Asyna memegang dadanya yang berdetak di luar kendali. Tangannya bergetar kecil saat pemilik suara merdu itu mengucap janji suci di hadapan semua orang.
Orang-orang berlomba mengabadikan momen bersejarah itu dengan merekam dan memotretnya. Tak sedikit yang berbisik mengatakan betapa cocoknya sang pengantin. Asyna hanya mampu tersenyum kecil saat upacara sakral itu telah selesai. Kata sah telah diucapkan oleh saksi yang telah hadir.
Orang-orang bersiul menggoda, sementara Asyna hanya mampu menunduk menyembunyikan rasa sedihnya.
Itu bukanlah pernikahan miliknya. Perempuan manis yang duduk di samping mempelai pria itu adalah sahabat terbaiknya, Rima. Rima adalah perempuan yang sangat cantik dan sholehah. Cocok sekali bersanding dengan Raihan. Hatinya serasa tercubit memikirkannya.
Asyna mengangkat wajahnya perlahan, memandang pasangan pengantin dihadapannya. Satu persatu tamu memberikan selamat kepada pengantin. Asyna juga akan memberikan selamat kepada mereka. Asyna berdiri dari duduknya dan menghampiri pasangan pengantin yang berbahagia itu.
“Selamat atas pernikahan kalian, semoga kalian selalu bahagia. Aku gak sabar melihat ponakan di masa depan hehe!”
Asyna menampilkan senyuman lebarnya seolah semuanya baik-baik saja, padahal hatinya hancur lebur saat mengatakannya. Tangannya memeluk erat tubuh Rima.
“Terima kasih Asy, kamu nih bercanda mulu!”
Rima menggelengkan kepalanya menanggapi godaan yang dilontarkan Asyna.
“ Baru juga sah Asy, haduh! Tapi makasi doanya, semoga kamu juga cepet nyusul Asy”
Raihan menimpali dengan senyuman cerah yang tak pernah luntur dari wajahnya.
“Hemm, iya Rai!” Asyna meremas jarinya kuat.
Setelah ini dia tidak bisa lagi meminta laki-laki itu pada Tuhan lewat doa-doanya.
“Aku tinggal dulu yah, laper mau makan!”
Asyna menampilkan wajah memelasnya. Tidak mungkin dia berbincang lama sementara banyak orang yang akan memberi selamat pada Rima dan Raihan. Dia pun berlalu saat melihat anggukan dari sang sahabat.
Asyna memang sangatlah lapar, maklum saja dari kemarin dia hanya memakan dua bungkus roti berukuran kecil. Bagaimana bisa dia makan disaat hatinya hancur lebur, perasaan ini sangat menyiksa. Asyna tidak ingin merasakan perasaan ini, namun ia tidak mampu membohongi hatinya lagi. Berungkali ia mencoba menyangkal tapi percuma. Sangkalan itu hanya akan berbalik menyerangnya berkali-kali lipat. Asyna merasa begitu berdosa dengan perasaannya.
Apa yang akan Rima lakukan jika mengetahui semua perasaannya? Asyna tidak ingin Rima membencinya. Rima adalah sahabat terbaiknya, penolong yang dikirimkan Tuhan untuknya. Dia tidak akan mengecewakan Rima dengan perasaan konyol yang menaungi hatinya. Asyna sadar ia tidak sebanding dengan seorang Rima. Asyna hanya anak yatim piatu yang menumpang hidup pada keluarga Rima. Ilmu agama maupun pendidikannya sangatlah jauh dibawah Rima. Rima tercatat sebagai lulusan terbaik di Universitas Islam Negeri yang ada di Semarang.
Tidak ada lelaki normal yang mampu menolak pesona Rima. Termasuk Raihan, lelaki yang tak pernah Asyna lupakan disetiap doanya kepada Tuhan.
Aneka hidangan prasmanan berjejer rapi di stand-stand makanan. Ada soto, bakso, sate bahkan terdapat pecel dan masih banyak yang lainnya. Asyna memindai semua menu dimeja sebelum mengambilnya. Pilihannya jatuh pada soto yang nampak sangat segar dikedua matanya. Dia harus tetap makan untuk menjalani hari-hari yang berat akhir akhir ini.
“Mau soto mbak Asy?”
Tanya Rika yang kebetulan melayani stand soto
“Iya dek, minta satu ya yang pedas!”
Asyna tersenyum kearah Rika
“Iya mbak, bentar ya. Aku racikin dulu!”
Rika mengambil mangkok kecil dan segera mengisinya dengan nasi, mie, suwiran ayam, bawang goreng dan terakhir ia menambahakan kuah panas dari kuali besar yang ada dasampingnya.
“Ini mbak, sambel sama kecapnya ambil sendiri aja ya sesuai selera hehe!”
Rika menyerahkan mangkuk soto bergambar ayam kepada Asyna.
“Iya deh, makasi ya Rik!” Asyna menuangkan kecap manis kedalam mangkuk ditangannya lalu mengambil sambal.
“Nanti kalau kepedasan minta Es buah ke Nanik aja mbak!”
Rika terkikik saat melihat Asyna mengambil tiga sendok makan sambal.
“Hahaha iya Rik, nanti mbak serbu standnya dia." Asyna tertawa lepas, mengobrol dengan Rika sedikit menghibur hatinya yang mendung.
Kakinya melangkah menuju deretan kursi yang telah disediakan. Tamu undangan Rima belum memadati, hanya satu dua saja yang baru datang. Asyna mendudukkan diri di kursi belakang dengan nyaman. Dia masih bisa melihat Rima dan Raihan yang sedang bercanda.
Asyna menghembuskan napasnya. Makan saja harus melihat mereka berdua. Bibirnya terpaksa membuka saat satu sendok soto ia suapkan ke dalam mulut. Rasanya, Asyna sangat lapar hingga hanya dalam beberapa menit saja soto itu telah habis dimakannya.
“Asy, kok gak ditemenin Rimanya. Biasanya aja ngintil kayak anak koala!” Ucap Yusuf dengan senyuman miring diwajahnya.
Tanpa permisi Yusuf langsung menduduki kursi di samping Asyna.
“Hemm, aku laper makanya makan dulu.” Asyna berujar malas
“Ohh kirain!”
Suara Yusuf terdengar pelan tapi Asyna masih mampu mendengarnya.
“Kirain apa hemm?” Asyna memandang curiga pria di sampingnya.
“Nggak kok, hehehe. Masih lapar gak? Gue ambilin sate mau? Enak loh buatan pak Reza!”
Yusuf mengalihkan pembicaraan dengan mencoba menawarkan sate Pak Reza yang sudah terkenal itu.
“Iya boleh, makasih dedek!”
Asyna tersenyum kecil pada Yusuf
“Hais tungggu disini ya. Kalo ada cowok yang pengen duduk disini selain aku nggak boleh ya. Udah aku booking soalnya!”
Yusuf segera berjalan menjauh setelah mengatakannya.
Asyna terkekeh kecil, Yusuf itu masih piyik baginya. Umurnya tiga tahun dibawahnya, Yusuf saja yang terlalu sksd hingga memanggilnya tanpa embel-embel mbak, atau kakak.
Tak berapa lama Yusuf kembali dengan dua porsi sate ditangannya.
“Ini Asy, aku kasih cabenya banyakan. Kamu suka pedeskan?”
Yusuf menyerahkan sate lima tusuk kepada wanita yang seharusnya ia panggil mbak itu.
“Iya aku suka pedes, makasi banyak ya!” Asyna segera menggigit sate yang diterimanya.
Yusuf hanya menanggapi dengan senyuman. Makan berdua dengan Asyna membuatnya terhibur. Hari ini adalah hari yang berat bagi Yusuf, karena melihat wanita yang bertahun-tahun mengisi hatinya terlihat sedih. Yusuf tidak bodoh, ia bisa melihat tatapan penuh cinta dari kedua mata Asyna setiap memandang lelaki bernama Raihan itu. Tapi sekarang yang tertinggal dikedua mata Asyna hanyalah kehancuran. Wajahnya terlihat sendu dengan senyuman bodoh yang berusaha ia tampilkan di depan semua orang.
“Asy, aku akan selalu disisimu jadi jangan pernah merasa jika kau sendirian! Aku tidak suka kau bersedih, semua itu sangat terlihat diwajahmu.”
Ucap Yusuf memandang kearah pengantin di depannya. Asyna hanya terdiam tanpa tanggapan berarti. Dia tak menyangka Yusuf akan mengucapkan kalimat seperti itu.
..........*🍂🍂🍂*...........
Hai🙃, readerku di masa yang akan datang.
Semoga kalian suka dengan ceritaku ini. Silakan komentar sebanyak-banyaknya di bawah👇. Jangan lupa buat Vote and rate cerita ini ya.
Sankyu, sampai jumpa kapan-kapan👋
Salam sayang dari author
Az💞
Hari beranjak gelap meninggalkan keramaian yang pagi tadi mengisi. Hanya tersisa kursi kosong tanpa tuan. Stand-stand makanan pun telah menghilang dari tempatnya. Asyna melihat ponselnya, sudah tengah malam.
“Asy bantuin aku mindahin kado yuk!”
Ajak Rima mendadak menghentikan kegiatan Asyna yang asik melamun.
“Iya Rim.”
Tanpa bantahan Asyna mengikuti Rima. Kado-kado tertumpuk di belakang kursi pengantin. Hari ini banyak teman-teman Rima yang datang. Banyak sekali kado, mulai dari yang berukuran kecil hingga besar.
“Maaf ya Asy, kamu pasti capek!”
Rima merasa bersalah karena meminta bantuan Asyna
“Santai aja Rim. Ngangkat ginian mah kecil!”
Asyna tersenyum memasukkan beberapa kado kedalam plastik besar. Keduanya berjalan beriringan kedalam rumah Rima.
“Taruh disini aja Asy!”
Rima menumpuk kadonya diruang tamu.
“Iya Rim!”
Asyna mengikuti arahan Rima dengan patuh.
Keduanya kembali mengambil kado beberapa kali sampai semua kado telah dipindahkan semua. Rima mengipas-ngipas wajahnya, merasa gerah.
“Rim, kamu udah buka hadiah dariku?” Tanya Asyna penasaran
“Aku sama sekali belum sempat buka kado, maaf . Jadi penasaran sama kadomu Asy!” Ucap Rima jujur.
Asyna tersenyum kecil, “ Seneng deh liat kamu gak galau lagi, kan sekarang udah gak jomblo!”
“Hahaha, iya nih. Aku juga bahagia banget hari ini Asy.” Rima tersenyum malu.
Asyna terkikik melihat reaksi Rima yang lucu. Suara motor yang berhenti di halaman menghentikan perbincangan Rima dan Asyna. Rima segera melangkah keluar rumah melihat sang pengendara.
“Assalamualaikum!”
Suara Raihan terdengar kencang saat memasuki rumah.
“Waalaikummsalam mas!”
Rima mengecup tangan Raihan.
“Kok belum tidur udah jam satu Rim.”
Raihan mengingatkan Rima.
“Hehe jangan marah ya mas. Tadi aku sama Asyna mindahin kado-kado, sekalian mau nunggu mas Raihan pulang.” Tutur Rima beralasan.
“hemm, iya. Yaudah sekarang kamu istirahat aja.” Raihan berkata pelan menepuk pundak Rima.
“Iya mas.” Rima berjalan masuk kedalam rumah kembali.
“Asy aku istirahat duluan ya. Makasi udah bantuin aku.” Rima memeluk Asyna sebentar kemudian berjalan pergi.
Asyna terdiam ditempatnya berdiri. Rasanya ingin menghindar dari Raihan meskipun mustahil.
“Eh Asy kamu gak istirahat? Sana gih!” Raihan yang memasuki rumah langsung menasehati Asyna.
“Iya nanti dulu belum ngantuk kok!” Asyna beralasan
“Mau ngapain sih?” Raihan menatap Asyna curiga. Raihan curiga Asyna akan beres-beres kado lagi.
“Nggak ngapa-ngapain.” Asyna membalas singkat. Malas sekali menatap Raihan sehingga Asyna memindai sudut-sudut indah diruang tamu keluarga Rima itu.
“Yaudah, yang penting jangan lama-lama.” Raihan masih ngotot menasehati Asyna.
“Ishh, iya iya. Pak dokter cerewet!”
Asyna yang kesal langsung berlalu pergi dari hadapan Raihan. Suara panggilan Raihan tak lagi ia dengarkan. Entahlah, malas sekali mengobrol ataupun bertemu dengan Raihan. Hatinya terlalu sakit, dan Asyna bingung harus bersikap seperti apa kepada Raihan setelah hari ini.
Asyna menaiki tangga menuju kekamarnya yang memang diberikan oleh keluarga Rima. Sepertinya ia harus merencenakan trik agar bisa meninggalkan rumah Rima. Asyna tidak sanggup jika harus menyaksikan kebersamaan Rima dan Raihan setip hari. Hatinya sangat sakit, patah hati ternyata sangat menyakitkan.
“Ya Allah maafkan hambamu ini, karena menyimpan rasa pada pria yang tidak halal bagiku!” Asyna mengucap dalam hati.
Asyna memasuki kamarnya dan langsung menyelimuti diri dengan selimut tebal. Hari ini adalah sandiwara. Asyna sungguh bersandiwara di depan orang-orang. Dia sangat hancur menyaksikan Raihan mengucap ijab dengan perempuan lain. Asyna tidak terima. Tangannya memukul dada dengan keras, berharap rasa sakit akan segera menghilang dari dadanya. Namun percuma, semakin memikirkannya semakin sakit pula dadanya. Raihannya telah menjadi milik perempuan lain. Raihan yang dicintainya tidak akan pernah menemani hari-harinya. Raihannya telah pergi, dan Asyna tidak berhak sama sekali mengharapkannya.
Tuhan sangat baik, menjodohkan orang yang dicintainya dengan penolong hidupnya, Rima. Tuhan sangat adil. Raihan pasti sangat mencintai Rima. Semua itu terlihat dikedua mata indahnya.
“Hiks, maafkan aku Rim. Aku tidak bisa membohongi hatiku. Aku sungguh mencintainya. Aku mencintai Raihan!” Asyna berbicara disela tangisnya yang kian membanjir.
Suara rintih sedih itu tak sengaja terdengar oleh seseorang yang kini berada dibalik pintu. Ia tak menyangka Asyna akan mengatakan kalimat itu, tubuhnya bergetar kecil bersandar dibalik pintu kamar Asyna yang masih tertutup.
🍂🍂🍂
Raihan menatap Rima yang masih tertidur lelap. Dia tidak tega membangunkannya. Raihan keluar dari kamar hendak mengambil air putih, tenggorokannya terasa kering. Ucapan Asyna yang tak sengaja didengarnya sungguh membuatnya tidak bisa tidur. Raihan tidak sengaja mendengar Asyna menangis saat hendak menuju kekamarnya. Dia tidak menyangka akan mendengar pernyataan menyakitkan itu.
Apakah Asyna bersikap acuh padanya karena dia telah membuatnya patah hati? Raihan tidak pernah menyangka seorang Asyna akan menyukai pria seperti dirinya. Padahal ada pria sesempurna Yusuf yang dengan terang-terangan menunjukkan perasaan sukanya kepada Asyna. Kenapa Asyna begitu bodoh?
Raihan memandang pintu kamar Asyna yang dilewatinya. Perasaannya tidak tenang. Tentu saja dia memikirkan bagaimana perasaan Asyna. Kini setiap hari mereka akan bertemu, dan Asyna pasti akan semakin sakit hati.
“Maafkan aku Asy!”
Raihan berucap lirih dan langsung berjalan cepat menuruni tangga.
Rasa haus ditenggorokannya semakin terasa. Raihan mengambil satu botol air mineral, kata orang air mineral ini memiliki rasa manis. Entahlah, baginya rasanya sama saja dengan air mineral yang lain. Jam didapur masih menunjukkan angka tiga. Ini artinya dia baru tertidur beberapa jam saja. Syukurlah dia mengambil cuti pernikahannya jadi dia bisa beristirahat.
Pikirannya saat ini dipenuhi oleh Asyna dan juga Rima. Dua wanita itu entah kenapa suka sekali berkeliaran dikepalanya. Raihan sudah mengenal Rima sejak kecil. Rima adalah kembang desa di Desanya. Tidak ada yang tidak mengenal Rima. Rima tumbuh ditangan ayah dan ibu yang mengerti agama. Karena itu Raihan sedari dulu kagum padanya dan selalu menyebut Rima disetiap doanya.
Sementara Asyna, awalnya Raihan tidak tahu siapa dia. Asyna seperti orang asing yang tiba-tiba memasuki desanya. Tidak seorangpun mengetahui asal-usul Asyna termasuk Rima. Asyna adalah gadis malang yang ditolong oleh Rima. Rima pernah menceritakan hal itu padanya saat masih SMP. Raihan tidak tahu hal malang apa yang dialami Asyna. Selama ini dia tidak pernah bertanya lebih jauh, dan sekarang kenapa dia begitu peduli hal itu?
Raihan mengacak rambutnya pelan. Air mineral yang diminumnya bahkan telah habis tak bersisa. Sebaiknya ia segera sholat untuk menenangkan pikirannya yang kusut. Raihan berjalan menaiki tangga melewati pintu Asyna tanpa menoleh ataupun berhenti. Kakinya melangkah mantap memasuki kamar Rima yang masih dalam keadaan gelap, sepertinya Rima memang terlalu lelah dengan acara pernikahan mereka.
Raihan membiarkan Rima tertidur, sementara dirinya melakukan sholat tahajud seorang diri. Raihan menengadahkan tangannya saat sholatnya telah selesai. Raihan memanjatkan banyak doa untuk orang-orang disekelilingnya. Ini juga kali pertama Raihan mengikutsertakan nama Asyna didalam doanya.
.............🍂🍂🍂🍂................
Apa kabar readerku di masa yang akan datang 👋. Semoga kalian dalam keadaan baik dan sehat.
Aku minta doa baik dari kalian ya, semoga doa itu juga kembali pada kalian yang mendoakan 💞.
Salam sayang dari author
Az💞
“Mas Rai kok gak bangunin Rima tadi?” Rima memprotes Raihan yang tidak membangunkannya
“Mas gak tega, kamu pasti kecapekan. Sekarang aja masih keliatan lemes tuh!” Ucap Raihan ringan sambil melipat sajadahnya.
“Lain kali harus bangunin Rima ya?” Rima melipat mukenanya setelah selesai sholat subuh berjamaah dengan Raihan.
“Iya bu ustazdahku!” Ucap Raihan sambil terkikik
“Ih apaan sih mas! Udah ah Rima mau turun kebawah!” Rima berjalan menuju lemari dan mengambil kerudung instannya.
“iya, mas mau ngecek email dulu. Nanti mas nyusul pas makan!” Raihan tersenyum hangat.
Rima tak berkata apa-apa lagi, kakinya melangkah keluar. Menuruni tangga dengan hati-hati, Rima mengetuk pintu kamar Asyna saat melewatinya. Tidak ada sahutan berarti Asyna sudah terbangun. Rima melanjutkan langkahnya menuju kedapur. Disana sang Mama sudah sibuk dengan berbagai sayur yang akan dimasak.
“Pagi mah!” Rima berucap manja pada sang mama yang kini sedang menumis bumbu.
“Pagi sayang. Raihan mana?”
“Masih ngecek kerjaan ma! Oh ya,mama liat Asyna gak?” Rima bertanya khawatir karena didapur pun tak menemukan keberadaan wanita itu
“Oh tadi pagi pamit sama mama, katanya mau lari pagi!” Dengan gesit Mama Rima memasukkan sayuran yang telah dicuci
“Tumben, diajak Yusuf ya ma?” Rima berucap blak-blakan. Sepupunya satu itu memang sangat cinta sama Asyna. Ketahuan dari gerak-geriknya selama ini. Cuma memang anaknya saja yang cemen, gak berani ngajak Asyna nikah.
“Iya tadi sama Rika dan Nanik juga!”
“Yusuf itu kenapa gak kita jodohin sama Asyna ma? Rima takut kalau terjadi hal-hal tidak diinginkan.” Rima berucap jujur.Tangannya mengambil bumbu-bumbu penyedap rasa.
“Kenapa kok gitu?” Sang mama bertanya penasaran
“Yusuf itu sudah suka sama Asyna sejak SMP ma. Rima tahu karena melihat banyak foto Asyna dikamar Yusuf. Saat itu Rima marah ma. Rima membuang semua foto yang diambil yusuf diam-diam itu.” Rima menceritakan masa lalu saat dia duduk dikelas tiga SMA.
“Ya mau gimana lagi. Mama gak bisa memaksa Yusuf untuk dijodohkan. Lagipula Rima tahu sendirikan Asyna hanya menganggap Yusuf sebagai adiknya .Mama gak mau menyakiti mereka, biarkan semua mengalir apa adanya. Rima tenang saja mama gak akan membiarkan Yusuf macam-macam sama Aysna!” Mama Asyna mematikan kompor saat dirasa sayur asam yang dimasak telah matang.
“Iya Rima tahu ma. Semoga Asyna juga segera menemukan kebahagiaannya. Rima tidak tenang jika Asyna belum bahagia” Rima berucap lirih.
“Husst, sudah jangan mewek dong. Rima gak boleh gitu, sekarang kita harus banyak berdoa untuk kebahagiaan Asyna.”
“Iya ma.” Rima tersenyum, dia tidak boleh bersedih. Dia tidak akan lupa untuk menyebutkan Asyna disetiap doanya.
Asyna berdiri mematung dibalik tembok yang membatasi mereka. Niat awal ingin mengambil minuman terhenti saat mendengar namanya disebut oleh Rima dan tante Maya. Asyna mendengar semuanya. Asyna meremas dadanya, dia merasa begitu berdosa. Kenapa Rima sebaik ini padanya. Ya, Rima selalu baik padanya. Tidak pernah sekalipun Rima menyakitinya dengan sengaja. Rima, perempuan yang kebaikannya tidak mampu ia balas bahkan dengan nyawanya. Tapi dengan beraninya dia menyakiti Rima secara tidak langsung. Asyna mengusap matanya yang pedas.
“Asy!”
Laki-laki itu berdiri disana. Menatap Asyna yang berungkali mengusap matanya. Asyna terdiam tak beranjak dari posisinya. Dia bingung harus mengatakan apa.
“eh, pagi Rai.” Asyna tersenyum kecil sementara matanya tak mampu memandang Raihan. “Kamu nyariin Rima? Dia didapur sama tante Maya.” Asyna segera berlalu melewati Raihan setelah mengatakan kalimatnya. Asyna bahkan tak perlu bersusah-susah menantikan pertanyaan Raihan.
Raihan menatap kepergian Asyna. Dia melihat semuanya dan juga mendengarnya. Raihan bahagia juga sedih disaat bersamaan. Kenapa semua menjadi serumit ini. Raihan berjanji tidak akan membiarkan Rima mengetahui apapun tentang perasaan Asyna. Raihan tidak ingin perempuan yang dicintainya itu terluka, karena sesungguhnya pernikahan merekalah yang telah menyakiti Asyna. Raihan tidak dapat menjamin apa yang akan Rima lakukan jika mengetahui semua ini. Rima itu orang yang sanggup menggadaikan kebahagiannya demi orang lain. Raihan takut Rima akan melakukannya demi kebahagiaan Asyna.
“Loh, mas Rai kok berdiri disitu? Sejak kapan?” Rima yang membawa piring berisi tempe goreng melewati Raihan dan meletakkan piring itu kemeja makan.
“em, baru aja kok.” Raihan tersenyum manis menyamarkan kebohongannya.
“hehe, mas duduk dulu aja. Bentar lagi makanan siap kok.” Rima berlalu kembali kedapur mengambil sayur asem dan juga ikan gurame goreng.
Raihan terduduk nyaman menanti anggota keluarga yang lain untuk makan pagi.
“Mas Rai lihat Asyna? Kok dari tadi subuh belum balik joggingnya?” Rima memandang jauh keluar.
“Em mas cari dulu ya. Kamu disini saja!” Raihan langsung pergi tanpa menunggu protesan Rima.
“heh kebiasaan ninggalin gitu aja. Sabar Rim kayak gak tahu kelakuan suami kamu aja.” Rima berbicara menceramahi diri sendiri.
“Udah siap semua Rim?” Maya menengok keadaan ruang makan.
“Udah ma. Rima lagi nungguin mama, Mas Rai, sama Asyna aja.” Tidak akan ada yang bertanya mengenai ayah Rima karena ayahnya telah meninggal sejak dia duduk dikelas satu SMA.
“Hemm, kita nunggu mereka sambil santai-santai dulu. Lagian masih jam enam pagi. Eh, Rim tapi Raihan biasa sarapan gak?”
“Biasa kok mah. Mama Intan pernah cerita ke Rima kalau mas Raihan gak bisa kalau gak sarapan pagi.” Jelas Rima
Maya hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Rima. Maya hanya takut memaksa Raihan dengan kebiasaan keluarganya yang selalu makan pagi.
***
Raihan tidak perlu susah payah mencari keberadaan perempuan itu. Nyatanya Asyna sedang duduk nyaman diteras rumah sambil memandang hujan gerimis yang menyapa.
“Ehm.”
Raihan berdeham menghilangkan kecanggungannya. Terasa aneh saja berbicara dengan wanita yang tidak terduga ternyata menyukainya.
Asyna menengokkan wajahnya memandang Raihan yang berdiri kikuk dipintu masuk rumah.
“Makan yuk, udah ditungguin mama sama Rima.” Ajak Raihan dengan nada terdengar aneh.
Tidak biasanya Raihan berbicara dengan nada aneh seperti itu. Asyna berpikir, jika diperhatikan hari ini Raihan sangat kaku dan kikuk.
“Iya.”
Asyna malas memikirkan lagi, perutnya sudah lapar. Asyna berjalan meninggalkan Raihan yang mengikuti di belakangnya. Tante Maya dan Rima sudah duduk nyaman dikursinya. Asyna tersenyum menarik kursi dan duduk di samping tante Maya.
“Asy, aku cariin kamu dari subuh.” Rima membuka suaranya
“Aku tadi jogging sama Yusuf Rim. Sehabis sholat subuh langsung berangkat jadi gak bilang kamu.” Asyna menjelaskan
“Uhh, sebel sama Yusuf. Lain kali kita jogging ya Mas.”
Yang dikatakan Rima adalah pernyataan jadi sudah jelas Raihan tidak boleh menolaknya.
Raihan menganggukkan kepalanya patuh. Permintaan sederhana seperti itu sudah pasti akan dikabulkannya. Ke empat manusia yang berada di ruang makan itu menyantap makanan dengan penuh hikmat.
Asyna berulangkali menahan rasa sesak didada setiap kali melihat kemesraan yang Rima dan Raihan tampilkan. Nasi yang dikunyahnya terasa semakin hambar. Matanya tak lagi sanggup melihat kemesraan itu. Asyna memandang piringnya dengan penuh konsentrasi. Tetap saja suara-suara tawa indah yang mengalun itu menganggu sebagian hatinya. Asyna menelan nasinya dalam kepahitan. Apakah setiap hari rasanya akan seperti ini? Asyna bertanya dalam hatinya. Sampai kapan ia sanggup bertahan? Mulai detik ini, ruang makan akan menjadi tempat mengerikan baginya.
“Biar aku aja tan yang bersihin. Tadi kan Asyna gak sempat bantuin masak.” Tawar Asyna yang langsung mengambil piring-piring kotor. Raihan dan Rima sudah meninggalkan ruang makan.
“Makasi ya sayang. Hari ini kamu berangkat jam berapa?” Maya bertanya penasaran
“Iya tan sma-sama. Asyna berangkat jam 8.”
“Motornya gimana belum dibenerin kan?” Maya teringat motor Asyna yang kemarin kesrempet mobil. Syukurlah hanya motornya yang rusak dan Asyna hanya luka ringan.
“Nanti Asyna naik ojol aja hehe.”
“Mending Raihan aja yang antar ya? Kebetulan hari ini dia libur.” Maya menawarkan.
“A-ah gak usah tan. Asyna beneran mau naik ojol.” Asyna terkejut saat tante Maya menawarkan rencana itu. Rencana terburuk bagi Asyna.
“Ya sudah tante juga gak maksa.”
Tiba-tiba Yusuf datang, tanpa canggung sedikit pun ia duduk di samping Maya. Maya yang melihat Yusuf nyengir tidak jelas langsung mencolek hidungnya.
“Ih apaan sih budhe.” Yusuf berkata tak suka karena mengelus hidung mancungnya.
“Kamu ngapain kesini pagi-pagi. Salam dulu kalau datang malah nyengir kayak kuda!” Maya menggelengkan kepalanya
'‘Eh, iya . Assalamu’alaikum budhe yang cantik dan Asyna yang mempesona.” Yusuf tersenyum malu saat terang-terangan menggoda Asyna di depan Maya.
“Wa’alaikumsalam dedek.”
Asyna tanpa basi-basi langsung menyaut tanpa merasa risi. Tangannya membawa nampan berisi piring dengan hati-hati berlalu menuju kedapur untuk mencuci semua piring kotor itu. Asyna masih bisa mendengar celotehan Maya yang sedang mengomeli kelakuan Yusuf yang dari dulu tidak berubah. Suka sekali menggoda Asyna yang notabenya lebih tua dan harus dihormati dengan memanggilnya mbak atau kak.
Yusuf itu sejak pertama kali bertemu tidak pernah memanggilnya mba. Omelan dari siapapun tidak akan meluluhkan kelakuan yang satu itu. Asyna merasa baik-baik saja saat Yusuf memanggil namanya. Bukannya tidak sopan, yusuf selama ini sangat menghargai dan menghormatinya. Tentu saja dengan kelakuan absurd yang selalu tak lepas darinya. Asyna tertawa setiap memikirkan Yusuf. Dia itu lucu sekali. Pokoknya Yusuf sangat cocok menjadi pelawak. Asyna terkikik geli memikirkannya. Tak terasa piring yang dicucinya telah selesai. Asyna berlalu dari dapur hendak membersihkan diri setelah itu ia akan berangkat bekerja.
“Asy.”
Panggilan Yusuf menghentikan langkah Asyna yang hendak menuju ke kamarnya.
“Ya?” Asyna bertanya
“eh, gapapa gak jadi.” Yusuf yang salah tingkah langsung menggaruk belakang kepalanya.
Keberadaan Maya sungguh berpengaruh terhadap kepercayaan diri Yusuf.
“Kenapa sih suf. Ngomong sing jelas!” Tutur Maya dengan campuran bahasa jawanya.
“Kamu suf suka gak jelas. Udah ah aku mau siap-siap berangkat kerja.”
Asyna tidak memperdulikan lagi ocehan maupun kalimat putus asa yang Yusuf lontarkan. Dia harus segera bersiap jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.
Sudah lebih dari satu tahun Asyna bekerja di rumah sakit sebagai pengantar makanan. Pekerjaan yang tidak sulit memang, hanya mengantarkan makanan untuk pasien-pasien. Asyna beruntng bekerja di rumah sakit, karena meskipun hanya sebagai pengantar makanan gajinya cukup besar sesuai dengan UMR di Kota Semarang. Jam kerjanya pun hanya 8 jam dengan dua shift yaitu pagi dan siang. Hari ini atasan memintanya untuk berangkat lebih siang. Biasanya jam lima pagi pasti Asyna sudah berangkat.
Dirinya memang sepertinya tidak mampu menjauh dari keberadaan Raihan. Di rumah dia bertemu Raihan karena tinggal dalam rumah yang sama.Sementara di Rumah Sakit dia juga pasti akan bertemu Raihan karena bekerja ditempat yang sama. Dunia memang sangat sempit. Jika dulu dia pasti akan senang bertemu dengan Raihan tapi, tidak untuk saat ini.
🍂🍂🍂🍂🍂
😁 jangan lupa voment and rate ya. makasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!