NovelToon NovelToon

Ayunda Dan Dosen Dingin

Bab 1

Seorang mahasiswi tergesa-gesa menuju ke kelasnya. Sekarang tepat pukul delapan pagi, waktunya masuk kelas. Apa lagi jam pertama adalah bidang studi si dosen paling disiplin. Tidak pernah terlambat satu menit pun.

"Ayunda, tunggu!"

Langkahnya terhenti saat seseorang memanggil namanya.

Astaga. Batin Ayunda langsung ingat sesuatu.

"Mana tugas ku ?" tanya seorang mahasiswi yang memanggilnya itu.

"Maaf Raya. Aku tidak bisa menyelesaikannya. Kemarin ..."

"APA?" Raya memotong ucapan Ayunda.

"Itu tugas dari Pak Revan, Ayunda!" ucap Raya lagi menekankan.

Raya tidak mungkin tidak mengumpulkan tugas dari Pak Revan, dosen tampan incaran semua mahasiswi di kampus ini. Raya tidak ingin kehilangan muka di hadapan dosen tampan itu.

Setiap ada tugas kuliah, Ayunda memang selalu mengerjakan tugas Raya dengan imbalan uang. Ayunda memang salah satu mahasiswa yang pintar, namun dia begitu terbatas dari segi ekonomi. Apa lagi akhir-akhir ini ibunya sering keluar masuk rumah sakit, jadi Ayunda membutuhkan banyak uang.

"Maafkan aku Raya." ucap Ayunda.

Karena sibuk merawat sang ibu di rumah sakit Ayunda jadi lupa untuk mengerjakan tugas Raya.

"Mana tugas mu ?" tanya Raya lagi.

"Tapi aku tidak bisa memberikan tugas ku pada mu." balas Ayunda yang mengerti maksud pertanyaan Raya.

Tapi Raya tidak mau tahu, dia langsung menarik tas Ayunda. Dengan di bantu dua orang temannya yang menahan Ayunda, akhirnya Raya berhasil mendapatkan tugas Ayunda.

Kemudian Raya mencampakkan tas Ayunda begitu saja dan melempar beberapa lembar uang pada Ayunda sebelum pergi meninggalkan gadis itu.

Ayunda seorang mahasiswa semester akhir. Berusia dua puluh satu tahun, pintar, rajin dan pekerja keras. Memiliki paras yang cantik alami dan berpenampilan sederhana. Ayunda hanya tinggal bersama ibunya yang hanya bekerja membuat kue-kue tradisional yang di jual ke pasar.

Ayunda menghela napas sambil memungut kembali buku-buku miliknya yang berserakan di lantai. Meski merasa terhina dan di rendahkan, Ayunda tetap mengambil uang itu karena saat ini dia memang sangat membutuhkan uang untuk pengobatan ibunya.

"Dilarang mengemis di area kampus!"

Suara dingin seseorang membuat gerakan tangan Ayunda terhenti.

"Hah." Ayunda yang sedang berjongkok langsung mendongak ke atas.

"Minggir. Kau menghalangi jalan!"

Ayunda yang belum sempat mencerna ucapan pertama orang itu refleks mundur dengan masih dalam keadaan berjongkok untuk memberikan jalan.

Suasana di lingkungan kampus saat ini memang agak lengang, karena sebagian mahasiswa sudah mulai masuk ke kelasnya masing-masing.

"Pak Revan." ucap Ayunda setelah dosen tampan itu berlalu.

Ayunda langsung berdiri dan menatap uang di tangannya. Pantas saja dia dikatakan mengemis. Mungkin karena dosennya itu melihat dia memungut uang di lantai.

Astaga memalukan sekali. Batin Ayunda.

Melihat dosennya yang sudah berjalan menuju ke kelas, Ayunda pun bergegas menyusul sebelum dia benar-benar terlambat.

"Kumpulan tugas yang saya berikan Minggu kemarin." Perintah Pak Revan sebelum mulai belajar.

Revan, seorang dosen muda yang baru berusia dua puluh delapan tahun. Memiliki wajah yang tampan. Tapi juga sangat dingin. Ada rumor yang beredar dikalangan mahasiswa mengatakan jika Revan adalah seorang pria impoten.

Seorang mahasiswa culun bernama Aldi, yang merupakan asisten dosen mulai mengumpulkan tugas teman-temannya.

"A ayu tu tugas mu ?" tanya Aldi tergagap.

Aldi yang menyukai Ayunda jadi gugup saat bicara dengan gadis yang dia suka.

"Tugas ku belum siap." jawab Ayunda bohong.

Bab 2

Revan menghitung jumlah tugas yang sudah di kumpulkan dan mendapati ada dua orang mahasiswa yang tidak mengumpulkan tugasnya.

"Yang tidak mengumpulkan tugas, silakan keluar dari kelas ini!" ucap Revan tegas dan tak terbantahkan.

Para mahasiswa hanya saling pandang. Mencari siapa di antara mereka yang berani tidak membuat tugas dari dosen yang terkenal killer itu.

Satu, dua, tiga detik belum ada yang berdiri. Membuat Revan kembali bersuara.

"Saya ulangi ..." baru dua kata yang keluar dari mulut Revan, dua orang mahasiswa langsung berdiri dan berjalan keluar dari kelas itu.

Sementara mahasiswa yang lain berseru "Hhuuuuu!" menyoraki dua teman mereka yang tidak lain adalah Ayunda dan Aldi.

"A ayu ma mau ke mana ?" tanya Aldi yang selalu gugup saat bersama Ayunda.

"Aku mau ke tempat fotocopy di depan." jawab Ayunda sambil berjalan.

Ayunda bermaksud untuk mencetak ulang tugasnya yang di ambil oleh Raya tadi. Siapa tau Pak Revan tiba-tiba jadi baik dan mau menerima tugasnya.

"Kau tidak menyiapkan tugas juga ?" tanya Ayunda pada Aldi yang terus mengikutinya.

"Ti tidak eh iya." jawab Aldi gelagapan.

Sebenarnya Aldi sudah menyiapkan tugasnya, namun karena Ayunda tidak bisa mengumpulkan tugasnya jadi Aldi juga tidak menyerahkan tugasnya. Agar dia bisa menemani Ayunda.

Setelah dari tempat fotocopy, Ayunda kembali ke kampus. Masih bersama Aldi, sekarang mereka pergi ke perpustakaan. Ingin menghabiskan waktu di sana sampai masuk jam kuliah ke dua.

Ayunda sedang fokus dengan buku di tangannya. Namun Aldi terlihat gelisah sendiri. Aldi merasa ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaan cintanya pada Ayunda. Tangan dan kakinya sudah dingin duluan sebelum bicara.

"A A yu." panggil Aldi setelah mengumpulkan seluruh keberaniannya.

Ayunda kemudian menurunkan buku di hadapannya saat mendengar Aldi memanggilnya. Aldi yang semakin gugup berusaha untuk melanjutkan kalimatnya, namun kedatangan seseorang mengacaukan suasana.

"Ayunda tadi ibu Murni mencari mu di kelas dan dia meminta mu untuk menemuinya." beritahu seorang teman pada Ayunda.

"Oh, baiklah. Terima kasih sudah memberitahu ku." balas Ayunda.

Setelah temannya itu pergi, Ayunda pun langsung menutup buku yang di bacanya.

"Al, aku pergi menemui ibu Murni dulu." pamit Ayunda.

Sebentar lagi jam kedua akan di mulai, jadi Ayunda harus bergegas. Dia tidak ingin ketinggalan mata kuliah lagi.

Aldi ingin menahan Ayunda, namun dia tidak punya keberanian lagi. Aldi hanya mampu menghela napas panjang. Gagal sudah kesempatannya hari ini untuk mengatakan cinta pada Ayunda.

Beberapa menit kemudian, Ayunda sudah menghadap ibu Murni.

"Minggu depan batas akhir pembayaran uang semester. Jika kamu tidak melunasinya, kamu mungkin tidak bisa mengikuti wisuda tahun ini." kata ibu Murni.

"Baik Bu. Saya akan segera melunasinya." balas Ayunda yakin.

Padahal dia sendiri tidak tahu harus mencari uang dari mana untuk melunasinya.

"Ibu tunggu sampai minggu depan. Sekarang kamu boleh pergi."

"Iya Bu. Terima kasih. Saya permisi."

Ayunda kemudian berbalik setelah berpamitan. Namun seseorang yang ada di belakangnya membuat Ayunda terkejut.

"Astaga. Pak Revan." jantung Ayunda hampir copot karena begitu terkejut.

Sementara Revan hanya menatap tanpa ekspresi pada Ayunda. Kemudian dosen tampan itu meneruskan langkahnya dan melewati Ayunda begitu saja untuk menuju meja kerjanya yang berada di belakang meja ibu Murni.

Lagi-lagi Ayunda hanya mampu menghela napas sambil memikirkan uang kuliahnya. Uang yang dia simpan untuk membayar uang kuliah, sebagiannya telah dia gunakan untuk berobat sang ibu. Gajinya sebagai pelayan paruh waktu di sebuah cafe masih dua Minggu lagi. Itu pun tidak akan cukup untuk melunasi uang kuliahnya.

"Ya Tuhan. Aku harus bagai mana."

Bab 3

Setelah pulang kuliah, Ayunda langsung pergi ke rumah sakit. Keadaan sang ibu sangat mengkhawatirkan. Sebenarnya Ayunda tidak ingin pergi kuliah, tapi ibunya memaksa. Jangan sampai kuliah Ayunda tertunda. Karena itulah Ayunda selalu belajar dengan giat. Demi sang ibu.

"Bu." sapa Ayunda begitu masuk ke dalam kamar inap ibu Suri.

Wanita yang berusia empat puluh tujuh tahun itu tersenyum melihat kedatangan sang anak. Dengan keadaannya yang sakit, wajahnya tampak lebih tua dari umurnya. Apa lagi selama ini hidup dalam ekonomi yang pas pasan. Membuat ibu Suri tidak sempat memakai skincare untuk merawat wajah.

"Bagai mana keadaan ibu hari ini ?" tanya Ayunda setelah memeluk ibunya.

"Ibu baik-baik saja." jawab ibu Suri yang jelas-jelas berbohong.

Sudah tiga hari di rawat di rumah sakit, namun keadaan penyakitnya semakin memburuk. Tapi dia tutupi karena tidak ingin membuat Ayunda khawatir.

Setelah satu jam menemani sang ibu, Ayunda terpaksa pergi lagi. Dia harus pergi bekerja di sebuah cafe sebagai waiters dan pulang pada pukul enam sore. Lelah memang, tapi semua harus Ayunda lakukan. Sempat berpikir untuk berhenti bekerja agar bisa merawat ibunya, namun jika dia tidak bekerja dari mana dia bisa mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari-hari dan pengobatan sang ibu.

Ayunda mencium kening ibunya sebelum pergi. Saat Ayunda pergi, ibu Suri sedang tertidur. Tadi Ayunda juga sudah berpamitan pada ibunya.

"Permisi sus, tadi ada apa ya ?" tanya Ayunda pada seorang perawat wanita.

Saat memeriksa dan memberikan obat pada pada ibunya tadi, perawat wanita itu meminta Ayunda menemuinya.

"Dokter ingin bicara dengan anda, nona." kata perawat itu.

Seketika perasaan Ayunda jadi cemas. Takut tentang penyakit sang ibu yang mungkin bertambah parah.

"Mari saya antarkan ke ruangan dokter." ucapan perawat itu menyadarkan Ayunda.

Kemudian Ayunda mengikuti perawat wanita itu menuju ke ruangan dokter.

"Ibu anda harus segera di operasi. Tumornya sudah semakin menyebar. Saya khawatir penyakitnya akan semakin parah dan kompleks." ucap dokter yang menjelaskan pada Ayunda tentang penyakit sang ibu.

"Jika tidak dioperasi bagai mana dok ?" tanya Ayunda.

Mendengar kata operasi membuat Ayunda takut. Selain karena biayanya yang besar, Ayunda juga takut dengan keadaan sang ibu yang di operasi.

Memang selain operasi, ada juga beberapa jenis pengobatan untuk tumor seperti kemoterapi, terapi target dan imunoterapi. Namun dalam beberapa kondisi dokter akan menyarankan untuk di lakukan operasi.

"Kondisi ibu anda sudah sangat lemah. Takutnya dia tidak bisa bertahan dengan penyakitnya."

"Bagai mana prosedur untuk melakukan operasi dok ? Dan berapa biayanya?" Tanya Ayunda lagi.

Kemudian dokter menjelaskan tentang prosedur untuk melakukan operasi dan untuk biayanya Ayunda di sarankan untuk langsung ke bagian administrasi agar lebih jelas.

Sesuai saran dari dokter, Ayunda langsung pergi ke bagian administrasi. Seperti yang sudah dia duga, biaya untuk operasi tumor itu cukup mahal. Dari mana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu.

Dia sudah tidak punya apa-apa lagi untuk di jual atau di gadaikan. Rumah yang ditempatinya pun adalah rumah milik orang lain yang mereka sewa. Motor buntut yang biasa dia pakai pun sudah di jual dua bulan yang lalu untuk biaya berobat ibunya. Sedangkan perhiasan yang dia dan ibunya punya sudah lama terjual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Apa aku harus jual diri saja ?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!