NovelToon NovelToon

Ratu Dan Pangeran CEO

Episode 1

“Halo namaku Ratu Aldoura, senang berkenalan dengan kalian.”

Seluruh ruangan hening. Ratu menatap satu - persatu ekspresi dari anak di depannya. Semua saling berbisik, tak lama setelahnya suasana kelas pecah oleh riuh-rendah tawa satu kelas.

“Ngaca dong, muka dekil kayak gitu masa namanya Ratu, yang bener aja hahahaha.”

Celetuk seorang siswa laki-laki di bangku pada barisan paling belakang.

Perasaan campur aduk, antara ingin menangis, ingin lari, dan hal menyedihkan lainnya sudah menjadi santapan di setiap kehidupan Ratu. Dengan meneguhkan hati dan mengepalkan kedua tangannya dia berusaha untuk kuat dan bertahan di sekolah ini. ya… ini yang ke lima kalinya Ratu pindah sekolah setelah mendapat perlakuan yang sama seperti hari ini.

“Ini akan menjadi lebih parah daripada perlakuan anak-akan di sekolah lamaku, tapi demi dapat ijazah sma aku harus bertahan.” Batin Ratu meneguhkan hati.

Suasana kelas kembali hening, Ratu dipersilakan mencari tempat duduk.

Di pojok kelas, Ratu menemukan bangku kosong tak berpikir lama diapun segera menempatinya kemudian mengeluarkan seluruh isi tasnya. Suara bisikan jahat yang dilontarkan untuknya dari teman-teman bangku lain terutama anak laki-laki terdengar begitu simpang siur di telinga seolah ingin menendang Ratu keluar dari kelas.

“Tidak apa-apa Ratu, kita berteman sekarang jangan khawatir dengan mereka.”

Ucap gadis di samping ratu. Parasnya yang manis dan senyum hangatnya yang mengatakan bahwa di senang mendapat teman satu bangku baru, membuatnya terlihat sangat cantik dan bercahaya.

“Ta… tapi aku jelek dan kau cantik, apa kata yang lain kalau kita menjadi teman?.”

Sanggah Ratu berbisik.

“Tidak masalah, sudah tenang saja selama ada aku, anak-anak itu tidak akan bisa menganggumu. Namaku Elizia.”

Merekapun segera berjabat tangan dan saling berbagi cerita bersama. Dan dalam waktu yang tak begitu lama Ratu dan Elizia berteman baik, bahkan mereka bersahabat baik. Walaupun sederhana, tapi Ratu sedikit mendapakan keadilan, setidaknya dia memiliki teman sekarang jadi bukan masalah besar kalau ada anak yang mencela dirinya. Begitu pula dengan Elizia, dia terlihat lebih bersemangat menjalani sekolahnya, karena mulai hari ini dia memiliki teman sebangku yang bisa diajak berdiskusi selama pelajaran, dan di samping itu pula dia melihat Ratu berbeda dengan anak-anak yang lain, yang mana dia begitu baik dan rendah hati.

“Kamu sudah 5 kali pindah sekolah, jadi aku berharap ini terakhir kalinya kamu pindah. Kamu sekolah di sini saja Ratu nanti kalau ada yang mengejek kamu, aku siap kok buat kasih pelajaran buat mereka.”

Ucap Elizia bersemangat dan Ratupun segera mengiyakan.

“Pulang sekolah kita main ke kafe tempat biasanya aku ngopi yuk, aku yang bayar oke Ratu.”

“Aku tidak biasa main di kafe Za.”

Elizia terkikik melihat raut muka Ratu yang terlihat kaget dengan ajakannya.

“Kau ini sepertinya jarang menikmati kehidupan luar ya, kau juga terlihat jarang berbicara… tapi tenang nanti aku akan membuatmu berubah oke, ya… selama kau tak pindah sekolah lagi.”

Karena terlalu bersemagat, Elizia sampai mengangkat tangannya yang mengepalkannya ke udara. Hatinya begitu yakin bisa mengubah pribadi Ratu menjadi seorang yang tangguh dan tahan terhadap hembusan angin nyinyir anak-anak satu sekolah.

“Iya, Elizia bisa jawab pertanyaan ibu?.”

Satu ruangan beralih memandang Elizia yang tak diketahui habis mengangkat tangannya.

“aaaaaa…..”

“Stttt…” Ratu membukakan catatan di bukunya, memberi kode kalau jawaban dari pertanyaan yang tak sempat didengar Elizia tadi ada di sana.

“Jadi ikan bernapas dengan ingsang kan bu.. oho pinter banget Elizia ini.”

Ucap Elizia penuh keyakinan kalau jawabannya benar, namun seketika suara tawa pecah satu kelas.

“Ketua kelas kalian pintar melawak ya.” Ucap bu guru menggelengkan kepala.

“Kenapa?.” Bisik Elizia menatap Ratu dengan wajah memerah.

“Bodoh, kau harus baca bagian yang ini.” ucap Ratu menunjukkan tulisannya sembari menepuk jidatnya.

“Oh… maaf bu, tadi saya hanya pemanasan, jadi Weizmann menguatkan teori Darwin yaitu gen leher panjang pada zarafah bersifat dominan, sedangkan gen leher pendek pada zarafah bersifat resesif.”

“Yak betul… baik anak-anak mungkin pelajaran biologi kali ini kita cukupkan sekian. Selamat siang dan selamat beristirahat.”

... ###...

Elizia meletakkan kepalanya di atas meja kantin setelah beberapa kali meneguk air mineral yang dingin. Sedangkan Ratu terlihat acuh dan hanya terfokus dengan selembar kertas yang berisi tulisan jadwal pelajaran harian.

“Ratu, ternyata kamu pintar juga ya, padahal baru pertama kali masuk ikut pelajaran, tapi otakmu langsung encer gitu. Ahhh… seandainya aku bisa begitu, pastinya aku bisa sombong sedikit.”

Ucap Elizia sembari memainkan botol air mineral miliknya.

“Aku cuma tau.” Bantah Ratu sembari tersenyum.

“Ajari aku biar pintar, paling tidak aku bisa masuk 20 besar biar jabatan ku sebagai ketua kelas sepadan dengan akademik ku.”

“Sepakat.”

Di kelas XII IPA 2 setidaknya ada 30 siswa, dan Elizia masuk dalam peringkat nomor tiga dari bawah. Dia tak terlalu suka dengan dunia sekolah yang mengharuskan dia untuk terus belajar dan belajar. Tapi dia masih tetap optimis setelah lulus bisa masuk di universitas negeri.

... ###...

Ketika tengah asyik menikmati santapan makan siang, Elizia dan Ratu dihampiri oleh 2 orang siswi yang dilihat dari penampilan dan tingkah laku mereka nampak dari kalangan elite. Mereka adalah Cleo dan Oza. Dua orang remaja yang terkenal dengan kecantikan dan kemewahan dalam hidup mereka.

“Kalian ngapain di sini?, belum ada pengumuman baru.”

Ucap Elizia dengan raut bosan seolah enggan untuk berhadapan dengan mereka.

“El, kita kesini mau nyelalatin kamu dari anak cupu ini.”

Bantah Cleo sembari mengacak rambut Ratu seolah tak suka.

“Hei!!! Jangan sentuh Ratu atau tangan kamu bakalan putus.”

Elizia segera menampik tangan Cleo dengan kasar.

“Cih…. Kasar banget. El, ayolah kau gabung lagi di geng kita, rasanya kosong kalau tidak ada kamu.”

Pinta Cleo kemudian duduk di depan Elizia dan Ratu kemudian diikuti oleh Oza di sampingnya.

“Aku tidak mau.”

“Ayolah El, kalau kamu tidak bergabung geng kita tidak ada garam ataupun micin yang bisa member warna kehidupan kita.” Sela Oza memohon.

“Aku bilang tidak mau, harta orang tua dan paras cantik bukan alat yang bisa digunakan untuk menyombongkan diri.”

Ucap Elizia.

“Tapi El, tadi bukannya kau bilang pingin pintar biar bisa sedikit sombong?.”

Ucap Ratu tiba-tiba menyela.

Elizia mengernyitkan dahi, member isyarat untuk diam.

“Sudah ya intinya aku tidak mau masuk di geng lagi.”

Elizia segera berdiri lalu menarik tangan Ratu.

“Ratu ayo pergi dari sini, aku belikan makanan yang lain di depan gerbang sekolah.”

Merekapun segera meninggalkan dua anak tersebut dengan segala kemarahan yang masih membara.

Elizia masih terlihat marah, maka Ratu tak ingin tambah menganngu suasana hatinya dengan segala pertanyaan yang berhubungan dengan anak – anak tadi. Akhirnya mereka kembali ke kelas dengan perasaan canggung satu dan lainnya karena tak berbicara sepatah katapun.

“Nanti biar aku jelaskan.”

Ucap Elizia.

Episode 2

Siang ini hujan mengguyur seisi kota. Pengunjung kafe bertambah ramai, mulai dari yang datang sembari menunggu hujan reda, ada yang sengaja datang untuk menikmati kopi sembari menenangkan diri dari tekanan pekerjaan kantor, dan ada pula yang datang untuk mencari memesan es teh dengan tujuan utama untuk mencari WiFi gratis, serta anak-anak muda yang datang bergerombol untuk sekedar nongkrong bareng ataupun mengerjakan tugas kampus. Pemandangan kehidupan nyata yang indah.

“Mbaknya yang pesan coppucino green tea?.”

Tanya seorang waiters kepada seorang wanita berparas cantik dengan kulit putih dan bibirnya yang merona tengah asyik memandang setiap rintikan hujan di luar jendela kafe.

“Ah iya, terima kasih.”

Wanita tersebut segera mengambil minuman pesanannya lalu mengaduknya dengan sedotan yang telah disediakan. Tak lama setelahnya waiters tersebut berlalu pergi dan tinggallah wanita itu sendirian dengan seluruh perasaan tentramnya. Suara hujan pertama di bulan Agustus terasa membawa begitu banyak kedamaian ditambah dengan aroma tanah yang sehabis kepanasan lalu terguyur memberikan sisi kenikmatan tersendiri.

Jauh di seberang jalan terlihat beberapa akan SMA 4 perempuan dan 3 laki-laki tengah berkerumun di halte bis, sepertinya mereka teman akrab, hal tersebut dapat dilihat dari tingkah laku mereka yang tengah bercanda tawa bersama tanpa memperdulikan di mana mereka berada dan siapa saja yang memperhatikan.

“Seharusnya masa sekolahmu dulu seperti mereka, bahagia.”

Celetuk wanita tersebut lirih yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia segera melepaskan pandangannya lalu mengangkat pergelangan tangan kirinya, tampak terlihat jelas raut kemarahan yang ditahan dari wajahnya.

Satu jam ia duduk di tempat ini, menunggu klien yang telah memberi janji seharusnya sudah datang 45 menit yang lalu.

“Aarrrghhh.”

Wanita itu kembali menyeruput minumannya yang tinggal sedikit.

“Apa benar anda yang bernama Aldoura?.”

Ucap seorang pria yang datang dengan terengah-engah dengan menenteng berkas penting di tangan kanannya.

“Anda telat 50 menit.”

Jawabnya sedikit memperlihatkan kekesalannya tapi harus ditahannya karena jika kehilangan satu klien saja hari ini, ia bisa dikeluarkan dari perusahaan oleh CEO yang baru-baru ini menjabat menggantikan ayahnya yang telah meninggal.

“Ah iya saya minta maaf karena ada sedikit kendala di perjalanan. Perkenalkan nama saya Aldo.”

Pria itu segera menyodorkan tangannya selanjutnya diikuti oleh Aldoura dan merekapun segera bersalaman.

“Baiklah apa yang ingin kamu berikan untuk saya hari ini?.”

Tanya Aldoura, raut kekesalannya perlahan mulai menghilang dan presentasi klien pun segera di mulai.

...###...

“Capeekkk.”

Tanpa meletakkan barangnya dulu dengan benar di tempat yang seharusnya, Aldoura segera merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Hari yang cukup melelahkan baginya yang harus kerja keras mengejar target perolehan klien terbanyak supaya posisinya di perusahaan bisa segera dinaikkan.

“Ayah, ibu mana?.”

Tanya Aldoura yang baru menyadari kalau sosok wanita yang biasanya selalu membawakan minuman ketika ia baru pulang tidak ada tanda-tanda dirinya berada di rumah.

“Ibumu ke rumah sakit.”

“Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?... ibu sakit yah?.”

Aldoura segera menegakkan badannya.

“Istri abangmu melahirkan, kau ini bagaimana bukannya ibumu sudah menelfon tadi?.”

Aldourapun segera mengeluarkan seluruh isi tasnya lalu membuka ponsel yang sedari siang tadi belum sempat ia buka.

“Iya yah, ibu menelfon 10 kali tapi tidak Aldoura angkat. Berarti aku jadi tante dong yah… ugh tidak sabar aku pingin segera ke rumah sakit. Eh ayah tidak ikut?.”

“Jam 18.30 ayah ada janji dengan pak manager di kantor.”

“Yah… aku tau kontribusi ayah di kantor memang tidak diragukan, tapi ayah tau waktu dong, ini sudah waktunya jam istirahat. Lagi pula ayah tak dinaikkan posisinya.”

Aldoura menatap Ayahnya yang tengah sibuk membolak-balikkan halaman Koran dengan serius. Dia merasa ayahnya tidak pernah mendapatkan keadilan. Bekerja dan berkontribusi penuh selama puluhan tahun di tempat beliau bekerja tapi tak pernah mendapatkan promosi penaikan posisi, hanya sebatas karyawan biasa yang bekerja untuk atasan.

“Jangan bicara seperti itu, kalau ayah tidak kerja keras siapa yang akan menghidupi keluarga?.”

Bantah ayah segera melipat korannya.

“Tapi sekarang Aldoura bekerja ayah… sebentar lagi aku akan naik posisi jabatan, aku bisa ikut membiayai Rio ayah.”

Mata Aldoura terlihat mulai sembab.

“Sudah-sudah ayah senang bekerja dan siap mendapatkan tugas apapun dari kantor.”

Ayah segera berlalu bermaksud untuk mengakhiri perbincangan dengan putrinya sore ini.

Ketika akan mengambil ponsel yang tergeletak di atas sofa, tak sengaja Aldoura meraih secarik kertas bertuliskan identitas seseorang dari perusahaan property yang amat terkenal di pusat kota.

“Aldo Dwi Mahendra.”

Ternyata kartu nama tersebut milik klien yang ditemuinya di kafe siang tadi. Sejenak Aldoura menghela nafas lalu kembali merebahkan tubuhnya di sofa. Ingatannya sedikit membawanya kepada pertemuannya tadi. Seperti mereka selama ini sudah kenal dekat. Tapi Ratu tak benar-benar mengingatnya dengan pasti di mana mereka pernah bertemu sebelumnya. Masa lalunya terasa sangat cepat berlalu hingga tak banyak yang diingat darinya. Tapi siapapun Aldo, ia berharap tak akan bertemu kembali.

Triiinggggg!

Ponsel Aldoura berbunyi yang seketika memecah keheningan di rumah ini.

“Ora!, kamu ini bagaimana ibu menelfon mu puluhan kali… kakakmu melahirkan keponakanmu, terus saja sibuk dengan urusanmu sendiri.”

Suara Ibu begitu nyaring dari ponsel hingga membuat Aldoura harus bolak-balik menjauh kemudian mendekatkan kembali ponselnya di telinga.

“Maaf ibu, hari ini Aldoura dapat 5 klien, Aldoura tak sempat melihat ponsel.”

“Kalau begitu cepat mandi dan bergegas ke rumah sakit. Semua menunggu kamu.”

“Iya bu…”

Tuuuuut….

Panggilannya segera terputus. Sebenarnya Aldoura masih merasakan lelah ditubuhnya yang belum menghilang, tapi ia juga sungkan jika tidak datang di rumah sakit.

“Hah… demi keponakanku yang lucu.”

Aldoura segera bangkit, memberesi barangnya kemudian bergegas membersihkan diri dan bersiap berangkat. Saat membayangkan keponakannya yang baru lahir betapa manisnya, tangannya yang kecil sesekali diangkat ke udara, tatapan tulus dari mata kecilnya, tangisan manja yang tiap kali menggema di telinga seketika membuat Aldoura kembali bersemangat, seolah rasa lelahnya akan segera terbayarkan oleh sesuatu yang sangat indah yaitu malaikat kecil keluarga besar ini, sudah lama sekali rumah ini tidak ada anak kecil yang hadir mewarnai suasana rumah. Hanya Rio yang paling muda di rumah, tapi sekarang dia sudah masuk SMP.

Sekitar 15 menit berberes, Aldoura siap berangkat. Segera ia mengenakkan helm lalu menuju bagasi untuk mengambil motor vespa kesayangannya yang telah menemani dirinya sejak masa SMA.

Pukul 17.25, ia siap meluncur menuju rumah sakit untuk menengok keponakan lucunya yang selama ini sudah ditunggu-tunggu kehadirannya. Namu tiba-tiba saja Aldoura merasakan hal aneh dari motornya, ia kemudian beralih menengok ke bawah.

“Ayah ban depanku bocor…”

Episode 3

“Pangeran bangun.”

Sembari mengomel, ibu menyibakkan tirai jendela dengan kasar. Ia tak tau harus bagaimana suapaya bisa membuat putra semata wayangnya tersebut agar menjadi anak yang lebih berguna daripada hanya menghabiskan waktunya untuk tidur dan bermain game seharian penuh di kamarnya.

“Ma… aku masih mengantuk.”

Ucap pangeran menarik selimut hingga menutupi wajahnya. Sorot cahaya matahari pagi ini yang terbias oleh kaca jendela membuat mata Pangeran terbelalak silau.

“Umurmu sudah 23 tahun, kau punya tanggung jawab sebagai CEO perusahaan almarhum ayahmu.”

Sela ibu sembari menarik bantal dan selimut milik Pangeran.

“Iya ma… aku bangun.”

Dengan muka masam, akhirnya Pangeran membuka matanya dan bergegas menuju kamar mandi lalu bersiap untuk berangkat ke kantor.

“Ma, aku berangkat ya.”

Pamit pangeran sembari mencium kening mama. Dengan mengenakkan kemeja navy dengan setelan celana kain, ia terlihat sangat anggun dan tampan ditambah lagi dengan gaya rambutnya yang full pomade membuatnya semakin bersinar. Memang sih tak heran kalau anak pengusaha pasti tampan.

“Makan dulu nasi gorengnya.”

“Aku tidak mau. Lemak membuatku gemuk ma.”

Pangeran menenggak segelas susu yang sudah disediakan di atas meja lalu mengambil buah apel lau bergegas menuju garasi.

“Eittt… tunggu sebentar.”

Ucap mama seketika membuat langkah Pangeran terhenti.

“Pangeran harus pakai mobil.”

“Gak.”

Tanpa memperdulikan omelan mama, pangeran bergegas pergi. Baginya memakai motor jauh lebih menyenangkan dari pada naik mobil yang menurutya sumpek.

...###...

Pagi ini jalanan tidak begitu macet, langit yang bermendung membuat kota sedikit sejuk. Aldora sangat menikmati suasana jalanan pagi ini. Sambil mengendarai vespanya, ia melaju lalu memelankan gasnya ketika melewati jalan yang sisi kanan-kirinya adalah pepohonan.

“Al…”

Seseorang dengan motor vespa yang hampir menyerupai milik Aldoura tiba-tiba mengejar di samping.

“Elu bos.”

“Yoi… adu kecepatan berani gak lu?.”

“Wih siappp.”

Dan pagi itu, semesta menyaksikan keasyikan antara bos dan karyawan bak sahabat kental yang beradu kecepatan dengan vespa kesayangan mereka masing-masing. Menggoreskan setiap cuil ban kecil mereka ke aspal.

Sesampainya di halaman parkir kantor, mereka melepas helm bersamaan kemudian menghela nafas, sedikit saling melempar lirik kemudian berhentilah mereka pada satu titik pertemuan, yaitu tertawa melepaskan seluruh kepuasan mereka yang berhasil menembus angin pagi yang sejuk.

“Bos, parah sih lampu merah diterosbos di perempatan lagi wahh…”

Ucap Aldoura kemudian melepaskan tawanya lagi.

“Lima kali gua kalah sama elu, ya kali gua kalah lagi.”

Sembari berjalan menuju ruang kerja, mereka berjalan beriringan seolah jabatan tak mengharuskan mereka untuk membuat jarak hingga membuat siapaun pasti iri melihat keakraban mereka berdua. Yah… sedikit biar kujelskan, Pangeran sebenarnya anak yang amat kaku dan tak mudah berteman dengan siapapun apalagi teman perempuan. Tapi setelah menjabat sebagai CEO di perusahaan ini, ia dipertemukan dengan Aldoura yang sejak awal pembawaannya memang humoris dan suka mengambil hati orang lain dengan tingkahnya yang konyol.

“Lu bisa bayangin gak… pas lampu merah tuh gasnya langsung gua tancap beuh rasanya pas sampek di tengah perempatan kek gua nyetir tinggal badan doang…”

Pangeran tak henti bercerita dan Aldoura hanya diam sambil sesekali tertawa melihat cara bicara Pangeran yang aneh meurutnya.

“Eh bos, bulan ini aku dapat 20 klien. Bagaimana? Bisalah naikin posisiku.”

Ucap Aldoura sedikit memohon.

“Hmmm, tenang bisa aku atur.”

Jawab Pangeran menepuk pundak Aldoura sembari tersenyum tipis.

“Wihhh…. Siappp makasih bos, pokoknya mulai hari ini dan seterusnya gua bakalan kerja lebih keras untuk memaksimalkan target perusahaan.”

“Pulang ngantor ikut kerumahku, kita main PS.”

“Oke bos.”

...###...

Pukul 12.30

Seluruh karyawan kantor istirahat dari masing-masing pekerjaannya. Tapi tidak dengan aldoura. Dia justeru sibuk dengan tumpukan berkas yang setiap hari semakin menggunung di meja kerjanya, ia baru bisa mengoreksinya hari ini karena sebagian besar waktu kerjanya ia gunakan untuk fokus mengurus target pendapatan klien. Dengan teliti Aldoura mengoreksi satu-persatu berkasnya lalu segera member stempel tanda selesai.

Ringgggggg!!!!

Seluler Aldoura berbunyi yang seketika membuyarkan seluruh konsentrasinya. Segera iapun mengangapai ponselnya.

“Siapa yang berani-beraninya menggangguku siang-siang begini.”

Batin Aldoura mengomel tak terkendali.

“Ah… halo ibu ada apa telfon di jam kerja seperti ini?.”

Ucap Aldoura memelankan suaranya.

“Nanti kalau sudah pulang, kakakmu minta tolong buat belikan popok yang besar.”

Aldoura memutar posisi duduknya.

“Ibu, aku kan sudah bilang, aku tidak mau beli po-pok ti-tik. Memangnya abang ke mana sih?.”

“Abangmu ke luar kota sama ayah, kalau tidak mau belikan terus keponakanmu yang lucu ini mau pakai apa nanti?.”

Disela obrolan mereka, Ibu terdengar sesekali mengajak si kecil berbicara. Mendengarnya seketika membuat mata hati Aldoura yang egois sedikit terbuka.

“Iya nanti pulang aku belikan, tapi aku sampai rumah mungkin melewatkan makan malam.”

“Mau ke mana dulu kamu.?”

“Diajak main PS sama bos di rumahnya bu.”

“Nih anak gimana, udah umur masih main game.”

“Biar awet muda Ibuku sayang… sudah ya Ora pamit kerja lagi. Dah Ibu.”

Panggilannya segera dimatikan. Ketika kembali membalikkan badan, Aldoura kaget tak kepalang ketika mengetahui Susi yang berdiri dan mencondongkan mukanya tepat di depan muka Aldoura dengan memasang pandangan sinis. Ia merupakan salah seorang yang suka mencurigai setiap setiap gerak gerik Aldora di kantor ini. Alisnya yang tebal terlihat sangat jelas di mata Aldora membuatnya sedikit merinding terlebih karyawan yang lain banyak yang keluar untuk mencari makan siang.

“Kamu pacaran sama sama pak CEO ya?.”

Tanya Susi mendadak, suaranya yang sedikit melengking sontak membuat Aldoura terkejut.

“Jawab!.”

Susi segera menegakkan badannya dan berjalan mondar-mandir di depan meja kerja Aldoura.

“Kita berteman Sus… memangnya kenapa?.”

“Tidak pantas saja seorang karyawan bertingkah sok akrab sama atasan.”

Aldoura menghela nafas panjang kemudian tertawa terkikik.

“Selama belum masuk jam kerja, kita adalah teman akrab, sudah Sus ada lagi pekerjaanku masih banyak?.”

Ucap Aldoura kemudian memperlihatkan tumpukan berkas tersebut kepada Susi di hadapannya.

Tapa berucap sepatah katapun, Susi bergegas berbalik badan dengan berlenggak-lenggok kemayu dia pergi meninggalkan Aldoura. Raut kekesalannya begitu terlihat memenuhi tiap sudut lengkung wajanya yang sontak membuat siapapun yang melihatnya akan langsung mengetahui jika dia sedang marah.

Pukul 15.30

Waktunya pulang. Sesampainya di tempat parkir, Aldoura mendapati pangeran telah menunggu dirinya di sana. Tak berlama-lama, iapun segera menghampiri bosnya tersebut.

“Oit bos, jadi nih kita ngegame bareng?.”

Sapa Aldoura sembari mengenakkan helm miliknya.

“Menurutmu?.”

Aldoura menggelengkan kepalanya lalu menyalakan motornya. Dan merekapun segera berangakat menuju rumah Pangeran.

“Eh… bos kita mampir ke toko anak dulu.”

Ucap aldoura di depan gerbang utama kantor, yang seketikan itu pula di dengar oleh satpam yang berjaga.

“Kalian punya anak ya?.”

Seluruh pandangan terfokus kepada satpam tersebut.

“Bukan pak, keponakanku anak abangku popoknya habis hahahah.”

Jawab Aldoura tertawa kemudian diikuti Pangeran lalu bapak satpam yang sedari tadi ikut campur urusan anak muda.

“Gas kuyyy…”

Pangeran segera menancap gasnya mendahului Aldoura yang masih repot membenarkan helmnya.

“Wah… parah … Pangeran kamvret sih.”

Gumam Aldoura, iapun segera melaju mengejar Pangeran yang sudah jauh berada di depannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!