tiba Diandra datang dan membela Kanaya. Kanaya terlihat sedih karena terganggu dengan kedatangan Kevin.

"Di," ucap Naya lalu berlindung di belakang Diandra.

"Siapa kau? Beraninya mencampuri urusanku!" ujar Kevin sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arah Diandra. Diandra menepis tangan Kevin. Ia menatap garang ke arah Kevin.

"Kau ini pria kasar sekali ya? Naya tidak ingin bertemu denganmu tapi kau terus memaksanya. Aku sebagai sahabatnya tidak akan membiarkan hal ini terjadi!" ucap Diandra.

Diandra menarik tangan Kevin dan membawanya keluar dari apartemen Kanaya. Lalu menuju lift dan tidak melepaskan genggamannya itu.

"Kau berani sekali!"

"Apa? Dasar pria kasar!" sahut Diandra. Mereka saling menatap untuk beberapa saat. Hingga tersadar jika liftnya sudah sampai di lantai bawah. Bahkan Diandra baru sadar bahwa ia juga ikut masuk ke dalam lift.

"Lepaskan!" ucap Kevin.

"Apa?"

"Nona, kau menggenggamku terus, apa kau ingin menggodaku?" ujar Kevin lalu menyeringai. Kevin berjalan pelan mendekati Diandra. Membuat Diandra sedikit salah tingkah.

"Ka-kau... Jangan sembarangan!" ujar Diandra lalu mendorong Kevin hingga keluar dari lift. Lalu ia menekan kembali tombol liftnya.

"Dasar pria gila," batin Diandra.

Sedangkan Kevin hanya tersenyum tipis. Ia menghubungi Mark untuk menjemputnya. Meski hari ini gagal untuk meyakinkan Kanaya, Kevin tidak akan mudah menyerah. Ia akan terus berjuang mendapatkan cinta dan kepercayaan Kanaya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!