Emine sedang menuju dapur membuat Teh hangat karena cuacanya sangat dingin. Hari ini adalah hari kematian Ayah Emine tapi Emine tidak bisa ikut bersama ibu dan adiknya untuk pergi kepemakaman.
Sebuah tangan melingkar di perut Emine.
" **** apa yang kau lakukan? lepaskan aku!!" Meronta ronta mencoba melepaskan diri.
" Jangan munafik Emine.. !! aku tau kau pasti ingin merasakan nikmatnya berhubungan di atas ranjang bukan?"
Pria yang disebut **** itu merupakan pria yang bersetatus sebagai ayah tiri Emine. Sudah lama Emine tidak menyetujui hubungan ibunya dengan Dicle ayah tirinya. Pasalnya Emine tau bahwa Dicle adalah lelaki yang sering melakukan kekerasan, tidak bertanggung jawab, suka mabuk-mabukan, dan pria yang gila. Emine tau semua itu dari mantan istri Dicle yang sudah lama bercerai dengan Dicle karena sikap Persetan Dicle.
" Lepaskan aku!!" Menendang bagian vital Dicle dan membuatnya kesakitan
" Ahhhgghhh,,,, Gadis sialan"
Menangkap tubuh Emine kembali dan melemparnya keras sehingga membentur tembok.
" Aghhhh,,," Dicle mecengkram keras pipi Emine menatapnya dengan tatapan membunuh.
" Dengar Emine,,, kau sudah membuat ku kesal aku akan memberimu pelajaran"
" Ummmmm,,,,," Dicle mencium paksa anak tirinya,,, melumat kasar bibir Emine. Membuat Emine harus mencuri-curi nafas disela-sela aksi kejam pria yang tak berhati itu. Tangan Emine meraba-raba sesuatu di sekitar tubuhnya, benda keras berhasil ia temukan entah benda apa itu Emine tidak perduli.
" Plankkkkkk....." Brengsek kau Dicle. Emine berlari setelah memukul kepala Dicle. Kondisi Emine sekarang sedang kacau. Rambut yang acak-acakan, kepala yang berdarah karena benturan tadi dan baju yang sedikit terbuka karena ulah **** Dicle.
" Emine,,,.Kau kenapa sayang?" Wanita dengan baju kaos rajutan tebal, kulit keriput, mata sayu sekarang sudah ada di depan rumahnya.
" Bibi,,, tolong Emine bi!! Emine takut" Emine memeluk erat bibi nya, seluruh tubuh Emine bergetar. Tak lama kemudian Dicle keluar dari rumah dengan kondisi kacau tak jauh berbeda dari Emine.
" Dicle,,, apa yang kau lakukan pada anakmu?" Bibi Elif menatap Dicle dengan tatapan tajam.
" Aku tidak melakukan apa pun,,, Gadis itu sudah gila. Dia berlari dan ketakutan seperti itu dan aku tidak tau apa pun. Sudahlah aku harus pergi" meninggalkan mereka dan menatap Emine memberi tanda untuk tidak macam-macam.
" Emine,,, sekarang ceritakan pada bibi sayang!! apa yang sebenarnya terjadi?" Bibi Elif memberi segelas air putih kepada Emine.
" Bibi,,, hiks,,,hiks,, aku takut bibi" Melihat keponakannya menangis dan ketakutan seperti itu, Elif langsung memeluk Emine dan menenangkannya.
" Sayang tenang lah!! tenang lah bibi bersama mu sayang, jangan takut!!"
" Bibi, Dicle mencoba melecehkan ku bibi hiks,,, aku takut bibi. Untung bibi ada disini" Emine semakin menangis setelah menceritakan semuanya kepada Elif. Hatinya hancur jika mengingat kejadian bejat Dicle. Ini bukan kali pertama Dicle melakukan aksi gilanya. Dicle sering mengganggu Emine seperti memasukan tangannya kedalam rok emine, mengintip Emine saat mandi, bahkan tidur disampingnya tanpa sepengetahuan Emine. Karena itu Emine tidak pernah tenang hidup di dalam rumah.
" Apa?? Dicle? Apa kau sudah memberitahu Ibumu?"
" Belum bi,, Emine takut ibu tidak percaya kepada ku. Ibu sangat mencintai Dicle dan Dicle punya seribu cara untuk mendapatkan kepercayaan ibu"
" Dengar sayang,,, Fifan adalah ibumu dan kamu adalah anak kandungnya. Ibumu tidak akan pernah membiarkan ini terjadi padamu. Karena itu kau harus memberi tahu ibumu!! Mendengar ucapan Elif, Emine membranikan diri untuk mengatakan semuanya pada Fifan ibunya.
Hari sudah gelap, Bibi Elif sudah pulang, adiknya Cansu sudah tertidur dan Dicle belum kembali sejak tadi siang. Ini adalah waktu yang tepat untuk memberitahu Fifan tentang perilaku suami tersayangnya.
Emine membuka perlahan pintu kamar ibunya, terlihat Fifan yang sedang melipat pakaian.
" Ibu,,,Emine ingin berbicara sesuatu pada ibu" Emine tidak mendapat respon, Fifan malah terus sibuk melipat baju. " Ibu,,," Sekali lagi Emine memanggil ibunya.
" Apa kau tidak lihat ibu sedang sibuk?" Fifan mengacuhkan putrinya
" Tapi ibu,,, aku ingin mengatakan sesuatu yang penting"
" Cukup Emine!!" tiba-tiba berteriak dengan tatapan rasa benci. Emine sangat terkejut, jantungnya hampir saja copot. Ini adalah pertama kalinya Fifan berteriak kepadanya. " Ibu tidak mau mendengar apa pun dari mu. Besok kau tidak usah sekolah!! Ibu akan mengajakmu kesuatu tempat. Sekarang pergi dan tidurlah!!" Emine keluar dari kamar ibunya. Ia kecewa karena ibunya tiba-tiba bertingkah seperti itu.
" Dicle?? Cihhhh" Emine tidak menghiraukan Dicle yang ternyata sudah berdiri di depan kamar Fifan.
" Dengar Emine... kau sudah kalah,,, Kau berani bermain-main dengan seorang Dicle dan kau harus menerima akibatnya" Emine berhenti setelah mendengar ucapan Dicle. Setiap perkataan dari mulut kotor Dicle mbuat hatinya terbakar.
" Ini belum berakhir Dicle! Jika itu adalah akhir bagimu, maka itupun menjadi awal bagi ku!! Pria sampah seperti mu harus di daur ulang agar bisa bermanfaat bagi orang lain" Suara penuh penekanan dari Emine membuat panas telinga Dicle. hampir saja Dicle melayangkan sebuah pukulan tapi Dicle menahannya karena kondisi yang tidak memungkinkan.
" Kenapa berhenti? pukul saja aku!! Aku memperingati mu Dicle, Aku akan membalas semua perbuatan persetan mu pada ku. Sekarang tersenyumlah sepuasmu!! Karena esok hari kau tak akan punya alasan lagi untuk tersenyum" Menatap tajam mata Dicle lalau pergi begitu saja.
*
*
*
Emine menatap adiknya yang sedang tertidur pulas. Entah kenapa Emine merasa sangat resah, hatinya tidak tenang. Ia tak tau apa yang akan terjadi di hari esok. Emine membelai rambut adiknya dengan penuh kasih sayang dan tertidur disampingnya.
Seperti hari-hari biasanya, Emine bangun pagi membantu adiknya bersiap-siap sekolah.
" Emine,,, " Suara Fifan yang ada di balik pintu kamarnya dan berjalan menuju ke arahnya.
" Emine,,, kau bersiap-siaplah!! kita akan pergi kesuatu tempat" Fifan mengambil alih tempat Emine yang sedang membantu mengepang rambut Cansu.
" Ibu,,, Ibu mau pergi kemana?? Kenapa tidak mengajak Cansu? Cansu juga ingin ikut bersama kakak" Suara polos Cansu membuat hati Fifan tersentuh tapi tak membuat Fifan mengurungkan niatnya untuk hari ini.
" Cansu,,, kau tidak boleh ikut!! kau harus tetap disini!! "
" Apa ibu akan membawa kakak pergi jauh?"
Fifan tidak merespon pertanyaan Cansu. Dia hanya diam sembari menahan air mata.
*
*
*
*
" Bawa ini Emine!!" Fifan menyodokan tas besar dan berat kepada Emine. Sekarang mereka berada di dalam bus menuju suatu tempat. Emine terus bertanya kemana mereka akan pergi tapi tak ada satu pun pertanyaan yang direspon Ibunya.
" Brukkkkk,,,,"
" Aghhhhh,,,," Tubuh Emine ambruk ketika seseorang menabrak tubuhnya dan sekarang mereka berdua jatuh kebawah. Semua mata menatap mereka berdua. Emine bisa melihat sepasang mata yang sangat indah, tetapi seluruh wajahnya tertutup oleh kain hitam yang membuatnya terlihat seperti pencuri.
" Pencuri,,,, Hentikan orang itu!! Dia mencuri barang ku" Baru saja Emine berpendapat tentang orang itu,,.kemudian seseorang sudah berteriak yang menunjukan bahwa perasangka Emine benar. Pencuri. Namun sayangnya Orang itu sudah melompat dari bus dan kabur.
Kejadian itu berlalu begitu saja. Emine tidak perduli karena itu bukan urusan Emine. Hingga sampailah Emine ketempat tujuannya. Emine terkejut saat ia sampai ditempat itu. Tempat dengan 2 Satpam di luarnya.
" Ibu,,, apa yang kita lakukan disini? " Emine bertanya dengan menatap sekeliling tempat itu.
" Emine,,, mulai sekarang kau akan tinggal disini!!" Fifan menatap putrinya dengan wajah yang tak menunjukan rasa bersalah.
" Apa maksud ibu,,,?? Ibu Emine tidak mau disini. Ibu Emine mohon jangan tinggalkan Emine ibu" Emine memegang tangan Fifan yang ingin meninggalkannya.
" Sudah Emine!! lepaskan tangan ibu!!" Fifan menghempaskan dengan kasar tangan Emine. " Hanya karena ulah mu, ibu tak ingin keluarga ibu hancur. Teganya kau memfitnah ayah mu dengan mengatakan bahwa ia sering melecehkan mu. Ibu benar-benar menyesal telah membesarkan putri sepertimu"
Tubuh Emine tiba-tiba lemas, Matanya menatap ibunya dengan sayup, Air mata keluar tak bisa ditahan lagi lalu mendekati Fifan dan berbicara dengan santai.
" Ibu,,,, " Fifan tak sanggup menatap mata Emine, Ia memalingkan wajahnya.
" Ibu,,, lihat lah gadis malang ini!! Aku Emine putri ibu yang dulu sangat ibu sayangi. Emine butuh perlindungan ibu, lalu kenapa ibu malah menyingkirkan Emine hanya karena lelaki yang baru ibu kenal? Kenapa ibu lebih mempercayai lelaki **** itu ibu?"
Fifan tidak merespon apapun. ia malah melangkah pergi meninggalkan Emine.Seketika tubuh Emine terjatuh lemas tergulai. Menangis sejadi jadinya, menahan rasa sakit hati kepada ibunya. Ibu yang katanya merupakan malaikat bagi anak-anaknya ternyata tak lebih dari seorang manusia tak berhati.
" IBUUUU,,,, AKU MEMBENCIMU,,,, AKU SUNGGUH MEMBENCIMU" Emine berteriak keras. Suara penuh kebencian menggelegar di tempat itu, tidak lupa diselingi isak tangis seorang anak yang hatinya kini hancur.
Ditengah hujan yang deras, kilat petir menyambar membuat silau mata yang memandangnya. hujan yang tiba-tiba turun membangunkan aroma tanah yang telah lama tak tersentuh oleh uapan air laut. Suara percikan air yang mendarat di tanah, pepohonan dan atap rumah yang terbuat dari seng itu semakin membuat suasana panti asuhan semakin mencengkam.
" Berikan kami makanan yang layak!! kami bukan anjing, kami bukan kucing jalanan ataupun tikus kecil yang menjijikan" Suara risih anak-anak panti asuhan yang memenuhi ruangan mengalahkan suara gemuruh hujan.
" Sialan,,, cepat bubarkan mereka!! suruh mereka masuk ke kamarnya!! kepalaku sudah hampir pecah" Perintah Alev kepada kedua perempuan yang merupakan asisten pribadi dan sekertarisnya.
" Maaf Nyonya,,, kami sudah mencoba membubarkan mereka, tapi setelah kami bubarkan, mereka akan berkumpul kembai dan seterusnya seperti itu" Sekertaris Alev berbicara dengan menundukan kepala yang menandakan bahwa mereka sudah kuwalahan menghadapi anak-anak.
" Brakkkk,,,,,," Berdiri dengan memukul meja kerja. Alev mengambil sebuah tongkat golf yang selalu diletakannya di samping lemari tempat penyimpanan berkas-berkas. Wajahnya sekarang sudah mirip iblis dengan amarah yang menggebu-gebu siap menghantarkan semua orang-orang di luar ruangannya menuju neraka.
" Nyonya apa yang akan kau lakukan?" Sekertaris Alev mencoba menghentikan nyonyanya yang nampaknya akan mengamuki anak-anak dengan tongkat golf.
" Minggir!!" Menghempaskan badan sekertarisnya hingga mundur kebelakang.
" Tempyankkk,,," Satu pukulan tongkat golf diarahkan tepat pada vas bunga yang membuat suara anak-anak terhenti.
Tanpa berfikir panjang, Alev melayangkan pukulan ke berbagai arah, mengamuk seperti kerangsukan dan hampir mengenai anak-anak.
" Apa kalian ingin mati hah? dasar kalian anak-anak tidak tau diri. Berani-beraninya kalian membrontak dan membuat kepalaku hampir pecah dengan suara bising kalian. Sekarang kemarilah!! akan ku pecahkan kepala kalian satu per satu." Itulaha yang dikatakan Alev sembari menari-nari dengan tongkat golfnya dengan arah yang tidak jelas.
Amukan Alev yang seperti singa kelaparan itu sukses membuat semua peserta demo ketakutan setengah mati. Seketika mereka semua langsung berhamburan dan menghilang dari tempat itu. Tapi sepertinya ada yang tertinggal dari salah satu anggota mereka.
" Maafkan aku nyonya,,maafkan aku " Suara gadis dengan tubuh gemetar, peluh yang bercucuran ketika Alev mendekatinya.
" Siapa dalang dari semua ini? apakah gadis itu lagi? " Alev kini ikut menyetarakan tubuhnya dengan gadis yang berjongkok di pojok ruangan dan menatap gadis itu dengan bola mata maju ¹/4 cm.
" Kami hanya mengikuti saran dari kakak Emine nyonya,,, aku mohon jangan hukum aku!!"
" Lalu dimana Emine sekarang?"
" Aku tidak tau nyonya "
" Cepat cari Emine dan segera bawa keruangan ku!!" Alev membalikan badannya lalu pergi keruangan setelah memberi perintah kepada 2 orang yang selalu setia dibelakangnya.
*
*
Setelah mempengaruhi semua anak-anak panti asuhan untuk melakukan protes, Emine malah duduk santai di dekat jendela di sebuah gudang. Gudang itu terletak di lantai paling atas yang kini membuat matanya bisa menatap luas lampu-lampu kota yang menyala menghiasi kota Istanbul. Gudang adalah salah satu tempat favorit Emine untuk menyendiri. Dari sana Emine bisa menerka-nerka letak rumah kecilnya yang dulu merupakan tempat untuk Emine berlindung.
" Kreooottt,,," Suara pintu tua yang dibuka secara perlahan. Refleks pandangan Emine menuju ke arah sumber suara. 2 orang wanita menggunakan rok yang memperlihatkan bentuk tubuh dengan riasan tebal diwajahnya sudah berada di ambang pintu.
" Disini kau rupanya Emine" salah satu dari mereka membuka suara saat melihat Emine duduk di dekat jendela. " Kau ini membuat pekerjaan kami bertambah saja. Nyonya Alev sudah menunggu mu diruangannya, jadi cepatlah turun!!" Emine segera turun dari tempatnya dan kedua wanita itu mendekati Emine lalu memegang kedua lengan Emine. Emine tau apa yang akan terjadi dan apa yang harus ia lakukan.
" Cihhh,,, lepaskan tanganku!! aku bukan tahanan." Emine menghempaskan lengannya yang membuat kedua wanita itu melepaskan pegangan mereka. " Kalian berdua sama menjijikannya dengan wanita tua itu" Emine berjalan beberapa langkah didepan kedua wanita itu yang tetap mengikutinya dari belakang sampai tiba di ruangan Alev.
" Prookk,,,Proookkk,,,Prookk,," Suara tepuk tangan berhiaskan senyum sumringah yang memuakkan hati sudah menyambut Emine.
" Bagus sekali Emine,,, bagus sekali,,!! Kau memasukan semua teman mu ke kandang singa lalu kau sendiri lari ke kandang kelinci. Jika kau takut dihukum, seharusnya kau diam dikamar mu dan tidur dengan cantik!!" Emine hanya diam tidak merespon satu pun perkataan Alev.
" Sebelum aku melanjutkan permainan ku, aku ingin bertanya padamu. Sebenarnya apa yang kau inginkan dari semua ini? mengapa kau selalu membuat onar?" Alev menatap tajam mata Emine, tapi Emine tidak pernah takut dengan tatapan itu. Ia malah menatap balas 100 kali lipat lebih tajam dari Alev.
" Agar kami diperlakukan layaknya seperti manusia" Emine menjawab dengan santai tapi penuh makna.
Mendengar ucapan Emine, Alev tertawa dengan geli. Suara tawanya sangat mirip seperti penyihir. Sungguh menyeramkan suara tawa itu.
" Emine,,Emine,, kau itu bodoh sekali. Kalian semua termasuk kau" Alev mengarhkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Emine. " Kalian semua sudah dibuang oleh orang tua kalian sendiri seperti membuang anak kucing yang tak berguna dan kau berharap untuk diperlakukan seperti ratu disini? itu membuatku geli Emine" Alev berbicara dengan nada mengejek sekaligus merendahkan.
" Menggelapkan dana pemerintah yang di sumbangkan untuk panti asuhan ini sebesar 50% setiap bulannya untuk biaya sekolah anakmu di luar negri. Aku sudah muak merahasiakan hal ini. Apakah perlu aku buang ke media agar menjadi siaran utama di berita Nyonya Alev? " Wajah Emine yang sedari tadi datar tidak menunjukan eksperi apapun kini tersenyum seperti mendapatkan 1 poin menuju kemenangan. Sedangkan orang yang ada di hadapannya yang sedari tadi tak henti-hentinya bicara dengan mulut yang begitu ringan kini bungkam dan jika diperhatikan mulai bergemetar. Matanya menatap tidak percaya, wajahnya yang cerah berubah pucat pasih. Tak lupa dengan kedua bawahannya yang sama kagetnya dengan Alev. Bagaimana tidak kaget jika mereka berdua turut ambil alih dalam penggelapan dana pemerintah.
" Plaakkkk,,," Tamparan keras mendarat di pipi kiri Emine yang membuatnya kini terpaksa menoleh ke arah kanan. Emine tidak merintih kesakitan ataupun merasa takut, ia semakin tersenyum lebar setelah menerima tamparan di wajah cantiknya.
" Kau tersenyum? Ada apa dengan otak mu Emine? " Alev tidak mengerti hal apa yang memenuhi otak gadis yang baru 2 tahun menghuni panti asuhan miliknya.
" Aku menyukai kekerasan " Jawaban yang singkat untuk membuat semua mata tertegun dengan ucapannya.
" Gadis gila ini,,, Apa semenjak kejadian itu kau menjadi gila Emine?"
Kejadian itu, Emine tersenyum. Kejadian 1 tahun lalu yang membuatnya dikelurkan dari sekolah dan tidak diterima lagi disekolah manapun.
--------------------------------------------
** KEJADIAN 1 TAHUN LALU**
Malam ini Emine baru saja pulang dari les gratisnya. Langkah kaki kecil seketika berubah menjadi langkah kaki jalan cepat saat menyadari seseorang mengikutinya dari belakang. Pria dengan jaket Hoodie hitam, wajahnya tidak jelas karena kondisi jalan trotoar yang remang-remang.
" Sial siapa dia? mengapa pria ini mengikuti ku?Apakah ini Dicle? " Batin Emine yang terus berjalan dengan cepat. Sesekali ia menengok ke belakang dan mendapati laki-laki itu sudah berada sekitar 5 meter darinya.
Emine berlari, yang ada di dalam fikirannya saat ini hanyalah segera lepas dari pria ini. Jantung Emine memompa dengan cepat, peluh yang bercucuran di cuaca yang dingin, dia tidak perduli semua itu. Jalan untuk menuju Panti Asuhan masih jauh, tiba-tiba Emine mengingat bahwa 5 bulan yang lalu ia pernah melewati jalan pintas untuk menuju panti asuhan.
" Bagaimana ini? kenapa jalannya sepi seperti ini? gelap, apa aku salah jalan?" Suasana jalan yang ia lewati tidak sama dengan 5 bulan yang lalu. Tapi Emine yakin bahwa jalan itu benar dan terus berlari.
" Dubrukk,,,,Ahhh" Emine terjatuh saat menabrak benda yang sangat keras di depannya. Ia tak peduli dengan kepalanya yang sakit karena terbentur. Emine meraba-raba benda itu, yang benar saja itu adalah tembok. Dalam keadaan yang gelap, tembok sebesar itu pun tak bisa dilihatnya. Emine berusaha untuk memanjat namun gagal. Ia sangat panik tidak ada jalan lain lagi.
" Siapa kau?? Dicle? Itu kah kau?" Lelaki itu tidak menjawab. " Aku mohan padamu jangan sakiti aku!! Aku tidak mengenal mu tuan, aku mohon jangan tuan!!" Tubuh Emine bergetar hebat, Suara tangisan kecil sudah mulai terdengar tapi lelaki itu terus mendekat,semakin mendekat, sangat dekat hingga " Huuuuppp" sebuah saput tangan dengan obat bius di dekapkan ke hidungnya lalu merenggut kesadaran Emine.
* * *
Pria itu membawa Emine ke dalam apartemennya lalu membaringkannya di atas kasur dengan spray putih polos. Pria itu berbaring di samping Emine dengan menggiringkan tubuhnya. Melihat wajah Emine dengan lekat, menyapu rambut yang menutupi wajah, kini Emine terlihat sangat cantik. Bibir seksi Emine dimainkan dengan tangannya, tak tahan lagi dengan bibir merah merekah itu " Cuuuup" Sebuah kecupan yang lembut mendarat di bibir Emine.
" Ahhh,,,, andai saja kau sadar dan melakukan ciuman panas dengan ku pasti itu sangat menggairahkan" Ucap pria itu di dekat telinga Emine tapi Emine tidak bisa mendengarnya.
Vivek adalah nama pria yang saat ini sedang bermain main dengan tubuh Emine yang tak berdaya itu. Tak tahan dengan nafsu yang ia pendam selama ini, Vivek pun melepas kancing baju kemeja Emine. Terlihat 2 Gunung yang memenuhi bra hitam di atas kulit yang putih sangat membuat Vivek sperti singa kelaparan. Dengan cepat Vivek melepas bra itu dan menyusu dengan ganas, tangan yang satunya lagi meremas-remas susu Emine yang kenyal dan memainkan kelereng kecil berwarna merah muda di atasnya. Kenikmatan setiap hisapan pada susu Emine meninggalkan banyak tanda merah kebiruan di dada Emine.
" Ahhhh,,,," Sebuah desahan kecil lolos dari mulut Emine. Vivek sangat terkejut, ia mengira bahwa Emine sudah tersadar, ternyata Emine masih tetap berada dalam mimpi indahnya. Tak cukup dengan menyusu, kini Vivek membuka seluruh kain yang menutupi tubuh Emine dan membuatnya telanjang bulat.
" Wahhh,,, Emine,, tubuh mu benar-benar indah dan seksi." Senyum iblis Vivek terpampang di wajahnya.
Vivek mengangkat kedua kaki Emine dan membuat sedikit ruang. Kini posisi Emine seperti ibu-ibu yang akan melahirkan. Vivek melanjutkan aksi menyusunya namun kali ini ia tidak ganas. Vivek menikmati setiap jengkal kekenyalan susu Emine. Tangannya mulai bosan bermain dengan Gunung dan menurunkannya hingga sampai pada mahkota Emine. Vivek bermain-main dengan liang Emine menggunakan satu jari. Menggerakan jarinya naik turun di area bibir ****** lalu memasukan jari tengahnya.
" Ahhhhhh,,,,," Hanya baru 1/3 jari tengah yang dimasukan namun Emine sudah mulai mendesah lagi dalam tidurnya. Suara desahan yang membangunkan gairah Vivek bahkan membangunkan buah pisang yang ada di balik celananya. Dengan tidak sabar Vivek membuka baju, celana dan celana dalamnya yang membuat pisang yang kekar,keras dan besar itu terlihat. Vivek dan Emine kini sama-sama dalam keadaan telanjang.
" Dimana aku?" Emine membuka perlahan matanya, pandangannya sedikit kabur, kepalanya pusing. Terlihat sosok pria berdiri di sampingnya, memang buram namun perlahan pria itu terlihat jelas di mata Emine.
" Apa yang kau lakukan Vivek? Apa yang kau lakukan padaku?" Emine terkejut saat melihat Vivek dalam kondisi seperti itu, segera Emine mengalihkan pandangan kepada dirinya sendiri. Tak kalah mengejutkan saat Emine melihat dirinya sama seprti Vivek.
Emine ingin kabur, ia bangkit dari tempat tidur namun Vivek segera meyergapnya.
" Lepaskan aku Vivek!! Aku mohon jangan lakukan ini!! Dengan sekuat tenaga Emine mencoba melepaskan diri dari vivek yang sekarang berada di atas tubuh Emine dengan menyegel kedua tangan Emine.
" Sudahlah Emine,,, !! jika kau terus membrontak seperti ini, nantinya akan malah sakit dan tidak nikmat. Jadi diam lah!!" Vivek terus mencari celah agar bisa memasukan pisangnya kedalam mahkota Emine.
" ******** kau Vivek.. Lepaskan aku!! Aku mohon lepaskan aku,,,hiks,,,hiks,,," Emine menangis, ini akan menjadi hari kehancurannya. Emine tidak menyangka bahwa Vivek teman sekelasnya akan melakukan hal ini kepadanya.
" Jangan menangis sayang!!! Kau harus menikmatinya juga!! Ini akan sangat sakit tapi perlahan akan terasa sangat nikmat" Ujar Vivek kepada Emine yang kekuatan membrontaknya semakin lemah dan memudahkan Vivek untuk melancarkan aksi buasnya.
Vivek menyentuhkan pisangnya yang besar dan keras itu kepada mahkota Emine dan menggerakannya atas bawah. Emine merasakan sensasi yang sangat geli tubuhnya refleks menggeliat.
" Aku mohon jangan lakukan itu,,hiks,,hik,,!!" Emine terus saja meminta-minta kepada Vivek yang sama sekali tidak memperdulikannya.
" Punya mu sangat sempit,,, Ini akan benar-benar terasa nikmat." Vivek sudah bersiap-siap dengan senyum kemenangannya untuk menembus selaput dara dengan sekali hentakan.
" Cuhhhhhh,,," Cairan putih kental melayang dan mendarat tepat di wajah Vivek tepat sebelum Vivek benar-benar merenggut keperawanan Emine.
" Ahhh,,,, sial kau Emine" Vivek melepaskan pegangan tangannya kepada Emine dan menyapu wajahnya yang baru saja di ludahi. Kesempatan ini tidak di sia-sia kan oleh Emine. Sekuat tenaga ia mendorong Vivek lalu menendangnya.
" Brukkk, , Ahhhh,,, sial,,, jangan lari kau Emine!!" Vivek memegangi perutnya yang kesakitan karena Emine menendangnya.
Dengan cepat Emine memungut pakaiannya berlari ke arah kanan dan mendapati kamar mandi lalu segera masuk dan menguncinya dari dalam.
" Dorrrr,,,,Dorrr,,,Dorr,,,,," Suara pintu yang digedor. " Buka Emine!! atau aku akan mendobrak pintunya"
Emine cepat-cepat memakai bajunya, mencari sesuatu di sekitar kamar mandi untuk melindunginya. Mata Emine tertuju pada pisau yang berada di wastafel kamar mandi.
" Brukkk,,,Brukkk,,,Brukkkk,,," Suara pintu yang di dobrak.
" Sudah aku bilang Emine, kau seharusnya tidak membuatnya menjadi sulit!!" Vivek berhasil membuka pintu dan mendekati Emine dengan keadaan yang masih telanjang.
" Jangan mendekat Vivek!! Aku peringatkan pada mu jangan mendekat!!" Emine memperingati Vivek tapi ia masih menyembunyikan pisau di belakang punggungnya.
" Syuuuuttttt " dengan cepat Emine kabur melewati celah sebelah kiri Vivek. " Ahhhhh,,,Shiiiittt,,Sial" Vivek mengumpat kesal karena tidak dapat menangkap tubuh Emine dan segera mengejarnya.
" Ceklek,,,Ceklek,,,Ceklek,,,Dorrrr,,,Dorrr,,Dorrr" Suara pintu keluar yang berusaha dibuka. " Kenpa ini? Pintunya dikunci,,, ahhhh,,, Tolonggg,,,apa ada orang di luar?? tolong aku!!" Emine berteriak sekuat tenaga, berharap ada orang yang mendengar dan menolongnya.
" Hahahahaha,,,," Suara vivek dari belakang. " Kau tidak akan bisa keluar dan tidak akan ada orang yang menolong mu Emine"
Tubuh Emine bergemetar, rasa takut yang ia rasakan melebihi rasa takutnya pada Dicle. Perlahan Vivek semakin mendekat.
" Berhenti!!! Berhenti disana!!" Suara keras Emine mampu menghentikan langkah Vivek. " Jangan pernah berani-berani mendekat atau kau akan merasakan akibatnya Vivek" Suara penuh tekanan yang dilontarkan untuk memperingati Vivek.
" Memangnya kenapa kalau aku terus mendekat? Biarkan aku mendekat dan menikmati tubuh mu, maka semuanya akan selesai. Mudah kan!!" Vivek tidak menghiraukan ucapan Emine dan malah terus mendekatinya.
" Sudah ku bilang jangan mendekat!!! Suuuukkkk,,,, " Suara pisau yang menembus kulit dan daging serta organ lainnya di dalam perut.
" Aaaaaaakkkk,,, Ahhhhh,,,Brukkkk" Tubuh Vivek ambruk setelah Emine menancapkan pisaunya.
Melihat darah yang keluar dan berceceran di atas perut dan lantai membuat Emine mengingat kelakuan brengsek Vivek yang hampir menghancurkan hidupnya. Bukan rasa takut atau gemetar yang muncul melainkan rasa buas ingin membunuh Vivek.
Saat itu Setan sudah merangsuki Emine, ia mendekati tubuh yang sudah tergulai tak berdaya itu, lalu dengan senyuman Emine menusuk-nusuk tubuh Vivek. Rasanya Emine tidak pernah puas dengan tusukan yang menembus tubuh Vivek ia bahkan menyayat-nyayat tubuh Vivek dengan mengerikan. Hingga prilakunya yang seperti setan itu tersadarkan oleh suara pintu yang tiba-tiba terbuka.
Seorang ibu berteriak histeris saat melihat anaknya dalam keadaan mengenaskan dengan seorang perempuan yang sudah memegang pisau dan pakaian yang berlumuran darah segar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!