NovelToon NovelToon

My Baby CEO

Terpesona

Jangan menyalahkan apa yang terjadi pada dirimu, karena di balik apa yang menimpa dirimu, akan ada keindahan yang menantimu.

.

.

.

Pagi ini dengan berdesak-desakan di dalam bus, tidak menyurutkan semangat Shea untuk berangkat berkerja. Bersaing dengan banyak orang yang juga ingin berangkat berkerja, Shea berlomba untuk bisa masuk ke dalam bus. Baginya, jika tidak mempertaruhkan dirinya masuk dalam gelombang arus manusia yang menjejali halte bus, dirinya tidak akan dapat sampai tepat waktu di kantor.

Bersama dengan temannya seminggu yang lalu, Shea mencoba peruntungannya melamar di Maxton Company. Maxton Company adalah perusahaan yang bergerak di bidang properti terkenal di kotanya. Maxton Company adalah perusahaan incaran fresh graduate seperti dirinya. Hingga banyak sekali yang berusaha melamar ke sana.

Saat Shea di terima di perusahaan ini, membuat dirinya tidak mau menyianyiakan kesempatan berharga ini.

Olivia Shea yang biasa di panggil Shea. Gadis 23 tahun ini memiliki paras cantik, dengan tinggi tubuh 160 cm. Shea adalah anak yatim piatu, sejak 2 tahun yang lalu, saat ayah dan ibunya meninggal akibat kecelakaan. Sejak saat itu Shea tinggal sebatang kara di ibu kota.

Berbekal asuransi dari ayahnya, Shea bisa menyelesaikan kuliahnya, hingga lulus. Bagi Shea berkerja adalah prioritasnya, untuk mengubah hidupnya.

Saat bus sampai di halte di dekat kantornya, dengan membelah orang-orang di dalam bus, Shea berusaha untuk keluar dari himpitan orang-orang di dalam bus.

Shea menghela nafasnya, saat bisa keluar dari bus. Berada di dalam bus, Shea harus berbagi oksigen dengan penumpang lain. Saat berhasil keluar, Shea buru-buru menghirup udara baru, mengisi kekosongan udara di paru-parunya.

"Shea," panggil Chika saat melihat temannya baru saja turun dari bus.

"Chika, kamu sudah sampai lebih dulu?" tanyanya saat melihat Chika sudah di halte bus.

"Iya, aku juga baru saja turun. Mungkin tadi busku ada di depan busmu."

Shea mengangguk mengerti ucapan temannya. "Apa parfum ku masih wangi?" tanya Shea mendekatkan tubuhnya pada Chika.

Chika hanya menarik senyum di wajahnya. Berteman dengan Shea, sudah membuatnya hapal bahwa gadis cantik di hadapannya ini selalu saja tidak percaya diri dengan penampilannya. Padahal Chika selalu mengatakan, bahwa Shea begitu cantik, tapi selalu saja Shea malu dengan dirinya.

Sesuai permintaan Shea, Chika mengendus baju Shea. "Masih wangi."

Shea tersenyum mendengar ucapan temannya. Ada perasaan lega saat wangi parfumnya masih menempel di bajunya. Mengingat dirinya sudah berdesak-desakan di dalam bus, sudah pasti aroma parfumnya, akan tercampur dengan aroma parfum orang lain atau mungkin lebih parahnya bau asap kendaraan.

"Bagaimana pekerjaanmu dua hari ini?" tanya Chika.

"Baik, aku masih beradaptasi." Shea mengingat bahwa seminggu yang lalu dirinya di terima di Maxton Company, dan baru mulai berkerja selama dua hari ini. Selama dua hari ini, rasanya dia mulai menikmati pekerjaannya.

"Pasti semangat ya," goda Chika.

Mendengar godaan dari Chika, Shea hanya melirik tajam. Shea tahu apa maksud dari godaan Chika.

Setelah dirinya di terima di Maxton Company, ternyata dirinya di tempatkan sebagai sekertaris CEO muda Maxton Company yaitu Regan Alvaro Maxton. Regan Alvaro Maxton adalah anak dari Andrew Maxton pemilik Maxton Company. Pria keturunan Inggris yang tinggal di Indonesia ini adalah magnet tersendiri bagi karyawan-karyawan wanita. Pria 28 tahun dengan rahang tegas, dan tatapan yang tajam, membuat semua wanita terpesona.

Dan bagi Shea, sebagai seorang wanita yang normal, dirinya pun juga terpesona dengan ketampanan dari seorang Regan. Tapi sayangnya Regan sudah menikah, dengan seorang wanita bernama SelanaSally, anak dari pengusaha Adion.

"Hust ... Dia sudah menikah, jangan kamu pikir macam-macam," tegur Shea.

"Iya, aku juga tahu," elak Chika, "tapi apa kamu tahu, bahwa pernikahan mereka adalah pernikahan paling di idam-idamkan," lanjut Chika menceritakan pada Shea.

"Oh ya?"

"Iya, selain mereka adalah pewaris perusahaan terkenal. Mereka adalah pasangan paling cocok. Karena kecantikan dan ketampanan mereka melebur jadi satu." Chika menceritakan dengan begitu antusias.

Shea hanya menarik senyum di bibirnya saat mendengar cerita dari Chika. Shea memang belum bertemu dengan istri dari Regan. Akan tetapi sejauh yang Shea dengar, bahwa Sally adalah wanita yang cantik.

Tidak terasa Shea dan Chika sudah sampai di kantor, setelah berjalan bersama dari halte bus. Mereka berdua masuk ke dalam lift dan menuju ruangannya. Chika lebih dulu keluar dari lift, di lantai 5, karena dia berada di bagian pemasaran. Sedangkan Shea melanjutkan menuju ruangannya di lantai 10 di lantai di ruangan khusus CEO.

Setelah sampai di meja kerjanya, Shea merapikan mejanya, menyalakan laptopnya dan menyiapkan beberapa berkas. Shea selalu bersemangat menjalani hidupnya. Walaupun dirinya sendiri di dunia ini, tapi dia tidak pernah mau mengecewakan pesan kedua orang tuanya, bahwa dia bisa menjalani hidup dengan baik.

Saat Shea sedang membuka beberapa berkas, Shea melihat pintu lift terbuka. Dari kejauhan Shea melihat, Regan baru saja keluar dari lift.

Melangkah dengan tegak, Regan nampak berwibawa. Dengan usia yang masih muda, dia cukup disegani. Karena selama dua tahun Regan mengantikan papanya, dia mampu membuat perusahaan maju pesat. Dan menjadi sekretarisnya, membuat kebanggaan tersendiri bagi Shea.

"Pagi, Pak," sapa Shea sedikit menundukkan tubuhnya.

"Pagi, Shea." Regan menyapa Shea seraya melangkah masuk ke dalam ruangnya.

Seperti biasa, Shea akan membacakan jadwal Regan. Mengekor di belakang Regan, Shea masuk ke dalam ruangan Regan.

"Bacakan jadwal saya!" ucap Regan sesaat setelah dirinya duduk.

Suara bass yang begitu terdengar lembut, membuat Shea sejenak lupa apa tugasnya. Tapi buru-buru dia menyadarkan dirinya, dan membacakan jadwal Regan. "Hari ini di jam sepuluh, ada jadwal bertemu dengan perwakilan dari Adion Company di restoran Star. Di jam makan siang, ada jadwal makan siang dengan Ibu Selly." Shea membacakan jadwal Regan, dengan tenang.

"Baiklah, nanti kamu ikut saya untuk bertemu dengan perwakilan dari Adion Company, lanjut bertemu Sally untuk makan siang."

"Baik, Pak," ucap Shea sedikit menundukkan kepalanya.

Shea berlalu keluar, setelah membacakan jadwal dari Regan. Rasanya berhadapan dengan Bosnya itu, membuat jantungnya berdebar-debar. Akan tetapi Shea mengingat fokusnya kembali, bahwa dirinya disini berkerja.

**

Jam menunjukan pukul sembilan. Shea bersiap untuk menemani Regan bertemu dengan dengan rekan bisnisnya, di restoran yang sudah di pesan Shea kemarin.

Setelah Regan keluar dari ruangannya, Shea mengekor di belakang Regan, menuju ke lobby.

Saat di lobby, mobil Regan sudah terparkir di sana, karena Shea sudah menghubungi supir untuk bersiap.

Sepanjang perjalanan, hawa dingin begitu terasa. Regan adalah pria yang irit bicara, dan Shea pun mencoba memahami itu. Mengikuti arus kehidupan, yang membawanya pada keheningan yang begitu mencekam.

Sesampainya di restoran, Shea langsung bertanya pada pelayan dimana meja yang di pesannya. Pelayan pun mengantarkan Shea dan Regan, untuk duduk di meja yang mereka pesan.

"Mana berkas penjualan bulan lalu yang saya minta kamu siapkan?" tanya Regan saat menunggu perwakilan dari Adion Company.

Shea langsung mencari berkas yang di minta oleh Regan. Jantungnya mulai berdetak lebih kencang, saat di tidak menemukan berkas yang diminta oleh Regan. Keringat dingin langsung terasa saat dia berkali-kali membolak-balikkan map, mencari berkas yang diminta Regan.

Seketika Shea membulatkan matanya, saat tidak menemukan berkas yang diminta oleh Regan. "Maaf Pak, sepertinya saya lupa membawanya."

Regan hanya menghela napasnya kasar. Regan menyadari bahwa Shea adalah karyawan baru, jadi dia paham bahwa Shea pasti akan melakukan kesalahan. "Padahal berkas itu akan di bawa pihak Adion untuk di presentasikan besok di luar negeri."

"Apa saya kembali saja Pak, untuk mengambil berkasnya?"

Regan memutar otaknya, memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah ini. "Sebaiknya kita lanjutkan sesuai jadwal dulu, nanti sepulang dari restoran kamu bisa mengantarkannya pada pihak Adion."

"Baik, Pak."

Rasanya Shea patut bersyukur saat Regan tidak marah, seperti bos-bos pada umumnya. Dengan tenang pun Regan memberikan solusinya. Walaupun ekspresinya datar saja, Shea bisa membaca bawa Regan adalah orang yang benar-benar baik.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya perwakilan dari Adion Company datang.

"Selamat siang, Pak Regan," ucap seorang pria yang baru saja menghampiri meja di mana Shea dan Regan duduk.

"Selamat siang, Pak Felix," sapa Regan pada pria itu.

Shea memperhatikan baik pria yang baru saja datang. Shea tidak tahu jelas siapa pria itu.

"Dimana Bryan?" tanya Regan pada Felix.

"Pak Bryan sedang ada urusan, Pak," jelas Felix pada Regan.

Regan yang mendengarkan penjelasan dari Felix hanya menarik senyum tipis di ujung bibirnya. Rasanya alasan klasik yang di kemukakan Felix tidak bisa menipunya. Regan tau betul adik iparnya itu, adalah pemain wanita yang sangat ulung. Jadi bisa di pastikan bahwa Bryan pasti sedang bermain dengan para wanitanya.

"Baiklah, kalau begitu. Kalau kali ini dia tidak bisa datang, aku harap besok dia bisa datang untuk meeting dengan investor di luar negeri."

"Baik, Pak, saya pastikan itu."

Setelah berbasa-basi, akhirnya Regan dan Felix membahas beberapa hal mengenai pembangunan properti baru di luar negeri.

"Ada berkas yang belum aku bawa, nanti sekretarisku akan mengantarkannya padamu. Jadi berikan nomer ponselmu pada sekretarisku, agar dia bisa menghubungimu," ucap Regan pada Felix.

Felix yang mendengar perintah dari Regan, langsung mengeluarkan kartu namanya. "Kamu bisa menghubungi aku disini," ucap Felix seraya menyodorkan kartu nama miliknya.

Shea langsung mengambil kartu nama yang di berikan Felix. "Baik, Pak."

"Baiklah kalau begitu, Pak Regan. Saya permisi terlebih dahulu." Felix berdiri dan mengulurkan tangan pada Regan.

"Baiklah." Regan itu berdiri dan menerima uluran tangan dari Felix.

Felix pun mengulurkan tangan pada Shea. "Saya tunggu berkasnya," ucap Felix pada Shea.

"Baik, Pak." Shea menerima uluran tangan dari Felix seraya mengangguk mendengar ucapan Felix.

Felix berlalu meninggalkan restoran, dan tinggallah Shea dan Regan disana. Shea dan Regan duduk kembali setelah Felix pergi.

"Apa saya kembali ke kantor saja sekarang, Pak?" Dengan ragu-ragu Shea memberanikan diri bertanya.

Regan yang baru saja menyesap kopi miliknya, menatap Shea. "Ini sudah jam makan siang, aku rasa kamu bisa makan siang dulu disini, dan baru kembali ke kantor."

Shea terperangah saat melihat tatapan mata Regan. Tatapan mata tajam seakan menghujam masuk ke dalam jantungnya. Membuat dirinya seketika membeku, oleh pesona pria bermata biru itu. Akan tetapi Shea buru-buru menyadarkan dirinya, bahwa dirinya tidak pantas terpesona pada suami orang.

"Baik, Pak.

Keheningan langsung tercipta saat setelah Shea menjawab ucapan Regan. Namun, seketika semua terhenti saat suara merdu menyapa Regan.

"Sayang," sapanya.

Regan langsung berdiri dan menautkan pipinya pada pipi wanita di hadapannya.

Mata Shea langsung terpesona saat melihat wanita cantik di hadapannya. Dia sudah menebak, bahwa wanita cantik di hadapannya ini adalah istri dari Regan. Kulit putih, dan mulus nampak bersinar dari wanita di hadapannya. Tingginya mungkin hampir sama dengan dirinya, tapi tampilannya lebih anggun dari dirinya, yang selalu tidak percaya diri, dan membuatnya tampil tidak mencolok.

"Apa ini sekretaris barumu itu?" tanyanya lembut disertai senyuman pada Regan.

Sebagai wanita, Shea benar-benar terpesona dengan kecantikan. Senyumnya begitu melelehkan hati Shea.

"Iya, ini Shea-sekretarisku," ucap Regan.

"Hai, aku Selly," ucapnya mengulurkan tangan.

"Saya Shea, Bu." Shea menerima uluran tangan dari Selly.

"Sayang, bolehkan dia memanggilku 'Kak' saja? rasanya aku terlalu tua saat di panggil 'ibu'," tanyanya pada Regan, dan Regan mengangguk

"Panggil saja 'Kak'," ucapnya pada Selly.

Shea benar-benar tidak bisa mengungkapkan lagi pujian untuk Selly. Kata 'cantik' dan 'baik' seakan melekat dalam dirinya. Bagaimana tidak kata itu melekat, sebagai seorang istri CEO terkenal, dia tidak mau di panggil ibu, sepeti kebanyakan istri CEO.

"Baik, Kak."

"Ayo kita pesan makan, aku sudah lapar," ucap Selly seraya menarik kursi.

Shea merasa bingung harus bagaimana, karena dirinya di antara pasangan suami istri. "Saya permisi untuk buka meja, Pak." Rasanya Shea tidak enak makan bersama dengan atasannya.

"Kenapa harus buka meja baru, makanlah disini," ucap Selly pada Shea, "iya kan sayang?" tanyanya pada Regan.

"Makanlah di sini, Shea," pinta Regan setelah Selly memintanya.

Shea tidak punya pilihan lagi saat, dirinya di minta untuk makan bersama dengan Selly dan Regan. Akhirnya dia mengikuti saja keinginan atasannya.

Setelah memesan makanan, Shea, Selly dan Regan memulai makan.

"Apa kamu bertemu Bryan tadi?" tanya Selly memecah keheningan saat makan.

"Adikmu itu tidak datang, sepertinya dia sedang bersenang-senang dengan wanitanya." Regan memutar kedua bola matanya malam saat berucap.

"Aku harap, tiba-tiba akan ada wanita yang minta pertanggung jawabannya atas apa yang dilakukannya, agar dia berhenti melakukan itu," ucap Selly dengan nada sarkatis.

Regan hanya menarik senyumnya, melihat kekesalan dari istrinya. "Apa kamu sedang mendoakan adikmu sendiri."

"Aku masih tidak habis pikir bahwa papa memberi jabatan padanya sebagai CEO, tapi dia tidak bertanggung jawab sama sekali." Selly tahu betul ulah adiknya yang tanpa henti bermain-main dengan wanita.

"Apa papa harusnya memberikan jabatan itu padamu?"

Selly melirik tajam. "Aku tidak butuh jabatan itu, uangku sudah banyak darimu," godanya dengan senyuman.

Regan hanya menganggu mendengar ucapan istrinya. Senyum tipis yang hampir tak terlihat, tergambar di wajahnya.

Shea yang mendengar percakapan atasannya dengan istrinya itu tidak mengerti, jadi dia memilih untuk menunduk menikmati makannya.

"Shea, apa kamu sudah punya pacar?" tanya Selly menatap Shea.

Shea yang sedang fokus pada makanannya, menengadah menatap Selly. "Aku belum punya," ucapnya malu.

"Bersabarlah, nanti pasti akan ada pria baik akan menjadi kekasihmu."

Shea hanya tersenyum mendengar ucapan Selly. Dalam hatinya, Shea pun berharap begitu.

.

.

.

.

...----------------...

Aku harap kalian suka dengan karyaku ini.

Jangan lupa berikan like

Jika ingin lihat visualnya, bisa mampir ke

Instagram : Myafa16

.

.

.

.

Kejadian yang menyakitkan

"Sayang, bisakah kamu menemaniku ke toko perhiasan. Kalung yang baru berikan padaku kemarin putus," ucap Selly sedikit manja pada Regan.

Regan sedikit berpikir, tadinya dia ingin kembali ke kantor. Akan tetapi karena istrinya meminta, mau tidak mau dirinya harus merelakan niatnya tersebut. "Baiklah," ucap Regan pada Selly disertai senyuman.

Untuk pertama kalinya, Shea melihat senyum dari Regan, dan rasanya itu begitu mengagumkan. Seperti melihat bintang yang paling bersinar, begitulah Regan saat tersenyum. Sangat jarang, dan saat tersenyum begitu indah di lihat.

"Shea, kamu kembali ke kantor naik taxi saja ya," ucapnya pada Shea.

"Kenapa dia tidak ikut kita saja," potong Selly sebelum Shea menjawab.

"Shea harus mengantar berkas pada Felix. Jadi dia tidak bisa ikut kita."

Selly sedikit kecewa saat mendengar penjelasan dari Regan. "Tetapi lain kali, izinkan dia ikut aku jalan-jalan ya," ucap selly pada Regan, dan mendapat jawaban anggukan dari Regan.

Shea yang melihat pemandangan di hadapannya, membenarkan ucapan Chika tadi pagi, bahwa pasangan ini adalah pasangan ideal.

Seorang pangeran tampan, dan seorang putri cantik menjadi satu menciptakan cinta yang begitu indah, dan membuat iri semua orang yang melihatnya.

**

Setelah selesai makan siang, akhirnya Shea berpamitan untuk kembali ke kantor untuk mengambil berkas. Dengan menaiki taxi, Shea menuju kantornya.

Di meja kerjanya, Shea mencari berkas yang di minta tadi oleh Regan. Saat dia menemukannya dia langsung mencari kartu nama yang di berikan Felix tadi di restoran.

Saat sudah menemukan kartu nama milik Felix, Shea langsung menghubungi dengan ponselnya. "Halo, Pak Felix, ini saya Shea-sekertaris Pak Regan," ucap Shea saat sambungan telepon tersambung.

"Oh ya, saya ingat," ucapnya dari sambungan telepon.

"Saya ingin mengantarkan berkas, yang tadi belum sempat di bawa."

Sejenak hening sesaat, setelah Shea memberitahu pada Felix.

"Halo, Pak Felix," panggil Shea saat tidak ada suara dari sambungan telepon.

"Iya Shea, nanti kamu berikan saja langsung ke apartemen Fransia Park, tower B unit nomer 58. Soalnya saya sedang tidak ada di kantor."

"Baik, Pak." Shea pun mematikan sambungan telepon, setelah mendapat informasi dari Felix.

Shea langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas, dan melangkah menuju ke lobby. Sejenak Shea menunggu taxi di depan lobby.

Setelah taxi datang, Shea langsung masuk, dan menuju apartemen yang di informasikan oleh Felix.

Saat turun dari taxi, Shea melihat apartemen menjulang tinggi. Terdapat empat tower, berjajar melingkar, dan tampak begitu elite. Shea melangkah menanyakan pada petugas keamanan, di mana tower B.

Sesaat setelah mendapat informasi dimana tower B, Shea langsung melangkah menuju unit apartemen yang di ingatnya nomer 58.

Shea masuk ke dalam lift, dan keluar di lantai 5 apartemen. Seraya melangkah, Shea melihat nomer unit apartemen, dan mencari bernomer 58.

Saat menemukan nomer unit yang di tujunya, Shea menekan bel apartemen. Cukup lama Shea menunggu pintu apartemen di buka. Dalam batin Shea kemana pemilik apartemen ini, hingga lama sekali membuka pintu.

Akhirnya setelah cukup lama, pintu terbuka. Shea membulatkan matanya, saat melihat pria dengan kimono handuk membuka pintu apartemen. Dengan rambut basah, menjelaskan bahwa pria di hadapan Shea baru saja selesai mandi.

Sejenak Shea memperhatikan wajah tampan dari pria di hadapannya itu. Wajahnya memang tampan, mungkin satu nilai di bawah ketampanan Regan. Wajah blasteran, dengan rahang tegas, dan tatapan yang lebih tajam, seakan membuat semua orang akan terpesona. Ditambah rambut basah yang berantakan, seakan menambah ketampanannya.

"Saya di minta Pak Felix mengantarkan berkas, Pak," ucap Shea.

"Felix?" tanyanya memastikan.

"Iya, Pak."

Senyum tertarik di ujung bibir pria itu. Dia melihat wanita di hadapannya, memindainya dari atas ke bawah, memperhatikan setiap lekuk tubuh Shea. Kemeja chiffon terlihat melekat pada tubuh Shea, menunjukkan tubuh Shea. Ditambah rok di bawah lutut, memperlihatkan kaki jenjang milik Shea begitu menggoda.

Ternyata Felix mengirim wanita yang begitu menarik, batinnya. Dia tidak menyangka bahwa teman sekaligus asistennya itu, akan mengirim seorang wanita cantik untuknya.

Shea memperhatikan pria di hadapannya sedang melihat dirinya. Matanya seakan sedang melihat buruannya, yang hendak di terkamnya. Seketika rasa takut mendera hati Shea. Tapi dia sadar, bahwa tugasnya belum selesai. Dan sebagai sekertaris Regan, dirinya tidak mau sampai mempermalukan Regan.

"Masuklah terlebih dahulu," ucapnya seraya melebarkan pintu apartemen.

"Tidak perlu, Pak," ucap Shea takut-takut.

Rasanya adrenalinnya langsung terpacu, saat mendapat penolakan dari wanita di hadapannya. Dirinya sangat ahli dalam merayu wanita, dan baginya penolakan malu-malu seperti ini sudah biasa terjadi. "Aku hanya ingin menawari minum, apa kamu tidak takut aku melaporkan pada bos mu, bahwa kamu menolaknya."

Shea yang mendengar bahwa pria di hadapannya, akan melaporkan pada Regan langsung terkejut. "Baik, Pak," ucap Shea menerima tawaran pria dihadapannya.

Shea masuk ke dalam apartemen pria itu, dan duduk di ruang tamu, saat di persilakan untuk duduk. Shea melihat pria di hadapannya itu berlalu meninggalkannya, dan kembali dengan membawa minuman dingin.

"Minumlah!" ucapnya saat meletakkan dua soft drink di meja. "Siapa namamu?" tanya pria itu pada Shea.

"Shea, Pak." Shea takut-takut menjawab. Shea yang begitu merasa gemetar, saat bersama di dalam satu ruangan dengan seorang pria.

"Kenalkan, aku Bryan." Bryan mengulurkan tangannya pada Shea. Bryan adalah CEO Adion Company. Pria berusia 25 tahun ini adalah adik Selly-istri Regan Maxton. Bryan adalah pria yang hobby menghabiskan malamnya bersama para wanita.

Shea pun menerima uluran tangan Bryan, dengan ragu-ragu.

"Ingatlah namaku, dan sebut namaku nanti," ucap Bryan, saat Shea menerima uluran tangannya. Senyum mengembang di wajah Bryan

Mata Shea sedikit memicing, merasakan bingung, maksud dari ucapan Bryan. Shea juga merasakan tatapan Bryan padanya sangat berbeda, dan akhirnya membuat Shea ingin segera keluar dari apartemen ini. "Maaf, Pak Bryan, saya hanya mengantar berkas ini, dan saya akan segera kembali," ucap Shea berdiri.

Bryan langsung menatap tajam. "Rupanya kamu sedang menggodaku, untuk memulainya lebih cepat?" tanya Bryan menarik tangan Shea.

Shea yang di tarik tangannya, langsung ketakutan. Jantungnya langsung berdetak lebih kencang. "Maaf Pak, saya harus segera pulang," ucap Shea terbata seraya menarik tangannya, agar lepas dari cengkraman tangan Bryan

Bryan langsung menarik Shea dalam satu hentakkan, dan tubuh Shea seketika jatuh ke dalam pelukan Bryan. "Panggil aku Bryan," ucap Bryan menangkup tubuh Shea dengan kedua tangannya, dan langsung mengendong tubuh Shea menuju ke kamar.

Shea tak bisa lagi melawan, tubuh kekar Bryan. Dirinya hanya bisa pasrah, merasakan rasa sakit yang menderanya. Teriakan, air mata, dan perlawanan sudah tak mampu menghentikan pria di hadapannya.

Air mata seakan sudah mengering, dan Shea hanya bisa merasakan kejadian yang menyakitkan baginya ini.

Ingin rasanya Shea menolak semua yang di lakukan oleh Bryan, tapi tubuhnya berkata lain. Shea yang sudah sangat kehabisan tenaga, akhirnya hanya milih diam, dan membiarkan Bryan melakukan semua sesukanya.

Udara dingin dari pendingin ruangan pun, tak membuat tubuh Bryan mendingin. Panas gelora dalam tubuhnya, mengantarkan keringat yang membanjiri tubuhnya. Memberi hawa panas, yang menghangatkan.

Shea hanya bisa menangis dalam hatinya, menahan sesak di dadanya, menahan luka di hatinya.

"Panggil namaku, Shea."

Shea hanya diam, dan tidak menjawab apa pun permintaan Bryan. Dalam hati Shea.

Aku akan memanggil namamu dalam kebencianku.

Setelah menyelesaikannya, tubuh Bryan seketika melemas, dan jatuh tepat di atas tubuh Shea.

Mengatur deru nafasnya, Bryan masih setia berada di atas tubuh Shea. Keringat membanjiri tubuh keduanya. Bryan bermandikan keringat, karena menikmati irama yang dia buat, sedangkan Shea berkeringat karena berusaha melepaskan diri.

Sejenak keheningan tercipta saat, tubuh hanya mampu merasakan kelelahan.

Saat di rasa nafasnya mulai teratur, Bryan bangkit dari tubuh Shea. Senyum terukir di wajahnya, saat mendapatkan kenikmatan yang luar biasa dari Shea.

Mengambil kimono handuknya, Bryan berlalu ke kamar mandi. Membersihkan tubuhnya dari keringat yang menempel di tubuhnya.

Bryan menguyur tubuhnya di bawah kucuran shower. Berharap rasa lengket yang menempel di kulitnya, mengalir bersama air yang mengalir. Melihat warna merah yang ikut mengalir, membuatnya merasakan kepuasan tersendiri.

Shea yang melihat Bryan berlalu hanya memejamkan matanya, merasakan sakit.

Rasanya Shea menyesal, menerima tawaran pria asing untuk masuk ke dalam ruangannya. Tapi semua sudah terjadi. Niatnya mengantarkan berkas, mengantarkan juga pada kejadian naas ini.

"Apa kamu akan menikmati tidurmu tanpa membersihkan diri?" tanya Bryan, saat keluar dari kamar mandi.

Shea hanya menatap tajam penuh kebencian pada Bryan. Shea berusaha untuk bangun dari tempat tidurnya, dan berharap dirinya bisa segera pergi dari tempat terkutuk ini.

"Pakailah ini! Kamu tidak akan keluar dengan kemeja tanpa kancing bukan?" goda Bryan pada Shea seraya menyerahkan baju pada Shea.

Tanpa bicara Shea langsung merebut baju dari tangan Bryan. Shea langsung buru-buru membersihkan diri, dan memakai baju yang di berikan Bryan.

Sejenak Shea hanya bisa memicingkan matanya, saat melihat baju yang di berikan Bryan. Baju yang begitu pendek dan melekat pada tubuh, adalah hal yang di lihat Shea.

Namun, dirinya tidak ada pilihan lagi, saat bajunya sudah terkoyak, tak dapat di pakai kembali.

Shea keluar dari kamar mandi tapi tidak menemukan Bryan. Memunguti pakaiannya, Shea keluar dari kamar Bryan.

Saat keluar dari kamar, Shea melihat Bryan berada di ruang tamu. Menikmati rokoknya, dia menghembuskan asap ke udara.

"Ini untukmu, aku rasa sebanding dengan yang kamu berikan padaku," ucap Bryan yang melihat Shea keluar dari kamar, dan menunjuk cek di atas meja dengan isyarat matanya.

Shea benar-benar menahan gemuruh di hatinya. Rasanya dia ingin menampar pria di hadapannya itu, tapi tangannya berkata lain. Karena tangan Shea, langsung mengambil cek di atas meja.

Senyum tersungging di wajah Bryan, saat Shea mengambil ceknya. Rasanya Shea sama dengan wanita-wanita yang biasa dia tiduri.

Tanpa melihat berapa nominal yang tertera pada cek yang di berikan Bryan, Shea langsung merobek cek itu, dan membuang tepat di muka Bryan. "Aku kemari tidak untuk uangmu," ucapnya ada Bryan.

Bryan tidak bisa mengelak, saat Shea melempar cek yang sudah di robeknya. Ada perasaan kesal, saat wanita di hadapannya itu, dengan berani melawannya. "Baiklah kalau memang itu mau, aku lebih senang saat mendapatkan semua secara gratis."

Mendapatkan? Rasanya menyakitkan saat pria asing itu mendapatkan hal berharga dalam dirinya. "Nikmatilah, semuanya! Karena aku akan menuntutnmu di pengadilan," ucap Shea pada Bryan.

Seketika Bryan tertawa. "Apa kamu lupa aku CEO Adion Company. Aku bisa membayar pengadilan, dan usahamu akan sia-sia saja." Senyum licik tergambar di wajah Bryan. Kuasanya bisa mengalahkan segalanya. Baginya hanya seorang Shea, dirinya bisa melawannya.

Mendengar ucapan Bryan, Shea hanya bisa membeku. Rasanya salah saat dirinya berurusan dengan seorang CEO perusahaan besar itu. Dan dirinya tidak akan pernah menang, saat kekuasaan berbicara.

Tanpa menjawab, Shea memilih untuk pergi meninggalkan apartemen Bryan. Berada di dalam neraka yang bernama apartemen, membuat dirinya benar-benar muak.

Bryan hanya bisa tersenyum, saat dirinya melihat Shea pergi begitu saja. Ancamannya, seketika membuat wanita itu tidak menjawabnya sama sekali.

.

.

.

.

Terimakasih sudah membaca

My Baby CEO

Jangan lupa berikan like kalian🥰

Dan masukkan novel My Baby CEO dalam rak buku mu, agar kalian selalu dapat notifikasi saat up bab baru☺️

.

.

Harapannya seketika hancur

Menghisap manisnya filter rokok miliknya, Bryan menghirup dalam, dan menghembuskan kepulan asap ke udara. Melampiaskan perasaan kesalnya, Bryan masih setia dengan rokok di sela-sela jarinya, sejak Shea pergi keluar dari apartemen.

Bryan masih memandangi pintu, di mana Shea tadi pergi begitu saja dari apartemennya. Rasanya sedikit menggelitik pikiran Bryan, saat Shea tidak mau menerima cek darinya, dan malah merobeknya.

Dalam hati Bryan, dia sedikit tertarik dengan keberanian Shea, yang melawannya. Rasanya adrenalinnya terpacu mengingat kembali kenikmatan yang dia dapati dari Shea.

Namun, bagi Bryan, yang sudah berpuluh kali mengenal wanita. Dia hapal betul, bahwa wanita seperti Shea akan merasa jual mahal di awal saja. Karena pada akhirnya, dia akan bertekuk lutut padanya.

Saat Bryan sedang menikmati rokoknya, dia mendengar pintu apartemennya terbuka. Dan dirinya sudah bisa menebak siapa yang datang.

"Hai," sapa Felix yang baru saja masuk.

Tebakan Bryan tepat, karena hanya Felix lah yang tahu akses masuk ke apartemennya. Asisten dan temannya ini adalah orang yang paling dekat dengannya. Bagi Bryan, Felix sudah seperti saudara. Umurnya yang sama dengannya yaitu 25 tahun, membuatnya sama-sama menikmati hidup dengan cara mereka yang sama.

Bermain dengan wanita adalah kenikmatan bagi mereka berdua. Tapi mungkin Bryan lebih gila di banding Felix, karena Bryan bisa meninggalkan pekerjaannya demi mencari kenikmatan duniawinya.

"Maaf, wanita yang aku kirim tidak bisa datang." Felix seraya mendudukkan tubuhnya di atas sofa, tepat di hadapan Bryan.

"Dia sudah datang tadi ke sini," ucap Bryan di iringi tawa. Bryan masih merasakan senangnya mengingat menikmati tubuh Shea.

"Oh ya, aku pikir dia tidak datang. Karena tadi dia menghubungiku bahwa dia tidak datang." Felix sedikit bingung, karena dengan jelas tadi wanita yang di pesannya, menghubunginya tidak bisa datang.

"Mungkin saja tadi dia berubah pikiran, dan memutuskan datang ke sini," ucap Bryan, "lalu untuk apa kamu kemari?" tanya Bryan kembali.

"Aku mau bertemu sekretaris Regan disini," ucap Felix seraya menempelkan ponselnya, mencoba menghubungi Shea.

"Untuk apa sekretaris Regan kemari, bukannya tadi kamu sudah bertemu dengannya."

"Tadi ada berkas yang lupa di bawa sekretaris Regan, dan saat tadi dia menghubungiku, aku masih bersama Angel. Jadi ku suruh dia kemari." Felix masih saja terus mencoba menghubungi Shea. "Kenapa teleponku tidak di angkat," gerutu Felix.

"Mungkin dia sedang dalam perjalanan kemari."

"Mungkin." Akhirnya Felix menghentikan diri untuk menghubungi Shea. Felix langsung meletakkan ponselnya di atas meja, tapi sayangnya saat dia belum sempurna meletakkannya, ponselnya terjatuh ke samping meja.

Tangan Felix langsung meraih ponselnya yang terjatuh. Tapi matanya menajam saat melihat map terjatuh di samping meja, tepat di bawah ponselnya.

Felix mengambil ponsel sekaligus map yang tergeletak di lantai. "Map apa ini?" tanya Felix pada Bryan.

Bryan memperhatikan map yang di tunjukan oleh Felix. Dia mencoba mengingat map apa itu. Tapi sejenak dia mengingat bahwa map itu di bawa oleh Shea. "Oh ... itu map yang di bawa wanita tadi." Bryan yang masih menikmati rokoknya, menghembuskan asap rokoknya ke udara.

Felix menautkan kedua alisnya, mendengar ucapan Bryan. "Untuk apa dia membawa map, kamu pikir dia sedang ingin melamar kerja," cibir Felix.

Bryan langsung tergelak, saat mendengar ucapan Felix. "Iya, melamar menjadi wanitaku." Bryan masih berucap disertai tawa.

Felix hanya memutar bola matanya malas, mendengar ocehan tidak bermutu dari Bryan. Dirinya langsung beralih pada map yang di pegangnya. Rasa penasaran membuatnya ingin melihat apa isi map itu.

Kedua mata Felix membulat sempurna, saat membaca berkas apa yang terdapat dalam map. "Ini data penjualan Maxton Company," ucap Felix menatap tajam pada Bryan.

"Lalu?"

Felix semakin menajam saat menatap Bryan. "Kamu bilang lalu?" tanya Felix yang masih tidak habis pikir Bryan. "Bagaimana berkas ini sampai disini?"

"Tadi sudah aku bilang bukan, wanita yang kamu kirim yang membawanya," ucap Bryan menjelaskan kembali.

Felix masih mencerna dengan baik ucapan Bryan. Dan sebaliknya, Bryan yang baru saja menjelaskan, bahwa berkas yang di tangan Felix adalah berkas yang di bawa Shea, memahami kembali ucapannya.

"Kalau berkas ini yang di bawa wanita yang kamu masud, berarti wanita itu adalah sekretaris Regan." Felix lebih dulu menemukan jawaban dari ucapan Bryan.

Bryan langsung tersentak, saat mendengar bahwa wanita yang dia tiduri tadi adalah sekertaris Regan.

"Apa kamu tadi bertanya namanya?" tanya Felix. Felix benar-benar berharap bahwa dugaannya salah, kalau Shea lah yang datang berkas ini.

"Shea, namanya Shea." Bryan mengingat kembali nama wanita yang baru saja dia nikmati tubuhnya.

Tubuh Felix melemas mendengar nama Shea di sebut oleh Bryan. Dia tidak tahu bagaimana bisa Bryan mengira Shea adalah wanita yang di kirimnya. "Apa kamu tidak bertanya terlebih dahulu padanya?" Felix masih berusaha mencecar Bryan.

Bryan mengingat apa dirinya bertanya atau tidak. "Dia bilang, diminta oleh dirimu, kemari."

Felix benar-benar sudah kehilangan kesabarannya bertanya dengan Bryan. Rasanya Tuhan begitu adil menciptakan pria tampan di hadapannya, tapi begitu bodoh, setidaknya Bryan punya kekurangan dalam dirinya. "Maksudku, apa dia tidak menjelaskan tentang berkas ini?" tanya Felix seraya menunjukan berkas yang pegangnya.

Rasanya Bryan malas sekali mengingat sesuatu yang tidak penting. Yang dia ingat adalah hanya kenikmatan yang tadi dia dapatkan. Akan tetapi saat melihat tatapan tajam Felix, mau tidak mau dirinya mengingat.

Bryan mencoba mengingat, dan ingatannya sampai di saat Shea ingin pergi dari apartemennya dan mengatakan bahwa dirinya hanya mengantar berkas. "Ada, dia mengatakan itu."

"Lalu kenapa kamu tidak tahu, saat aku bertanya berkas ini?"

"Aku tadi terlalu bernapsu, jadi aku tidak terpikir."

"Apa kamu meniduri Shea?" tanya Felix begitu kaget.

"Lebih tepatnya aku memperkosanya, karena tadi dia menolak."

"Apa kamu gila? Apa kamu tidak tahu dia sekertaris Regan?" Felix masih tidak habis pikir bahwa Bryan meniduri Shea.

"Mana aku tahu. Yang aku tahu dia datang karena dirimu, jadi aku pikir dia datang memang hanya untuk ditiduri."

Felix memijat keningnya, rasanya kepalanya berdenyut, saat mendapati Bryan dengan santainya menjawab bahwa dia sudah meniduri Shea.

"Tapi harusnya kamu mengkonfirmasi dulu. Kamu tahu bukan sekarang bahwa dia sekretaris Regan, dan sekarang apa yang harus kita lakukan?"

"Kenapa harus susah-susah. Dia hanya sekretaris bukan? Tinggal berikan saja dia uang, dan dia akan tutup mulut."

"Apa kamu yakin dia mau?" tanya Felix.

Bryan membeku mendapatkan pertanyaan dari Felix. Dirinya mengingat bahwa Shea tadi merobek cek darinya. "Kamu atur saja, dan pastikan dia tutup mulut."

Felix hanya bisa pasrah saat mendengar ucapan dari Bryan. Sebagai atasannya, Bryan begitu menyebalkan, karena dalam situasi bersalah, dia melemparkan tanggung jawab menyelesaikan padanya. "Baiklah, aku akan mencoba menemuinya.

"Besok jam berapa aku berangkat?" Bryan mengingat perjalanannya ke luar negeri.

"Besok pagi jam tujuh... dan pastikan kamu tidak terlambat!" Felix memberikan peringatan keras pada Bryan.

"Iya," jawab Bryan malas. "Pastikan ada wanita selama aku di sana sebulan. Aku pasti akan sangat bosan di sana," ucapnya melanjutkan ucapannya.

Felix hanya bisa menghela napasnya. Mengenal Bryan sudah membuatnya tahu, bahwa membuat Bryan fokus pada pekerjaan adalah hal paling sulit.

**

Shea yang keluar dengan gontai, dari apartemen Bryan. Dengan menahan rasa sakit hati dan sakit di bagian bawah, Shea kembali ke rumahnya.

Menaiki taxi, Shea menuju rumahnya. Air mata yang masih tersisa, masih mengalir di pipinya. Sepanjang di dalam taxi, Shea masih meratapi nasibnya, yang menerima kejadian menyakitkan ini.

Entah dirinya harus menyalahkan siapa atas kejadian yang menimpanya. Regan yang memintanya mengantar berkas, atau dirinya yang menerima tawaran untuk masuk ke dalam apartemen Bryan.

Namun, semua sudah terjadi, dan tak bisa lagi dia hindari. hanya penyesalan saja yang tersisa, dalam dirinya.

Sesampainya di rumah, Shea langsung menganti baju yang di kenakannya. Rasanya dia benar-benar jijik melihat baju yang dia kenakan. Dirinya nampak seperti wanita murahan, saat memakai pakaian yang minim itu.

Saat Shea menganti bajunya, tampak tanda merah menghiasi tubuhnya. Melihat tubuhnya, rasanya Shea benci sekali dengan tubuhnya. Tubuh yang orang bilang indah, ternyata membuat pria itu menyakitinya.

Shea merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, sesaat setelah dirinya menganti bajunya. Matanya menatap kosong pada langit-langit kamarnya. Bayang-bayang kejadian tadi masih tergambar diingatannya dengan baik. Tidak ada yang keluarga, membuatnya tidak ada tempat bersandar di saat seperti ini.

Harapannya seketika hancur berkeping-keping. Andai masih ada orang tuanya, pastilah mereka akan sangat kecewa dengan Shea yang telah membuat malu mereka. Tetapi walaupun tidak adanya orang tua, tetap saja dirinya malu dengan semua yang terjadi padanya.

Shea meraba tubuhnya, seakan mengingat perlakuan kasar dari Bryan yang menyakitkan. Dilihatnya pergelangan tangannya, dan mendapati jejak merah yang membekas menyisakan sakit. Akan tetapi mungkin sakitnya, tidak akan lebih sakit dari bagian bawah miliknya.

Saat mengingat sakit yang di rasakan olehnya, kebencian pada Bryan kembali muncul. Ingin rasanya dia melaporkan Bryan, dan membawa kasus ini ke meja hijau. Tapi dia mengingat ucapan Bryan, bahwa dia bisa membayar pengadilan untuk memenangkan kasus ini. Usahanya akan sia-sia saja, jika dia tetap berusaha melawan Bryan. Dengan muda Bryan akan membuat dirinya seolah tidak bersalah, mengingat dirinyalah yang datang ke apartemen Bryan.

Pikirannya yang begitu dipenuhi kesedihan, akhirnya mengantarkannya memejamkan matanya. Rasa lelah yang masih begitu mendera, membuatnya seketika terbawa ke dalam alam mimpi.

**

Keesokan paginya, Shea bangun dan bersiap ke kantor. Sebenarnya dia masih ingin di rumah, tapi mengingat tanggung jawabnya, dia tidak mau mengecewakan. Shea ingat betul bahwa masuk ke Maxton Company, adalah impiannya, dan dia tidak mau menyianyiakan kesempatan ini.

Mencoba bersemangat, Shea menuju ke halte bus. Dengan berjejalan di dalam bus, Shea menuju ke kantornya. Sesampainya di kantor, Shea langsung menuju ke meja kerjanya. Menyalakan laptopnya, memulai aktifitasnya.

Tapi pikirannya tetap kosong, fokusnya beralih pada kejadian demi kejadian yang menimpa dirinya. Bayangan-bayangan itu belum bisa hilang sama sekali dari ingatannya.

"Pagi," sapa Regan yang baru saja datang. Saat keluar dari lift, Regan melihat Shea yang melamun. Biasanya Shea akan menyapanya terlebih dahulu padanya, tapi sampai saat langkahnya sampai di dekat meja Shea, wanita itu tidak menyadari sama sekali. Akhirnya Regan menyapa Shea lebih dulu.

Shea tersentak saat mendengar seseorang menyapanya. Dirinya langsung menengadah melihat ke arah orang yang menyapanya. Mata yang mengecil akibat menangis semalam, seketika membulat sempurna menampilkan pupilnya, saat melihat Regan lah yang di hadapannya. "Pagi, Pak," sapa Shea.

Regan menatap tajam pada Shea. Dalam hatinya, berpikir ada yang nampak berbeda dari Shea. Mata Shea yang biasanya nampak indah, terlihat mengecil. Terlihat matanya sembab, dan Regan yakin itu karena menangis. "Apa kamu baik-baik saja?" Suara Regan terdengar datar, tapi penuh penekanan.

Menyadari bahwa Regan memperhatikannya, Shea langsung menundukkan pandangannya, menyembunyikan matanya yang sembab. "Saya baik-baik saja, Pak," ucap Shea seraya menundukkan pandangan.

Regan bukan tipe orang yang suka memaksa. Saat dia mendapati bahwa Shea tidak mau mengatakan apa-apa, dia tidak mendesak, dan memaksa. "Baiklah, kalau begitu bacakan jadwalku," ucap Regan.

"Baik, Pak." Shea langsung mengekor, mengikuti Regan masuk ke dalam ruangan Regan.

Berdiri di samping meja kerja Regan, Shea membacakan jadwal Regan. Shea masih menundukkan pandangannya, agar Regan tidak melihat matanya.

Ingin rasanya dia mengatakan pada Regan apa yang menimpa dirinya, tapi mungkin percuma jika dia mengatakan pada Regan, mengingat Bryan adalah adik iparnya.

"Apa kamu sudah antar berkas pada pihak Adion Company?" tanya Regan.

Saat di tanya tentang berkas yang harus di antarnya ke Adion Company, dirinya mengingat bahwa Bryan tidak menanggapi sama sekali berkas yang dia berikan. Bryan malah sibuk dengan dirinya. "Sudah, Pak?" Shea hanya berharap Bryan akan melihat berkas yang di bawanya.

Regan yang mendengar jawaban Shea, tergerak untuk menatap Shea. Regan melihat dengan jelas, bahwa Shea masih menunduk. Dalam hatinya masih bertanya, apa yang terjadi pada sekretarisnya itu.

Saat mata Regan memperhatikan Shea, matanya menajam saat melihat tanda merah yang berada di leher Shea. Sebagai seorang pria, di tahu bahwa itu adalah bekas kecupan, karena dirinya biasa melakukannya pada Selly.

Namun, Regan memutar ingatannya, kemarin Shea mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki kekasih. Siapa yang mengecup Shea dan meninggalkan bekas, batin Regan.

"Apa ada lagi, Pak?" tanya Shea pada Regan.

Regan yang sibuk dengan pikirannya tersentak, saat mendapatkan pertanyaan dari Shea. "Tidak."

"Baiklah, saya permisi." Shea berlalu sesaat setelah meminta izin.

Regan masih memandang Shea, hingga Shea hilang dari pandangannya, hilang di balik pintu. "Aku rasa ada yang terjadi padanya."

.

.

.

.

Terimakasih sudah membaca.

Jangan lupa like ya☺️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!