NovelToon NovelToon

Cinta Tumbuh Dari Luka Masa Lalu

Bab 1.

"Bagaimana keadaan putri saya, Dok? Dia sakit apa?" tanya Pak Baharuddin dengan wajah cemas.

Laki-laki paruh baya itu takut putri semata wayangnya mengidap penyakit berbahaya. Karena perutnya terus membesar dari bulan ke bulan. 

"Putri Bapak sedang hamil. Untuk memastikan berapa bulan usia kandungannya, sebaiknya di periksa lewat USG," jawab dokter itu dengan tersenyum lembut.

Keterangan dokter itu bagai petir di siang bolong. Pak Baharuddin merasa dunianya luluh lantak, hancur dalam sekejap. Dia sampai tidak sadar sedang berada di mana sekarang ini. 

Hatinya hancur, melebihi rasa sakit ketika kehilangan istrinya tercinta, 20 tahun lalu. Buah hati kesayangan yang merupakan harta berharganya kini dalam keadaan hamil tanpa suami.

"Ya Allah, bagaimana bisa ini terjadi?" kata yang pertama kali keluar dari mulut Pak Baharuddin, setelah beberapa saat lidahnya pun terasa kelu sampai tidak bisa mengucapkan sepatah kata atau mengeluarkan suara.

Air mata laki-laki paruh baya itu keluar tanpa bisa dia cegah. Netra yang sudah mulai kehilangan pancarannya, semakin meredup. Pak Baharuddin kini menangis tergugu. 

"Ba-bagaimana mungkin, Hannah bisa hamil?" ucap Pak Baharuddin dengan lirih.

"Siapa ... siapa yang sudah menghamili Hannah?" lanjut pria paruh baya itu yang akhirnya pecah tangisannya.

Sementara itu perempuan cantik yang berbaring di atas brankar ikut meneteskan air mata. Hannah tidak tahu apa yang sudah dibicarakan oleh dokter perempuan itu dengan ayahnya. Dia tidak bisa mendengar pembicaraan mereka berdua. Namun, melihat reaksi sang ayah, dia menduga kalau dirinya terkena penyakit parah.

"Maksud Bapak gimana? Putri Bapak ini belum menikah?" tanya wanita berjas putih itu ikut prihatin.

Pak Baharuddin mengangguk. Laki-laki mana yang mau menikah perempuan tuli, bisu, dan kesehariannya di atas kursi roda. Selain itu mereka juga bukan dari keluarga berada.

Dahulu, Pak Baharuddin merupakan orang terkaya di kampungnya. Dia kaya sudah dari leluhurnya. Tanahnya ada di mana-mana, punya pabrik minuman olahan dari hasil kebun dan hasil kebun warga sekitar, dan dia juga mempunyai pekerja yang sangat banyak. Kini semua itu sudah hilang, dia hanya orang yang hidup bergantung dari hasil buruh tani, tanah milik orang lain.

Rumah mewah miliknya juga sudah berganti dengan rumah duduk jendela yang kecil. Kejayaan Pak Baharuddin sudah hilang. Kini dunia dia sudah terbalik. Semua itu karena istri keduanya yang merampas semua harta dengan melakukan penjebakan tanda tangan.

Dokter perempuan itu juga ikut merasa kasihan kepada Hannah dan Pak Baharuddin. Perempuan disabilitas itu ikut menangis tergugu tanpa tahu keadaan dia yang sebenarnya.

Pak Baharuddin membawa Hannah ke bidan yang bekerja di puskesmas. Putrinya melakukan tes urin, lalu periksa lewat USG.

"Putri Bapak sudah hamil sekitar 14 minggu. Kenapa baru periksa sekarang?" tanya wanita muda itu penasaran. 

Kebanyakan orang-orang jika sudah terlambat menstruasi satu atau dua bulan akan melakukan pemeriksaan. Akan tetapi, Hannah sudah mau empat bulan baru melakukan pemeriksaan kehamilan.

"Sa-ya tidak tahu, Bu. Awalnya saya mengira putriku ini terkena penyakit karena perutnya terus membesar," jawab Pak Baharuddin dengan terisak.

Hati Pak Baharuddin semakin hancur saat mengetahui usia kandungan Hannah. Entah siapa yang mendekati putrinya dalam waktu empat bulanan ini. 

Hannah sehari-harinya tinggal di rumah. Paling jauh ke halaman depan untuk berjemur di pagi hari sambil melatih otot tangan dan kedua kakinya. Dia tidak bisa pergi jauh-jauh karena tidak bisa bersosialisasi dengan orang lain. Kemana-mana juga harus di sertai oleh ayahnya.

Otak Pak Baharuddin mencoba memutar memorinya sekitar empat atau lima bulan yang lalu. Siapa saja yang datang bertamu ke rumahnya? Kapan dia meninggalkan Hannah dalam waktu yang lama? Lalu, kapan putrinya terlihat berbeda?

 

Semua pertanyaan yang bermunculan di dalam otak laki-laki paruh baya itu. Namun, memori di otaknya tidak bisa memberi jawaban.

Dengan perasaan terluka dan tubuh yang ringkih, Pak Baharuddin membawa Hannah pulang. Perjalanan cukup jauh dari PUSKESMAS ke rumahnya, butuh memakan waktu sekitar 1 jam setengah jika naik mobil pick up. 

Rumah Pak Baharuddin berada di bukit yang rimbun oleh pohon-pohon. Di kaki bukit ada sebuah tempat wisata, yaitu danau buatan yang sering ramai dikunjungi setiap hari Sabtu dan Minggu.

Selama perjalanan Hannah menatap ayahnya. Dia ingin tahu kenapa sang ayah menangis dan terlihat sangat sedih.

"Ya-ya," ucap Hannah memanggil ayahnya sambil menyentuh lengan kokoh yang sedang menyetir.

Pak Baharuddin menoleh, lalu tersenyum. Itu tanda dia memberikan respon kepada putrinya.

Hannah menggerakkan kedua tangannya yang mengisyaratkan, "Ada apa? Kenapa Ayah bersedih?"

Pak Baharuddin merasa hatinya terenyuh kembali ketika melihat wajah polos putrinya yang cantik. Dia mengulurkan tangan dan mengusap kepala Hannah, tanda semua baik-baik saja.

Di balik kelebihan, pasti ada kekurangan. Itulah Hannah. Dia memiliki wajah cantik, pintar masak, dan membuat kerajinan tangan. Kekurangan perempuan itu, tuli, bisu, dan kelemahan otot kaki, sehingga tidak bisa berjalan seperti orang normal pada umumnya.

Dahulu saat masih kaya, Pak Baharuddin sudah mengupayakan terapi untuk Hannah kecil agar bisa berjalan normal. Juga membelikan alat pendengaran agar bisa mendengar orang ketika mengajaknya bicara. Belajar bahasa isyarat juga.

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, akhirnya merrka sampai, Pak Baharuddin menurunkan kursi roda, lalu memindahkan Hannah. Mereka berjalan memasuki sebuah rumah sederhana dengan halaman yang sangat luas. Kediaman ini dulunya adalah rumah mertua Pak Baharuddin. Hanya ini harta yang masih dimiliki oleh mereka.

"Yah," panggil Hannah ketika mereka masuk ke dalam rumah.

"Ada apa?" tanya Pak Baharuddin sambil menggerakkan tangan.

Hannah membalas dengan pergerakan tangan yang cepat, "Dokter bilang apa tadi?"

Pak Baharuddin menengadahkan kepala dengan mata yang berkaca-kaca. Dia menarik napas dalam-dalam. Laki-laki paruh baya itu belum siap memberi tahu apa yang terjadi pada Hannah. Namun, dia juga tidak bisa berdiam diri atas apa yang menimpa putrinya saat ini.

Mereka duduk di kursi kayu ruang depan. Ayah dan anak itu duduk saling berhadapan.

"Katakan sama ayah dengan jujur, apa beberapa bulan yang lalu ada laki-laki yang menyentuh tubuh kamu?" tanya Pak Baharuddin dengan tangan bergerak agar Hannah memahami ucapannya. 

Alat pendengaran Hannah sudah lama rusak, jadi sudah lama sekali dia tidak bisa mendengar dengan jelas. Untungnya dia dan Pak Baharuddin sudah belajar bahasa isyarat sejak dirinya masih kecil untuk bisa berkomunikasi.

Tubuh Hannah tiba-tiba saja menegang. Wajahnya juga menunjukkan ketakutan sampai pucat.

Melihat reaksi putrinya Pak Baharuddin menaha tangis. Dia memegang kedua tangan Hannah. Tanpa putrinya memberi jawaban, dia sudah bisa menduga apa yang sudah terjadi kepadanya.

"Siapa? Beri tahu ayah, laki-laki yang sudah menyentuh kamu," tanya laki-laki paruh baya yang berpenampilan sederhana itu menatap putri kesayangannya dengan penuh luka.

Hannah menggelengkan kepala. Perempuan itu juga menangis. Perasaannya bercampur aduk, takut, marah, kecewa, dan merasa bersalah.

"Apakah pemuda berandalan itu, anaknya Pak Kades?" tanya Pak Baharuddin.

Lagi-lagi Hannah menggelengkan kepala. Dia tidak mau mengingat kejadian di mana kesucian dirinya direnggut paksa. Hari naas itu membuat dirinya trauma, tetapi dia tidak berani memberi tahu sang ayah. 

Perempuan itu tahu kalau Pak Baharuddin sudah cukup lelah mengurus kebun sepetak milik mereka dan mengurus dirinya. Mana mungkin dia memberi kembali beban kepadanya.

"Nak, katakan kepada ayah, kamu hamil anak siapa?"

***

Bab 2.

Hannah dan Pak Baharuddin saling beradu pandang. Keduanya sama-sama basah oleh cairan bening. 

"Katakan, Nak! Ayah tidak akan marah sama kamu," ucap Pak Baharuddin diikuti gerakan tangan.

Terlihat Hannah masih enggan untuk memberi tahu ayahnya. Dia menggelengkan pelan kepalanya.

"Ayah ingin keadilan untuk kamu. Jadi, beri tahu ayah siapa orang itu," kata Pak Baharuddin masih tidak menyerah.

Bola mata Hannah bergulir ke samping untuk beberapa saat. Perempuan itu terlihat menarik napas dalam-dalam. Kedua tangannya menghapus cairan bening yang sejak tadi menggenang di pelupuk matanya.

"Aku tidak tahu siapa laki-laki itu, Ayah." Akhirnya Hannah mau memberi tahu ayahnya.

"Laki-laki itu baru pertama kali aku lihat," lanjut Hannah dengan bahasa isyarat.

Pak Baharuddin terkejut sekaligus merutuki dirinya. Karena dia sampai tidak tahu rumahnya kedatangan orang asing, sampai merudapaksa putri kesayangannya.

"Kapan itu terjadi, Nak?" tanya Pak Baharuddin dengan lembut.

Hannah pun mulai menceritakan kejadian hampir empat bulan yang lalu. Saat itu dia sedang duduk di bangku yang ada di teras depan.

Pak Baharuddin sengaja membuat sebuah bangku yang diletakkan di teras depan sisi kanan. Dahulu dia membuat itu agar bisa bekerja sambil mengawasi putrinya. Hannah akan main atau tidur di sana sambil memerhatikan ayahnya bekerja menanam sayuran. Sampai sekarang pun masih seperti itu.

Hari itu, Hannah duduk di sana menunggu Pak Baharuddin yang pergi ke pasar untuk mengirim sayuran hasil kebunnya. Tiba-tiba saja ada seorang laki-laki datang ke sana dalam keadaan kacau. Entah dari mana munculnya laki-laki itu, Hannah tidak tahu.

Ketika laki-laki itu mendekati Hannah, dia melemparkan apa saja yang ada di dekatnya.  Buku bacaan, notebook, pensil, apa pun yang bisa dia raih, benda itu akan dilemparkan kepadanya.

Laki-laki itu lah yang sudah mengambil kesuciannya. Hannah yang ketakutan, kelelahan, trauma, sampai tidak sadarkan diri saat itu.

Dengan perasaan menahan amarah, Pak Baharuddin mencerna setiap gerakan tangan putrinya. Dia juga mencoba mengingat kapan  dirinya pergi lama. Selain itu dia juga merasa tidak pernah mendapati rumah dalam keadaan kacau atau berantakan.

Dalam satu bulan biasanya Pak Baharuddin pergi ke pasar menjajakan hasil kebunnya itu 6-8 kali. Tidak setiap hari dia panen hasil kebunnya.

Di kampung mereka juga tidak ada pendatang baru dalam setahun terakhir ini. Jadi, kemungkinan besar pelaku adalah tamu  yang dikenal oleh warga di sana.

***

Sementara itu di sebuah gedung supermarket yang terkenal di Kota Madya Batu Hitam yang jaraknya 25 kilometer dari Desa Pasir Batu tempat Pak Baharuddin tinggal, terlihat ada dua orang laki-laki dengan wajah yang sama, tetapi berbeda penampilannya. Laki-laki yang duduk di kursi terlihat memakai baju kemeja dengan lengan tergulung dan seorang lagi memakai kaus yang tertutupi oleh jaket kulit warna hitam.

"Arka, aku minta kamu segera transfer uangnya sekarang juga!" perintah Arman, sang adik dengan tegas.

"Tidak. Aku tidak akan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak jelas," balas sang Kakak yang duduk dibalik meja kerja.

"Hey, pemilik tanah itu sudah mau menjual dengan harga murah," ucap Arman dengan kesal.

"Lalu, tanah milik Pak Baharuddin, apa akan dijual kepada kita juga?" tanya Arka.

"Orang itu sangat keras kepala," jawab Arman. "Katanya dia akan menjual rumah dan tanahnya dengan harga yang tinggi. Kalau menurut aku, tidak akan rugi berapapun kita mengeluarkan uang untuk mendapatkan tempat itu."

"Terserah. Karena aku tidak mau membeli tanah yang bermasalah kepemilikannya," balas Arka yang sempat terkejut.

Pemilik tanah itu sebelumnya tidak mau menjual karena hanya itu satu-satunya lahan yang mereka punya. Namun, kini ingin menjualnya. Dia merasa curiga.

Arka melanjutkan memeriksa data pembelian produk-produk dari Perusahaan Universal Grup.

Tidak juga mendapatkan apa yang diinginkan, Arman pun pergi dari ruang kerja itu sambil menggerutu. Dia tidak punya kuasa karena semua keuangan keluarganya dipegang oleh anak sulung. Orang tuanya lebih mempercayakan semua kekayaan kepada Arka. Sementara dirinya akan mendapatkan jatah bulanan seperti karyawan supermarket lainnya.

Begitu Arman membuka pintu, ada seseorang yang akan masuk ke sana. Seorang wanita cantik yang berpenampilan elegan.

"Sayang," panggil wanita itu begitu masuk.

"Ada apa Inggrid?" balas Arka tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptop.

"Ada pameran perhiasan di Mall Anggrek. Kita ke sana, yuk! Sekalian kita makan siang," kata Inggrid yang berjalan ke belakang kursi Arka, lalu memeluknya dan tidak lupa kecupan di pipi sang kekasih.

"Aku sedang sibuk. Pergilah sendiri atau ajak teman-temanmu itu," ucap Arka masih sibuk mencocokkan laporan dan transaksi pembelian barang.

Senyum manis dari Inggrid yang sejak tadi terukir, perlahan menghilang. Wajahnya yang cantik itu berubah muram.

"Selalu saja begitu! Apa kamu tidak punya waktu sebentar saja untukku. Kita pergi di waktu jam makan siang. Itu tidak akan mengubah jam kerjamu," tukas Inggrid dengan kesal dan kecewa.

Arka paling tidak suka jika sedang bekerja diganggu. Siapapun itu, termasuk wanita yang sudah menjadi kekasihnya selama lima tahun ini.

"Tidakkah kau lihat aku sedang apa sekarang ini?" Arka menoleh ke belakang dengan tatapan tajam.

"Pergilah, jangan ganggu aku!" titah Arka yang kembali melanjutkan pekerjaannya.

Dengan langkah dihentakan, Inggrid pergi keluar ruang itu. Dia menghubungi seseorang begitu berjalan menuju lift.

***

Pak Baharuddin kemudian mendatangi Pak RT dan melaporkan apa yang terjadi kepada Hannah. Dia takut ada orang jahat yang mengincar para gadis di kampung mereka. Selain itu dia juga berharap mendapatkan keadilan untuk putrinya, agar si pelaku di penjara.

"Jadi, Hannah sedang hamil?" Bu RT dan Pak RT terkejut dan merasa iba kepada gadis malang itu.

"Iya, Pak Budi ... Bu Budi. Aku juga sampai shock mengetahui itu tadi," kata Pak Baharuddin dengan lirih dan mata berkaca-kaca.

"Padahal setiap malam kita melakukan ronda untuk menjaga keamanan di kampung ini. Kejahatan malah terjadi di siang hari dan tidak ada saksi mata lagi," ucap Pak Budi menahan marah dan kesal. Dia tidak menyangka kejahatan terjadi di daerahnya.

"Kita tidak akan bisa mudah menemukan orang asing itu. Setiap hari selalu saja ada orang yang berkunjung ke kampung kita ini. Mereka datang ke Situ Ageung untuk liburan dan makan-makan," lanjut Bu RT.

Pak Baharuddin tersentak lupa dengan hal penting ini, kalau kampung mereka sering kedatangan orang dari luar desa. Karena ada tempat wisata yang sering dikunjungi orang-orang.

"Sepertinya kita harus buat pengumuman kepada seluruh warga, jika ada orang yang mencurigakan harus segera mengamankan dan menginterogasinya. Nanti, tanya Hannah apakah orang itu pelakunya atau bukan," kata Pak RT.

Dengan perasaan sedih akhirnya Pak Baharuddin pulang ke rumah. Dia berharap keadilan untuk putrinya. Laki-laki paruh baya itu tidak bisa memaafkan kejahatan laki-laki yang sudah menghancurkan anak semata wayangnya.

***

Ketika Pak Baharuddin baru membaringkan tubuhnya di atas kasur hendak tidur, terdengar suara ribut-ribut di depan rumahnya. Penasaran ada apa, dia pun segera beranjak dari dari. 

Rupanya Hannah juga terbangun, dia keluar dari kamar dengan kursi roda. Lalu, Pak Baharuddin membantu mendorong keluar rumah.

"Keluar kau, Baharuddin!" 

"Keluar kau pria cabuuuul!" 

"Dasar laki-laki bejaaat!"

"Anak dan Bapak sama saja tukang zina!"

"Usir dari sini!"

Pak Baharuddin dan Hannah yang baru saja membuka pintu depan rumah dibuat terkejut oleh kata-kata warga yang sedang berkumpul di depan rumah. Mereka semua berteriak kencang seakan menggetarkan bumi yang sedang mereka pijak.

"Ada apa ini? Kenapa kalian teriak-teriak seperti itu?" tanya Pak Baharuddin dengan emosi karena ucapan mereka sungguh buruk.

Hannah ketakutan melihat warga yang menatapnya tajam, sinis dan, menghina. Wajahnya berubah pucat dan berkeringat dingin.

"Kamu keterlaluan Baharuddin. Melakukan zina sama anak sendiri sampai hamil," ucap Pak Iwan dengan lantang.

"Apa? Itu fitnah!" bantah Pak Baharuddin tidak terima dengan tuduhan palsu itu.

"Kita tidak ingin kau dan putrimu tinggal di sini lagi. Pergi dari sini!" kata Pak Anwar dengan nyolot dan mata melotot.

"Usir mereka dari sini!" teriak beberapa orang itu bersamaan bagaikan paduan suara yang kompak.

"Jangan biarkan Allah menurunkan azab di kampung ini gara-gara perbuatan dosa mereka berdua," ucap Pak Iwan dan dibenarkan oleh warga lainnya.

Pak Budi selaku RT di sana tidak bisa berbuat apa-apa meski sudah menjelaskan kepada mereka. Malah dirinya dituduh sudah disuap oleh Pak Baharuddin.

"Maaf sekali Pak Baharuddin. Ini demi kebaikan kita semua, jadi kita minta Bapak dan Hannah segera pergi dari kampung ini," ujar Pak Budi dengan mimik sedih dan tak berdaya.

Pak Baharuddin hanya bisa meneteskan air mata. Dia tidak punya tempat tinggal lainnya atau tempat lain yang bisa dituju. Hanya rumah ini satu-satunya yang mereka punya.

***

Bab 3.

Sudah hatinya terluka dengan kehamilan Hannah, kini Pak Baharuddin mendapatkan pengusiran dari warga kampung. Dia tidak tahu harus pergi ke mana, karena tidak ada kerabat atau kenalan yang mau membantu mereka.

Dahulu, ketika Pak Baharuddin berjaya dan memiliki banyak harta melimpah, orang-orang pada datang kepadanya. Saudara, teman, tetangga, bahkan orang yang tidak dia kenal pun akan mengakui dirinya. Namun, setelah dia mengalami kebangkrutan dan jatuh miskin akibat ditipu, semua orang menjauhinya dan tidak ingin menolongnya.

"Bapak-Bapak ... Ibu-Ibu, kalian salah! Mana mungkin aku dan Hannah melakukan dosa besar seperti itu," ucap Pak Baharuddin ingin membela dirinya dan sang anak. Tidak mungkin dia tega melakukan perburuan keji seperti yang mereka tuduhkan.

"Alah! Itu buktinya anak kamu bunting. Pastinya kamu menyalurkan nafsu kamu sama anak sendiri, 'kan?" ucap Pak Iwan menuduh dengan keji.

"Astagfirullah, Pak. Sumpah demi Allah, aku tidak pernah melakukan hal itu! Tanya saja sama Pak RT apa yang sebenarnya terjadi," kata Pak Baharuddin sambil menunjuk ke arah Pak Budi.

"Itu bisa saja cuma cerita karangan kamu sendiri. Seperti yang kita semua tahu, tidak ada laki-laki yang mau menikah dengan anakmu yang cacat itu!" Pak Anwar sama nyolotnya menuduh seperti Pak Iwan.

"Pergi dari sini!" teriak orang-orang itu.

"Maaf, Pak Baharuddin. Sebaiknya Bapak dan Hannah pergi dari kampung ini demi keselamatan kita semua," ucap Pak RT dengan lirih karena sebenarnya tidak tega.

"Tapi, Pak RT ... kita akan pergi ke mana? Hanya di sini satu-satunya tempat yang kita punya," tanya Pak Baharuddin dengan tatapan nanar.

"Biar aku beli rumah dan segala isinya. Nanti dengan uang itu Pak Baharuddin bisa beli rumah di tempat lain," jawab Pak Budi.

Pak Baharuddin menoleh ke arah Hannah. Putrinya terlihat ketakutan. Dia tahu bagaimana perasaan anaknya saat ini.

Maka terjadilah jual beli rumah peninggalan mertua Pak Baharuddin, meski terpaksa. Dia melakukan itu juga demi Hannah, agar tidak terus mendapatkan hinaan dari warga.

***

Pagi hari Pak Baharuddin dan Hannah pergi meninggalkan desa dengan mobil pickup miliknya yang sering digunakan untuk membawa hasil panen sayurannya. Ingin pergi jauh dari kampung mereka, dia mengajak Hannah untuk tinggal di kota besar.

Berbekal pertemanan dengan beberapa orang kalangan atas, Pak Baharuddin akhirnya bisa membeli sebuah ruko. Bagian depannya dia gunakan untuk membuka usaha warung nasi. Dengan memanfaatkan kemampuan Hannah yang jago masak, mereka memulai usaha di tempat tinggal yang baru.

Mobil pickup miliknya juga dijual untuk biaya lahiran Hannah nanti. Bagaimanapun juga hal itu harus mereka perhitungkan.

***

Malam hari Arka datang ke rumah Inggrid sambil membawa buket cokelat kesukaannya. Dia ingin mengajak makan malam selagi ada waktu luang. Karena dia selalu sibuk oleh pekerjaan.

"Loh, ada mobil Dion di sini? Ada perlu apa dia ke rumah Inggrid?" batin Arka.

Laki-laki itu memarkirkan mobilnya di depan rumah sang kekasih karena di halaman sudah ada dua mobil, jadi tidak akan bisa masuk lagi. Dengan berjalan kaki Arka menaiki teras.

Terdengar suara nyaring yang saling bersahutan dari dalam rumah. Siapa pun pasti tahu apa yang sedang dilakukan oleh mereka meski hanya mendengar suaranya saja. 

Dengan sekali dorongan kuat, Arka membuka pintu rumah Inggrid. Pintu itu tidak dikunci, jadi bisa dengan mudah membukanya.

Betapa terkejutnya dia saat melihat kekasih dan sahabatnya sedang bercinta di sofa memunggungi pintu. Keduanya belum sadar dengan kedatangan Arka, jadi terus saja melakukan penyatuan untuk meraih kenikmatan surga dunia.

"Oh, jadi ini kelakuan kalian di belakang aku?" 

Suara Arka bagaikan petir yang menyambar, begitu keras, mengejutkan, dan menakutkan. Kedua orang yang sedang asyik bercinta itu saling menjauh, melepaskan diri meski belum mencapai puncak.

Begitu melihat Arka yang sedang murka membuat kedua orang itu ketakutan. Mereka sampai tidak sadar dengan keadaan dirinya.

"A-Arka," panggil Inggrid tidak percaya sang kekasih datang ke rumahnya setelah sekian lama.

Dion yang dahulu memakai baju, lalu di susul oleh Inggrid. Sementara Arka menatap jijik mereka berdua.

"Sekarang aku paham kenapa kalian selalu terlihat kompak dan selalu saling mendukung. Rupanya ada hubungan rahasia di antara kalian," ucap Arka dengan senyum mengejek dan tatapan jijik.

"Jangan salahkan kita berdua! Semua ini terjadi juga karena kamu!" pekik Inggrid sambil memakai baju.

"Oh. Jadi, laki-laki ini kamu jadikan tempat pelampiasan. Kasihan sekali kau," ucap Arka tertawa terkekeh.

"Kenapa? Kamu tidak terima kalau aku sudah tidur sama kekasih kamu," tanya Dion yang terlihat angkuh.

"Tidak juga. Karena seorang pengkhianat pantasnya dengan sampah yang menjijikan," jawab Arka balik menghina dirinya.

Di bilang sampah oleh Arka, membuat Dion murka. Dia tidak terima penghinaan dari laki-laki yang sudah lama teman baik. Dia pun melayangkan pukulan kepadanya.

Dengan tangkas Arka menahan pukulan dari Dion. Lalu, sebelah tangannya memberikan pukulan ke perutnya sampai laki-laki itu mundur dan mengerang kesakitan. Selanjutnya terjadi baku hantam antara mereka berdua.

Inggrid yang melihat itu hanya bisa berteriak sambil menangis. Pembantu di rumahnya sampai melapor ke satpam kompleks untuk memisahkan mereka.

"Mulai saat ini jangan pernah lagi muncul dihadapan ku!" kata Arka kepada Dion dan Inggrid. Lalu, dia pun pergi dengan rasa amarah.

***

Waktu terus berlalu, rumah makan yang dibuka oleh Pak Baharuddin semakin ramai dan diminati orang-orang karena rasa masakannya enak dan harganya bersahabat untuk para karyawan. Mereka buka dari jam enam pagi sampai jam sembilan malam. Karena rumah makan selalu ramai, Pak Baharuddin mempekerjakan empat orang dengan dua kali shift kerja.

Kehamilan Hannah sudah sembilan bulan. Menurut dokter PHL diperkirakan dalam minggu ini. Jadi, Pak Baharuddin selalu mengawasi putrinya. Apalagi Hannah tidak bisa dicegah untuk tidak ikut memasak. Katanya banyak pelanggan yang menantikan masakannya. Dia sangat bahagia karena baru kali ini merasa dirinya berguna.

Terdengar suara desisan dan erangan dari mulut Hannah. Seorang pekerja yang bernama Mutiara memanggil Pak Baharuddin.

"Pak ... Pak! Sepertinya Mbak Hannah akan melahirkan," panggil Mutiara yang berada di dapur.

Pak Baharuddin yang sedang melayani pembeli meminta Mutiara untuk menggantikan melayani pembeli. Sementara dia membawa Hannah ke rumah sakit naik taksi online.

Di tengah jalan Hannah terus mengerang kesakitan. Air ketubannya juga merembes ini membuat dirinya takut. 

Untungnya Pak Baharuddin bisa bersikap tenang tidak panik, meski sebenarnya dia juga takut terjadi sesuatu kepada putri dan calon cucunya. 

"Tenanglah, Nak. Semua akan baik-baik saja. Sebentar lagi kamu akan bertemu dengan bayi cantik ini," ucap Pak Baharuddin dengan menggunakan sebelah tangan menggunakan bahasa isyarat.

Begitu sampai di rumah sakit, dokter langsung ambil tindakan. Hannah yang tidak bisa mendengar meminta ayahnya untuk memberikan aba-aba apa yang harus dia lakukan. Alat pendengaran dia jatuh entah di mana, tadi. Dengan setia Pak Baharuddin menemani putrinya melahirkan yang secara normal.

"Tarik napas dalam-dalam, lalu keluarkan lewat mulut. Jangan angkat pantaat, ya! Juga jangan memejamkan mata saat mengejan," ucap Dokter dan Pak Baharuddin menerjemahkan lewat gerakan tangan agar Hannah paham.

Proses melahirkan berjalan lancar dan bayi berjenis perempuan lahir dengan suara tangisan yang keras. Baik Hannah mau pun Pak Baharuddin, menangis bahagia. Akhirnya, bayi yang mereka tunggu-tunggu hadir ditengah-tengah kehidupan mereka yang pernah perjuangan.

"Lihatlah, Nak! Putrimu sangat cantik," kata Pak Baharuddin setelah mengazani sang cucu.

Hannah menyusui bayi yang baru lahir itu dan dengan lembut dia mengusap pipinya. Dia merasakan kebahagiaan yang teramat sangat sampai-sampai senyumnya tidak pudar menghiasi wajahnya.

"Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah, Engkau sudah menghadirkan anak untukku. Jadikan dia anak yang sholehah, cerdas, dan jangan biarkan nasib dia sama seperti aku ini," batin Hannah.

***

5 tahun kemudian ....

"Kakek, hari ini kita akan beli perlengkapan bahan untuk membuat kue ulang tahun," ucap anak kecil yang memiliki rambut panjang dengan beberapa pita menghiasi kepalanya.

"Iya ... iya, Kakek tidak akan lupa, Yasmin," balas Pak Baharuddin sambil mengelus kepala cucunya dengan penuh kasih sayang.

Yasmin sudah terbiasa ikut belanja dengan kakeknya, jadi sudah tahu di mana letak-letak barang yang ingin dia beli. Dengan langkah kakinya yang mungil, gadis kecil itu berjalan menuju ke rak bagian tepung, gula, dan cokelat. Ibunya berjanji akan membuatkan kue ulang tahun yang akan digelar minggu depan.

Terlalu asyik mengamati barang-barang hiasan untuk kue, Yasmin berjalan tanpa melihat ke depan. Troli dia tidak sengaja menabrak seorang laki-laki yang memiliki wajah tampan, tetapi dingin, dan postur tubuh tinggi.

"Maaf, Om. Yasmin tidak sengaja," ucap Yasmin dengan wajah merasa bersalah dengan mata yang berkaca-kaca karena takut dimarahi.

Laki-laki itu menatap lekat kepada Yasmin yang tingginya hanya sebatas perut. Bola mata yang jernih dan bulat itu terasa menghipnotis dirinya untuk terus melihat ke arahnya.

***

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!