NovelToon NovelToon

Pendekar Dewa Siluman

SEJARAH.

Hutan Terkutuk menjadi saksi bisu sebuah pertempuran dahsyat selama tujuh hari tanpa henti.

Peperangan antara kekuatan Iblis dan Dewa Suci yang terjadi meninggalkan ratusan ribu mayat yang terbaring di tanah. Menyisakan dua orang yang saling menatap satu sama lain.

Tubuh mereka berdua terlihat bersimbah darah. Tak ada satu pun dari mereka yang masih memiliki tenaga untuk menyerang.

Seorang pria paruh baya menatap seorang wanita yang berusia pertengahan tiga puluh tahun dengan kedua mata setengah terbuka.

"Sampai kapanpun kekuatan iblis tidak akan pernah menang melawan kekuatan suci!"

Wanita tersebut justru tertawa kecil dengan kondisi tubuh yang sudah mencapai batasnya. "Tidak ada pemenang yang keluar dari pertarungan ini, kau dan aku akan segera mati, berhentilah berharap, kau sudah gagal dalam memenuhi takdirmu, terimalah kenyataan bahwa kekuatan Iblis tidak akan pernah lenyap dari dunia ini!"

"Andai aku memiliki waktu lima tahun lebih lama sebelum bertemu dengan penyihir iblis ini, mungkin aku bisa mengalahkannya tanpa harus kehilangan nyawa."

Pria yang memiliki nama Bima Agung tersebut menyadari, sekeras apapun ia berusaha, kekuatan jahat tidak akan pernah menghilang dari dunia.

Bima Agung kemudian menatap Roh Naga Langit yang tengah berada di belakangnya, dengan kondisi yang hampir sama dengannya.

"Shen Long... Waktuku tidak banyak lagi, tubuhku sudah mencapai batasnya... Aku harap penerusku tidak gagal seperti diriku... Kau latihlah ia hingga ia sanggup menyelamatkan dunia ini dari kehancuran..."

Perkataan Bima Agung hanya dijawab anggukkan kepala oleh Roh Naga Langit miliknya.

Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Bima Agung melepaskan Roh Naga Langit beserta sembilan Roh Suci lainnya, yang menjadi pengikut setianya ke berbagai tempat di seluruh penjuru dunia.

Melihat hal itu, Penyihir Iblis tersebut ikut melepaskan sepuluh Roh Iblis miliknya ke seluruh penjuru dunia.

Roh-roh tersebut kemudian tersegel di berbagai tempat dan hanya penerus Dewa Suci serta Iblis Hitam yang dapat membangkitkan serta melepaskan Roh itu dari segel yang mengurung mereka.

Setelah itu, kedua manusia pilihan tersebut menemui ajalnya. Pertarungan dahsyat antara kekuatan Dewa Suci dan Iblis Hitam menyisakan dataran yang tandus, serta kerusakan alam di sekitarnya.

Hari tersebut dikenang sebagai peristiwa bersejarah yang kelam dan nama Bima Agung dikenang sebagai seorang legenda bagi umat manusia.

Kini umat manusia hanya bisa menunggu lahirnya seorang manusia pilihan yang mewarisi kekuatan Dewa Suci untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran.

****

Pada zaman dahulu peperangan antara manusia dengan siluman selalu terjadi pada semua daerah di belahan dunia.

Namun seiring berjalannya waktu, siluman bertambah kuat dan menjadi sangat sulit untuk dikalahkan. Hal itu membuat sebagian manusia memilih bersekutu dengan siluman.

Dengan cara mengendalikan kekuatan siluman tersebut, menjadikannya sebagai peliharaan, serta menjadikannya sebagai senjata perang untuk menguasai dunia.

Hal yang membuat bangsa siluman tersebut menjadi semakin kuat adalah energi alam yang diserapnya. Sebab semakin tua usia siluman maka akan semakin banyak energi alam yang ia serap, membuatnya semakin kuat dan semakin buas. Hal itu membuat tak jarang manusia menjadi korban dari keganasan siluman itu.

Hingga pada suatu masa, saat umat manusia berada di ambang kepunahan, muncullah seorang pendekar yang memiliki tingkat bela diri yang sanggup memerangi siluman-siluman yang sudah berusia ribuan tahun.

Pendekar tersebut bernama Bima Agung. Bima Agung adalah pendekar pertama yang mencapai tahap tertinggi dan mampu mengimbangi bahkan mengalahkan Siluman yang berusia ribuan tahun, sebab ia memiliki hati yang suci dan kecerdasan tinggi dalam mempelajari ilmu bela diri.

Bima Agung menjadi sangat kuat setelah berhasil mengumpulkan sepuluh Roh Siluman Putih dan menjadikan mereka sebagai sekutunya, sekaligus sumber kekuatan yang sangat besar. Ia bersama dengan sepuluh Roh Siluman Putihnya berhasil membunuh satu per satu Raja dan Ratu siluman, bahkan sanggup membunuh Legenda siluman.

Namanya tersebar dengan sangat cepat dan menjadi terkenal di seluruh belahan dunia. Banyak manusia yang mendatangi pria tersebut untuk sekedar berguru, dengan alasan untuk membantu umat manusia memerangi siluman, berniat memaksa siluman untuk mundur dan mengasingkan diri ke tempat yang lebih jauh.

Hingga pada suatu saat, Bima Agung berhasil memasuki tingkat Pendekar Dewa Siluman Putih, sebab roh-roh siluman putih suci tersebut mengajarinya teknik bela diri tingkat tinggi, yang melebihi kemampuan manusia terkuat sekalipun.

Lalu Bima Agung mulai kembali mencari siluman dari yang terlemah hingga yang terkuat di berbagai belahan dunia.

Dalam petualangannya, ia berhasil membunuh separuh dari populasi siluman, namun, belum sempat ia memusnahkan seluruh siluman yang ada di dunia, Bima Agung bertemu dengan seorang Pendekar Iblis Hitam yang di mana pendekar tersebut bersekutu dengan Roh Siluman Iblis.

Pendekar Iblis Hitam bersekutu dengan iblis agar memiliki kekuatan terkutuk yang mampu mengendalikan berbagai jenis Siluman, kemudian ia juga mengendalikan sepuluh Roh Siluman Iblis Hitam dengan cara membuat mereka tunduk padanya.

Saat mereka berdua bertemu, pertarungan pun tak dapat dihindari. Kedua pihak kemudian bertarung dengan sangat sengit, sepuluh roh siluman putih melawan sepuluh roh siluman iblis.

Kekuatan keduanya berimbang, serangan demi serangan dilancarkan. Pertarungan keduanya sangat dahsyat, karena mampu membuat lingkungan area sekitar tempat mereka bertarung menjadi kering dan tandus, serta banyak kerusakan yang terjadi selama pertarungan mereka berlangsung.

Pertarungan keduanya berlangsung selama tujuh hari lamanya, hingga sampailah pada puncak pertarungan, roh-roh siluman milik mereka berdua satu per satu tewas hingga roh siluman yang terakhir milik Bima Agung yang masih bertahan, namun dalam kondisi yang hampir mencapai batasnya.

Pertarungan dahsyat selama tujuh hari tujuh malam tersebut membuat mereka berdua sama-sama bersimbah darah, sebelum akhirnya sama-sama meregang nyawa.

Sebelum meninggal Bima Agung sempat melepaskan sepuluh Roh Siluman Putih dan memencarkannya ke berbagai arah di penjuru dunia, begitu juga dengan pendekar siluman iblis, ia juga melepas sepuluh Roh Siluman Iblis Hitam ke berbagai penjuru dunia.

Mereka berdua memiliki harapan yang sama, yaitu penerus mereka akan menemukan roh-roh siluman tersebut di kemudian hari, serta mampu melepaskan mereka dari dalam segelnya.

Setelah meninggalnya Bima Agung kekacauan di dunia kembali terjadi, para siluman mulai keluar dari tempat pengasingan dan kembali menyerang manusia.

Namun kali ini kekuatan antara siluman dan manusia masih terbilang berimbang, sebab banyak murid-murid dari Bima Agung yang membantu melawan siluman sekaligus melatih manusia dengan ilmu yang didapat dari Bima Agung.

Murid-murid dan keturunan dari legenda Bima Agung, kemudian mendirikan suku-suku dan mengajarkan ilmu bela diri terhadap anggota suku mereka masing-masing.

Murid-murid dan keturunan Bima Agung hanya bisa berharap dan menunggu kembali lahirnya manusia pilihan yang dapat membawa kedamaian bagi dunia.

Ch. 1 - Lahirnya Legenda Baru.

Seribu tahun telah berlalu semenjak meninggalnya legenda Bima Agung. Kini manusia berkembang pesat dan memiliki kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja.

Di sebuah Desa kecil yang bernama Desa Sungai Putih, sesuai dengan namanya, Desa tersebut dialiri Sungai jernih sepanjang daerahnya. Rumah-rumah penduduk terbuat dari bambu dan diatapi oleh jerami. Kondisi desa sangatlah asri dan sejuk, namun penduduk desa tersebut tidaklah banyak.

Di pinggiran Desa tersebut hiduplah sepasang suami istri yang tinggal di rumah yang sederhana, sepasang suami istri itu bernama Dewi Putri dan Bagas Sakti.

Suatu pagi, Bagas sedang menyapu halaman depan rumahnya, ditemani oleh istrinya yang terlihat sedang hamil besar, umur kehamilannya sudah masuk bulan ke sembilan.

"Sayang, semalam aku bermimpi aneh dan mimpi itu sangatlah nyata," ucap sang istri sambil membelai lembut perutnya.

Bagas mengangkat sebelah alisnya. "Emangnya, Kamu bermimpi apa? "

"Aku semalam bermimpi, ada seorang kakek berjubah dan berjanggut putih datang dan mengatakan sesuatu yang tak kupahami, dia berkata bahwa anak kita ini akan membawa perubahan pada dunia."

Bagas tersenyum tipis, menatap Dewi hangat.

"Sudahlah Sayang, mungkin itu hanya mimpi, tidak perlu difikirkan."

Dewi mengangguk pelan, kemudian menatap peutnya dan tersenyum lebar, dengan sesekali berbicara pada bayi dalam kandungannya.

Saat sedang asik berbincang, tiba-tiba Dewi merasakan sakit pada perutnya dan berteriak menahan sakit. "Sayang!! Perutku! Perutku sakit!! Sepertinya anak kita sudah mau lahir."

Bagas yang panik langsung berlari ke arah istrinya. "Sayang, aku akan membawamu ke kamar, lalu aku akan memanggil tabib desa kita."

Bagas kemudian menggendong istrinya ke dalam kamar lalu berlari keluar rumah dan menuju rumah tabib desa.

Saat sudah sampai di depan rumah tabib tersebut, Bagas langsung mengetok pintu sambil mengatur nafasnya.

Tok! Tok! Tok!

Tak berapa lama keluarlah seorang wanita tua dengan rambut yang sudah memutih. Usia wanita tersebut diperkirakan berumur lebih dari lima puluh tahun.

"Ada apa Nak Bagas? Pagi-pagi sudah datang ke sini," tanya tabib tersebut.

"Maaf Buk, istri saya, istri saya sudah mau melahirkan," jawab Bagas dengan nafas tersengal-sengal.

"Kalau begitu ayo kita ke sana, sebentar aku ambil peralatan dulu, Nak Bagas tunggu di sini," ucap wanita tua tersebut lalu masuk ke dalam rumah.

Tak berapa lama ia sudah keluar sambil membawa buntalan kain.

"Ayo Nak Bagas, kita langsung ke rumahmu."

Tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai di rumah Bagas dan langsung masuk ke dalam rumah.

"Sayang, tabib sudah datang, kamu yang kuat ya, aku akan menemanimu di sini," ucap Bagas sambil membelai lembut rambut Dewi dan menyemangati istrinya.

Lalu sang tabib langsung membantu Dewi bersalin, ia memegang kedua lutut Dewi setelah meletakkan handuk di antara paha Dewi. "Ayo! Nak Dewi, dorong terus! Tarik nafas, dorong!"

Tak berapa lama terdengar tangisan bayi yang sangat keras. " Oeekk!! Oeekkk!! "

"Selamat Nak Bagas, anakmu laki-laki dan sangat sehat," ucap sang tabib dengan tersenyum lebar, lalu memberikan bayi tersebut kepada Dewi.

Tangis bahagia mewarnai lahirnya bayi pasangan muda tersebut. Dewi kemudian menggendong dan menyusui bayinya dengan tak henti-hentinya tersenyum serta menitikkan air mata.

"Sayang, kita harus memberikan nama yg bagus untuk bayi kita yang tampan ini," ucap Dewi sambil memperhatikan wajah bayinya.

"Aku beri ia nama Jaka Sakti, aku telah mempersiapkan nama ini sejak lama," ucap Bagas sambil membelai lembut rambut anaknya.

"Haii! Jaka! Selamat datang ke dunia, semoga kamu jadi anak yang membanggakan." Dewi tersenyum lebar sambil memberi doa pada anaknya.

"Terima kasih Buk, sudah membantu Istri saya melahirkan," ucap Bagas kepada tabib desa.

"Tak usah sungkan Nak Bagas, sudah tugasku membantu warga desa, baiklah sepertinya aku harus bergegas kembali ke rumah."

"Baik Buk, sekali lagi terima kasih, mari aku antar ke depan," ucap Bagas sambil mengantar tabib tersebut ke depan rumah.

**

Pada waktu yang sama, di pemukiman sebuah suku, yang bernama suku Bumi Alam.

Suku Bumi Alam merupakan suku terbesar di antara suku lain dan memiliki wilayah yang luas seperti sebuah kota.

Di dalam salah satu bangunan besar suku tersebut, terlihat seorang wanita tua berlari tergesa-gesa ke depan pintu besar kediaman kepala suku, lalu mengetuk pintu tersebut.

"Tok! Tok! Tok!"

Lalu keluarlah seorang pria sepuh. "Ada apa kau datang sepagi ini Ara?" tanya kepala suku tersebut.

Wanita tersebut adalah seorang peramal yang bernama Nyai Ara dan kepala suku tersebut bernama Surya Rangi

"Maaf kepala suku, aku datang membawa kabar penting!" ucap Nyai Ara dengan nafas terputus-putus.

"Cepat! Katakanlah!" seru Surya menaikkan sebelah alisnya.

Nyai Ara menarik nafas dalam dan mengatur nafasnya. "Aku mendapatkan pandangan bahwa anak pilihan yang kita tunggu-tunggu sudah lahir."

Surya menaikkan kedua alisnya. "Benarkah?! Ini adalah berita baik bagi kita semua, sekarang, katakan! Di mana anak tersebut berada?"

Nyai Ara adalah peramal terbaik di suku Bumi Alam, hampir semua ramalan dan pandangan yang ia dapat bisa dipastikan kebenarannya. Maka daripada itu kepala suku maupun anggota suku percaya akan ramalan yang disebutkan Nyai Ara.

"Aku tidak tahu lokasi pastinya, yang pasti dalam pandangan yang ku terima, lima tahun lagi anak tersebut akan bertemu dengan Mahardika, di sebuah desa bagian timur," jawab Nyai Ara.

Mahardika tersebut merupakan anak laki-laki pertama dari kepala suku, yang memiliki seorang istri bernama Ambarsari dan seorang anak perempuan bernama Alneta yang saat ini berumur enam bulan.

"Baiklah, aku akan memanggil anakku, untuk memberitahu berita ini," ucap Surya sambil melangkah ke dalam rumah untuk memanggil anaknya.

"Dika kemarilah! Ayah punya berita penting untukmu! " seru Surya.

"Iya, Ayah, ada apa?" tanya Dika mendatangi ayahnya.

"Anak pilihan yang kita tunggu sudah lahir, ayo kita ke depan menemui Ara," Jawab Surya dengan antusias, lalu mengajak anaknya menemui Nyai Ara.

"Benarkah anak itu sudah lahir Nyai?" tanya Dika kepada sang peramal.

"Benar dan kau akan bertemu anak tersebut dalam lima tahun ke depan di desa bagian timur," jawab Madam Ara.

Surya menepuk-nepuk bahu Dika. "Mulai sekarang persiapkanlah dirimu dan perdalami ilmumu untuk mengajarkan dan membimbing anak tersebut."

"Baiklah Ayah, aku akan mempersiapkan diri, sebaiknya kita beritahu kabar gembira ini kepada semua anggota suku Ayah. " Dika terlihat antusias.

"Aku akan memberitahu semua anggota suku secepatnya, kau Dika, pergilah dan mulailah berlatih perdalam ilmumu dan kau Ara, pergilah beritahu pada semua tetua suku tentang kabar ini," ucap Surya kepada keduanya.

"Baik Ayah," jawab Dika lalu melangkah kembali ke dalam rumah

"Baik, kepala suku," ucap sang Nyai Ara lalu pamit, kemudian melangkah pergi.

Berita tersebut kemudian menyebar ke semua anggota suku, mereka menyambut berita tersebut dengan bahagia serta antusias yang tinggi.

Ch. 2 - Serigala Merah Darah.

Lima Tahun Kemudian.

"Ayaah! Ayaah! " Seorang anak lelaki berumur lima tahun tampak terbangun dari tidurnya dan langsung berlari menuju ayahnya yang sedang berada di luar rumah.

"Ada apa Nak?" tanya sang ayah.

"Aku baru saja bermimpi aneh Ayah, ada seorang kakek tua berjubah, ia mengatakan, jadilah kuat dan ubahlah dunia dengan kekuatanmu" jawab sang anak sambil memeluk ayahnya.

"Kakek tua? Berjubah dan berjanggut putih? Hmmm, itu sama seperti mimpi yang dialami ibumu kala mengandungmu," ucap sang ayah mengelus-elus dagunya.

Sang anak menaikkan kedua alisnya."Benarkah Ayah? Dia juga mengatakan kejarlah takdirmu dan wujudkan."

Jaka Sakti, itulah nama seorang anak tersebut. Ia kini sudah berusia Lima tahun dan ia adalah seorang anak pilihan yang memiliki tingkat kecerdasan jauh di atas anak seusianya, serta memiliki fisik dan jiwa yang kuat.

"Sudahlah, mimpi hanyalah bunga tidur Nak." Bagas mengelus lembut rambut Jaka, "Ayo ikut ayah pergi memancing di sungai, untuk makan kita nanti," ajak Bagas pada Jaka.

"Baiklah Ayah, aku bersiap dulu." Jaka berlari ke dalam rumah, lalu mengambil jaring serta ember kecilnya.

Setelah itu, mereka pun pergi ke sungai untuk memancing dan tak lupa berpamitan pada Dewi.

Saat mereka sedang asik memancing, Jaka merasakan sesuatu yang aneh. Ia merasakan ada sepasang mata yang sedang mengawasi mereka dari dalam hutan di hulu sungai.

"Ayah, aku merasakan ada yang memperhatikan kita dari dalam hutan." Jaka tampat sedikit ketakutan dan merapatkan duduknya di sebelah Bagas.

"Hmmm ... Mana? Ayah tidak melihat apa-apa, perasaan kamu saja itu Nak," ucap Bagas sambil mengelus kepala Jaka.

Setelah beberapa jam mereka memancing hingga matahari sudah tinggi, mereka pun bersiap untuk pulang ke rumah.

"Nak, ayah rasa sudah cukup ikan yang kita dapat, ayo kita pulang, ibumu pasti sudah menunggu lama," ucap Bagas sambil membereskan pancingan.

"Baiklah Ayah, ayo kita pulang." Jaka berdiri, lalu membawa ember kecil serta jaringnya.

Kemudian mereka berjalan pulang menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, mereka masuk, lalu memberikan hasil tangkapan kepada Dewi.

"Sayang, ini, aku memancing cukup banyak ikan," ucap Bagas sembari memberikan ember berisi ikan hasil memancing kepada Dewi.

Dewi tersenyum tipis. "Yasudah aku akan menyiapkannya, kalian berdua pergilah mandi selagi aku memasak ikan ini."

Setelah Dewi selesai memasak dan menghidangkan makanan di meja makan,mereka bertiga segera menyantap makan siangnya.

Saat mereka sedang asik menyantap makan siang. Terdengar teriakan minta tolong dari luar.

"Tooloong!! Toloong!! Ada serigala di sini!! Toloong! Toloong! " teriak salah satu warga desa.

"Apa?! Serigala? Sayang, tetaplah di sini bersama Jaka, aku akan pergi melihat keluar." Bagas tampak waspada, ia langsung berdiri dari duduknya, lau segera berlari keluar rumah.

"Sayang! Hati-hati!" teriak Dewi saat Bagas sudah berada di luar rumah.

"Ibu, aku takut," ucap Jaka sambil memeluk ibunya.

"Tidak apa-apa Nak, ibu di sini." Dewi mengeratkan pelukannya, mencoba menenangkan Jaka.

Saat sudah berada di luar rumah, Bagas melihat puluhan ekor siluman srigala tengah berlari memasuki desa.

Para warga yang melihat hal itu, langsung panik dan berlari ketakutan, banyak dari mereka masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu.

Beberapa pemuda tampak mengambil senjata mereka, mencoba memberikan perlawanan terhadap srigala-srigala tersebut.

"Sial! Siluman!" umpat Bagas, lalu pergi mengambil tombak dari dalam rumah.

Siluman srigala berwarna merah darah dan bermata gelap menyerang setiap penduduk yang berada di hadapannya. Memaksa masuk ke dalam rumah penduduk serta merusak rumah.

Saat Bagas hendak kembali keluar, ia dihadang satu ekor srigala berukuran sedang. Srigala tersebut tampak menggeram, bersiap menyerang bagas.

Bagas menggenggam erat tombak miliknya, ia sadar bahwa pertarungan mereka tak dapat di hindari. Serigala tersebut langsung menerkam Bagas dengan taring dan cakarnya.

Bagas mencoba untuk menghindari terkaman tersebut, namun gerakannya tak cukup cepat, sehingga lengan kirinya terkena cakaran srigala, menyebabkan luka cakaran yang cukup dalam.

Bagas meringis sambil memegang lengan kirinya, sebelum ia menyerang srigala tersebut. Bagas mengayunkan tombaknya dan menusukkan tombak tersebut ke arah perut serigala.

Mata tombak milik Bagas berhasil mengenai perut bagian samping dari srigala itu, namun srigala tersebut tidak sedikitpun terluka hanya beberapa bulunya saja yang rontok.

Srigala itu kembali menyerang Bagas dengan melompat ke arahnya. Bagas langsung menghunuskan tombaknya tepat ke arah datangnya srigala itu dan tombak tersebut berhasil menancap tepat pada mata kiri dari srigala tersebut.

Alhasil srigala itu meraung-raung kesakitan. Dari matanya mengucur darah yang sangat banyak, kemudian jatuh ke tanah dan tewas seketika.

Raungan srigala itu terdengar oleh kawanan srigala lain yang berada tidak jauh dari situ, membuat tiga srigala lain datang dan langsung menyerang Bagas.

Bagas yang di hadapkan dengan tiga siluman srigala sekaligus tak dapat berbuat banyak, ia hanya bisa pasrah menerima terkaman srigala itu tanpa bisa melakukan perlawanan.

Setelah srigala-srigala itu menyerang Bagas hingga Bagas terbaring lemah di depan rumahnya dengan bersimbah darah, ketiga srigala itu kemudian masuk ke dalam rumah Bagas dengan menghancurkan pintu.

"Mama! Aku takut!" ucap Jaka sambil menangis memeluk ibunya saat mendengar pintu rumah mereka dihancurkan.

"Tenanglah Nak, ibu akan melindungimu," ucap Dewi lalu bergerak maju, mencoba menghadang ketiga srigala yang baru saja masuk.

**

Di lokasi yang berada tak jauh dari pemukiman desa, terlihat seorang pemuda tengah berdiri di atas pohon sambil mengamati desa.

"Sial! Aku terlambat!" umpat pemuda itu, lalu melompat turun.

Ia pun langsung berlari dengan kecepatan yang sangat tinggi ke arah desa, ia mencari rumah Jaka untuk menyelamatkannya.

Pemuda tersebut bernama Mahardika, ia adalah anak dari kepala suku Bumi Alam dan ia juga orang yang telah di ramalkan akan bertemu anak pilihan di desa tersebut.

Dika berlari sambil menghunuskan pedangnya, lau menebas setiap siluman srigala yang ia temui.

Saat Dika berkeliling desa tersebut sambil membunuh satu per satu siluman srigala yang ada dengan pedangnya, terdengar teriakan anak kecil meminta tolong dari salah satu rumah warga.

"Ibuu!! Tidaak! Ibuuu!! Tolooong! Tolong ibuku!" teriak anak itu.

Dika pun segera berlari menuju asal suara tersebut. Sesaat setelah ia sampai, Dika melihat tiga srigala sedang memangsa seorang wanita, serta melihat seorang anak kecil menangis di pojok kamar sebelum akhirnya jatuh pingsan.

Dika pun langsung mengangkat pedangnya lalu mengalirkan tenaga dalamnya pada pedang tersebut, membuat cahaya berwarna biru menyelimuti pedang itu.

Dika kemudian menebas satu dari tiga srigala itu pada bagian kepalanya, membuat srigala tersebut langsung tewas seketika dengan kepala yang terpenggal.

Srigala yang tersisa tampak tak terima melihat kawanannya dibunuh. Mereka menggeram keras sebelum menyerang dika secara bersamaan.

Dika yang mendapat serangan yang datang secara bersamaan langsung menangkis salah satu gigitan srigala menggunakan pedangnya, lalu dengan cepat memberikan tendangan keras yang dialiri tenaga dalam ke arah srigala lainnya, membuat srigala tersebut terpental dan menghantam dinding kamar.

Dika kemudian menarik pedangnya dan menusukkan pedang tersebut ke dalam mulut Srigala yang ada di hadapannya. Setelah berhasil membunuh srigala yang berada di hadapannya, Dika segera berlari ke arah srigala lainnya yang sebelumnya terpental akibat tendangannya.

Dika langsung memijak bagian leher srigala tersebut, lalu mematahkan leher srigala itu dengan kakinya.

Dika menghela nafas panjang sambil mengatur nafasnya. Setelah itu, Dika menghampiri Jaka lalu mengangkat tubuhnya ke atas tempat tidur, lalu kembalu berlari keluar rumah dengan kecepatan yang tinggi, kemudian membunuh siluman-siluman srigala yang tersisa dengan pedangnya.

Akibat dari serangan siluman-siluman srigala tersebut, banyak nyawa yang melayang dan menyisakan sedikit penduduk yang selamat. Penduduk yang selamat kemudian keluar rumah dan mendatangi Dika untuk mengucapkan trimakasih.

"Terima kasih Nak pendekar, telah menyelamatkan kami," ucap para penduduk sambil menyalami Dika.

"Sama-sama, sekarang mari kita mempersiapkan pemakaman yang layak untuk korban-korban terlebih dahulu," ucap Dika.

Para penduduk yang selamat kemudian bergotong royong untuk menguburkan warga yang menjadi korban. Para penduduk tampak sangat sedih atas kehilangan yang menimpa desa mereka, terlihat dari tangisan mereka saat memindahkan jasad para korban.

Dika kemudian memberikan pemakaman yang layak terhadap ayah dan ibu Jaka, lalu kembali menemui Jaka yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri.

Dika menemani Jaka hingga malam hari dan ia pun terlelap dengan posisi duduk di samping Jaka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!