NovelToon NovelToon

MAS DUDA

Mas Duda

Author membuat cerita ini, bukan karena ingin melupakan ibu kandung si kembar Raka dan Talita. Author datang karena ingin menyelamatkan si kembar yang gemoy dan bapaknya juga.😅

...Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, tempat dan unsur tema hanya kebetulan belaka.......

...Enjoyyy😉...

"Raka, Talita! Harus berapa kali ayah bilang supaya tidak nakal sama sus?"

Eric tidak tahu lagi harus bagaimana supaya si kembar tidak jahil dan nakal terhadap pengasuh mereka yang Eric bayar. Terakhir pengasuh yang mengundurkan diri karena gawainya yang berharga harus hilang begitu saja oleh si kembar. Ponsel milik pengasuhnya, Raka jeburkan ke dalam toilet duduk dan Talita bertugas mem-flush toilet. Dalam hitungan detik, gawai milik pengasuhnya itu raib ke dalam sepiteng.

"Sudah tujuh kali kalian ganti sus dalam satu tahun. Ayah bingung mau cari yang gimana buat kalian. Semua sus meminta pulang gara-gara kalian nakal." Eric harus menahan depresinya karena ulah sang buah hatinya.

"Talita enggak mau sama sus Ina. Talita inginnya sama Ayah sama Bunda." Kalau sudah begini Eric tidak bisa berkutik.

*Sus adalah panggilan untuk pengasuh si kembar.

Eric sudah kembali bangkit dari keterpurukannya sejak delapan tahun silam. Duda beranak kembar itu harus menerima kenyataan bahwa sang istri telah meninggalkan keluarga kecil itu untuk selama-lamanya.

"Besok kalian sekolah. Ayah harus cepat-cepat cari pengganti sus Ina." Urat emosi Eric sudah mulai merenggang.

"Ayah tidak mau tahu, pokoknya nanti kalau kalian sudah nemu sus baru. Ayah tidak akan membiarkan sus pergi begitu saja dari rumah ini." Dasi yang sedari tadi melekat pada lehernya Eric lepas pelan-pelan.

"Tidur. Ayah masih ada kerjaan di rumah."

Eric pergi meninggalkan kedua anaknya di dalam kamar setelah mencium kedua kening buah hatinya bersama Lolita, cinta pertamanya. Tidak lupa, Eric mematikan lampu kamar anaknya dan menyalakan lampu tidur mereka agar kamar anaknya tidak benar-benar gelap seperti gua.

Gila kerja adalah cara Eric melampiaskan kesedihannya. Lolita tidak bisa muncul ketika dia sudah berbaur dengan komputer jinjing dengan seabrek data-data yang harus dia selesaikan. Akibatnya, Raka dan Talita sudah jarang terurus olehnya secara langsung. Si kembar hanya bisa melampiaskan ke para barisan mantan sus-nya. Dia nakal karena ingin mendapat perhatian dari ayahnya yang super sibuk.

"Besok, antar saya cari pengasuh baru untuk Raka dan Talita. Saya ingin mencari pengasuh buat mereka, dengan tangan saya sendiri." Eric sudah tersambung dengan sekretaris sekaligus asisten pribadinya. Rai sudah menjadi kepercayaan Eric dalam waktu lima tahun ini.

"Baik, pak."

Tutt...tutttt.

Eric kembali menjadi Eric yang dulu. Dingin dan seenaknya sendiri.

Rai hanya menarik napas panjang ketika bos besarnya memberi perintah. Kalau saja cari pekerjaan semudah orang mengedipkan mata, Rai pasti sudah meninggalkan bosnya yang tidak bisa dikendalikan oleh siapapun.

Kedua orangtua Eric sudah meninggalkan Jakarta dua tahun lalu. Keduanya memilih menua di kota kelahiran Nia, mama Eric. Mereka sudah lega melihat anak semata wayangnya kembali seperti semula.

Eric melemparkan tas kantornya di atas kasur. Dia langsung membersihkan diri ke dalam kamar mandi sebelum akan kembali berkutat dengan pekerjaannya. Selamat datang di dunia Eric yang membosankan.

Aroma sabun mandi sudah melekat pada tubuhnya. Dia menyeduh kopi sendiri di dapur karena jam segini pembantu di rumahnya sudah terbebas dari pekerjaan apapun. Seperti dia yang membatasi para karyawan di kantornya, pembantu di rumahnya memiliki waktu jam kerja sampai maksimal pukul delapan malam. Mereka yang lembur harus membawa pekerjannya di rumah.

Dia kembali lagi ke kamar dengan membawa secangkir kopi hitan yang biasa menjadi teman begadangnya. Selamat lembur Eric.

"Sampai kapan, kamu akan terus bertengger di ingatanku, Ta?" Air matanya turun setelah menutup bingkai foto di meja kerjanya. Dia masih menyimpan foto masa SMA-nya dulu bersama Lolita.

Eric tidak pernah berubah setelah kematian sang istri. Dia akan menjatuhkan air matanya saat melihat gambar istrinya.

"Pikirkan anak-anak, Eric." Komputer di depannya sudah dinyalakan beberapa detik setelah dia meletakkan bingkai fotonya di laci mejanya.

Eric tidak ingin mengajak anaknya larut dalam kesedihannya. Bairkan dia yang mengenang sendiri. Raka dan Talita harus menatap masa depan.

Cek sound.

Gimana intro dari 'Mas Dua'? Masih penasaran atau stop di sini saja, karena kalian tidak ingin Eric mencari pengganti Lolita.

Jangan lupa dukungannya yah.😘

Potret kedekatan si kembar

Mas Duda

Rutinitas Eric tiap pagi adalah mengantarkan kedua anak bersekolah. Lalu, dia akan melanjutkannya pergi bekerja. Kedua anaknya akan dijemput oleh Rai sampai ke rumah. Mereka akan bermain dan belajar dengan pembantu di rumahnya, meski pekerjaan itu seharusnya tidak dia kerjakan. Kalau ada sus, pasti si kembar akan pulang sekolah dengan sus dan menggunakan ojek daring berupa mobil. Dan dilanjutkan bermain dan belajar bersama sus sampai menunggu Eric pulang dari kantor.

"Hari ini, kalian jangan nakal. Ayah akan cari sus buat kalian. Belajar yang rajin." Kedua anaknya sudah siap diantar ke sekolahnya.

"Raka akan menerima sus baru. Asal dengan satu syarat." Raka yang biasanya irit berbicara, kali ini dia mengeluarkan suara emasnya.

"Apa?" tanya Eric yang tengah berlutut di depan kedua anaknya.

"Ayah jangan sibuk, sampai melupakan kita. Talita dan Raka kangen Ayah." Talita mulai memeluk tubuh ayahnya. Sedangkan, Raka masih diam mematung di tempatnya.

Mereka satu atap, tapi mereka hanya bisa bertemu ketika mereka sarapan dan malam tiba yang terkadang si kembar sudah tidur. Mereka rindu Eric yang dulu, Eric yang selalu menemani anak-anaknya sampai mereka tertidur dengan buku dongeng yang Eric. Cerita dongeng pengantar tidur hanya dibacakan untuk Talita.

"Maafin ayah ya. Ayah juga kangen kalian." Eric sudah tidak lagi mau mengeluarkan air matanya di depan anaknya. Dia tidak ingin terlihat sedih di depan kedua anaknya yang nantinya malah akan membuat anaknya hancur.

Eric mengisyaratkan Raka supaya mendekat ke arahnya. Dia ingin memeluk dua buah hatinya sekaligus.

"Ayah, Raka janji enggak akan nakal lagi." Raka di sela pelukan ayahnya.

"Talita juga." Mereka saling berpelukan.

Tidak gampang untuk mencari pengganti pengasuh yang sudah meninggalkan rumah beberapa jam yang lalu. Sus Ina pamit pergi setelah majikannya mengizinkannya. Tentu saja Eric langsung mengiyakan permintaan pengasuh anaknya. Alasannya sudah sangat jelas, belum lagi Eric selalu mendapat laporan kalau sus Ina selalu ikut basah kalau memandikan si kembar, bahkan sus Ina juga pernah terpeleset di kamar mandi sampai kakinya bengkak gara-gara ulah si kembar.

"Ayah enggak enak sama sus Ina. Dia itu sus yang baik." Eric sudah terlanjur tidak enak dengan pengasuh terakhir anaknya. Soal menggantikan ponsel milik sus Ina, Eric sudah menggantinya dengan jumlah harga tiga kali lipatnya.

"Iya, ayah. Kami menyesal sudah nakal." Raka melepaskan pelukan ayahnya.

"Ayo berangkat."

Eric mengantarkan kedua anaknya sebelum dia pergi ke kantor. Kedua anaknya sudah mulai tumbuh dan berkembang. Mereka sudah memasuki sekolah tahun keduanya.

"Nanti ayah yang jemput. Om Rai biar yang gantiin ayah di kantor." Mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah si kembar.

"Janji?" tanya keduanya.

"Hem." Eric menunjuk kedua pipinya supaya kedua anaknya mencium dirinya.

"Ummmuahh." Mereka berbarengan.

Eric sudah berdiri kembali.

"Naya tunggu!" seru Talita saat melihat teman satu kelasnya melewati dirinya.

"Dadah ayah." Tangan Talita menarik lengan adiknya menuju ke arah Naya yang sudah mendahuluinya.

"Dadah," balas Eric tanpa anaknya melihat.

Anak-anaknya sangat menggemaskan. Di balik sifat nakalnya, mereka juga pintar. Walaupun, di kelas Raka peringkat dua dan Talita diperingkat keempat. Peringkat satu di kelas tahun lalu adalah Nayaka. Dia bukan lagi pintar, tapi jenius. Umurnya beda satu tahun dengan si kembar walaupun mereka satu angakatan di sekolahnya. Mereka sekolah seperti biasanya.

Lima empat tiga dua satu.

Teng! Rapat evaluasi yang dipimpin langsung oleh Eric sudah berakhir.

"Saya pergi dulu," pamitnya terburu-buru.

Sudah lewat lima belas menit dari jam pulang sekolah anaknya. Dia berlari menuju ke lift supaya segera sampai ke lantai dasar. Rai sudah tahu tugas dia selanjutnya. Rai harus menggantikan pertemuan hari ini selama Eric menjemput kedua anaknya.

Jalanan yang sedikit macet membuat Eric semakin memakan banyak waktu. Ini sudah setengah jam dari kepulangan sekolah anak-anaknya. Setelah bebas dari kemacetan, Eric segera melajukan mobilnya dengan cepat supaya lebih cepat tiba di sekolah.

"Maaf, ayah telat." Eric sudah berdiri di depan anaknya.

"Kenapa enggak om Rai saja yang jemput, pasti dia tidak akan terlambat kalau jemput kita." Raka jalan masuk ke dalam mobil. Ucapan anaknya sangat menohok untuk Eric.

"Yah, anterin Naya pulang ya. Soalnya, Mama Naya belum jemput sampai sekarang." Talita menggandeng Naya yang terlihat murung.

"Iya. Ayo masuk." Mereka menyusul Raka masuk ke dalam mobil.

Naya duduk di kursi depan karena dia harus menunjuk jalan rumahnya. Nama Naya sudah tidak asing lagi di telinga Eric. Anak kecil itu sering menjadi buah bibir anak-anaknya saat kenaikan kelas tahun lalu.

"Naya, enggak mau main dulu ke rumah Talita sama Raka?" tawar Eric.

"Enggak om. Nanti, Mama cari Nayanya bingung." Gadis imut itu menggeleng.

Sepanjang perjalanan, Naya terlihat gelisah. Ada sesuatu yang mengganjal di dalam benaknya. Mama Naya tidak pernah absen menjemput dirinya, kecuali dirinya sudah meminta izin terlebih dahulu ke anaknya.

"Kamu kenapa, Nay?" tanya Eric yang peka terhadap situasi Naya.

"Om, Naya takut terjadi apa-apa sama Mama." Kegelisahan Naya tidak bisa terbendung lagi.

"Naya jangan khawatir dulu ya." Sekilas Eric menatap Naya.

Mobil Eric sudah memasuki jalan rumah Naya. Depan rumah Naya ramai oleh orang-orang. Eric memarkirkan mobilnya di bahu jalan depan rumah Naya. Melihat kondisi rumahnya ramai, Naya segera berlari menuju ke dalam rumahnya.

"Mama!" teriak Naya disepanjang jalan menuju rumahnya.

Arumi, mama Naya tengah menangisi tubuh yang sudah kaku di hadapannya. Lelaki yang menjadi cinta pertamanya telah pergi untuk selama-lamanya.

"Mama, kakek kenapa?" Naya mulai meneteskan air matanya melihat tubuh kakeknya berselimut kain yang nenutupi sekujur tubuhnya yang sudah kaku.

"Naya, maafin mama. Mama enggak bisa jaga kakek kamu dengan baik." Naya sudah menangis hebat dipelukan mamanya.

Kecelakaan pagi tadi merenggut nyawa orangtua Arumi satu-satunya. Bekerja sebagai tukang ojek daring memiliki resiko besar saat turun ke jalan. Kecelakaan yang melibatkan truk kontener dan sepeda motor itu telah menewaskan satu nyawa, yakni bapak Arumi.

Eric yang melihat Naya menangis dipelukan mamanya membuat dia iba. Dia juga pernah berada di dalam posisi itu. Ditinggal orang terkasih memang menyakitkan.

"Naya pulang sama siapa?" tanya Arumi di tengah tangisnya.

"Sama om," balasnya yang menangis.

"Om siapa?"

Naya menarik tubuhnya dari pelukan mamanya. Dia mengedarkan pandangannya kepenjuru ruangan berharap menemukan sosok laki-laki yang telah mengantarkan dirinya pulang.

"Om itu," tunjuk Naya tepat mengarah ke Eric yang tengah berdiri di ambang pintu.

Eric menghampiri Naya yang sedang mengarah kepadanya. Dia akan mengucapkan belasungkawa kepada orangtua teman anaknya.

"Terima kasih sudah mengantarkan anak saya, pak." Arumi mengucapkan terima kasih kepada Eric yang sudah berada di depannya.

"Iya sama-sama. Saya turut belasungkawa," ucapnya sangat ramah.

Kedua anak Eric dia tinggal di dalam mobil. Eric berniat untuk ikut melayat di rumah duka. Setelah mengucapkan belasungkawa, Eric menjauh dari orangtua Naya. Dia menelepon Rai untuk mengantar pulang kedua anaknya.

"Rai, tolong ke alamat yang saya kirim. Bawa pulang anak-anak saya."

"Baik, pak." Rai di seberang sana.

Eric mematikan sambungan teleponnya. Kemudian, lelaki itu menghampiri kedua anaknya yang masih dia tinggal di dalam mobil.

"Ayah, di rumah Naya ada apa, kok ramai?" tanya Talita yang sudah menodong pertanyaan Eric sebelum anak itu diizinkan turun dari mobil.

"Kakek Naya meninggal. Ayo ke Naya, kita ucapkan belasungkawa." Eric membukakan pintu mobil untuk kedua anaknya.

"Apa!" Kedua anak itu terkaget.

"Iya. Ayo turun. Nanti kalian pulang sama om Rai. Ayah mau ikut melayat ke kuburan." Eric sudah menggandeng kedua anaknya di kanan kirinya.

Rasanya tidak etis kalau sudah datang di rumah duka, tapi tidak ikut melayat. Walaupun, Eric tidak sengaja ke rumah tersebut.

Setengah jam berlalu, Rai datang untuk membawa kedua anak Eric pulang. Sedangkan, Eric ikut ke pemakaman dengan berjalan kaki karena lokasi pemakaman tidak terlalu jauh dari rumah.

Eric kembali ke rumah orangtua Naya untuk pamit pulang. Mobil miliknya juga masih terpakir di sekitar rumah Naya. Rumah Arumi sudah sepi karena para pelayat sudah pulang.

"Saya pulang dulu," pamit Eric berhadapan dengan Arumi.

"Terima kasih, pak. Sudah mau mengantar Naya sampai rumah. Terima kasih juga sudah mau ikut melayat bapak saya." Arumi dan Naya berada di ruang tamu.

"Iya sama-sama. Saya pu..."

Gubraaakkk!

Sebelum Eric mengucapkan kalimat perpisahannya, suara pintu terdengar seperti di luluh lantahkan.

"ARUMI! MANA ANAK SAYA. SAYA BUTUH UANG SEKARANG!" Suara kasar itu menggema di rumah Arumi.

"Cipta," seru Arumi yang langsung memeluk Naya.

Jangan lupa like dan vote.

Mas Duda

"ARUMI! MANA ANAK SAYA. SAYA BUTUH UANG SEKARANG!" Suara kasar itu menggema di rumah Arumi.

"Cipta," seru Arumi yang langsung memeluk Naya.

Cipta adalah mantan suami Arumi. Mereka berpisah setelah Naya hadir di muka bumi kurang lebih dua bulan. Pernikahannya berakhir begitu saja lantaran Cipta tidak memberi tempat nyaman untuk Arumi dan Naya. Setiap hari Cipta pulang rumah dalam keadaan mabuk, belum lagi lintah darat yang mengapelinya setiap saat untuk menagih hutang. Arumi bahkan tidak tahu apa yang suaminya pinjam dari mereka.

Usut punya usut. Cipta meminjam uang kepara depkoletor karena judi. Hidupnya akan hampa tanpa judi dan mabuk. Cipta memang tipe lelaki setia, sekobam apapun dia. Lelaki itu tidak akan pernah menyentuh secuilpun para wanita. Minus dia adalah pemabuk dan penjudi. Perbuatan jelek itu dia lakukan setelah dia menemukan alat tesk pack di tas Arumi dan pengakuan kehamilan secara langsung dari Arumi.

Seperti saat ini. Cipta datang meminta uang kepada Arumi, meskipun dia sudah bercerai beberapa tahun lalu. Imbalannya adalah Naya, anak semata wayangnya itu akan ditarik paksa oleh Cipta. Bukannya Arumi ingin memisahkan anak dengan bapaknya, tetapi Cipta tidak membutuhkan Naya. Cipta hanya butuh duit, duit dan duit. Jika Naya berpindah ke tangan mantan suaminya, maka bisa dipastikan Arumi tidak akan pernah melihat Naya kembali. Naya akan dijual oleh Cipta jika Arumi menolak memberi uang untuknya.

Lelaki bedebah seperti Cipta tidak pantas hidup. Dia adalah benalu bagi siapapun. Kalau saja dulu Arumi tidak memberi kesempatan untuk menikahinya, pasti dia tidak akan sesengsara ini. Arumi terpaksa menyerahkan mahkotanya sebelum dia menikah karena saat itu Arumi diberi obat perangsang oleh teman Cipta. Jaminan cinta dan kesetiaan hanyalah omong kosong belaka. Cipta lebih setia dengan arak-arak dan uang receh hasil judinya.

"CIPTA! Kamu tidak lihat saya sedang tertimpa musibah." Setelah mendengar pintu yang terbanting, Arumi mendatangi Cipta yang sedang tersulut emosi karena kalah judi.

"Tua bangka itu pantas mampus." Tangan kirinya bersender pada dinding ruang tamu.

"Cukup! Aku sudah muak dengan ancaman kamu. Aku tidak peduli lagi kamu akan membusuk di jeruji besi atau kandang anjing kelaparan sekalipun. Naya akan tetap di dekatku." Urat emosinya begitu kentara.

"Oh, kamu berani melawan aku karena sudah ada lelaki yang menggantikan posisi aku?" Cipta menunggingkan bibirnya seram.

"Dia bukan siapa-siapa aku. Dia hanya orangtua teman Naya." Arumi bukan perempuan yang hanya bisa menangis ketika mantan suaminya menginjak-injak harga dirinya. Dia hanya tidak rela jika anak semata wayangnya disentuh oleh Cipta.

Eric menutup telinga Naya saat melihat pertengkaran Arumi dengan mantan suaminya. Sebelumnya, Arumi tidak pernah berkata kotor seperti itu. Dia hanya terlalu lelah menghadapi sifat mantan suaminya. Orangtua Arumi sangat membenci Cipta karena lelaki bedebah itu tidak pernah berubah. Salah Arumi yang memberi kesempatan Cipta untuk mencintai dirinya.

"Pacar kamu wangi dan rapih." Cipta mengendus-endus Eric yang tengah bersama Naya.

"Duitnya banyak. Pasti kamu sering diberi uang." Cipta mengitari tubuh Eric.

"Mana uang untuk aku, ARUMI. Atau Naya aku jual." Dengan secepat kilat Naya sudah berpindah ke tangan Cipta.

"Jangan sentuh anak aku." Keributan seperti sering terjadi jika Cipta kalah tarung dengan teman lawannya.

"Lepasin anak itu." Eric mencoba mengambil alih Naya. Namun, tangan kanan Cipta sudah melilit di leher Naya.

"Itttsss, jangan coba melawan. Sekali tekan, Naya bakal mati." Naya yang terancam hanya hisa menangis meronta.

"Mamaaa." Air matanya mengalir, Naya sangat ketakutan.

"Jangan berani sama perempuan saja. Ayo kita selesaikan, kalau kamu menang saya akan beri kamu segepok uang." Eric melipat lengan bajunya sampai siku. Dia bersiap untuk menonjok Cipta.

"CIPTA! JANGAN LARI LO. GUE TAHU LO ADA DI DALAM." Suara kegaduhan kembali terdengar dari luar.

Tiga laki-laki bertubuh kekar telah tiba di depan Arumi. Mereka adalah lintah darat yang selalu menggerogoti kantong Arumi karena ulah mantan suaminya. Cipta selalu lari terbirit jika mendengar suara gahar tersebut. Jaminannya nyawa. Cipta akan mati mengenaskan di tangan mereka jika tidak lekas membayar hutangnya.

"Breseng**k!" umpat Cipta karena dia terancam.

"Jangan kabur kau." Cipta lolos begitu saja dari kejaran Eric.

Eric keburu menangkap tubuh mungil Naya yang terlempar dari Cipta. Ketiga lintah darat tersebut masuk ke dalam rumah mencari keberadaan Cipta. Hutang yang dibayarkan oleh Arumi belum cukup untuk menutupi bunganya.

"Mana suami Lo." Salah seorang berbadan sangar bertanya ke Arumi.

"Kalau dia menghindar terus menerus. Kami terpaksa meminta sertifikat rumah ini. Gue enggak peduli kalian mau tidur di mana. Gue beri waktu besok buat bayar 50 juta. Atau terpaksa rumah ini milik kami." Lintah darat itu sudah muak dengan Cipta. Tubuhnya memang sangar, tapi hatinya bak hello kitty yang penuh belas kasih ke kaum hawa.

Para lintah darat sudah memperingatkan semua ini satu bulan lalu. Namun, nyatanya Arumi masih belum bisa melunasi hutang yang bahkan dia tidak pernah ikut merasakan uang tersebut. Cipta seperti belut yang licin, dia bisa lolos dari cekalan para rentenir.

"Jangan usir mereka. Saya yang akan melunasi semuanya." Eric tidak ingin tinggal diam.

Melihat kehidupan anak temannya yang berbanding terbalik membuat hatinya tergugah untuk membantu. Dia tidak bisa membayangkan jika Naya dan mamanya tidur di kolong jembatan.

"Ada malaikat nih," seru lelaki bertato macan di lengan kirinya.

"Besok, ke kantor saya. Ambil cek 50 juta sesuai keinginan kalian. Ini kartu nama saya." Eric menyerahkan kartu nama yang di dalam dompetnya.

"Oke. Kami akan datang besok. Jangan main-main sama gue." Lelaki itu menabok lengan Eric pelan.

Uang 50 juta mustahil Arumi dapatkan dalam jangka waktu satu hari. Jual ginjal pun butuh proses. Hari ini Arumi dengan mudah mendapatkan bantuan uang sebesar itu dari orang yang bahkan belum dia kenal sebelumnya.

Para lintah darat sudah pergi dari rumah Arumi. Jaminan kartu nama Eric membuat mereka percaya. Pemilik perusahaan besar seperti Eric tidak mungkin berbohong. Zaman sekarang nama baik sangat diagungkan. Sekali tercoreng, gedung itu bisa luluh lantah.

"Pak, Saya tidak bisa mengganti uang tersebut secara cepat. Mohon beri saya waktu untuk mengganti semuanya." Arumi bingung harus mengganti kebaikan orangtua teman anaknya gimana. Semuanya terasa mendadak.

"Jangan buru-buru. Saya akan beri waktu semampu kamu." Eric meraih tangan Naya yang ada di sampingnya.

"Om, terima kasih." Naya memeluk kaki Eric yang panjang.

"Sama-sama." Usapan halus mendarat di kepala Naya.

"Saya pergi dulu," pamit Eric.

Arumi sangat berhutang budi dengan Eric. Dia tidak bisa membayangkan jika harus tinggal di empeean jalan atau kolong jembatan. Jatuh tempo hutang yang melilit sangat merepotkan.

"Siapa nama lelaki itu, aku sampai melupakan menanyai namanya," gumam Arumi saat Eric sudah melesat meninggalkan kediamannya.

Rasanya tidak etis jika sudah berhutang uangnya, tapi tidak tahu namanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!