"Abang, kamu kapan mau nikah?" tanya Efendi kepada anak sulungnya. Jelas dia khawatir karena usia anaknya sudah lebih dari 30 tahun namun belum memiliki pandangan tentang pernikahannya.
"Ga tau, udah deh pah kalo udah waktunya nikah juga bakal nikah" jawab Adnan ketus.
"bukan gitu loh bang, kita itu peduli sama kamu. Masa udah 32 tahun tapi belum nikah- nikah, kitakan juga pengen nimang cucu. iya kan pa?" wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya pun ikut nimbrung memojokkan Adnan dengan dalih ingin segera menimang cucu.
"udah deh pa, Adnan tuh capek. nanti juga bakalan nikah"
"Iya nantinya itu kapan? Gini aja deh, kamu papa jodohin sama anaknya temen papa. Sama anak gadisnya Alamsyah, dia cantik, baik, solehah lagi" ujar Efendi pada anaknya.
"Haduh Pa ini itu udah jaman modern masih jaman emang jodoh-jodohan. Anaknya om Alam juga belum genep 20th. Ga, aku ga mau" tolak Adnan dengan tegas.
"Papa ga mau tau besok kita ke rumah Alam buat lamar anaknya"
"Paa... daripada papa jodohin Aku sama anaknya om Alam mendingan tuh si Azzam yang dijodohin, usia mereka kan ga beda jauh, beda sama aku, aku ga mau nikah sama anak kecil"
"Azzam itu masih kuliah, mana mungkin dia juga udah siap buat nikah. Kamu itu yang harusnya udah nikah. Udahlah pokoknya papa ga mau tahu besok kita ke rumah Alam buat lamar anaknya"
"Udahlah terserah papa, pusing aku tiap hari ga ada habis-habisnya bahas ini" Adnan hanya bisa menunduk dan menelan ludah kepahitannya ia sudah kehabisan kata-kata, belum lagi ia habis pulang dari kantor langsung disuguhi perdebatan yang tidak akan ada habisnya jika ia tidak mengalah dan pasrah.
"yaudah, papa anggap kamu setuju. Ayok ma kita ke atas" ujar Effendi kepada istrinya sembari berlalu meninggalkan Adnan yang masih duduk termenung dengan beban pikirannya.
Sesampainya papa Efendi dan istrinya di kamar mereka langsung menghubungi Alamsyah untuk memberitahukan rencananya. Mereka sudah tidak sabar memberitahukan kabar gembira itu.
"Pa buruan telpon Alam" ujar mama Retna dengan antusias.
"Iya ma, sabar ini juga lg nelpon blm diangkat"
Tak lama setelah Efendi menyelesaikan kalimatnya terdengar suara dari sebrang telephone.
"Assalamualaikum gimana fen?"
"Waalaikumussalam, besok siap-siap ya... anakku mau dijodohin sama anakmu, besok kita dateng sekeluarga buat lamar anak gadismu. Akhirnya kita jadi besan ya Al" ucap Efendi tak terasa air matanya menetes di pipinya, tentunya itu air mata bahagia bukan kesedihan.
"Alhamdulillah akhirnya..." jawab Alamsyah dengan senyum sumringah. "Oke besok habis magribkan kesininya?"
"Iya, tenang aja kita dateng tanpa tangan kosong kok, hahaha"
"Baguslah besan tahu diri itu namanya. Oke kalo gitu udah dulu yaa... Mau ngabarin yang lainnya biar besok banyak yang bantu-bantu buat nyiapin acaranya"
"Iya, Assalamualaikum"
"Waalaikumussalam warahatullahi wabarakaatuh" akhirnya panggilan itu terputus.
"Duh pa, mama jadi deg-degan. Padahal yang bakalan nikah itu anaknya. Yaudahlah mama mau tidur biar besok pagi fresh terus gampang buat nyiapin keperluan lamaran"
Akhirnya pasangan itupun memejamkan matanya dan tertidur pulas.
***
Keesokan paginya, rumah Effendi tampak disibukkan dengan pemandangan yang baru pertama kali ada di rumah mereka. Bagaimana tidak sibuk, mereka tampak antusias dalam mempersiapkan segala sesuatu untuk melamar seorang gadis yang akan dijadikan menantunya.
Mama Retna berjalan kesana-kemari sambil menelpon seseorang. Ia sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan lamaran.
"Adnan.... Adnan" Mama Retna sedikit berteriak memanggil putra sulungnya. "Cepetan turun ke bawah".
"Ada apa sih ma, masih pagi udah teriak-teriak" Adnan menjawab dengan malas, sial kenapa sih harus gua yang dijodohin gerutunya dalam hati.
"Ayo ikut mama, kita cari cincin pertunangan kamu. Sekalian barang-barang buat seserahan"
"Tapi ma, inikan masih pagi. Mallnya juga belum buka mama..."
Mama Retna tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi ke barber shop.
"Yaudah kamu ikut mama ke barber shop, kita rapihin rambut kamu"
Awalnya Adnan ingin menolak. Namun, karena tak tega melihat mamanya bersedih akhirnya Adnan hanya bisa pasrah dan menuruti keinginan mamanya.
***
Dilain tempat, tepatnya di kediaman Alamsyah mereka juga tampak sibuk menyiapkan keperluan untuk menyambut calon besan.
Humaira yang baru pulang dari kampus karena mengikuti kegiatan BEM pun terkejut ketika memasuki rumahnya sudah disambut dengan keramaian dan berbagai hiasan yang ada di sana. Humaira yang tak tahu menahu persoalan ini tampak bingung. Ia sibuk menerka-nerka apa sebetulnya yang terjadi di rumahnya. Lebih tepatnya sih siapa yang akan melamar dilamar. Karena melihat dari segala persiapan di rumahnya sepertinya ada seseorang yang akan meminta anak papanya untuk dijadikan menantu. Maira masih sibuk dengan pikiran yang melintas di otaknya.
Kira-kira siapa yaa yang mau dilamar? masa iya Ka Fathan kan itu ga mungkin, Alda apalagi. Masa iya Aku? batinnya dalam hati.
Kalaupun Kakaknya bukannya dia sudah menikah sebulan yang lalu, sedangkan adiknya pun tidak mungkin dia baru lulus SD tahun ini. Karena merasa heran akhirnya dia memberanikan diri bertanya pada ibunya perihal keadaan yang membuatnya bertanya-tanya.
"Bunda, ini ada apa yaa?"
"Eh anak Bunda, sini nak. Jadi, nanti om Efendi beserta keluarganya akan kesini. Melamar mu untuk putra sulungnya"
duarr..... apa aku ga salah denger?
"Ko Bunda baru bilang sih? Aku merasa tidak dianggap deh, padahal nanti yang dilamarkan Aku bun"
"Iya maaf, kamukan semalem engga pulang mau Bunda telpon juga takutnya kamu masih sibuk. Udah pokoknya kamu tenang aja semuanya udah beres, tinggal ngurus kamunya aja." jawabnya dengan senyuman yang tulus. "Oh iya, kamu mau spa dulu ga sayang? Biar nanti enak dipandang sama calon suami" goda Bunda Arsy pada anaknya
"Ih apaan sih Bunda... Tapi Bunda akukan masih kuliah baru juga semester 5 masa udah lamaran aja" protes Humaira
"Gapapa sayang, nikahnya juga masih lama ko. Jadi kamu masih bisa nikmatin masa muda mu. Yasudah, ayok ikut Bunda kita ke spa dulu terus ke butik nyari baju buat kamu"
Dengan berat hati akhirnya Maira meng-iyakan ajakan Bundanya.
***
TBC
Selepas solat magrib nampak rombongan keluarga besar Efendi telah datang di kediaman Alamsyah. Di ruang tengah terdengar keramaian antara kedua keluarga, mereka sibuk bertegur sapa satu sama lain.
Sementara sang dewi malam ini masih berdiam diri di kamarnya. Humaira masih berdiri mematu di depan cermin. Sedari tadi perutnya terasa mulas, entah itu benar-benar sakit secara alami atau sakit karena gugup.
ah perasaan demam panggung ga gini juga deh huhuhu. Pikirannya sudah melayang entah kemana.
Humaira masih melihat dirinya di cermin, menatap mukanya yang telah diaplikasikan beberapa produk make up. Sebenernya dia tidak begitu terbiasa menggunakan make up, kesehariannya pun hanya memakai bedak tipis-tipis dan lip balm, tapi demi menghormati calon keluarga baru akhirnya dia menggunakan jasa rias, tentunya dengan catatan harus menimalisir bedak setebal satu cm beserta embel-embel lainnya tidak perlu terlihat mencolok. Alhasil perias meriasnya dengan gaya riasan flawless makeup, tidak terkesan glamour tapi bisa membuat orang yang menatapnya tersihir oleh paras cantiknya. Hari ini dia memakai dress muslim yang dipilihkan Bundanya tadi pagi, berwarna biru muda dengan jilbab yang senada, tidak banyak payet, simple namun terlihat elegan.
Tok, tok, tok….
“Bunda masuk ya nak”
“Iya Bunda masuk aja ga dikunci kok”
“Sayang ayo keluar keluarga pak Efendi udah pada datang loh... semuanya udah kumpul kecuali kamu” ucap Bunda Arsy pada Humaira. “Nanti kacanya pecah loh kalo diliatin terus, udah cantik kok anak bunda kaya bidadari”
“Iya Bunda sebentar ini mau keluar”
Aduh kenapa jadi semakin deg-degan gini sih. Batin Humaira sembari menggigiti kuku ibu jarinya. Dia semakin gugup setelah berada di ruang tengah dan menjadi pusat perhatian seluruh manusia yang ada di sana. Semua keluarganya dan calon keluarga barunya sudah berkumpul di ruangan itu, bahkan kakaknya yang sudah pindah ke Bandung turut hadir dalam acara itu.
“Nah berhubung tokoh utama dalam pertemuan ini sudah datang mari kita lanjutkan kembali pembicaraan tentang maksud dan tujuan dari keluarga bapak Efendi dalam kunjungan silaturahmi Malam ini. Sebelumnya saya buka dengan sama-sama mengucapkan basmalah agar nantinya berjalan dengan lancar" ucap om Hendra adik Alamsyah selaku pembawa acara pada malam ini.
Bismillahirrahmanirrahim... Ucap seluruh penghuni rumah itu dengan kompak.
"Baik sebelumnya saya persilahkan terlebih dahulu pada keluarga mas Alamsyah untuk memperkenalkan anggota keluarganya terlebih dahulu" lanjut sang pembawa acara sembari menyenggol lengan Alamsyah.
"Assalamualaikum Warahatullahi Wabarakaatuh... sebelumnya saya ucapkan terimakasih dan selamat datang kepada Pak Efendi beserta keluarganya telah menyempatkan diri untuk bersilaturahmi dan mengenal lebih jauh keluarga kami. Saya disini ditemani adik tersayang dan satu-satunya Dek Hendra dan istrinya Laila beserta anaknya Damar yang usianya tidak beda jauh dengan Maira. Saya hanya 2 bersaudara, tapi setidaknya saya bisa menjadi contoh yang baik bagi Hendra" ucap Alamsyah sedikit membanggakan diri.
"Ini istri saya Arsy satu-satunya yang paling saya sayangi" lanjut Alamsyah dengan mengeratkan gengaman tangannya pada Arsy, seolah menunjukkan pada semua orang bahwa ia memiliki harta karun paling berharga.
"Ini Fathan anak sulung saya, sudah sold out tentunya. Dia mirip dengan saya ganteng jadi mudah dapet istri hehehe" semua seisi ruangan tertawa mendengar guyonan dari Alamsyah. "Nah itu istrinya, namanya Kartika lengket banget maunya dempet-dempet terus sama suaminya, biasa masih hawa-hawa pengantin baru"
"Nah dan ini putri saya yang paling cantik sedunia, Alhamdulillah parasnya mengikuti ibunya yang cantik putih jelita, tapi tenang saja dia pintar juga cerdas sering ikut olimpiade tapi karena sekarang disibukkan organisasi jadi kurang ada waktu untuk mengejar perlombaan-perlombaan bagi mahasiswa. Tapi saya tetap bangga karena nilainya pun tidak pernah mengecewakan"
"Nah kalau yang ini anak saya yang paling kecil entah akan ada lagi atau engga hehe" sekita bunda Arsy langsung mencubit lengan Alamsyah dan yang lain hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya "Engga kok Bunda tenang aja ini yang terakhir. Ngurus dia aja udah repot apalagi kalo nambah lagi. Namanya Alda baru kelas 7 SMP jadi masih jauh menuju jenjang pernikahan tapi kalo mau diikat dulu juga gapapa hehehe"
"Sekarang saya persilahkan keluarga bapak Mohamad Ridwan Efendi untuk memperkenalkan keluarganya sekaligus menyampaikan maksud kedatangannya bersilaturahmi hari ini" ucap om Hendra mengambil alih.
"Baik terimakasih dek Hendra sudah mempersilahkan saya untuk berbicara. Saya sangat senang sekali bisa berkunjung ke rumah ini karena disambut dengan penuh kehangatan dan tentunya banyak makanan yang disuguhkan hehe. Sebelumnya saya dan Alam adalah teman sejak masa SMA dan sampai sekarangpun masih menjadi teman yang selalu siap berada di sampingnya dalam keadaan suka maupun duka. Padahal saya yang duluan menikah tapi malah anak pertamanya sudah sold out duluan, tapi gapapa saya ikhlas kok demi keberlangsungan kebahagiaan keluarga ini. Sebelum saya menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan saya beserta keluarga kemari, ijinkan saya untuk turut memperkenalkan anggota keluarga saya terlebih dahulu"
"Ini istri saya dan sama seperti Alam istri satu-satunya yang paling saya cintai di dunia ini. Saya ga bisa jauh-jauh dari Ratna, kami sudah seperti satu jiwa..."
"Dan tentu saja disini saya ditemani kakek dan neneknya Adnan untuk memberikan dukungan serta dorongan bagi kebahagiaan anak-anak kami. Karena saya adalah anak satu-satunya ya biasanya orang bilang anak tunggal jadi saya ga bisa nyolong atau bawa kabur tetangga sebelah rumah buat dampingin saya kesini. Jadilah papa dan mama yang saya bawa kabur dari rumahnya"
"Ini Adnan putra pertama kami, dia dua bersaudara, dan sepertinya tidak akan bertambah lagi mengingat usia kami yang tak lagi muda. Tentunya kehadiran kami disini untuk memberikan dukungan kepada putra sulung kami yaitu Adnan yang memiliki maksud dan tujuan kepada putri Alam, Humaira. Nanti kita tanyakan langsung saja pada yang bersangkutan apa maksud dan tujuan dengan Humaira"
"Nah yang ini si bungsu, Azzam dia sudah besar beda dengan Alda yang baru lulus SD. Sekarang dia masih menyelesaikan tesisnya di Malaysia mungkin 1 bulan lagi wisuda"
"Sekaitan dengan tujuan kami ke sini, tentu saja tidak luput dari persekongkolan Alam dan saya untuk menikahkan anaknya Humaira dengan Adnan yang entah kenapa masih betah sendiri. Karena saya benar-benar geram dan ingin segera menimang cucu dan papa serta mama yang ingin diberikan cicit mau tidak mau harus menjodohkan Adnan secepat mungkin biar tidak menjadi bujang lapuk. Kedatangan kami kesini untuk melamar putri Alam Humaira untuk menjadi istrinya Adnan. Besar harapan kami agar Alam beserta keluarga dan tentunya Humaira menerima lamaran kami"
"Baik saya mewakili keluarga besar mengucapkan terimakasih pada mas Efendi atas niat baiknya. Tapi saya mohon ijin untuk menanyakannya pada Humaira karena yang akan menikah nanti Humaira kalo saya yang menikah lagi bisa-bisa saya dilempar ke Antartika oleh istri saya hehe" om Hendra mengucapkannya dengan santai, seperti tidak ada beban dihidupnya.
Gelak tawa terdengar dari seluruh penghuni ruangan. Sementara Humaira sudah tidak bisa mengontrol diri dari tadi, andaikan tidak ada orang mungkin dia akan berguling kesana-kemari sambil salto.
"Nah sebelumnya saya ingin bertanya pada Humaira, Maira apakah kamu sekarang sedang dekat dengan seseorang?"
Humaira menjawabnya dengan gelengan kepala, tatapannya masih menunduk, tidak berani menatap lurus ke depan.
"Nah bagus itu akan lebih memudahkan untuk kedepannya biar tidak ada hati yang terluka"
"Lalu Adnan apakah kamu benar ingin melamar putri saya Humaira?" Sekarang Ayahnya bertanya langsung pada Adnan
"Sa..saya Adnan Ghafi Effendi bermaksud melamar putri bapak Alam untuk menjadi istri saya, saya bersedia untuk membahagiakannya baik dunia maupun akhirat" suasana tampak sunyi, semuanya mendengarkan dengan seksama.
Kemudian tatapan Alamsyah berpindah ke Humaira
"Humaira anakku, apakah kau bersedia menjadi istri Adnan?" Humaira hanya bisa menggangguk tanda persetujuan
"Apakah kau benar-benar yakin menerima lamaran dari Adnan?" Ucapnya meyakinkan putrinya
"Dengan mengucap Bismisillah saya bersedia dan siap untuk menjadi istrinya kak Adnan" jawab Humaira dengan mantab tanpa ada keraguan.
Alhamdulillah... Semua mengucapkan syukur saat Humaira menjawab kesediaannya atas lamaran Adnan.
"Dengan kesediaan Humaira, maka sudah jelas kiranya bagaimana rencana kedepannya. Saya persilahkan kepada kedua keluarga serta calon mempelai untuk menyepakati kapan kiranya walimatul uray dan akad nikah diselenggarakan"
"Sebelumnya kami sekeluarga telah menyepakati apabila disegerakan saja mungkin 1 atau 2 minggu lagi itupun jika keluarga Alam menyetujui. Nantinya izinkan kami untuk mempersiapkan segala kelengkapan dan persiapan untuk memudahkan kedua belah pihak, bagaimana?" Ucap Efendi yang langsung meminta untuk disegerakan secepatnya.
Humaira hanya bisa menatap Bundanya ingin meminta bantuan untuk menjawabnya. Tapi secepat kilat Ayahnya meng-iyakan tawaran tersebut. Humaira semakin jengah mulutnya hanya sibuk berkomat kamit, ingin menolak tapi seperti tiada daya.
"Baik, saya setuju" ucap Alamsyah tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.
"Jadi kapan harapannya untuk bisa meresmikan pernikahan Humaira dan Adnan?"
"Kamis depan saja, bagaimana? Siapa tahu mereka langsung malam pertama dan malam jumat sunah Rasul bukan?" Jawab Efendi dengan santai.
Sementara Humaira dan Adnan hanya bisa pasrah mengikuti keinginan kedua orangtuanya.
"Alhamdulillah menurut saya pribadi, jika niat baik itu memang harus disegerakan. Karena menurut saya Adnan juga sudah matang baik secara usianya maupun kemampuan. Saya dan keluarga hanya bisa membekali Humaira untuk bisa berumah tangga mungkin usianya masih terbilang muda namun insyaaallah putri saya sudah cukup usianya untuk dinikahkan. Kami mohon bantuannya pada Efendi serta keluarga untuk mendidik Humaira agar bisa menjadi istri yang baik dan solehah. Gapapa dimarahin saja kalau salah dia tahan banting kok jarang mengeluh" ujar Alamsyah
"Baik, semoga bisa menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah nantinya"
Aamiin yaa rabbal 'alamin semuanya serempak mengaminkan doa dari Efendi.
"Baiklah, kalau tidak ada lagi yang perlu dibahas mari kita tutup acara lamaran ini dengan ucapan hamdalah. Semoga Allah memudahkan setiap langkah yang telah direncanakan" ucap om Hendra menutup acara lamaran itu.
Alhamdulillahirobbil 'alamin semuanya kompak mengucap syukur.
"Silahkan, kami persilahkan keluarga Pak Efendi untuk mencicipi hidangan yang telah disediakan"
"Hahaha kamu tahu aja Al dari tadi perutku keroncongan minta diisi mana mata ga bisa diem lagi liat pemandangan makanan di depan" ucap Efendi polos.
"Hus papa ini ga tahu malu di rumah orang malah numpang makan" mama Retna langsung menyambung ucapannya Efendi
Sementara itu Humaira langsung pamit undur diri ke kamarnya. Entahlah pikirannya masih berkecamuk dengan ria memenuhi setiap ruang otaknya, haruskah dia senang atau bersedih atas lamaran ini. Sedangkan Adnan tentu saja dia ingin marah, berteriak atau bila perlu dia kabur ke luar negri agar tidak menikahi gadis yang tidak dicintainya itu. Hatinya sudah milik orang lain tapi dia tidak berani mengatakannya pada Efendi karena wanita yang dicintainya sangat dibenci oleh papanya.
Di rumah Humaira
"Ra, kamu ambil cuti aja ya nak. Seminggu lagi kamu bakal nikah mana mungkin bisa ngurus persiapan sambil ngurus organisasi ataupun kuliah" ujar Bunda Arsy memberikan solusi pada Humaira.
"Ga bisalah bunda, besok ada praktikum. Lagian ini bukan waktunya ngambil cuti juga, udah gapapa mungkin nanti Maira izin buat ga ikut rapat. Jadwal kuliah juga cuma 3 hari ko engga satu minggu full"
"Emangnya kamu ga mau bulan madu kok ga mau ngambil cuti?"
"Aduh bunda... Maira belom mikir sampe kesitu-situ ih" ucapnya dengan kesal.
"Yahh padahal bunda pengen cepet-cepet dapet cucu" jawab bunda dengan muka sedikit memelas. Humaira hanya bisa diam, tak ingin menjawab perkataan ibunya. Kalaupun dijawab pasti berujung dengan debat, dan Maira yang kalah. Maklum wanita memang susah untuk mengalah apalagi ibu-ibu.
"Oh iya hampir aja bunda lupa... Kamu kasih list temen-temen kamu yang bakal diundang yaaa. Pokoknya nanti malem udah ada ditangan bunda soalnya lusa udah harus disebar undangannya" Maira hanya menghembuskan nafasnya dengan kasar
"Yaudah bunda, Maira ke kampus dulu. Mungkin pulangnya agak sorean" ucapnya lalu pergi menuju kamarnya, mengambil tas dan kunci motornya. Ia ingin segera pergi dari rumah dan tentunya menyibukkan diri kembali di kampus tercintanya.
Hari ini, hari terakhir festival campus mana mungkin dia melewatkannya. Susah payah dia ikut berjibaku menyiapkan kegiatan dari nol bahkan rela untuk mengurangi jatah tidurnya hanya demi keberhasilan kegiatan tersebut, Humaira tidak ingin melewatkannya barang sedetik pun. Baginya mengabdi pada organisasi sudah menjadi keharusan sekaligus merupakan wadah untuk mengekspresikan berbagai gagasan dan wacana untuk membentuk sebuah peradaban. Lelah? Tentu saja, jangan ditanya dia harus rela mencurahkan tenaga serta pikirannya dalam berorganisasi. Tapi baginya, melelahkan bukanlah hal yang seberapa dan bukan tantangan yang besar dalam kehidupan ini. Berorganisasi pun adalah proses untuk menemukan dan mengasah potensi diri.
***
Sementara itu, mama Retna tampak sibuk dengan ponsel dan pena serta kertas yang ada dihadapannya. Dia tampak antusias menyiapkan segala keperluan untuk pernikahan putranya. Sesekali terlihat senyum manis terlintas di wajahnya. Jemarinya sibuk menulis dan menceklis satu persatu draft yang ada di kertas.
"Apa lagi yaa yang kurang?" gumamnya sambil mengingat-ngigat dan melihat kembali kertas di hadapannya.
"Aha aku baru ingat! Aku harus menyiapkan bulan madu untuk mereka. Adnan mana mau berpikir masalah seperti ini... dipikirannya hanya kerja kerja dan kerja sampe-sampe lupa kalau dia udah tua dan belum menikah juga"
Effendi dan Adnan sudah pergi ke kantor sejak tadi sehingga tinggalah Azzam dan mama Retna disana. Azzam yang duduk tak jauh dari mamanya hanya bisa tesenyum simpul lalu geleng-geleng kepala melihat tingkah mamanya. Rasanya baru kali ini dia melihat mamanya tersenyum bahagia. Mungkin jika orang yang sedang menjalin asmara mamanya bisa diibaratkan seperti baru ditembak sang doi setelah sekian lama menjalin hubungan tanpa status.
"Eh Zam... Kamu tau ga kira-kira bulan madu yang bagus dimana?" Tanya mama Retna
"Mana Azzam ngerti, Azzam aja belum pernah ngerasain gimana mau tau" mama Retna yang mendengar jawaban itu hanya mengerucutkan bibirnya.
"Yaudah kamu tanyain aja sama temen mu yang udah nikah"
"Aduh ma... daripada nanya ke temen mendingan juga googling nanti kalo nanya ke temen malah dikira Azzam yang mau nikah"
Mama Retna tampak berpikir, dahinya mengernyit sehingga sedikit menampakkan kerutan halus di sana.
"Bagusnya di dalam negeri atau di luar negri ya zam? Kan sebentar lagi Maira ujian akhir kalo di luar negri kayanya ga mungkin deh, dia kan udah banyak praktikum belum lagi dia aktivis juga"
"Yaudah kalo gitu di dalem negri aja. Saran Azzam sih ke Lombok atau Raja Ampat mah dijamin ga bakalan nyesel. Siapa tau gara-gara tempat honeymoon yang fresh usaha mama buat dapet cucu langsung top cer hahaha"
"Good boy... mama suka ide brilian kamu. Ga sia-sia mama ngasih makan kamu dari bayi hahaha" ucap mama Retna terkekeh. Azzam yang mendengarnya hanya bisa bersungut-sungut dan memayunkan bibirnya.
"Oh iya mama hampir lupa kamu kapan sidang tesisnya?"
"Ehm mungkin sekitar 2 mingguan lagi ma... belum keluar juga jadwalnya. Oiya ma, nanti minta tolong bi Asih ya buat beberes apart besok Azzam mau tidur disana"
"Emangnya kamu ga kangen sama mama? baru berapa hari dirumah udah mau pergi lagi. Mamakan kangen Zam sama kamu"
"Engga Azzam ga kangen tuh sama mama wlee" Azzam menjulurkan lidahnya ke arah mama Retna lalu segera pergi ke kamarnya sebelum terkena jeweran mamanya.
"Dasar anak ga bener. Gini nih kalo ga punya anak perempuan udah ga ada yang bisa diajak belanja apalagi diajak kompromi" Udahlah bentar lagi juga aku punya mantu. Nanti aku manjain dia seperti anak kandungku sendiri" ucap mama Retna dengan muka berseri-seri.
"Oiya sampai lupa mau nelpon WO" pekik mama Retna lalu menepuk jidatnya. Tak lama setelah mama Retna bermonolog ia mengambil handphonenya dan menelpon pihak WO, selang beberapa waktu terdengar nada sambung di hpnya.
***
Hello readers....
Mohon maaf apabila banyak salah kata dalam penulisan, maupun pemilihan kata yang kurang tepat. Besar harapan penulis, kisah ini dapat diterima dengan hati terbuka oleh para pembaca. Terimakasih telah meluangkan waktu untuk sekedar membaca kisah ini.
Love you guys😘💝
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!