NovelToon NovelToon

Yang Kedua Itu Pilihanku

Kecelakaan kecil

Restoran sangat ramai sore itu, semua orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing tak terkecuali Lala yang sedari tadi juga sibuk mengantarkan pesanan para tamu di restoran itu.

Ditengah kesibukan itu ada tamu yang berteriak teriak dipojok ruangan.

"KAU PIKIR KAU ITU SIAPA HA?!!! Teriak seorang wanita kepada seorang wanita lain yang duduk di depannya.

Karna khawatir terjadi sesuatu Lala mendekat dan mengamati kejadian di salah satu pojok restoran itu.

Si wanita yang berdiri terlihat begitu murka dan dengan penuh emosi memaki maki wanita di depannya. Wanita itu duduk dengan tenang seolah tidak mendengar apa2, dia sibuk melanjutkan makannya.

Sedangkan pria yang tadinya duduk disebelah wanita cantik itu berdiri dan mencoba menenangkan wanita yang murka. Kelihatannya dia adalah suami dari wanita yang berteriak. Si pria sepertinya kepergok selingkuh dengan wanita lain.

Pertengkaran mukai tak terelakkan. Cacimaki makin kian terdengar menggema, kali ini mulai banyak pasang mata yang memperhatikan, bahkan pak Dewo yang ada di dalam kantorpun sampai keluar dari ruang kerjanya.

Lalapun mencoba melerai dan mencoba membujuk agar susanana tidak semakin kacau dan mengganggu pengunjung yang lain.

"Maaf bu lebih baik ibu tenang dulu, mari saya antar ke ruangan manager restoran kami agar ibu bisa lebih nyaman." ucap Lala santun.

"Apa pula kau ini, siapa kau ikut campur urusan keluargaku ha!!! jawabnya geram.

"Dan kau pelakor sialan!! Jangan kau pikir kau sudah menang ya!! Dia mau denganmu itu cuma sementara, kau ini cuma tempat sampah tempat dia membuang hasratnya semata. Kau ini bukan apa2 dan bukan siapa siapa!!!"

Kali ini wanita cantik itu bereaksi, dia menatap sengit ke arah wanita yang didepannya kemudian dia berdiri dan dengan senyum sinis dia menjawab.

"Ya, biarlah dia hanya menganngapku tempat sampah tempatnya membuang hasratnya semata.

Namun setidaknya dia rela memberiku apa saja,bahkan semua waktu dan perhatiannya kini beralih kepadaku. Itu sudah cukup bagiku, tak butuh waktu lama bagiku untuk membujuknya agar mau berpisah denganmu, iya kan beb...?" Ucapnya sambil menoleh ke arah lelaki yang ada dihadapannya."

Si wanita itu tersentak, ia terkejut bukan kepalang dengan jawaban si pelakor yang seolah tak malu dengan perbuatannya.

"DASARRRR KAUUU BEDEBAHHHHH!!!! Teriak wanita itu sambil melemparkan gelas ke arah si pelakor.

Sayang si pelakor cukup pintar, dia mengelak dan gelas itu tak berhasil mengenainnya.

Namun naas bagi Lala yang berdiri disamping si pelakor. Gelas itu melayang ke arahnya dan tepat mengenai pelipis kanannya.

Karna kaget diapun reflek berteriak.

Sejenak dia mundur karna dia merasa agak perih di area mata bagian atas. Tess....tesss..."apa ini darah?" batinnya.

Suasana jadi makin kacau, si pelakor terpantik amarahnya dan mulai berteriak sedang si wanita makin beringas dan mencoba menjambak si pelakor.

Pertengkaran tak terhindarkan.

Kemudian datang beberapa security di depan untuk melerai.

Sedang Lala jatuh terduduk sambil memegang pelipisnya. Darahnya tak banyak tapi tak mau berhenti mengalir.

Beberapa teman Lala panik dan mencoba menolongnya untuk berdiri.

Tak berapa lama Pak Dewo datang dan mencoba membawakan tissue untuk menyeka darah yang terus mengalir dari pelipis Lala.

"Kamu gak pa2?" Tanyannya pada Lala.

"Sebaiknya kita kerumah sakit, lukamu perlu perawatan." imbuhnya.

"Maaf pak saya baik2 saja, saya hanya sedikit terkejut, ini hanya luka kecil nanti juga akan sembuh sendiri." jawab Lala dengan canggung.

"Gak, kita harus ke rumah sakit. Lukamu cukup dalam, sepertinya itu butuh dijahit. Asal kamu tahu, aku tidak mau dicap sebagai manager tak berperikemanusiaan yang diam saja melihat pegawainya terluka saat bekerja. Jadi jangan mempersulitku, turuti saja..ok."

"Ba...baik..pak...terimaksih." ucap Lala.

Tak berapa lama akhirnya mereka sampai di rumah sakit.

Dengan berjalan beriringan Dewo dan Lala berjalan ke arah IGD. Dia berbicara dengan seorang perawat dan kemudian mereka menemui Lala yang sedang menunggu.

"Baik mbak, coba saya lihat dulu lukannya." perawat itu mencoba membuka plester yang menutup luka untuk sementara.

"Syukurlah anda membawanya kesini, ini memang luka kecil tapi agak dalam jadi harus dijahit. Untungnya ini ada di dekat alis jadi anda tidak perlu khawatir dengan bekas lukannya, dengan bedak dan pensil alis ini akan tertutup dengan sempurna." lanjut perawat itu dengan senyum manisnya.

"Terimakasih sus."

"Jangan sungkan..ini hal kecil."

**

15 menit berlalu dan luka di pelipis Lala sudah tertutup dan plester kecil menempel disana.

Lala meringis karna jahitan itu meski hanya hanya 2 tapi cukup membuatnya merasa kesakitan.

"A**h..hari ini ada2 aja" ucapnya dalam hati.

"Baik pak susah selesai dan untuk obatnnya bapak bisa ambil di apotik depan." ucap perawat itu sambil memberikan resep obat ke pak Dewo.

"Ok sus...terimakasih."

Setelah menebus obat pak Dewopun menemuiku yang duduk menunggunya di depan.

"Ayo La aku antar pulang." ajaknya sambil memberikan obat kepada Lala.

"Saya bisa bisa pulang sendiri pak , terimakasih dan maaf sudah merepotkan bapak."

"Sudahlah, aku antar toh jam kerjaku juga sudah selesai dan untuk motor nanti biar Edo yang nganterin ke rumahmu."

"Baik pak."

**

Sepanjang perjalanan Lala hanya diam, dia merasa kurang nyaman dan canggung. Pak Dewo hanya sesekali melirik ke arah Lala sambil tersenyum simpul.

Hanya butuh waktu 10 menit akhirnya Lala sampai dirumahnya.

Mobil itu berhenti tepat didepan rumah berpekarangan luas itu.

"Sudah sampai pak, ini rumah saya. Mari pak masuk dulu." ucap Lala ragu2.

Dewo menangkap keraguan Lala lalu menjawab, "Gak perlu sudah kamu masuk saja, aku masih harus mengurus beberapa hal. Sampaikan saja salam dan permintaan maafku atas nama restoran untuk keluargamu atas kejadian di restoran tadi, bagaimanapun juga itu sudah menjadi kewajibanku."

"Baik..pak...sekali lagi terimakasih."

"Hahahaa, jangan terlalu canggung padaku. Biasa aja, anggap saja aku seperti teman kerjamu lainnya. Sikapmu yang terlalu kaku justru membuatku tidak nyaman."

"Baik pak,jawab Lala sambil tersenyum malu.

"Ok kalo gitu aku pamit dulu, kamu boleh libur sehari dan jangan lupa minum obatnya." pamit pak Dewo.

Lala mengangguk dan memperhatikan mobil itu berlalu hingga depan gang lalu menghilang. Dengan langkah gontai dia masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum bu..., Lala pulang."

"Wa alaikumsalam,tumbenn jam segini udah pulang. Eh loh loh loh, itu pelipismu kenapa nak kok diplester gitu?" tanya ibu Lala terkejut.

"Oh ini, ndak pa2 kok bu, tadi hanya ada kecelakaan kecil di restoran. Udah dijahit kok, dan udah dapet obat juga."

"Owalah kok bisa to La, kamu ini kerja juga baru beberapa hari udah dijahit segala. Eh lha motornu mana? Kok gak ada? Kamu pulang jalan kaki?" Tanya ibu bertubi2.

"Ndak bu, tadi Lala di anter ma manager restoran tempat Lala bekerja. Dia juga yang nganter Lala ke rumah sakit tadi."

"Weladalah baik banget bosmu itu, yaudah mana orangnya kok gak disuruh masuk?"

"Udah pulang bu, tadi udah Lala tawarin mampir tapi ndak mau."

"Ooo..yaudah sekarang kamu mandi lalu istirahat aja."

"Iya bu." jawabku sambil berjalan masuk kedalam kamar.

Demi ibu

Langit masih pekat,belum ada semburat cahaya dari sang mentari untuk menyinari.

Tapi pagi itu bu Nana sudah sibuk didapur seperti biasa, menanak nasi dan memasak untuk makan mereka hari ini.

Keluarga ini terlalu sederhana untuk sedekar makan bu nana hanya masak sehari sekali di pagi hari,jika lauk sudah habis sebelum jam makan malam paling banter bu Nana akan memasak mie atau telur dadar sebagai gantinya.

Bagaimanapun dia hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang tidak memiliki penghasilan. Sepeninggal suaminya alm.pak Ibrahim bu Nana hanya tinggal bersama kedua putrinya Lala dan Nela.

Anak pertamanya Nela hanya sekolah sampai lulus SMA, dia tidak kuliah hanya agar tidak terlalu merepotkan ibunya dia lalu mengambil kursus menjahit agar bisa punya ketrampilan untuk memulai usahanya sendiri kelak, dan pada akhirnya dia dipersunting oleh seorang pemuda yang bekerja di keurahan.

Nela termasuk beruntung meski dia menikah muda namun mempunyai suami yang baik dan pengertian. Meski gaji Dion tak banyak tapi mereka hidup bahagia dalam kesederhanaan.

Nela dibuatkan sebuah rumah di tanah milik bu Nana dimana itu terletak tepat disebelah rumah bu Nana itu sendiri.

Sedang Lala setelah lulus SMA sempat ikut ujian masuk perguruan tinggi,namun karna keterbatasan biaya meski dia dinyatakan lulus dan diterima di sebuah perguruan negri di kota Magelang akhirnya dia mengubur dalam2 cita2nya untuk menjadi seorang guru seperti ayahnya.

Pada akhirnya Lala hanya menganggur dan sesekali membantu kakaknya menjahit dirumahnya.

Tak banyak yang bisa dia lakukan, paling hanya membantu memotong pola atau menyetrika baju yang sudah selesai dijahit kakaknya.

Kehidupan sederhana yang kelewat biasa.

Karna merasa kasihan pada adiknya akhirnya Nela menyuruh lala untuk mengambil kursus agar punya ketrampilan agar kelak bisa membiayai hidupnya sendiri.

"La...apa sebaiknya kamu ndak ikut kursus jahit kaya mbak ato kursus yang lainnya gitu.?"

"kursus apa ya mbak? Lala kok kayanya ndak ada bakat jahit kaya mbak Nela."

"Loh ya gak harus jahit to La. Bisa yang lain, coba kamu diskusiin ma ibu sekirannya ibu ngebolehin apa ndak, daripada kamu nganggur gini kan? Ntar soal biaya kursus biar mbak sama mas dion yang bayar."

" Loh kok gitu mbak? Aku yo ndak enak sama mas Dion dong, jadi ngerepotin kalian berdua." jawab Lala, dia trenyuh dengan kebaikan kakaknya.

"Helleh...gimanapun juga sepeninggal bapak selain ibu kamu itu juga sudah menjadi kewajiban mbak, jadi yo gapapa. Atau kamu mau langsung kerja? Kerja dimana coba? Kan cuma lulusan SMA, kita juga hidup di desa paling banter lulusan SMA itu kan ya kerjanya di toko gitu, masih ndak tega aku liat kamu kerja. Westooo...nurut aja, ntar bilang ma ibu..ok" bujuk Nela dengan logat medoknya.

Setelah mendapat ijin dari bu Nana pada akhirnya Lala ikut kursus salon.

Dia berfikir kalau kakaknya sudah kursus jahit...dia harus punya ketrampilan lain,kelak dia ingin membuka salon sendiri di depan rumah.

Ya.., cita2 sederhana yang pada akhirnyapun tak bisa wujudkan karna setelah dia kursus dia belum punya cukup modal untuk membuka salon sendiri.

Sedang sudah beberapa minggu ini dia pergi kesana kemari mencari lowongan di salon tapi hasilnnya nihil.

Namun suatu ketika Rara teman semasa dia SMA datang kerumahnya dan memberitahunnya ada lowongan pekerjaan di sebuah restoran di tengah kota dimana Rara bekerja.

"Gimana La? Kamu mau ndak? Gajiya emang ndak besar sih tapi yo lumayanlah, bisa buat kebutuhan kita sehari hari dan sedikit membantu orang tua kita."

"Gimana ya...," jawab Lala ragu.

"Iya.., aku ngerti kamu itu merasa enggan karna ngerasa gak enak ma mb Nela. Kamu kan kursus salon dibiayain dia, eh bukannya sekarang kerja disalon malah kerja di restoran." pungkas Rara.

"Ya bukannya gitu, cuma apa aku bisa ya? Kan aku belum pernah kerja takutnya nanti jadi ngerepotin kamu aja disana."

"Helleh...apa susahnya sih kalo cuma di restoran,kerja kita kan cuma ngelayanin pengunjung tamu aja. Nanyain mau pesan apa, terus nganterin pesenan kemudian beresin meja makan ketika mereka udah keluar."

"Iya sih..., coba ntar aku tanya ibu dulu ya. Kalo ibu ngijinin aku kabarin kamu."

"Ok deh kalo gitu.., aku pamit dulu ya soalnya udah hampir telat nih ntar kalo udah mantep jangan lupa WA aku ya."

**

Belum juga Lala beranjak pergi dari ruang tamu tiba2 dia mendengar bu nana memanggilnya. "La....nak...sini nak bentar."

"Iya bu...," Jawab Lala sambil menuju ke dapur tempat ibunnya berada.

"Ada pa bu kok ibu pucat gitu?" tanya Lala khawatir karna melihat ibunnya sedang duduk lemas sambil memegangi perutnya. Keringat dingin terlihat menetes di dahi bu nana.

"Tolong ambilin ibu air putih hangat ya,ibu kok lemes ini ndak tau kenapa tiba2 perut ibu sakit banget."

"Iya ...iya bu...bentar ya."

"Bu...Lala panggilin mbak Nela ya?" Ucap Nela sambil memberikan air hangat untuk diminum ibunnya.

"Udah...ndak usah, ndak papa..ntar kalo mbak Nela tau malah heboh. Ibu gapapa kok, paling karna tadi telat makan aja..serelah minum obat maag juga baikan lagi."

"jangan gitu to bu, udah beberapa hari ini Nela sering liat ibu suka megangin perut terus kaya nahan sakit. Kalaupun itu cuma maag ya ibu harusnya periksa ke dokter, jangan cuma ditahan. Ntar sore Lala anter ke dokter ya bu.." pinta Lala.

"Iya..cerewet." jawab ibunnya sambil tersenyum dan mengelus pipi Lala."Tersirat ada rasa khawatir didalam mata bu Nana,tapi itu hanya tipis...terlampau tipis hingga Lala tak menyadarinnya.

**

Sore harinnya setelah bercerita tentang kesehatan ibunnya ke Nela, dan mereka berdua berhasil membujuk bu Nana untuk ke dokter.

Akhirnya Lala mengantar ibunnya untuk di periksa.

"Maaf bu setelah saya saya dengar keluhan anda dan gejala2 yang anda rasakan selama beberapa waktu ini, dan juga setelah saya periksa saya belum berani memastikan secara pasti sakit yang anda derita. Tapi berdasarkan keterangan anda tadi..sepertinya ibu mengalami gangguan pada ginjal ibu." Ucap dokter.

Lala terkejut dan langsung menatap ibunnya, dan dalam benaknya dia bertanya "sejak kapan ibu sakit? Kenapa ibu tidak cerita? Kenapa ibu menahannya?"

Bu Nana sama terkejutnya tapi dia tampak lebih tenang dan bertanya ," lalu saya harus bagaimana dok?"

"Sebaiknya ibu melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke rumah sakit, nanti saya beri surat rujukannya ya bu..." jelas dokter.

Tak jauh beda dari perkiraan dokter tempo hari.

Setelah bu Nana pergi ke rumah sakit hasilnyapun sama, bahkan bu Nana harus rutin cek setiap bulannya. Meski hanya rawat jalan tapi tetap saja butuh biaya untuk menebus obatnya.

Setelah berfikir dan meminta ijin ke bu Nana akhirnya Lala mantap ikut bekerja jadi pelayan restoran bersama Rara temannya.

" Aku rasa ndak papa sementara aku kerja disana sambil nyari kerja disalon, atau cari modal buat beli peralatan salon kecil2an." ucapnya dalam hati.

"Mbak..bu besok Lala udah mulai berangkat kerja sama Rara..,"

"Kamu beneran gapapa La? Kamu mantep? Ibu merasa bersalah karna ndak bisa biayain kamu agar bisa kuliah, sekalinya kamu bisa kursuspun itu di biayai mbakmu Nela. Dan sekarang sambil nyari kerja di salon kamu musti bekerja di restoran, mafin ibu ya La." ucap bu Nana suatu sore.

"Ibu jangan ngomong gitu, Lala udah sangat bersyukur kok bu. Lala janji Lala akan pandai2 menabung agar bisa beli peralatan salon biar bisa buka sendiri,ibu jangan khawatir Lala cuma mau bantu ngeringanin beban ibu. Sekarang ibu kan sedang sakit dan harus memperoleh perawatan dan obat tiap bulannya, jadi ibu jangan terlalu banyak berfikir. Lala baik2 saja dan pasti akan selalu baik2 saja." jelas Lala.

"Iya bu...biar Lala mencoba mandiri,kalau ibu bosan dirumah sendiri kan ibu bisa ke tempat Nela. Ibu bisa main ma Arjun." tambah Nela.

"Iya bu..., Lala kan kerja biar bisa belajar mengurus kebutuhan Lala sendiri biar gak terlalu membebani ibu."

"baiklah nak...ibu mengerti."

Kerja

Tok tok tok..”, bangun La..sudah subuh. Sholatlah dulu, setelah itu bantu ibu mengoreng pastel bu Dian.” terdengar suara bu Nana dibalik pintu kamar Lala.

"Iya bu..bentar." dengan mata setengah melek Lala bangkit dari tempat tidur lalu dengan malas berjalan ke arah kamar mandi untuk ambil wudhu.

Setelah selesai sholat iapun menyusul ibu Nana ke dapur. “Dapet pesenan berapa bu? Emangnya tempat bu Dian ada acara apa sih?” Tanya Lala smbil membalik pastel Yang sedang digoreng.

“Biasalah nak rapat PKK. Lumayan..ibuk dapat pesanan pastel, pudding dan kue sarang semut masing2 30 biji.”

Semenjak ayah Lala meninggal meski hanya seorang ibu rumah tangga biasa bu Nana kadang memang suka mendapat pesanan kue dari tetanggga sekitar. Lumayan, itulah yang dipikirkan ibu 2 anak itu.

“Ini udah semua kan bu? Lala bawa sekalian ya ke tempat bu Dena kebetulan kan sejalan ma tempat kerja Lala.”

“Iya nak, itu yang dikotak kecil juga dibawa bagi buat temanmu kerja. Kebetulan tadi masih sisa lumayan banyak.” Jawab bu Nana.

“Ok deh Lala berangkat kerja dulu ya bu..assalamualaikum.” pamit Lala.

“Wa allaikumsalam..hati2.”

**

Jam 8 lebih 11 menit, setelah mengantarkan kue pesanan ke tempat bu Dena akhirnya Lala sampai di restoran tempanya bekerja.

“Hai La pagi.., tumben nih kamu dateng lebih awal? Gimana lukannya,udah sembuh? kok udah berangkat kerja aja?” Tanya Rara sambil berjalan menghampiri Lala.

“Iya tadi sekalian nganter kue pesanan, lukaku udah gapapa kok udah dijahit ini, jadi ya kenapa musti libur.”

“Emangnya jahit berapa? Beneran gak sakit tuh…kalo aku mah pasti udah pingsan duluan sebelum dijahit hehe,”

“Kamu ini ada2 aja, lebayyyy beuud dah.." ledek Lala.

Di dapur sudah ada beberapa pekerja dan asisten chef yang sedang sibuk mempersiapkan bahan dan peralatan.

“Loh kok kamu udah berangkat La, udah sembuh tuh lukanya?”tanya seorang asisten chef yang bernama Angga.

“Udah kok mas cuma luka dikit, lagipula aku juga belum lama kerja disini masa belum genap sebulan udah libur gegara hal sepele gini kan gak enak ma atasan.”

“Haha, yahkan gapapa juga toh aku dengar dari manager sendiri yang ngasih kamu ijin sehari.” imbuhnya.

“Iya tapi tetep aja gak enak, oh iya nih aku bawain camilan dikit kebetulan tadi ada lebihan dari kue pesanan ibu.”

“Wihhhh rejeki nomplok nih, sini..sini…lumayanlah ya dapet camilan kebetulan belum sarapan juga.”

“Dasar mas Angga kalo soal makanan pasti paling cepet deh.” ucap Rara.

“Gapapa kali Ra, banyak kok kuenya..tapi maaf ya.Cuma camilan kampung ndak seenak bikinan Mas Angga.”

“Ada apa nih rame..?” Terdengar suara dari arah pitu masuk dapur.

“Eh ada pak Dewo..ini pak,” Belum sempat Rara menjelaskan pak Dewo sudah memotong pembicaraan dan langsung bertanya kepada Lala.

“La bukannya hari ini kamu saya beri ijin untuk libur, kenapa malah udah berangkat kerja?”

“Saya sudah jauh lebih baik kok pak, lagipula ini hanya luka kecil, saya kira ini tidak akan mempengaruhi kinerja saya.”

“Baiklah jika menurutmu begitu,tapi saya harap hal itu benar2 tidak akan mengganggu. Dan satu lagi harap kalian serius saat bekerja, jangan kebanyakan ngobrol. Saya tidak mau kalian lalai dan kejadian seperti kemarin terulang lagi.”

“Baik pak.” jawab Lala singkat.

“Huh dasar..baru juga mau jelasin udah main ngomel aja.” sungut Rara.

“Yaudah yuk siap2, ntar kena omel lagi.”

“Emang sih sejak awal kerja disini temen2 disini udah pada bilang kalo manager restoran ini orangnya tegas dan terkesan dingin, lalu karna kejadian kemarin ngeliat tindakannya yang mau mengantarmu ke rumah sakit padahal kamu masih terhitung pegawai baru, sempat terpikir meski pak Dewo terkesan cuek sebenernya dia termasuk care ma kita2.Tapi sekarang udah jelas, bagi dia yang penting hanya nama baik restoran. Selanjutnya hanya kerja..dan kerja.” omel Rara sambil bergegas menuju ruang ganti meletakkan tasnya di loker.

“Sudah..sudah., pagi2 jangan kebanyakan ngeluh, ora ilok’..mulai kerja yuk" Ajak Lala.

Selanjutnya hari2 Lala dilaluinya dengan kesibukan di restoran seperti biasa.

Berangkat jam 8 dan pulang jam 9 malam..jam kerja di restoran itu normalnya 12 jam..tapi Lala sudah membiasakan diri berangkat 1 jam lebih awal. Terkadang dia pulang agak larut ketika harus membantu para asisten chef mempersiapkan bahan untuk resep utama di pagi harinya.

Ya, di restoran itu seminggu sekali para chef harus membuat resep utama baru agar bisa selalu menarik minat para pelanggan.

Begitupun malam itu, jam sudah menunjukkan pukul 9 lebih 32 menit tapi Lala masih harus mengecek dan mempersiapkan bahan utuk disimpan ke freezer.

Malam itu hujan, Rara ijin karna demam sedang dia masih harus menyelesaikan tugasnya yang belum rampung juga.

“La..aku pulang dulu ya,itu sampahnya sudah aku buang sebagian. Ntar yang sampah kering kamu yang buang ya,maaf aku musti duluan karna ceweku udah nelpon dari tadi minta dianterin pulang.” pinta Angga.

“Eh iya kak..ini aku juga udah beres kok..tinggal aja gapapa.” jawab Lala.

Setelah membuang sampah Lala bergegas menuju tempat parkir. Belum sempat dia menstater motor maticnya tiba2 hujan turun.

” Ah sialll…kenapa musti hujan sih,mana aku gak bawa jas hujan lagi.” keluh Lala dalam hati.

Terpaksa Lala kembali ke restoran, dia berdiri di samping pitu masuk. Tak berapa lama pak agus security tempat Lala bekerja datang menyapanya. "Loh kok masih disini mbak..nunggu siapa?”

“Ndak nunggu siapa2 pak, ini tadinya udah mau pulang eee malah tiba2 hujan mana saya lupa gak bawa jas hujan lagi, ya terpaksa nunggu hujannya reda dulu baru pulang pak.”

“Oh jadi gitu..wah sayangnya saya juga tadi berangkat kesini dianter ma anak saya mbak, dan didalem juga kayanya ndak ada jas hujan. Apa ndak sebaiknya mbak Lala ngabarin orang rumah buat jemput ato bawain jas hujan mbak, udah malem loh ini saya kok khawatir kalo mbak Lala harus pulang sendiri.”

“Kebetulan batre hp saya habis pak, udah ndak papa saya nunggu reda aja. Kalo hujannya deres banget gini biasanya cuma sebentar kok pak, lagipula rumah saya deket jadi tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.”

“Mbak yakin atau perlu pakai hp saya aja mbak..buat telp keluarga mbak Lala.” desak pak Agus.

“Udah pak gausah, beneran ndak papa kok.”

Beberapa menit kemudian Dewo terlihat berjalan keluar restoran, dia terkejut ketika melihat Lala masih mengobrol dengan pak Agus di depan.

“Loh kenapa kamu masih disini La?”

“Iya pak..lagi nunggu hujan reda.” jawab Lala malu.

“Memangnya kamu gak bawa jas hujan?”

“Ndak pak..kelupaan.”

“Gimana kamu ini, kenapa hal sesepele itu aja kamu biasa lupa. Cewek kok teledor! Sudah malem ini, keluargamu pasti sudah khawatir. Ayo aku antar pulang.”omelnya sambil menawarkan mengantar pulang Lala.

“Ndak usah pak..nanti saya naik motor aja, bentar lagi hujannya juga reda.” tolak Lala halus.

“Udah deh jangan ngeyel!! Bukannya apa2, ini biar kamu biar segera pulang dan tidur biar besok biar berangkat tepat waktu. Ingat besok adalah hari minggu, kita ada menu special dan aku gak suka ada yang datang terlambat." Pak Dewo mulai kesal.

"Saya bisa pulang sendiri pak, kalau bapak nganter saya takutnya saya nanti merepotkan bapak.” tolak Lala lagi.

“Repotan mana kalo besok kamu telat dan kerja kamu gak becus karna alasan gak enak badan gegara kehujanan ha?” desaknya.

“Iya mbak Lala, sebaiknya mbak Lala ikut pak Dewo aja toh beliau sendiri yang sudah menawarkan untuk mengantar mbak Lala. Motor mb Lala nanti biar saya yang parkirin di dalam.” imbuh pak Agus.

“Yaudah pak, saya duluan ya pak..maaf soal motornya jadi merepotkan.”

“iya mbak, santai aja..,”

“Ya sudah pak Agus..saya pulang dulu ya, tolong nanti dicek lagi kedalam. Ayo La buruan masuk mobil.” ucap pak Dewo dingin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!