NovelToon NovelToon

Parting Smile

Bab 1 Prologue

Langit semakin gelap. Hamparannya telah kehilangan biru di penghujung hari. Di detik terakhir dari setengahnya waktu post meridiem, ketika jarum pendek jam menunjuk ujung kuncir angka enam. Maka pada saat itu, malam menelan habis cahaya penerang siang.

Diluar gerimis merintik. Membuat seperangkat pengindah malam seperti bulan dan bintang sembunyi di pojokan. Sementara di dalam salah satu rumah atap pinggiran kota, seorang wanita berparas cantik, dengan bola mata berwarna amber, kulit putih bening, bibir tipis ping ranum, dan alis hitam tipis, tengah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar berhiaskan tempelan berbentuk bulan dan bintang yang bersinaran.

Setidaknya tempelan-tempelan itu bisa dijadikan cadangan ketika ia ingin menatap indahnya bulan dan bintang sungguhan tapi tidak bisa karena tengah hujan, seperti saat itu.

Huuummff.

Wanita bernama Mahreen Syafana Khumairoh yang biasa dipanggil Syafa itu menghempaskan napas berat sambil menarik selimut hingga menutup hampir seluruh tubuh lenjangnya. Kedua bola matanya sesaat tertutup rapat. Mengingat segala hal yang telah dialami. Lalu tiba-tiba...

Tok tok.

Serentak manik mata Syafa kembali terbuka. Menyibak selimut hingga membuka setengah tubuhnya. Duduk bersandar pada sisian tembok sambil menilik jam di dinding kamar. Memeluk erat kedua betis seraya menggigit bibir bagian bawahnya dengan penuh ketakutan. Siapa? Mereka lagi?! Jam segini? Jam 10 malam? Syafa merutuk sendiri.

Tok tok tok.

"Assalamualaikum.. " Lagi-lagi seseorang mengetuk pintu dari luar. Seorang lelaki. Namun kali ini diakhiri dengan seucap salam.

Kedua alis Syafa mengerut. Salam? Orang yang mengetuk pintu diluar mengucap salam? Tunggu. Siapa sebenarnya? Orang-orang itu tidak biasa mengucap salam. Lagi-lagi Syafa bicara sendiri dalam hati.

Perlahan dia berjinjit mendekati lubang pintu yang masih tertutup rapat. Menempelkan daun telinga dipermukaan pintu. Lalu terperanjat hebat sambil beristigfar karena bertepatan dengan itu makhluk yang berdiri di balik pintu kembali mengetuk pintu berulang.

"Ayo bukalah. Barusan saya mendengar suara istigfarmu. Saya tau kamu ada di dalam," kata lelaki yang sama sekali tidak Syafa kira bisa sampai di depan rumahya itu.

Setelah mengenakan kerudung instan warna nude yang sepadan dengan pakaian tidur lengan panjangnya, Syafa membuka pintu perlahan. Dan...

Deg.

Jantungnya serentak berdegup hebat, ketika manik matanya menemukan lelaki yang di idamkan jutaan wanita tengah berdiri dengan menggariskan senyuman manis padanya. Dan lelaki tampan bak aktor korea itu menyodorkan satu pas bunga tulip orange untuknya. Tunggu. Apa ini mimpi? Bahkan seandainya mimpi pun, ini terlalu berlebihan. Bagaimana mungkin sosok yang tengah naik daun dengan title king of antouchable singer tiba-tiba saja berada di hadapan ku? Seorang Laki Abrisam Gardia, penguasa dunia tarik suara yang terkenal kaya raya, bagaimana bisa?

"You okay?" tanya lelaki berpostur tinggi, tegap, berdada sembada, berkulit bersih, hidung bangir, mata tajam, bibir merah tak tersentuh nikotin, dan rambut berponi panjang sebelah itu dengan suaranya yang syahdu. Ouucchhh... Kalau penyanyi memang beda. Bicara pun terdengar merdu dan bernada.

"Hm?" komentar Syafa. Lamunannya terhenti seketika.

"Hm?" Laki turut mengulang komentar Syafa sambil menyabitkan senyuman. Lelaki yang tengah mengenakan kemeja warna putih itu mencandai wanita yang berdiri kaku di depannya.

"Untukmu," lanjutnya sambil menyerahkan bunga tulip orange yang tengah di genggamnya. Dengan kening semakin mengerut, perlahan Syafa menerima bunga tersebut sambil bertanya.

"Kenapa? Untuk apa?"

Sedetik sebelum Laki menjawab tanya-nya. Syafa melirik sosok tambun yang tengah berdiri jauh di samping kiri dia dan Laki. Ya, sosok sahabat setia sekaligus partner kerja Laki yang selalu membuntuti kemanapun dia pergi.

Laki sedikit tertawa. Merasa lucu dengan komentar Syafa.

"Seperti itukah komentar seorang wanita ketika menerima bunga? Saya baru tau. Ini kali pertama saya melakukannya."

Oooh... Dia pikir aku akan mempercayainya? rutuk Syafa dalam hati. Berhenti tersenyum dan tertawa seperti itu! Aku tidak suka! Wanita itu melanjutkan rutukan.

"Makasih bunganya. Kalau tidak ada lagi yang mau di bicarakan, silahkan pergi." Syafa bicara seenak jidat, sambil menggerakan tangannya untuk menutup pintu. Namun daun pintu dari kaca tebal yang dilapisi kertas kado itu tak jua tertutup. Jemari kekar Laki menahannya. Syafa menatap ganas ke arah Laki. Dan tanpa ia duga, lelaki itu kembali bicara.

"Menikahlah dengan saya."

"APA?!!!"

Serentak Laki mengelus dada. Mengeratkan geliginya. Dia cukup kaget dengan reaksi yang ditunjukan Syafa.

"Aiisss! Apa harus berteriak begitu! Dari tadi saya berusaha bicara lembut! Kamu mengangetkan jantung saya!" gerundel Laki dengan nada bicara tinggi.

Ya. Tunjukan sisi dirimu yang sebenarnya, Laki. Melihat kamu yang lembut seperti tadi, membuat bulu kuduk ku merinding. Lagi-lagi Syafa bicara sendiri dalam hati.

"Sorry. Lalu kenapa? Apa alasanmu mengajak saya menikah? Hm? Cinta? Apa kamu mencintai saya?"

"Tidak! Tidak sedikitpun!"

"Lalu apa alasannya?"

Laki mengangkat kedua bahu.

"Tidak ada alasan," katanya sambil menunjukan senyum yang dibuat-buat.

"Dasar gila!" sungut Syafa. Lalu serentak menutup pintu rumah kecilnya. Untung saja ganteng. Kalau enggak, uuuhhh!!

Duk duk duk duk!

Laki memukul daun pintu berulang.

"Hey! Syafa! Buka pintunya! Saya belum selesai bicara! Syafa!" teriak Laki. Dibalik pintu Syafa pura-pura tidak mendengar. Wanita itu sibuk menghirup wangi bunga tulip orange dalam dekapan.

"Saya tau kamu pasti lagi menciumi bunga pemberian saya sekarang. Asal kamu tau, bunga tulip orange melambangkan semangat, ceria, dan bahagia. Sengaja saya memberikan tulip warna itu sama kamu, supaya kamu pun merasakan perasaan positip tersebut. Meskipun hidup sendiri. Tanpa Ayah dan lbumu."

Diam. Syafa hanya terdiam tanpa reaksi. Otaknya terus mengira-ngira. Bagaimana bisa Laki mengetahui begitu banyak tentang dirinya?

Di luar pintu, Laki menghempaskan napas panjang. Lalu melanjutkan bicara dengan ragu.

"Coba kamu lihat kertas yang terselip di bunga itu, itu alasan kamu harus menikah dengan saya," lanjutnya dengan suara pelan dan sedikit ragu.

Perlahan Syafa mengambil dua lembar kertas yang terselip diantara bunga. Lalu membukanya.

Deg.

Sontak jantungnya seolah copot dan jatuh ke dasar perut ketika dirinya membaca dua lembar surat pernyataan pelunasan utang ratusan juta peninggalan ayah dan ibunya pada rentenir.

Wanita itu meremas kertas tersebut penuh amarah. Apa?! Dia membeli ku?! Waaah... Rupanya penyanyi tersohor yang katanya hafiz Qur'an, keturunan orang terpandang-pun bisa melakukan hal bejat seperti ini?! Syafa menyelipkan remasan kertas itu di sela-sela bunga. Lalu dengan kasar dia kembali membuka pintu rumah.

"Ini!" tukasnya, sambil melempar bunga ke dada Laki.

"Jahat! Kamu berusaha membeli saya?!"lanjutnya ketus dengan kedua bola mata mulai berkaca. Dia merasa terhina.

"Saya akan melunasi semuanya! Secepatnya!"

Brug!

Syafa membanting pintu. Menguncinya. Lalu berjalan lesu menuju tempat tidur sambil mengusap air yang sedikit merembes dari mata.

"Hey.., Syafa... Bukan begitu maksud saya. Buka pintunya, oke," rajuk Laki. Lelaki itu bicara dengan nada lebih lembut dari sebelumnya. Syafa abaikan. Hatinya terasa perih. Seolah tengah di iris-iris pisau tajam secara berulang. Laki sukses menyinggung perasaannya.

"Sya.. Syafa.. buka pintunya." Laki masih mengerahkan sisa kesabaran.

"Sya.. waah! Iroh! Buka Iroh! Iroh!!" teriak Laki sambil meninju daun pintu berulang. Mendengarnya serentak Syafa menghentikan langkah. Memutar tubuhnya penuh emosi.

Apa?! Iroh?! Dasar menyebalkan!!! Ujung nama ku bukan Iroh! Tapi Khumairoh! Lelaki macam apa yang melamar wanita dengan menggunakan panggilan terjelek nya?! Iroh?!! heh... Sampai kapanpun aku tidak akan menikahi lelaki menyebalkan seperti dia!!!

To be continued.

Bab 2 Dilarang Parkir Disini

Dengan menatap warna langit keemasan. Serta menyaksikan rangkakan matahari yang sebentar lagi sampai di penghujung barat. Maka, setiap manusia berpikir pasti menyadari bahwa, saat itu waktu berkisar pada angka empat sore hari. Keindahan senja kembali tiba seperti biasa.

Bertepatan dengan itu, sekolah yang menerapkan sistem full day school, perkantoran, tempat kursus, serta pabrik-pabrik, secara bersamaan mengakhiri kegiatan. Maka, otomatis hal itu membuat jalanan mulai padat merayap. Bahkan lebih daripada itu, macet. Ya, Seringkali jalanan di jantung kota mengalami kemacetan.

Dari kejauhan tampak seorang wanita usia 28 tahunan mengenakan baju tunik corak bunga, dipadankan dengan celana moka longgar, dan kerudung dengan warna serupa, perlahan berlari kecil sambil mengusap sisa basah air wudhu diwajah. Lalu wanita tersebut sibuk merogoh dan mengotak-atik isi tas ransel kecil yang sebelah talinya menyelempang di bahu kiri.

"Ya Allah... dimana sih kunci motor?" desis wanita tersebut sambil mengerucutkan bibir. Untungnya, selang beberapa detik kunci motor matik dengan gantungan boneka... boneka... boneka berwarna putih yang entah apa namanya itu ia temukan.

Cukup menyedihkan sebenarnya. Ketika orang lain sibuk mengganti semua gantungan dengan berbagai jenis boneka miniso. Sejak bertahun-tahun lamanya wanita itu tidak pernah mengganti gantungan kunci motornya. Ya, gantungan kunci itu sangatlah berharga. Dia hadir beserta motor matik pink pemberian ayahnya. Enam tahun silam. Motor dan gantungan kunci tersebut adalah hadiah terakhir dari ayahnya sebelum meninggal.

"Syafa!" teriak dua wanita yang tengah berlari menyusul dari arah musola. Syafa memutar tubuh, hingga menghadap kedua teman kerja yang baru saja meneriakinya. Kenapa? tanya Syafa tanpa mengeluarkan suara. Dia tetap berjalan mendekati area parkir. Cuma saja dia mengubah cara berjalannya menjadi mundur.

"Berhenti dulu, Syafa. Nanti kamu jatuh!" tegas salah seorang temannya yang terlihat berwajah sedikit lebih dewasa.

"'Aku telat masuk kerja, teteh..." jawab Syafa sambil mengudarakan senyuman.

"Kalau kamu jatuh, bukan lagi telat nanti. Tapi gak masuk!" gerundel wanita yang tengah memasukan ID Card perusahaan percetakan kelima terkecil di kota tersebut itu dengan penuh khawatir. Tunggu, terkecil? Ya, memang benar. Kelima terkecil.

Syafa menghentikan langkah.

"lya, iya, teteh Aina-ku. Bawel," ucapnya sedikit merutuk.

"Gitu dong, nurut..." komentar salah satu temannya lagi yang tertulis nama Mikaila di lD Card nya. Kedua wanita tersebut berlari semakin kencang menuju Syafa. Lalu bicara heboh sesampainya.

"Syafa, Syafa, Syafa, besok kan hari sabtu. Aku sama teh Aina mau jalan-jalan ke alun-alun. Katanya kalo pas hari libur kerja, disana banyak cogan and cokay nya..., lya gak Teh?" Kaila berusaha lebih meyakinkan kebenaran ucapannya dengan meminta bantuan dari Aina. Kaila dan Syafa seringkali melakukan itu. Dan ketika hal tersebut terjadi, Aina yang usianya lebih tua lima tahun dari keduanya hanya bisa pasrah dan menyetujui saja. Seperti saat itu.

"Hm," jawab Aina sambil mengangguk dengan sekali anggukan. Wanita dengan status janda muda itu sering kali merasa dirinya tengah mengasuh kedua adik alias bocah cilik saja. Tapi sungguh, walau bagaimanapun dia menyukainya.

Syafa mengerucutkan bibir.

"Aku tidak bisa ikut... Harusnya kalau mau ngajak jalan, minggu lalu. Atau dua minggu lalu," celetuknya.

"Iihh! Mau teteh jitak?! Kamu tau bukan ucapanmu barusan tidak masuk akal? Kenapa? Apa kamu menambah kerjaan lagi? iya?" tanya Aina dengan raut wajah khawatir. Lalu wanita itu mendekap pundak Syafa. Jelas terlihat dia tengah berusaha menguatkan. Mengalirkan energi positif pada adik ketemu gede-nya.

"Tidak teteh, bukan itu. Kebetulan besok hari pertama aku masuk kuliah S-2."

"Benarkah?! Ya, ya... mengingat keenceran otakmu, kamu memang harus kuliah lagi, Syafa. Kuliah lagi, dan temukan perusahaan yang lebih besar dari ini, biar upahnya lebih besar juga," potong Kaila sambil menggerak-gerakan lD Card yang tertulis nama perusahaannya. Firstmedia. First? Yang pertama? Kenyataannya kelima terakhir. Boro yang pertama.

Syafa tersenyum sambil menggaet lengan sebelah kiri Kaila.

"Terimakasih atas pujiannya. Tapi awas, jangan sampai memujiku membuat kamu lupa mensyukuri pemberian Allah untuk dirimu sendiri, oke," ucap nya beserta seulas senyuman dan kedipan mata. Lalu terperanjat hebat setelah menatap arloji yang melingkar di lengan kiri. Dia sudah benar-benar terlambat.

"Aku pergi! Jangan lupa oleh-olehnya!" teriak Syafa sambil berlari, menaiki motor matik pink. Dan melesat menuju tempat kerja kedua. Beauty Florist. Sebuah Toko Bunga.

"Hati-hati!" teriak Aina dan Kaila. Ya, setidaknya kamu tetap membutuhkan semangat seperti itu untuk menghidupi dirimu sendiri dan melunasi utang peninggalan orang tuamu, Syafa. Lalu setelahnya kamu bisa menerima salah satu lelaki yang jatuh cinta padamu. Hmmm.., gadis malang. Aina bicara sendiri dalam hati.

Kembali terngiang di telinganya ucapan Syafa ketika di tanya mengenai pernikahan. Gadis bertubuh semampai itu dengan yakin mengatakan. Aku tidak akan menikahi siapapun sebelum utang-utang orang tuaku lunas, teteh.

"Heeeh... Sampai kapan itu? Sampai usia 40? Tidak, tidak. Dengan honor pas UMR, mungkin sampai usia... 60?!" heran Aina. Suaranya mengeras Ketika menyebut angka 60.

"Ngomongin apa sih teh?" penasaran Kaila.

"Tidak. Ayo," ajak Aina sambil mengudarakan senyuman. Lalu samar kembali terdengar bicara dari kejauhan.

"Oh... Papah Kaila kan, kaya raya. Teteh bisa dong minta uang beberapa ratus juta?"

"Apa?!"

"Cuma beberapa ratus juta."

Kaila melepas pelukan Aina. "Teteh, aku memang menyukai teteh. Tapi aku juga menyayangi mamih ku. Maaf. Aku keberatan kalau teteh mau menjadi istri kedua Papah."

"Apa?!! Kamu mau mati?! Siapa yang mau menikahi papah mu?!! Heh?!" Aina berkacak pinggang. Lalu mulai mengejar Kaila yang berlari meninggalkannya.

***

Kig kig!

Suara klakson bersahutan. Bising mesin kendaraan bercampur aduk dengan suara celotehan para pedagang, wanita-wanita muda yang tengah menyuarakan bahagia, suara air mancur, suara nyanyian seorang lelaki yang diikuti ribuan penontonnya, suara hentakan kaki Syafa di atas aspal, suara kegelisahan, suara segalanya benar-benar campur aduk saat itu.

Jalanan macet total. Membuat Syafa semakin gelisah. Karena semakin macet, semakin telat pula kedatangannya ke Beauty Florist.

"Permisi, Bu. Ada apa, ya? Ko sore ini lebih macet dari hari-hari biasanya?" Syafa bertanya pada ojek online wanita yang sejak tadi diam disampingnya.

"Oh.., itu Neng. Di depan ada konser penyanyi yang ganteng itu loh. Anak saya saja nge-fans berat sama dia," jawabnya di bumbui dengan curhatan.

"Em... Begitu?" komentar Syafa. Tidak. Ini akan sulit. Aku harus menemukan cara lain, pikir Syafa. Lalu wanita itu membelokan motor matiknya ke trotoar jalan. Memasuki lahan parkir di depan ruko-ruko yang nyatanya sangat padat. Kecuali... Aha! Senyum jahat Syafa mengembang. Dia mengambil plang bertuliskan ‘Dilarang Parkir Disini’, yang terpajang di depan mobil van putih. Mobil yang biasa di gunakan oleh para aktor dan artis di TV.

Lalu menidurkan plang tersebut di kolong mobil.

To be Continued...

Bab 3 Motor Matik Pink

"Maaf, ini bukan tempat parkir nenek moyangmu, kan?" bisik Syafa sambil melipatkan kedua telapak tangan di depan mobil van tersebut. Lalu berlari kencang menuju toko tempat kerjanya. Meninggalkan motor matiknya terparkir disana dengan berat hati.

Ketika berlari, sesaat sorot mata Syafa tertuju pada panggung utama. Menatap sang penyanyi idola yang tengah di teriaki ribuan penonton. Dengan susah payah dia melewati kerumunan penonton tersebut. Siapa, ya? Wajahnya tidak asing, bisik Syafa dalam hati, ketika sekilas menatap sang penyanyi. Terserah, ah. Gak penting, lanjutnya.

Selang beberapa menit. Syafa membuka pintu toko dengan pelan. Dia berusaha untuk tidak ketauan oleh lbu Laila. Pemilik toko tersebut. Bukan apa-apa. Terlalu sering dimaklumi Ketika datang telat membuat Syafa tak enak hati. Tapi…

"Kamu sudah datang?" Syafa menggigit bibir bawah saat Bu Laila memergokinya. Dia memutar tubuh, lalu melukiskan senyuman tepat ketika bertatapan dengan Ibu yang usianya menginjak kepala lima itu.

"Kamu habis lari maraton?"

"I-iya, Bu. Maaf telat. Jalanan macet sekali. Ada konser yang gak penting tadi," bela Syafa.

Bu Laila tersenyum. "Sana, minum dulu. Lalu bantu lbu merapihkan bunga tulip, ya."

"Ya. Siap Ibu Bos," canda Syafa. Lalu berjalan cepat menuju bagian belakang toko, dan menyapa Syifa, teman kerja sekaligus kembarannya. Kembaran tapi beda ibu beda bapak. Ya, namanya saja yang seperti kembaran. Syafa, Syifa.

Cring...

Tepat setelah Syafa minum, suara gemerincing pintu tanda ada yang membukanya terdengar nyaring.

"Selamat datang. Assa..." sambut Syafa tertahan.

Deg.

Jantungnya berdebaran. Wajahnya serentak memerah ketika menatap kedatangan seorang lelaki memasuki toko. Lalu wanita itu serentak memutar tubuh, membelakanginya.

"Hey, Syifa. Tolong layani pembeli yang baru masuk. Aku di suruh membatu Ibu, ya." Syafa bicara dengan berbisik. Membuat Syifa mengangkat sebelah alis. Merasa heran.

"Oh, ini... Ini bapak pembawa acara berita kan?! Waah... Selamat datang Pak... Senang sekali bisa dikunjungi Bapak. Mau pesan bunga apa?" sambut Syifa penuh antusias. Sementara Syafa, dia sibuk sembunyi dibalik bunga-bunga.

"Saya masih muda lo, Mba. Tidak usah panggil Bapak," komentar lelaki yang dihindari Syafa itu dengan ramah.

"lya, baiklah Kak Barra Rafeyfa Galal..."

"Mba tau nama saya?"

"Ah... Kakak. Siapa yang tidak kenal dengan pembawa acara berita ganteng seperti Kakak, coba? Ehehe."

"Begitu? Saya terharu jadinya. Kalau begitu saya pesan bunga mawar dua ya, Mba," ucap lelaki bernama Barra dengan postur tubuh tegap tersebut penuh ramah.

"Waaah... Dua? Oke. Karena Kakak ganteng dan ramah. Tidak apa-apa. Saya maklumi meskipun punya pacar dua," Syifa asal tebak.

"Hm?” komentar Bara. Ada senyuman yang cukup lebar terbit diwajahnya. “Terimakasih atas pengertiannya. Asal Mba tau. Bunganya satu untuk pacar saya yang usianya 50 tahun lebih, dan satu lagi, untuk Mba," kata Barra.

"Lima Puluh?"

"Ya, Ibu saya," jelas Bara dengan seulas senyuman hangat.

"Hm, romantis sekali. Tapi.. kenapa untuk ku?" Wajah Syifa tampak berbinar.

"Karena Mba sudah tau nama saya." Bara dan Syifa tertawa.

Ketika Syifa asik bicara dengan lelaki bernama Barra. Di sisian toko, Syafa tengah berusaha mengendalikan degup jantungnya. Ya, sama seperti Syifa, dia pun mengagumi lelaki itu. Mengagumi kecerdasannya. Menyukai pekerjaan yang menjadi cita-citanya sejak dulu. Cita-cita yang tak jua tercapai. Ya, lelaki itu memiliki segala yang disukainya. Kecerdasan, dan pekerjaan. Presenter. Jika Allah mengizinkan, suatu saat Syafa ingin menjadi seorang presenter.

Sementara itu, di tengah alun-alun kota, seorang penyanyi dengan paket komplit ketampanan dan tubuh atletisnya tengah berjalan cepat menuju mobil van putih miliknya. Lelaki itu dikelilingi banyak bodyguard serta assistant.

"Bisa lebih cepat jalannya?!" bisik sang penyanyi pada seorang manajer bertubuh tambun yang berjalan didepannya dengan penekanan.

"Ini juga sedang berusaha. Kamu tau sendiri fans mu gila-gila semua," tuturnya.

"Saya potong gaji kamu kalau sampai ada wanita yang menyentuh saya!" ancam penyanyi yang diteriaki Kak Laki itu, tegas. Lalu memamerkan senyuman pada para fans nya.

"Gila. Sadis lu!" bisik lelaki tambun bernama Damar itu tersungut-sungut.

"Lalu buat apa saya membayar banyak bodyguard kalau fans saya masih tetap bisa sentuh saya?! Kalau ada yang berhasil sentuh saya, lalu jadi gosip. Dosanya tanggung sama, lu!"

"Ya elah, sentuh dikit mah gak dosa kali. Gak pake napsu."

"Lu gak bisa lihat?! Tatap mata mereka penuh napsu semua!! Sampai akhir title King Of Untouchable Singer bakalan saya pertahankan!"

"Ya, ya. Baiklah. Masuk mobil! Aman kan? Gak tersentuh?! Catat! gaji saya gak di potong!" rutuk Damar sambil membukakan pintu mobil van untuk Laki. Ya, begitulah. Karena Damar teman sejak SMA yang terus mengikuti Laki sampai sekarang, cara bicara mereka satu sama lain seringkali berubah-ubah. Kadang saya kamu, kadang lu gua, dan lain-lain. Tergantung mood.

Laki menghempaskan napas lega. Membuka kaca mata. Menyandarkan tubuh di jok mobil. Dia berusaha menenangkan hatinya yang tegang. Setiap kali selesai konser, ketegangan itu selalu dialaminya. Takut tiba-tiba saja fans nya menyentuh dirinya, memeluknya. Jujur Laki takut sendiri membayangkan hal itu.

Meskipun Kak Laki seorang penyanyi, diusahakan jangan terlalu sering bersentuhan dengan lawan jenis, ya. Bukan mahram. Dosanya sampe ke Ami sama Abi. Itu amanat Ami Halila. Ami kecintaannya. Makanya, sekuat tenaga Laki berusaha mena’ati perintah Ami nya. Dan terlebih perintah Sang Penguasa Semesta.

Setelah beberapa menit, Laki yang tengah memejamkan mata dan menutup telinga dengan headset, perlahan membuka mata. Ada yang tidak beres. Sejak lama mobil nya tak jua melaju. Ada apa?

"Pak Maman, kenapa mobilnya gak maju-maju? Mana Damar?" tanyanya.

"Oh, itu Den. Mobilnya... Mobilnya tidak bisa maju," jawab Pak Maman ragu.

"Mogok maksudnya?"

"Bukan, Den. Itu... di depan mobil banyak motor yang parkir," jelasnya.

"Apa?! Bukannya kita sudah bayar lebih supaya parkiran di depan mobil kita di kosongkan?!"

"lya, Den. Tapi... Sepertinya ada yang memindahkan plangnya. Motor matik pink menjadi ketua geng penghalang mobil ini, Den. Lihatlah," anjur Pak Maman.

Serentak Laki mendongak ke kaca depan mobil. Dan dia melihat motor matik pink terparkir manja tepat di depan mobilnya. Seorang diri. Lalu di belakang motor matik pink tersebut berjejer belasan motor terparkir lainnya. Ya, benar kata Pak Maman. Motor matik pink ketua geng nya, rutuk Laki dalam hati.

Laki mulai mengetik pesan di layar handphone yang di tujukan pada Damar.

“Saya tidak peduli bagaimana caranya! Cari tau pemilik motor matik pink yang menyebalkan itu sampai ketemu! Tuntut! Kalau perlu perkarakan ke pengadilan!”

Damar menunjuk pesan yang di kirim Laki menggunakan jari telunjuk dan jari tengah. Dia bayangkan dua bola mata sahabatnya itu tertengger di layar handphone dan di tusuk-tusuk oleh kedua jari tangannya. Kalau ngomong tuh enteng banget ni anak, Damar membatin.

To be continued ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!