NovelToon NovelToon

Ratu Bar-Bar Milik Pilot Tampan

Bab 1 Bolos

Brum! Brum! Brum!

Suara deru mesin motor sport keempat gadis cantik itu bergema di udara, cahaya matahari yang hangat menerobos pepohonan menciptakan bayangan panjang di atas jalan aspal yang masih terasa dingin.

Suara derapan langkah kaki mereka berpadu dengan riuh siswa-siswi yang lain, membentuk irama khas pagi hari yang cerah dalam lingkungan SMA Garuda yang sudah mulai ramai.

Namun di tengah keramaian itu, tidak ada keempat gadis cantik pembuat onar, karena mereka baru saja tiba. Mereka langsung turun menuju pintu gerbang yang ternyata sudah tertutup rapat.

Ya keempat gadis tersebut tak lain dan tak bukan adalah Ratu Maharani Alatas dan tiga sahabatnya yaitu Ica, Mika, dan Della.

"Yah! Telat lagi kita," seru Ica dengan suara lemas.

"Terus gimana, dong? Kita harus apa sekarang?” balas mika dengan ekspresi bingung 😕

“Santai, kita kan punya seribu cara. Ngapain bingung?” celetuk Della sambil terkekeh, menatap sahabat-sahabatnya satu per satu.

“Kalian mau ikut gak? Atau mau nunggu Bu Fani datang?” tambah Ratu yang sudah duduk kembali di atas motor sport hitamnya.

Ica, Della dan Mika menoleh cepat, sambil mengangguk pelan, lalu tanpa ragu mengikuti langkah Ratu.

Keempat gadis yang terkenal bar-bar itu mengelilingi motornya, menuju pagar belakang sekolah, pintu rahasia mereka, tempat biasa mereka memanjat masuk jika terlambat.

“Cepat, naik sebelum ada yang lihat!” seru Ratu penuh semangat.

“Ayo, gas!” sahut Mika dengan semangat membara. Di ikuti Ica dan Della.

Tak butuh waktu lama, keempat gadis berambut panjang itu sudah berada di atas tembok pagar, waspada memantau situasi sebelum melompat ke dalam lingkungan sekolah.

Tiba-tiba, dari kejauhan, Ratu melihat sosok Bu Fani, guru BK yang terkenal killer dan disiplin tanpa pandang bulu, sedang berjalan ke arah belakang sekolah.

“Gawat, njir! Cepat turun, Bu Fani alias badak cula, ke sini!” seru Ratu panik sambil melompat turun dari pagar.

“Tungguin gue, dong!” pinta Mika dengan wajah ikutan panik.

“Cepat loncat! Nanti ketahuan Bu Fani!” desak Ica tak sabar.

Bu Fani yang sedang berkeliling, melihat gerak-gerik mencurigakan di atas pagar dekat pohon mangga. Dengan suara lantang ia berseru dengan langkah cepat.

“Ratuu!!! Della! Ica! Mika! Cepat kembali dan ikut ke ruangan saya!” teriak Bu Fani dengan suara cemprengnya.

Ratu menelan ludah, berbisik di balik pagar, “Mampus, kita ketahuan, Cok!”

Della yang masih di atas pagar menjawab santai sebelum melompat turun, “Maaf, Bu, hari ini kami izin bolos, ya!” lalu gegas melompat bergabung dengan Ratu, Ica dan Mika.

“Hey, jangan kabur! Cepat kembali! Ibu akan menghukum kalian semua!” bentak Bu Fani kesal, tapi keempat gadis itu hanya terkekeh pelan mendengar kemarahannya.

Setelah puas menggerutu, Bu Fani pun berbalik dan kembali ke ruangannya. Ratu dan ketiga sahabatnya juga ikut meninggalkan sekolah dengan mengendarai tiga motor sport, Mika berboncengan dengan Della, sementara Ica dan Ratu mengendarai motor nya masing-masing.

Motor-motor itu melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalan yang mulai lengang, menuju cafe favorit mereka untuk nongkrong.

Tak lama kemudian, mereka sudah duduk santai di sudut ruangan, menghadap pintu masuk. Suasana pagi yang masih sepi membuat cafe terasa tenang, sangat kontras dengan keempat gadis cantik tapi, bar-bar itu.

“Eh, bosan banget nih. Main ‘Truth or Dare’ yuk!” ajak Mika dengan semangat.

“Ayo, daripada bengong,” timpal Ica.

“Gas lah,” sambut Ratu setuju.

"Eh tunggu dulu, ini mainnya kita pakai apa, njir? keluh Ica.

"Ngapain, harus ribet sih! Pakai botol bekas air mineral aja kan, bisa," sambung Ratu sambil tersenyum kecil.

"Oh, ia ya, Kenapa gue gak kepikiran, ya?" balas Ica.

"Makanya, otak itu di pakai Ca, jangan cuman di pajang doang," celutuk Della.

"Kau pikir, kepala gue patung Pancoran yang hanya pajangan," delik Ica kesal pada mulut pedes Della.

"Sudah, jangan pada berisik! ayo, kita mulai, gue sudah gak sabar ini," tegur Mika.

Suasana kembali hening untuk sesaat. lalu segera mengambil botol kosong dan meletakkannya di tengah meja kayu, siap memulai permainan yang akan menghidupkan pagi mereka.

Botol itu diputar dengan perlahan, berputar di atas meja kayu yang mengelilingi mereka. Suara tawa dan bisik penuh antisipasi mengisi ruangan kecil itu.

Putaran pertama berhenti mengarah ke Mika. Wajah cerianya berubah sedikit waspada, namun ia segera tersenyum dan berkata, “Aku pilih truth.”

Ratu menatap tajam, mencari pertanyaan yang bisa mengungkap sisi tersembunyi sahabatnya. “Siapa sih yang paling kamu suka di sekolah ini, Mika?”

Ratu, Della dan Ica saling pandang dengan mata penuh binar, tak sabar mendengarkan jawaban Mika.

Mika tersipu, matanya menghindar sejenak sebelum menjawab, “Ah, itu rahasia, deh.”

"Yah!! Mika curang," cemberut Ica.

Lalu tawa kecil pecah di antara mereka, dan giliran berlanjut ke Ica yang memilih dare. Tantangan pun dilemparkan, membuat suasana semakin hidup.

Permainan terus berlanjut, membuka sisi lain dari keempat gadis itu. Di balik sikap bar-bar mereka, tersimpan persahabatan erat yang menguatkan satu sama lain.

Giliran Ica tiba. Dengan senyum nakal, ia memilih dare. Ratu segera memberikan tantangan, “Ica, kamu harus nyanyi lagu favoritmu di depan semua orang di kafe ini!”

Tanpa ragu, Ica berdiri dan mulai menyanyikan lagu dengan suara lantang dan penuh semangat. Suasana cafe yang semula tenang berubah menjadi penuh tawa dan tepuk tangan dari beberapa pengunjung yang ikut terhibur.

Setelah Ica duduk kembali, giliran Della yang harus memilih.

"Gue milih truth," ucap Della santai, dan dengan santai pula ia menjawab pertanyaan yang mulai membuka sisi lembutnya, membuat ketiga sahabatnya terkejut sekaligus terhibur.

Saat giliran terakhir tiba, botol berputar dengan perlahan dan berhenti mengarah ke arah Ratu. Dengan senyum penuh percaya diri, ia memilih dare. Semua mata tertuju padanya, menunggu tantangan yang akan diberikan.

Mika mengangkat alis, matanya berbinar penuh rencana saat menatap Ratu. Setelah sesaat berpikir, senyum nakal merekah di wajahnya menandakan sebuah ide konyol melekat di pikirannya.

“Ratu, kamu harus siap memberikan First kiss lo pada orang yang pertama muncul di pintu masuk!” tantangnya dengan suara penuh kemenangan.

Bab 2 Pertemuan

"What?” ucap Ratu dengan mata melebar tak percaya, suaranya bergetar sedikit karena kaget.

“Apa kau takut?” tantang Mika dengan senyum jahil yang menghiasi bibirnya.

Ica dan Della saling pandang. Mereka merasa ini berlebihan, tapi rasa penasaran melihat aksi nekat Ratu lebih kuat sehingga mereka pun mengangguk setuju.

“Ck! Tidak ada kata takut dalam kamus seorang Ratu,” jawabnya tegas, meski rasa was-was menyelinap di sudut pikirannya.

“Ok, kalau begitu, bersiaplah,” sambung Mika dengan senyum kemenangan yang mengembang di wajahnya.

Ratu menatap dinding kaca bening di hadapannya. Matanya menyapu setiap sudut area parkir, berharap tidak ada pengunjung lain yang masuk hari ini. Namun, harapannya sirna ketika beberapa motor dan mobil mulai menepi di area parkir.

Meskipun perasaannya tak karuan, Ratu terus memperhatikan setiap gerakan orang-orang di luar sana, dadanya berdebar kencang.

Dag!

Dig!

Dug!

Suara jantung Ratu berpacu lebih cepat dari biasanya. Ica, Della, dan Mika juga tak melepaskan pandangan mereka dari arah pintu dengan penuh ketegangan.

Sedetik ... dua detik ... tiga detik berlalu. Ratu membulatkan matanya saat melihat seorang pria paruh baya berperut buncit dan kepala plontos melangkah maju dari area parkir menuju pintu masuk.

Ratu menelan ludah dengan susah payah, sosok itu semakin dekat. Sahabat-sahabatnya ikut menahan napas.

“Oh, no,” gumam Ica sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan cemas.

Ratu mengambil napas panjang, lalu menghembusnya perlahan. Ia bangkit dari kursinya dengan langkah enggan tapi pasti. Berjalan menunduk sambil menghitung langkah kakinya sendiri, sampai tepat di depan pintu masuk. Matanya terpejam sesaat saat melihat sepasang sepatu

mendekat di hadapannya ....

Cup!

Tanpa diduga, bibir merah alami Ratu mendarat dengan cepat di bibir seseorang. Namun, siapa sangka, orang itu malah menahan ciuman itu, lalu membalas dengan lembut, melumat bibir Ratu dengan penuh kehangatan.

Mata Ratu membelalak, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Rasa dingin dan kenyal yang tak terduga membuatnya terkejut, sementara bibir bawahnya terasa sedikit tergigit.

Tatapan Ratu masih terpaku pada sosok pemuda tampan yang berdiri di hadapannya, bukan pria paruh baya berperut buncit dan kepala plontos yang ia duga sebelumnya, melainkan sosok yang memancarkan pesona dan ketenangan.

“Sangat manis,” gumam pemuda itu dengan senyum menawan, tangannya perlahan mengusap lembut bibir Ratu yang sedikit basah. Sentuhan itu membuat Ratu membeku sejenak, terpesona oleh pesonanya.

Namun, akal sehat Ratu segera kembali. Dengan cepat, ia menarik diri dari pelukan pemuda itu, wajahnya memerah karena malu dan kesal, merasa seolah dirinya dilecehkan.

Refleks, Ratu mengayunkan tangan dan ...

Plak!

Satu tamparan mendarat sempurna di pipi pemuda itu.

“Beraninya kau,” ucap Ratu dengan tatapan nyalang, lalu tanpa menoleh lagi, ia berlari menuju parkiran. Dengan cepat, ia menghidupkan mesin motor sportnya dan melaju kencang meninggalkan kafe, meninggalkan teman-temannya serta pemuda asing yang masih terkejut dengan aksinya itu.

Di balik bayang-bayang, seseorang tersenyum puas sambil merekam kejadian itu secara diam-diam.

“Gue yakin, setelah ini kau akan hancur, Ratu,” gumamnya dalam hati dengan senyum licik tersungging di bibirnya.

Ica yang melihat Ratu berlari, segera bangkit dan panik mengejar.

“Biar gue susul Ratu, ya. Kalian berdua pulang saja dulu.

Della dan Mika hanya bisa mengangguk patuh, mempercayakan Ica untuk mengatasi situasi tersebut. Mereka tetap duduk di meja, menatap kepergian sahabat mereka dengan rasa cemas yang tak terucapkan.

Sementara itu, Nathan, pemuda tampan yang baru saja dicium dan ditampar oleh Ratu, berkumpul kembali dengan teman-temannya yang duduk tidak jauh dari meja Ratu dan kawan-kawannya. Wajahnya masih menunjukkan campuran keterkejutan dan kekaguman.

Nathan Alexio Nugroho, 26 tahun, adalah pilot muda dengan jam terbang tinggi di salah satu maskapai ternama di ibu kota. Wajah tampannya sering menarik perhatian kaum hawa, dan kepribadiannya yang santai membuatnya mudah bergaul.

Teman-temannya, termasuk co-pilot Erland dan beberapa pramugari, memperhatikan kejadian tadi dengan antusias.

“Siapa sih itu cewek? Bar-bar banget, ya?” tanya Lisa, salah satu pramugari dengan dandanan mencolok, sambil melirik ke arah tempat Ratu duduk tadi.

“Tapi cantik banget, gak sih? Gue sebagai wanita pun kagum sama kecantikan alaminya,” tambah pramugari lain, disambut anggukan para pramugari lainnya.

“Cantik dari mana? Masih bocah, terus bar-bar lagi,” sahut Lisa dengan nada sinis.

Nathan dan Erland hanya saling bertukar pandang dan menggeleng pelan, menanggapi perdebatan kecil para pramugari itu.

“Sudahlah, jangan ribut. Lagian Nathan aja santai, kok, kalian yang ribet,” ujar Erland, sedikit terganggu dengan keributan itu. Lalu Erland beralih menatap sahabatnya sekaligus partner kerjanya itu dengan senyum menggoda.

“Tapi aksi lo tadi keren banget, Than. Gue berasa nonton drama Korea versi nyata, walaupun sad ending,” kata Erland sambil terkekeh, merasa prihatin dengan nasib sahabatnya yang baru saja mengalami momen manis tapi berakhir pahit.

Nathan tersenyum kecil, pikirannya melayang kembali ke kejadian tadi. Tanpa sadar, ia bergumam, “Cantik ...”

“Apa? Lo bilang apa?” tanya Erland, sedikit kesulitan mendengar karena suasana cafe yang mulai ramai.

“Nggak, gue nggak bilang apa-apa. Ayo kita cabut, jam empat nanti kita ada jadwal terbang lagi,” jawab Nathan, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Suasana cafe kembali normal, namun di dalam hati Nathan, bayangan sosok Ratu terus mengisi pikirannya. Ia tak menyangka pertemuan singkat itu bisa meninggalkan kesan yang begitu mendalam di dalam dirinya.

Nathan menatap keluar jendela cafe, di mana bayangan Ratu yang berlari dengan motor sportnya masih terpatri jelas dalam ingatannya. Sebuah perasaan aneh mulai tumbuh di dalam dadanya, campuran antara penasaran dan ketertarikan yang sulit dijelaskan.

“Entah kenapa, aku merasa ini baru permulaan ...” gumam Nathan pelan, matanya fokus pada jalanan.

Bab 3 Hukuman

Pagi harinya udara di SMA Garuda terasa segar, meskipun suasana di halaman sekolah sudah dipenuhi oleh keramaian para siswa dan siswi yang bersiap mengikuti pelajaran seperti biasa. Suara deru mesin motor dan mobil mengisi udara.

Di antara kerumunan itu, empat sosok yang sudah tak asing lagi bagi para siswa-siswi Garuda memasuki area parkir dengan gaya khas mereka. Ratu, dengan jaket kulit hitam yang melekat sempurna di tubuh langsingnya, memimpin jalan, di belakangnya disusul motor sport tunggangan Ica Mika dan juga Della.

Pagi ini sedikit berbeda dari hari biasanya mereka datang paling telat, bahkan sering memanjat pagar untuk masuk sekolah. Tapi hari ini mereka datang lebih pagi.

Beberapa saat kemudian, rombongan gengnya Angkasa pun tiba, mereka juga tak kalah terkenalnya dengan gennya Ratu.

Kelima pemuda tampan itu langsung membuka helmnya, membuat perhatian para siswa-siswi teralihkan dengan pesona kedua geng tersebut.

Ratu menatap Angkasa dengan senyum manis, matanya berbinar penuh harap. Namun, Angkasa justru membuang muka, menunduk seolah menghindari tatapannya. Tanpa sepatah kata, dia melangkah cepat menuju kelas bersama teman-temannya, melewati Ratu tanpa sapaan seperti biasanya.

Hati Ratu berdegup kencang, perasaan aneh merayapi dadanya. “Kenapa, ya, Angkasa?” gumamnya pelan, matanya masih terpaku pada punggung Angkasa yang semakin menjauh.

Ica yang berdiri di sampingnya mencoba menenangkan. “Mungkin dia lagi ada masalah, kali,” ujarnya dengan nada optimis.

Ratu mengangguk pelan, tapi keraguan tetap menggelayuti pikirannya. “Ya, mungkin…”

“Yuk, kita juga ke kelas,” ajak Ratu, berusaha mengalihkan perasaannya.

Mereka segera turun dari motor masing-masing, langkah kaki mereka bergema pelan di koridor yang mulai dipenuhi suara riuh siswa. Begitu sampai di kelasnya mereka langsung mempas tasnya.

Brak!

Brak!

Brak!

Tas mereka mendarat sempurna di atas meja masing-masing, kecuali Mika yang menaruh tasnya dengan pelan di kursi duduknya. Para murid lain cuma bisa mengelus dada saat melihat Ratu dan gengnya masuk kelas.

“Eh, ngomong-ngomong, kemarin lo kenapa kabur begitu aja? Terus gak ngabarin lagi. Gue sampai gak bisa tidur mikirin lo,” ujar Della serius , begitu sudah duduk di kursinya.

“Iya, gue udah chat dan telepon, tapi ponsel lo mati terus,” tambah Mika dengan nada khawatir.

Ica dan Ratu saling pandang lalu tertawa lepas. Della dan Mika mengerutkan kening, bingung.

“Yah! Kenapa malah ketawa, sih? Ketempelan kalian berdua!” protes Della sambil mengerutkan alis.

Ratu dan Ica segera menahan tawa mereka, mencoba menenangkan suasana.

“Gue kabur ... ya, karena malu aja. Mana mungkin gue bisa stay di sana setelah kejadian gilanya itu,” ujar Ratu sambil tersenyum tipis, wajahnya memerah sedikit.

“Jadi lo kabur karena malu, bukan karena kesal atau marah?” tanya Della dengan nada penasaran.

“Tapi, kenapa lo nampar tuh cowok? Gue hampir lupa berkedip waktu lihat dia... ah, romantis banget pokoknya,” lanjut Della sambil tersenyum geli.

Ratu menghela napas pelan. “Sebenarnya gue merasa bersalah udah gampar dia, tapi tetep aja gue kesal sama tuh cowok, dan semoga aja itu pertemuan pertama dan terakhir kita,” ujar Ratu penuh harap.

“Seharusnya lo berterima kasih sama dia, dia udah nyelamatin lo dari bapak-bapak perut buncit dan kepala plontos itu,” sahut Della sambil tertawa kecil.

“Em, cowoknya juga tampan banget,” tambah Mika dengan mata berbinar.

“Tahu ah, jangan dibahas lagi! Bikin mood gue jadi rusak,” potong Ratu sambil menggeleng pelan, mencoba mengalihkan pembicaraan.

Tak berapa lama setelah itu, pintu kelas terbuka perlahan. Bu Fani melangkah masuk dengan tenang, tapi matanya sempat melirik ke arah Ratu dan teman-temannya yang sudah duduk rapi di bangku. Sekilas, senyum tipis muncul di sudut bibirnya, seperti ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun masih disimpan rapi.

Ratu yang menangkap perubahan ekspresi itu langsung merasa waspada, matanya tak lepas dari sosok guru BK itu.

"Pagi, anak-anak," sapa Bu Fani dengan suara hangat yang terasa berbeda dari biasanya.

"Pagi, Bu," balas mereka serempak, dengan rasa penasaran yang sudah mulai menggelayuti setiap sudut kelas.

“Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa saya ada di sini, ya?” tanya Bu Fani sambil menyapu pandangannya ke seluruh ruangan.

“Iya, Bu,” jawab ketua kelas mewakili teman-temannya dengan suara penuh antusias.

"Saya di sini hanya ingin menyampaikan pesan dari ibu Yanti guru kimia kalian, kalau beliau tidak bisa hadir karena kurang sehat,"

Tiba-tiba suara kegirangan murid-murid membahana, “Yeay!” sorak mereka serempak.

“Stop! Saya belum selesai!” teriak Bu Fani, memaksa seluruh kelas langsung hening.

“Kalian semua harus kerjakan soal di buku cetak, halaman 33 sampai 35. Kumpulkan langsung ke ketua kelas setelah pelajaran selesai,” tegasnya.

“Yahh...,” terdengar suara protes dari sebagian murid yang malas mengerjakan tugas.

“Kerjakan dengan serius dan jangan ada yang bolos!” tegas Bu Fani sambil melirik tajam ke arah Ratu dan gengnya. “Ratu, Ica, Della, Mika, ikut saya ke ruang BK!”

Ratu buru-buru angkat bicara, “Kenapa kami harus ke ruang BK? Hari ini kami sudah datang lebih awal dan tidak membuat kesalahan.”

Ica menambahkan, “Betul, Bu, kami tidak melakukan apa-apa.”

Bu Fani menatap mereka satu per satu dengan serius. “Kalian tetap harus dihukum karena kemarin kalian bolos.”

Della segera membalas, “Tapi itu kan kemarin, Bu. Kenapa harus dihukum hari ini?”

“Ibu tidak mau dengar alasan kalian. Cepat ikut saya, atau hukuman kalian akan dilipatgandakan!” ancam Bu Fani tegas lalu melangkah pergi.

Ratu, Ica, Della, dan Mika berjalan dengan langkah enggan mengikuti Bu Fani menuju ruang BK, hati penuh kesal dan tanya.

Sesampainya di ruang BK, suasana berubah tegang. Bu Fani menunggu dengan wajah serius, memberikan arahan hukuman tanpa ampun.

“Kalian jangan anggap enteng aturan sekolah! Perilaku seenaknya itu harus ada konsekuensinya,” suara Bu Fani penuh ketegasan. “Jadi hukuman kalian kali ini ... bersihkan halaman sekolah sampai jam istirahat tiba. Tidak ada tawar-menawar!” ucap Bu Fani dengan tatapan garangnya.

Keempatnya langsung keluar tanpa pamit, membuat Bu Fani geleng-geleng kepala melihat tingkah bar-bar muridnya itu.

Ica menggenggam sapu lidi dengan malas, menghela napas panjang, “Capek banget, sih ...!” keluhnya.

Della duduk selonjoran di atas rumput, mengelap keringat di dahinya, “Aku yakin Bu Fani ini punya dendam kesumat sama kita.”

Ratu malah nyengir santai sambil berdiri, “Gue haus dan lapar, nih. Yuk, ke kantin dulu, baru balik lagi beraksi.”

Mika menyandarkan diri ke tembok dengan ekspresi ragu, “Tapi, kita belum selesai kerjaan. Kalau ninggalin begitu aja?”

Della melirik Mika dengan penuh keyakinan, “Santai aja, nanti kita bayar hutang sapu yang tertunda.”

Mereka pun berjalan santai ke kantin, meninggalkan sapu tergeletak begitu saja.

Begitu sampai di kantin suasana masih sepi hanya mereka dan penjaga kantin yang terlihat, karena memang masih jam belajar.

"Ca, pesankan bakso super pedas dan teh dingin yang banyak batu esnya," titah Ratu sambil menghempaskan bokongnya di atas kursi.

"Baik, Kanjeng Ratu Maharani, apa ada lagi?" Kelakar Ica penuh drama, lalu keempatnya ketawa lepas.

Tak berapa lama pesanan mereka datang tanpa menunggu lama mereka langsung makan dengan lahap.

“Kalau begini, dihukum ternyata ada enaknya juga, ya?” ujar Ica tersenyum puas.

“Setuju! Tapi jangan sampai ketauan Bu Fani kalau kita kabur dulu, nanti tambah masalah.” cetusnya sambil mengangkat teh dingin di tangannya.

“Besok kalau dia tanya, kita pura-pura amnesia aja,” ujar Della sambil terkekeh .

Ting! Ting! Ting!

Bunyi tanda pesan masuk terdengar bersamaan di ponsel mereka. Ica segera mengeluarkan ponselnya, matanya membelalak saat melihat isi pesan yang baru saja diterimanya.

Wajahnya berubah serius, penuh keterkejutan, membuat Ratu, Della dan Mika jadi penasaran, Ratu yang tak sabar gegas memeriksa ponselnya.

Matanya ikut melebar dan tak percaya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!