Aku Zenith Cordylien. Ini tahun pertama ku berada di Universitas ternama di Amerika Serikat. Jangan tanyakan tentang kehidupan romansa ku, aku tidak tertarik untuk menjalin hubungan, walau pada dasarnya aku adalah perempuan penggemar pria tampan.
Dari kecil aku selalu bermasalah dengan mimpi berulang yang aneh. Aku selalu menceritakan mimpi ku kepada ayah ku, namun ia selalu mengatakan bahwa itu hanya bunga tidur. Bukan nya setiap mimpi, itu selalu berbeda-beda? Tapi aku selalu mengalami mimpi yang sama setiap kali bermimpi. Aneh bukan?
Namun aku sudah terbiasa akan mimpi itu hingga sekarang. Aku adalah manusia introvert. Jangan salah, walau aku introvert tapi aku bisa berteman dengan baik. Tapi, kadang-kadang aku kesusahan berbicara dengan orang lain karena aku lebih suka berdiam diri, maksudku orang-orang bilang kalau aku tipikal perempuan cuek.
Seperti biasanya, hari ini aku bekerja part time di minimarket dekat dengan apartemen ku. Aku memang bisa mendapatkan semuanya dari keluargaku, tapi aku selalu ingin mandiri. Tidak salah bukan?
Matahari sudah tenggelam di ufuk barat beberapa jam yang lalu, ini saatnya aku kembali pulang karena jam kerjaku sudah habis. Ku lirik jam tangan yang ku gunakan, menunjukkan pukul sepuluh malam lewat lima menit.
Aku bergegas pergi meninggalkan minimarket. Aku berjalan dengan santai sembari bernyanyi riang. Dari kejauhan tampak segerombolan pria berpakaian serba hitam sedang menodong orang dengan pistol di tangannya. Aku terkejut.
Aku harus bagaimana? Membantunya? Itu sangat beresiko. Tapi jika aku tidak membantunya, kasihan orang itu. Tidak perduli, aku harus membantunya.
Aku berjalan mengendap-endap ke arah mereka. Aku harus mencari cara untuk menolongnya.
Dorr...
Terdengar suara tembakan dari salah satu pistol. Aku terkejut, apa yang terjadi? Ternyata aku lah yang tertembak. Salah satu dari mereka tahu jika aku berada di sekitar mereka. Aku menyentuh dadaku, berdarah. Aku berdarah.
Sialan. Penjahat sialan, belum sempat aku membantunya malah aku sendiri yang tertembak duluan. Aku terlalu cepat untuk mati sebelum berperang. Ya Tuhan, inikah takdirku?
Aku tersungkur, darah tak berhenti mengalir dari tubuhku. Ini kali pertama aku tertembak tanpa perlawanan, ternyata sakit.
"Uhuk...uhuk... uhuk... Pen.. jahat sialan..."
Pandangan ku semakin lama semakin mengabur, kegelapan menyerang ku. Ternyata seperti ini rasanya mati. Aku tidak merasakan apa-apa lagi.
__________
Gubrakkk....
Apaan sih? Berisik banget. Tunggu...
Aku membuka mataku perlahan merasakan silauan matahari mengenai mataku. Aku terbangun, menatap sekitar. Tampak sebuah ruangan yang sangat mewah dengan dekorasi yang super-super megah berada di hadapan ku. Ini sebuah kamar.
"Maaf nona... Aku tak sengaja terjatuh..." Terdengar suara perempuan berbicara pelan di dekat meja rias. Aku menoleh ke arahnya.
Nona? Apa maksudnya...
"Lain kali hati-hati..."
"Baik nona, saya permisi..." Ungkapnya pergi seraya menutup pintu.
Aku beranjak turun dari tempat tidur, ku langkahkan kakiku berjalan menuju ke meja rias. Aku ingin melihat diriku di cermin.
"Itu aku,,, tapi kenapa aku menggunakan gaun seperti seorang putri saja? Yah, walau pada dasarnya aku memang nona besar Hahahh..."
Kembali ku langkahkan kakiku menatap semua sudut kamar, semua benda yang ku lihat terbuat dari emas-emas murni. Memang keluarga yang sangat kaya.
Ku buka pintu lemari pakaian yang penuh dengan hiasan-hiasan berwarna pink. Yah, semuanya berisi gaun-gaun indah berwarna-warni. Memang bukan my stayle, tapi aku masih menyukainya.
-
-
-
Berbahagialah bukan karena segala sesuatunya baik, tetapi karena kamu masih mampu melihat hal baik dari segala sesuatu yang ada.
Kembali ku langkahkan kaki ku keluar dari kamar, seraya ikut ku arahkan pandangan mataku ke sekitar. Tampak sebuah lorong panjang berada di hadapanku. Aku berjalan perlahan menyelusuri lorong dengan di samping kiri ku penuh dengan tanaman bunga mawar yang sudah mekar.
Aku berhenti. Dari kejauhan tampak sebuah gazebo dengan sesosok laki-laki sedang duduk di sana. Aku memperhatikan nya. Ia menoleh ke arahku dan melambaikan tangannya.
Aku beranjak berjalan ke arahnya dengan perasaan sedikit takut, karena aku tidak mengetahui siapa dirinya.
"Zenith, kemarilah..." Ungkap laki-laki itu seraya melambaikan tangannya.
Dengan perlahan aku menghampirinya dan duduk di hadapannya.
"Kau terlihat lelah..." Ungkapnya dengan raut wajah sedikit khawatir.
Aku tersenyum dan menggeleng kan kepalaku.
"Aku baik-baik saja..." Ungkapku tersenyum canggung.
"Apa kau merindukan ayah?" Ungkapnya lagi.
Ayah? Siapa dia dan dimana dia? Apa yang harus aku katakan.
"Hmmmm..." Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku.
"Ayah akan tiba sebentar lagi..." Ungkapnya seraya meminum tehnya.
Ia beranjak berdiri turun dari gazebo, ia menoleh dan tersenyum seraya berbalik pergi meninggalkan ku sendirian di sini. Ada apa dengannya?
Ku arahkan pandangan mataku ke sekitar, halaman ini sangat luas dan indah. Kembali ku langkahkan kaki ku untuk berjalan-jalan menyelusuri tempat ini. Aku melihat para beberapa kesatria sedang menjaga kediaman ini.
Aku melihat sekumpulan pelayan sedang menjemur selimut-selimut berwarna putih tak jauh dari tempat ku berdiri. Aku berhenti seraya mendengar kan pembicaraan mereka.
"Kali ini Duke Jassfer Axsembeurg berhasil memenangkan peperangan lagi..." Ungkap pelayan yang sedang membawa tumpukan cucian selimut berjalan ke arah sekumpulan para pelayan.
"Duke Axsembeurg memang sangat hebat, apalagi kedua anaknya terkenal akan kecerdasannya..." Ungkap pelayan yang sedang menjemur selimut.
"Mereka keluarga yang sangat baik, kita sangat beruntung bisa bekerja di tempat Duke Axsembeurg..." Ungkap pelayan yang lain.
"Kau benar... Aku sangat beruntung bekerja di sini."
Duke Axsembeurg? Jadi aku adalah anak dari Duke Jassfer Axsembeurg? Apa sekarang aku berada di dunia imajinasi ku atau aku sedang bermimpi?
"Ahhhhkkk..." Teriakku sedikit kencang karena merasakan sakit di lengan bekas cubitan ku.
"Aku bukan bermimpi, ini memang nyata..."
Ku berbalik kembali berjalan ke kamarku. Pikiranku sedikit kacau dengan semua ini. Apakah ini yang di namakan time travel? Tapi ini tidak masuk akal.
Aku membuka pintu kamarku dan duduk di kursi meja rias ku. Ku tatap diriku dari pantulan cermin di hadapanku.
"Ini benar-benar aku... Tapi ini bukan duniaku."
"Hufth... tenang..."
"Aku gak bisa tenang.... Ahhkkk... Sialan"
Aku beranjak berdiri duduk di tempat tidurku, aku mengambil gelas yang berisi air putih di atas meja dekat ku. Aku meminumnya dan menghabiskan nya.
"Hosh hosh hosh...." Aku mengeluarkan nafas kasar karena perasaan ku sedikit aneh.
"Aku harus tenang...."
Ku baringkan tubuh ku di atas tempat tidur. Aku memejamkan mataku berharap kembali ke dunia nyata, seraya bergumam.
"Please... Bangun..."
Aku membuka mataku namun aku masih berada di tempat yang sama. Ku lakukan berulang-ulang kali, terpejam terbuka terpejam terbuka tapi aku masih berada di tempat yang sama.
Sangat melelahkan, ternyata aku bukan mimpi. Inilah kehidupan ku. Aku akan hidup di sini. Ya aku akan memulai kehidupan ku di dunia ini. Aku harus mencari tahu siapa diriku sebenarnya.
-
-
-
Belajar lah untuk tidak berhenti memulai kembali, karena bagaimanapun hidup akan selalu tetap berjalan. ^-^
Terdengar suara seseorang mengetuk pintu. Pelayan itu membukanya dan berjalan menghampiri ku.
"Nona,,, Ayah and Duke Axsembeurg sudah kembali.." Ungkapnya seraya sedikit menunduk di hadapanku.
"Antar aku menemui ayah..." Ungkapku beranjak berjalan keluar kamar di ikuti oleh pelayan.
Aku berjalan dengan cepat menemui Duke Axsembeurg ayahku. Aku ingin mengetahui bagaimana rupanya.
"Beliau berada di ruang utama, nona..." Ungkap pelayan di belakang ku.
Tampak dari kejauhan dua orang kesatria berdiri di depan pintu ruang utama dengan masing-masing di pinggang nya terdapat sebuah pedang kokoh di sebelah kiri.
"Nona Zenith Cordylien Axsembeurg memasuki ruang utama..." Ucap seorang kesatria.
Ku langkahkan kakiku memasuki ruangan, seraya ku arahkan pandangan mataku ke sekitar. Tampak seorang laki-laki berpakaian perang berdiri tegap di antara semua orang yang berada di ruangan ini. Ia menoleh ke arahku. Ia memiliki rambut berwarna hitam dengan iris mata berwarna hijau seperti emerald, sangat tampan untuk seukuran umurnya. Dia kah ayahku?
"Sayang..." Ungkapnya seraya mengangkat kedua tangannya memeluk ku.
"Ayah..." Ungkapku tersenyum menghampiri nya.
Ia memelukku sangat erat.
"Ayah sangat merindukan mu..." Ungkapnya. Ku rasakan ia tersenyum bahagia memeluk ku.
"Ayah baik-baik saja kan?" Ungkap ku setelah melepas pelukan.
"Lihatlah.. Ayah baik-baik saja." Ungkapnya tersenyum seraya menggerakkan tubuhnya agar aku melihat nya apakah ia terluka atau tidak.
"Syukurlah... Lebih baik ayah istirahat terlebih dahulu."
"Baiklah, ayah akan istirahat..." Ungkapnya beranjak pergi meninggalkan ku.
___________
Aku masih sangat bingung harus bagaimana sekarang, apa yang harus aku lakukan. Apakah aku harus mengatakan bahwa aku bukan Zenith dari dunia ini, tapi apakah mereka akan percaya? Sepertinya tidak.
Dalam pikiranku, aku menghela nafas kasar. Sepertinya tidak ada pilihan lain selain menerima kondisi ku sekarang. Aku harus bisa bertahan hidup di dunia ini. Jika di dunia ini masih mengalami peperangan maka aku harus bisa menguasai bela diri.
Untuk masalah bela diri, aku sedikit beruntung karena aku menguasai taekwondo. Untuk yang lain, aku harus berusaha menguasai nya.
Aku asyik dengan pikiranku sendiri, sampai aku tertegun karena laki-laki yang berada di gazebo itu menegurku.
"Apa yang kau lamun kan Zenith?" Ucapnya seraya duduk di kursi sampingku.
"Ah tidak, aku hanya memikirkan sesuatu..." Ungkapku sedikit gelagapan.
"Kau sedikit kurang sehat..." Ungkapnya memeriksa dahi ku.
"Aku permisi dulu..." Ucapku cepat-cepat pergi meninggalkan nya.
Aku beranjak berjalan melangkahkan kakiku ke arah kamarku. Aku duduk di depan meja rias ku. Terdengar suara pelayan mengetuk pintu, aku menoleh ke arahnya. Ia membawakan minuman hangat.
"Nona,,, ini minuman jahe untuk nona..." Ungkapnya seraya meletakkan nya di depanku.
Aku mengambil nya dan meminumnya, aku kembalikan gelas itu ke atas nampan ketika aku sudah menghabiskan nya.
"Aku sedikit lupa, siapa nama kakak ku?" Ucapku sedikit canggung.
"Apa nona sakit?" Ungkapnya cemas.
"Tidak, aku hanya sedikit lupa..." Ungkapku menggeleng kan kepala.
"Nama kakak nona adalah Albert Ardyline Axsembeurg..." Ungkapnya.
"Apa aku dekat dengannya?" Ungkapku penasaran.
Ia mengangguk kemudian berkata.
"Kalian sangat dekat nona, bahkan kalian seperti lem yang tidak dapat di pisahkan..." Ungkapnya tersenyum.
"Saya permisi nona..." Ungkapnya berbalik pergi meninggalkan ku.
-
-
Jika kamu tidak suka mendengar sebuah ucapan kata-kata dari orang lain, jangan sampai engkau mengatakan hal yang sama pada orang lain.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!