NovelToon NovelToon

Kontratransferensi

Becoming A Helper (One)

            “Selamat pagi nona Luciana.”

            “Pagi.”

            “Selamat pagi Luciana.”

            “Pagi.”

            Luciana tersenyum sumringah pada semua staff kantor badan konselor milik pemerintah tempatnya bekerja. Pagi ini cuaca di Seoul cukup bagus, dan moodnya juga sangat bagus untuk memberikan pelayanan pada klien-kliennya yang memiliki masalah. Hari ini ia siap menampung semua masalah mereka dan siap untuk memberikan solusi untuk kelancaran hidup mereka.

            “Luciana, kau memiliki klien pukul sembilan nanti.” beritahu Jihoo, asisten khusus Luciana yang telah membantu Luciana selama tiga tahun ini. Jihoo adalah asisten yang sangat berjasa untuk Luciana, karena tanpa Jihoo, Luciana benar-benar tidak akan bisa menjalani pekerjaanya hingga detik ini. Setiap klien yang ia tangani tidak pernah sama. Mereka terkadang justru membuat keributan dengannya karena ia dinilai belum bisa memberikan solusi yang jitu. Atau terkadang beberapa klien justru menuntut lebih dan semakin ketergantungan padanya. Ya.. begitulah kehidupan seorang konselor, terkadang manis, terkadang juga pahit. Tapi, disitulah peran Jihoo. Sebagai seorang pria berusia pertengahan dua puluhan, Jihoo memiliki kesabaran dan juga kekuatan yang dapat menolong Luciana dari klien-kliennya yang merepotkan. Tak jarang Jihoo memerankan karakter sebagai ayah tiri yang jahat dengan menyeret pergi klien-klien yang mulai mengalami ketergantungan pada Luciana.

        Sebenarnya Luciana tidak masalah jika mereka ingin melakukan sesi konseling lebih lama atau melakukan pertemuan beberapa kali, tapi bagaimana jika hal itu terus berlanjut? Bahkan di luar jam bekerjapun mereka mulai meneror Luciana dan membuat wanita muda itu tidak nyaman. Apalagi ia bukan seorang wanita pengangguran yang hidup sendiri, ia memiliki seorang putri yang harus ia urus di rumah dan berbagai macam kesibukan lain yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja hanya untuk mendengarkan orang lain berkeluh kesah dengannya. Jadi, ia terpaksa membuat Jihoo menjadi sosok pria kejam yang pada akhirnya ditakuti oleh kliennya sendiri.

            “Pukul sembilan? Baiklah. Kau sudah meletakan data-datanya di mejaku? Aku perlu mempelajari latar belakangnya sebelum melakukan sesi konseling dengannya nanti.” ucap Luciana sambil melepas mantel coklatnya. Wanita itu menggelung rambutnya rapi ke atas dengan sanggulan sederhana, lalu beranjak menuju meja kerjanya yang selalu terlihat bersih dan rapi. Ia terlihat sudah siap untuk menerima klien hari ini.

            “Ini data-datanya. Ia adalah seorang wanita dengan dua orang anak yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya yang mengalami kecelakaan. Ia sepertinya mengalami depresi berat karena di sini adik kandungnya menulis jika kakaknya seminggu yang lalu hampir melakukan percobaan bunuh diri bersama kedua putranya.”

            “Kasihan sekali wanita ini. Aku tahu bagaimana perasaanya, pasti berat. Jadi wanita itu tinggal bersama adiknya sekarang?”

            “Entahlah, kemungkinan memang seperti itu. Adiknya pasti khawatir jika kakaknya akan melakukan percobaan bunuh diri lagi.” Terang Jihoo sambil menunjuk beberapa poin yang tertulis di atas kertas putih milik klien Luciana. Pria itu kemudian  berjalan pergi meninggalkan Luciana untuk menyelesaikan pekerjaan lain di mejanya. Dua minggu yang lalu mereka mendapatkan proyek untuk melakukan pengetesan pada calon karyawan pemerintahan, sehingga selain fokus melayani klien, mereka juga harus membagi waktu mereka untuk menyelesaikan laporan analisis kepribadian para calon karyawan itu sebelum pihak Human Resource menagih hasilnya minggu depan.

-00-

            Luciana bersandar pada kursinya sebentar, menatap satu persatu berkas di atas meja yang menantinya untuk dikerjakan. Ia lalu menatap foto gadis kecilnya, Aleyna Jung. Gadis itu adalah sumber kekuatannya sekarang. Tanpa Aleyna, ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya. Dan sekarang Aleyna telah berusia empat tahun, sebuah angka yang cukup fantastis untuk Luciana karena ia tidak menyangka ia dapat mengurus Aleyna hingga sebesar ini, meskipun Aleyna bukan anak kandungnya.

        Dulu Aleyna adalah anak dari mantan kliennya yang telah meninggal. Yeahh.. terdengar cukup rumit untuk dijelaskan, tapi meskipun ia terlihat masih sangat muda dengan usia akhir dua puluhan, sebenarnya ia telah menikah sebanyak dua kali. Dan dari kedua pernikahan itu, tidak ada yang benar-benar membawa kebahagiaan untuknya. Semua pernikahannya hancur di tengah jalan karena banyaknya masalah pelik yang menimpanya.

            Suami pertamanya, Rein Lee, adalah seorang entertainer sukses yang karya-karyanya selalu mendapatkan apresiasi positif dari para fansnya. Ia bertemu Rein pertama kali ketika ia duduk di bangku senior high school. Saat itu Rein adalah salah satu senior yang cukup populer di sekolahnya. Hampir seluruh siswi di sekolahnya ingin menjadi kekasih Rein. Namun pria itu secara ajaib justru memilihnya. Seorang gadis yang saat itu hanyalah gadis biasa dengan prestrasi yang juga biasa-biasa saja. Sejak senior high school ia tidak terlalu menonjol di kalangan teman-temannya. Ia hanyalah gadis biasa yang bisa dikatakan tanpa ambisi yang menggebu-gebu. Dulu ia bahkan tidak memiliki cita-cita. Ia hanya ingin menjadi seorang ibu rumah tangga yang bahagia bersama keluarga kecilnya. Namun ketika lulus dari senior high school ibunya menyarankannya untuk melanjutkan kuliah di bidang psikologi agar ia memiliki teman dan memiliki wawasan luas mengenai masa depan. Akhirnya ia menerima usulan dari ibunya dan memutuskan untuk menjadi seorang konselor di masa depan. Mengenai hubungannya dengan Rein, mereka masih tetap menjalin hubungan hingga ia lulus dari universitas. Meskipun banyak rintangan yang menghalangi perjalanan cinta mereka, namun hal itu tidak membuat mereka patah semangat. Sebenarnya Luciana sudah cukup frustrasi dengan hubungannya bersama Rein, namun pria itu selalu menahannya dan meyakinkannya jika pria itu hanya mencintainya.

            Satu tahun kemudian setelah ia lulus dari universitasnya, Rein melamarnya. Pria itu dengan sikap yang sangat jantan datang ke rumahnya dan menemui kedua orangtuanya untuk melamar putri mereka. Tentu saja sebagai seorang wanita, Luciana sangat bahagia karena kekasih yang sudah menjalin hubungan dengannya sejak

bertahun-tahun yang lalu akhirnya memutuskan untuk menjadikannya sebagai seorang isteri. Hanya berselang satu minggu, berita mengenai pernikahannya dan Rein menjadi topik panas di kalangan masyarakat. Beberapa fans dari Rein menunjukan respon negatif atas berita membahagiakan itu. Namun Luciana memilih tidak peduli dengan menutup kedua mata dan telinganya dan berita-berita miring mengenai dirinya. Ia tidak mau pernikahannya dan Rein gagal hanya karena pembicaraan orang yang menurutnya tidak penting.

            Setelah menikah, kehidupan pernikahannya dan Rein pada awalnya menyenangkan. Bahkan mereka sempat menghabiskan dua minggu waktu bulan madu mereka untuk menikmati keindahan benua Eropa yang sangat romantis menggunakan kapal pesiar. Tapi hal itu tidak bertahan lama, di bulan ke empat pernikahannya, Luciana mulai merasa gelisah. Ia merasa Rein semakin lama semakin sibuk dan jarang meluangkan waktunya

untuk pulang. Mereka berdua menjadi dua individu yang tak saling menyapa dan hanya sibuk dengan urusan masing-masing. Luciana yang saat itu sedang sibuk pada karirnya mulai tidak peduli pada Rein. Ia hanya sesekali menghubungi Rein untuk menanyakan bagaimana kabar pria itu di luar sana. Tapi suatu ketika ia mendapatkan berita mengejutkan mengenai suaminya yang ternyata sedang terlibat perselingkuhan dengan lawan mainnya dalam sebuah drama. Pria itu secara sembunyi-sembunyi telah menjalin hubungan dan menghamili wanita itu hingga Luciana merasa sakit. Tanpa perlu mendiskusikan apapun pada suaminya, Luciana langsung menggugat cerai Rein saat itu juga ketika berita mengenai skandal hubungan terlarang suaminya terkuak ke media. Menurutnya sudah tidak ada lagi hal yang perlu dipertahankan dari hubungan pernikahannya dengan Rein karena mereka selama ini juga telah menjauh. Ia sadar jika apa yang dilakukan oleh Rein juga berkaitan dengan renggangnya hubungan mereka selama ini, jadi dengan cukup dewasa Luciana memutuskan untuk merelakan Rein bersama wanita yang bisa menyayangi suaminya melebihi dirinya.

            Enam bulan hidup sendiri dengan status baru membuat Luciana menjadi pribadi yang lebih dewasa. Ia sibuk menjalani hari-harinya dengan menangani beberapa kasus klien yang sebagian besar sebenarnya adalah kasus yang pernah ia alami, perceraian. Ia sengaja menggunakan cerita masa lalunya sebagai pembelajaran yang bisa ia sampaikan kepada kliennya agar mereka tidak bernasib sama sepertinya. Salah satu klien yang kemudian datang kepadanya adalah seorang wanita muda yang tengah hamil sembilan bulan. Wanita itu mengaku jika ia memiliki masalah dengan suaminya, dan suaminya telah mengajukan surat cerai padanya tiga hari yang lalu. Di hadapannya wanita itu menangis histeris, menceritakan semua pengalaman pahitnya dan mengatakan pada Luciana jika ia tidak sanggup menghadapi kehidupannya. Wanita itu berniat untuk bunuh diri bersama anak yang dikandungnya, namun hal itu langsung dicegah oleh Luciana karena anak yang yang sedang dikandungnya tidak bersalah. Seminggu kemudian Luciana didatangi oleh petugas rumah sakit yang mengabarkan padanya bahwa mantan kliennya itu telah meninggal akibat bunuh diri. Mendengar itu Luciana sangat terkejut. Ia pikir sesi konselingnya minggu lalu telah membuat sang klien berubah pikiran untuk melakukan bunuh diri karena wanita itu sudah berjanji padanya akan hidup bahagia bersama anak yang sedang dikandungnya.

            Setelah petugas rumah sakit itu mengabarkan berita kematian mantan kliennya, petugas rumah sakit itu memberikan sebuah amplop pada Luciana yang berisi surat wasiat dari mantan kliennya dan juga akta kelahiran milik putrinya. Dalam surat itu, sangklien meminta Luciana untuk merawat anaknya dan menganggap anaknya seperti putri kandungnya sendiri. Awalnya Luciana tidak bersedia karena ia merasa belum layak untuk menjadi ibu yang baik. Ia dengan segala cara mencoba mencari ayah dari bayi itu dan keluarganya yang lain. Tapi ayah dari bayi itu tidak bisa ia temukan keberadaanya, pun dengan anggota keluarganya yang lain. Akhirnya Luciana memutuskan untuk merawat bayi itu dan memberinya nama Aleyna Jung, sesuai dengan permintaan mendiang ibu kandungnya.

            Tahun pertama bersama Aleyna membuat Luciana berubah menjadi sosok wanita yang lebih dewasa dan juga matang. Banyak hal yang ia pelajari selama menjadi ibu dan merawat Aleyna. Bahkan ia menjadi sangat menyayangi Aleyna lebih dari apapun. Ia benar-benar menganggap Aleyna sebagai putri kandungnya sendiri dan menunjukan pada semua orang jika ia adalah wanita yang pantas untuk menjadi seorang ibu meskipun ia telah gagal menjalankan perannya sebagai seorang isteri.

            Ketika Aleyna berusia dua tahun, ia secara kebetulan bertemu dengan Aaron Jung. Pria itu adalah sepupu dari rekan kerjanya yang saat itu memang berniat menjodohkannya dengan Luciana. Di pertemuan pertamanya, Luciana sengaja mengajak Aleyna ikut serta karena ia tidak ingin Aaron tertipu dengan penampilannya. Ia ingin Aaron menerima semua masa lalunya yang telah menikah dan memiliki seorang anak, meskipun Aleyna hanya seorang anak angkat.

            Di awal pertemuan, Aaron masih belum memberikan respon apapun. Mereka hanya bertemu lalu mengobrol

seperti seorang teman akrab yang hangat. Berminggu-minggu pertemuan mereka terus berjalan seperti itu. Mereka hanya mengobrol, makan, dan membicarakan hal-hal tidak penting mengenai keseharian mereka. Lucianapun mulai merasa jika Aaron tidak serius, apalagi Aaron secara terang-terangan mengaku padanya jika ia tidak menyukai anak kecil. Harapan Luciana untuk bisa melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih seriuspun semakin lama semakin tipis. Ia hanya menganggap Aaron sebagai teman mengobrolnya yang asik dan juga menyenangkan tanpa pernah berharap akan menikah bersama Aaron nantinya.

            Hari demi hari berlanjut, hingga tak terasa hubungan mereka sudah berjalan selama tiga bulan lamanya. Aaron kini mulai terlihat akrab dengan Aleyna dan mulai bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan Luciana yang super sibuk. Lalu tiba-tiba saja di suatu sore yang cerah, Aaron datang ke rumah Luciana sambil membawa sebuket bunga untuk melamar Luciana. Melihat itu, Luciana langsung syok dan justru ragu untuk menerima lamaran yang diajukan oleh Aaron. Namun setelah Aaron terus meyakinkannya, akhirnya Luciana bersedia untuk menjadi isterinya.

            Pernikahan megahpun kembali digelar untuk yang ke dua kalinya dengan Luciana sebagai tokoh utamanya. Ia, dengan gaun putih yang sangat indah, bersumpah di hadapan Tuhan untuk kembali mengikat janji sehidup semati bersama seorang pria yang sangat dicintainya. Aura kebahagiaanpun terpancar dari wajah Luciana karena akhirnya ia dapat menikah dengan seorang pria yang benar-benar menerimanya apa adanya setelah hidup sendiri selama lebih dari satu tahun.

            Dua tahun pertama hubungan pernikahan Luciana dan Aaron berjalan lancar. Hanya sesekali mereka terlibat pertengkaran kecil, dan setelahnya mereka akan kembali berbaikan. Setiap hari mereka juga tetap meluangkan waktu untuk membicarakan masalah sehari-hari mereka ketika bekerja. Meskipun Aaron bekerja sebagai enginer  yang dituntut untuk pergi ke beberapa kota dalam satu bulan, tapi ia tetap bisa membagi waktunya dengan baik bersama Luciana dan Aleyna. Kehidupan percintaan merekapun selalu berjalan menyenangkan dan

menggairahkan. Hampir setiap malam jika mereka tidak memiliki kegiatan di luar rumah, maka mereka akan menghabiskannya dengan bercinta penuh gairah di dalam kamar mereka yang hangat. Baik Luciana maupun Aaron, mereka sama-sama sangat ahli dalam urusan ranjang. Hanya saja masalah mulai muncul ketika usia pernikahan mereka telah menginjak dua tahun. Di usia yang sudah cukup matang bagi sepasang suami isteri untuk memiliki seorang anak, mereka belum juga diberikan karunia itu oleh Tuhan. Berbagai hal telah dicoba Luciana agar ia bisa segera hamil dan memberikan adik untuk Aleyna, tapi semua usahanya itu tidak pernah membuahkan hasil. Ia pun akhirnya menaruh curiga pada Aaron. Selama ini ia telah melakukan pemeriksaan terkait kondisi rahimnya di rumah sakit dan mendapatkan hasil bahwa semuanya baik-baik saja. Dengan penuh paksaan, Luciana membawa Aaron ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi tubuhnya. Dan setelah mendapatkan hasilnya, ternyata kecurigaan Luciana selama ini benar. Aaron didiagnosa mengidap kelainan hormon yang menyebabkan ia mandul akibat aktivitasnya sebagai teknisi yang mengharuskan ia selalu terpapar radiasi. Hubungan pernikahan merekapun mulai merenggang setelah kejadian itu. Aaron tidak lagi menyentuh Luciana seperti biasanya. Pria itu merasa bersalah pada Luciana karena ia yang menyebabkan Luciana tidak bisa mengandung dan memiliki keturunan. Akhirnya ia memutuskan untuk menceraikan Luciana. Ia tidak mau mengikat Luciana lebih lama bersamanya yang jelas-jelas tidak bisa memberikan Luciana keturunan. Meskipun berat, Luciana akhirnya menyetujui keputusan Aaron dan bercerai dengan pria itu secara baik-baik.

            Sekarang Luciana kembali menjalani kehidupannya sendiri. Berdua dengan Aleyna, ia manjalani kehidupannya sebagai single mother dan sebagai seorang konselor super sibuk kebanggan Korea. Sebisa mungkin ia mengatur waktunya dengan baik agar ia bisa tetap mendampingi Aleyna di sela-sela kesibukannya sebagai seorang konselor yang cukup disegani di Korea.

Becoming A Helper (Two)

        “Aku tidak mau kau mengatur hidupku terlalu jauh, aku tidak bisa menjadi isteri ideal yang hanya berdiam diri di rumah. Catwalk adalah hidupku, aku tidak mungkin meninggalkannya!”

            Joey menatap datar isterinya yang sedang berteriak-teriak dengan tak tahu malu di kantornya. Pertengkaran antara dirinya dan Jihyun memang sudah terjadi sejak berbulan-bulan yang lalu. Isterinya yang keras kepala itu tidak pernah mau meninggalkan dunia hiburan yang selama ini telah membesarkan namanya. Wanita itu tidak suka ketika Joey memintanya untuk tinggal di rumah dan hanya melayaninya sebagai isteri. Sedangkan sebagai seorang suami, Joey merasa jika ia sudah cukup mampu untuk membiayai semua kebutuhan isterinya tanpa perlu sang isteri bekerja lagi. Daripada menghabiskan waktu di luar rumah dengan bersenang-senang bersama teman-temannya, Joey lebih senang jika Jihyun berada di rumah dan menjadi isteri yang manis untuknya.

            “Lakukan apapun kau kau suka, aku tidak peduli.” komentar Joey. Jihyun tersenyum puas. Menyeringai penuh kemenangan dari kursinya sambil memandang Joey dari kejauhan yang sedang berkutat dengan berkas-berkas kantornya.

            “Sebagai suami, kau memang harus memberiku kelonggaran. Pekerjaan isteri bukan hanya sebatas melayani suami di rumah. Aku juga membutuhkan waktu pribadi untuk kuhabiskan bersama teman temanku di luar rumah. Jika kau tidak bisa memahami kondisiku, kau bisa menceraikanku sekarang.” Tantang Jihyun penuh arogansi. Joey langsung mendongak cepat dan memberikan tatapan tajam pada Jihyun.

            “Kau boleh melakukan apapun sesukamu, asal kau tidak memintaku untuk menceraikanmu.”

            Selalu saja ia menjadi pihak yang harus mengalah. Dalam segala hal dan keputusan, selalu Jihyun yang memegang kendali. Terkadang ia merasa seperti seorang pecundang ketika Jihyun telah mendominasinya. Tapi ia juga tidak bisa berbuat apapun karena ia tidak mau kehilangan Jihyun. Jihyun adalah cinta pertamanya, sekaligus cinta sejatinya. Sejak bertemu Jihyun empat tahun yang lalu, ia langsung jatuh hati pada wanita itu dan tidak mau menggantikan Jihyun dengan wanita lain. Hanya saja akhir-akhir ini Jihyun terlihat semakin menyebalkan di depannya. Ditambah lagi wanita itu menolak keras keinginannya untuk segera memiliki keturunan. Padahal usianya sudah menginjak tiga puluh tiga tahun. Ia memerlukan penerus untuk kerajaan bisnisnya. Sementara itu Jihyun masih enggan untuk meninggalkan dunia entertainment yang selama ini telah ditekuninya sejak lama. Jadi satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah mengalah. Sekali lagi ia akan mengalah pada Jihyun demi keharmonisan hubungan rumah tangga mereka.

            “Nah, tetaplah seperti itu sayang. Suatu saat aku pasti akan memberimu keturunan, hanya saja kau perlu bersabar sedikit lebih lama lagi. Kemarin aku baru saja mendapatkan tawaran untuk menjadi model Victoria Secret. Kau tahu sendiri kan bagaimana perjuanganku untuk mendapatkan tawaran itu, jadi aku harus berusaha keras mulai sekarang agar tubuhku tetap ramping dan seksi hingga kontrakku dan Victoria Secret berakhir. Kalau begitu aku pergi, semoga harimu indah sayang. Aku mencintaimu.”

            Joey menerima satu kecupan singkat dari Jihyun dengan wajah datar tanpa selera. Kecupan yang diberikan Jihyun justru membuat moodnya semakin hancur karena wanita itu lagi-lagi meninggalkannya dalam keadaan kalah. Kalah di bawah dominasi wanita itu dan membuatnya harus rela membagi tubuh menawan isterinya untuk dinikmati orang lain.

            “Shit! Wanita sialan!” maki Joey pada udara kosong. Ia memukul meja di depannya keras dan membuat beberapa kertas yang sedang ia tekuni berhamburan ke atas lantai. Jika sudah seperti ini, ia akan kehilangan selera untuk melakukan apapun. Ia kehilangan selera untuk mengerjakan tugas-tugasnya yang menumpuk dan ia akan semakin mendapatkan masalah dari kliennya yang selalu tidak puas dengan hasil kerjanya yang kacau.

Tok tok tok

            “Joey, kau sudah... Wow, apa yang  baru saja terjadi?”

            Spencer masuk ke dalam ruangan Joey dan langsung dibuat terkejut dengan keadaan Joey yang sangat berantakan. Kertas-kertas penting terlihat berhamburan di atas lantai, dan kondisi sahabat sekaligus atasannya itu juga terlihat memprihatinkan dengan dasi yang sudah dilempar asal ke atas meja. Bahkan ia sempat menginjak salah satu kertas saham milik Joey bernilai jutaan dolar yang bertebaran di atas lantai. Untung saja alas sepatunya tidak membuat kertas itu terlalu kotor, sehingga ia langsung memungut semua kertas-kertas itu dan menyusunnya secara rapi di atas meja kerja Joey yang berantakan.

            “Ini pasti karena Jihyun lagi.” tebak Spencer. Memang benar. Dalam sejarah kehidupan Joey Lee, hanya Jihyun yang mampu membuat pria itu tampak sekacau ini. Bahkan ketika Joey kehilangan tender bernilai milyaran dolar, pria itu tidak pernah sekacau ini. Ia hanya duduk santai di atas singgasananya sambil menikmati sebotol vodka dan alunan musik klasik karya Mozart yang terkenal di era seribu delapan ratusan.

            “Ia mengancamku lagi Spenc, dan kali ini dengan perceraian. Sial!” maki Joey lagi. Entah akan ada berapa makian yang didengar Spencer siang ini. Yang jelas ia akan segera berubah menjadi buku diary hidup untuk Joey dengan segala keluh kesah pria itu.

            “Lalu? Apa yang membuatnya mengancammu dengan perceraian?”

            “Aku memintanya untuk berhenti dari dunia entertainer. Apa menurutmu permintaanku itu sangat sulit? Untuk apa ia bekerja jika aku sudah bisa mencukupi semua kebutuhannya?”

            “Well, mungkin baginya permintaanmu itu sangat sulit.” jawab Spencer. Ia sendiri cukup bingung bagaimana cara memberi saran pada Joey karena ia sendiri tidak terlalu berpengalaman dalam urusan rumah tangga yang rumit seperti milik Joey. Selama ini hidupnya tenang dan damai. Ia memiliki satu orang isteri bernama Alice Kim dan satu orang anak laki-laki berusia dua tahun bernama Mark Lee. Kehidupannya sudah sangat indah hingga sejauh ini. Bila ia memiliki masalah dengan Alicepun, masalahnya tidak sampai serumit Joey. Ia hanya akan bertengkar dengan Alice di pagi hari, kemudian di sore hari saat ia pulang dari kantor semuanya akan membaik, seolah-olah mereka tidak pernah melakukan apapun dan kembali menjadi keluarga bahagia yang harmonis.

            “Aku benar-benar frustrasi dengan kehidupan rumah tanggaku yang rumit ini. Kenapa aku tidak memiliki kehidupan rumah tangga yang indah sepertimu? Kau memiliki isteri yang cantik dan juga seorang anak laki-laki yang lucu. Kehidupanmu sangat sempurna, sedangkan kehidupan rumah tanggaku? Hmm.. sangat buruk! Lebih buruk dari sebuah gempa bumi dan bencana alam yang lain.”

            Spencer mengedikan bahunya ringan dan tampak tidak bisa berkomentar apapun. Menurutnya

ia memang beruntung karena memiliki Alice. Apa jadinya bila dulu ia tidak bertemu Alice, ia pasti juga akan sama mengenaskannya seperti Joey, karena ia sebenarnya bukanlah pria yang cukup baik di masa lalu. Dulu ia hanyalah seorang pria biasa, dengan kepintaran yang biasa-biasa saja, namun player. Dulu ia benar-benar player yang setiap minggunya akan menggandeng wanita yang berbeda. Beruntung saat itu ia berteman Joey, sehingga ia bisa meminta bantuan pada sahabatnya itu untuk meminjam mobil atau meminjam uang agar terlihat lebih

keren di hadapan wanita-wanitanya. Namun kebiasaan buruk itu segera hilang ketika ia mengenal Alice dan menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya. Alice yang lembut dan tidak terlalu banyak menuntut membuat Spencer kagum pada sosok wanita itu. Ia yang awalnya hanya akan menjalin hubungan selama satu minggu bersama Alice kemudian memperpanjangnya menjadi satu bulan. Setelah satu bulan, ia merasa tidak bisa berpisah dari Alice dan memutuskan untuk menjadikan Alice sebagai kekasih abadinya. Ia akhirnya melamar Alice dan menikahi Alice setelah ia yakin jika Alice memanglah wanita yang ditakdirkan Tuhan untuk menemani masa tuanya yang suram nanti. Lalu mengenai Joey.... Dulu pria itu tidak senakal Spencer. Joey Lee adalah pria aristrokat sejati yang sangat menjunjung tinggi sebuah cinta. Selama sejarah hidupnya, ia tidak pernah sedikitpun mengecewakan

wanita. Justru ia yang sering mendapatkan kekecewaan karena wanita yang dikencaninya selalu membuatnya bermasalah. Pernah ketika senior high school ia memergoki kekasihnya sedang berciuman dengan salah satu rivalnya di sekolah, padahal selama ini ia telah memberikan apapun yang diinginkan oleh kekasihnya itu.

Uang, sepatu bermerk, tas, gaun, dan segala macam pernak pernik wanita seharga ratusan ribu dolar sudah ia berikan, tapi yang ia dapatkan justru sebuah pengkhianatan. Tapi apa yang terjadi pada Joey bukan berarti karena ia adalah pria lemah dan idiot, tapi ia hanya terlalu menghargai perasaan wanita sehingga ia dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh wanita-wanita licik itu.

            “Mungkin sudah saatnya kau mendatangi psikolog untuk mengonsultasikan masalahmu.”

            “Apa kau pikir aku gila? Aku masih lebih dari waras untuk menyelesaikan masalahku sendiri. Lagipula aku hanya meminta sedikit saranmu sebagai seorang teman, bukannya memintamu untuk menyuruhku mendatangi psikolog.” ucap Joey gusar. Siang ini ia sudah terlalu frustrasi dengan masalah isterinya hingga hal-hal kecil seperti pergi ke psikolog dapat membuat emosinya semakin memuncak. Lagipula apa yang dikatakan oleh Spencer tidak ada salahnya jika dicoba. Pria itu sudah memberikan saran yang tepat sebagai seorang sahabat.

            “Kau memang belum gila, tapi kau akan segera gila. Lihatlah bayangan dirimu di cermin, kau sangat berantakan! Bagaimana jika klienmu melihatmu yang sangat berantakan seperti ini? Mereka akan membatalkan niat mereka untuk berinvestasi di perusahaanmu. Lagipula mendatangi seorang psikolog bukan berarti karena kau gila, tapi kau bisa meminta sedikit nasihat darinya agar kau bisa segera menemukan jawaban dari permasalahan yang kau hadapi. Ini, kebetulan aku baru saja mendapatkan brosur mengenai seorang psikolog hebat yang bekerja di biro konsultasi milik pemerintah. Siapa tahu kau tertarik, kau bisa pergi ke kantornya untuk melakukan konsultasi masalah pernikahanmu yang rumit.”

            Spencer meletakan selembar kertas yang sudah tampak kusut di atas meja Joey. Sepertinya kertas itu baru saja diremas-remas Spencer dan langsung dimasukan ke dalam saku saat ia sedang dalam perjalanan menuju kantor, karena brosur itu ia dapatkan dari seorang pemuda penjual koran yang tadi sempat menawarkan koran padanya.

            “Aku tidak berminat.” tolak Joey mentah-mentah. Ia hanya menatap sekilas gumpalan kertas itu tanpa berniat menyentuhnya atau membacanya. Namun Spencer tetap meninggalkannya di sana tanpa berniat untuk mengambilnya lagi.

            “Suruh sekretarismu membuangnya nanti. Sekarang aku membutuhkan laporan keuangan minggu lalu untuk kuaudit ulang, ada beberapa selisih angka yang baru kusadari. Aku lupa memasukan pengeluaran perusahaan minggu lalu yang digunakan untuk memberikan tunjangan pada karyawan pensiun.”

            Joey menunjuk map merah di sisi kanannya malas-malasan sambil menyuruh Spencer untuk mengambilnya sendiri.

            Setelah Spencer pergi, ia kembali berkutat dengan seluruh pekerjaanya yang sempat ia

tinggalkan. Sambil mengecek laporan bulanan perusahaanya, Joey sedikit melirik kertas lusuh yang diletakan Spencer di atas mejanya. Entah kenapa ia cukup penasaran dengan isi kertas itu dan memutuskan untuk mengambilnya. Ia membaca seluruh informasi yang tertera di dalam kertas itu sambil berpikir cukup keras mengenai saran yang diberikan Spencer.

            “Apa aku harus menemui konselor ini?” tanya Joey pada dirinya sendiri. Ia membaca cv singkat sang konselor yang tertera di sana sambil menimbang-nimbang keuntungan yang mungkin akan ia dapatkan setelah mendatangi konselor itu.

            “Mungkin memang konselor ini jalan keluar untuk masalahku.” pikir Joey akhirnya sambil memasukan kertas lusuh itu ke dalam saku kemejanya. Sore ini juga, selepas jam kantornya selesai, ia akan mendatangi konselor itu untuk menemukan jawaban dari seluruh masalah pelik yang menimpanya akhir-akhir ini.

-00-

            Luciana menghela napasnya panjang. Lagi-lagi ia harus menyaksikan drama menyedihkan yang dimainkan oleh kliennya. Siang ini ia mendapatkan klien yang cukup... menyebalkan untuknya. Ia adalah wanita yang hendak melakukan percobaan bunuh diri minggu lalu, tapi menurutnya wanita itu hanya mencari perhatian. Dari semua tanda-tanda yang ditunjukan wanita itu selama melakukan sesi konseling, ia yakin jika wanita itu benar-benar hanya ingin mencari perhatian dari keluarga mendiang suaminya yang cukup kaya agar mendapatkan harta warisan yang lebih banyak.

            “Nona.. hiks hiks hiks, aku ingin menyusul suamiku ke surga. Aku tidak kuat jika harus membesarkan anak-anakku sendiri dengan biaya hidup yang semakin membengkak.”

            “Nyonya, pikirkanlah masa depan anak anda jika anda ingin melakukan bunuh diri. Anda seharusnya merawat anak anda dengan baik agar anak anda kelak dapat mewarisi perusahaan milik mendiang suami anda.” Ucap Luciana memberi saran. Seketika wanita itu menghentikan tangisannya sambil memadang Luciana berbinar-binar, seperti baru saja mendapatkan undian jakpot bernilai jutaan dollar.

            “Kau benar nona Im, aku seharusnya membesarkan anak-anakku dengan baik. Jika aku mati, anak-anakku akan terlantar dan seluruh harta warisan mendiang suamiku akan jatuh ke tangan adiknya yang serakah itu. Huh, itu benar-benar tidak bisa dibiarkan.” ucap wanita itu berapi-api. Luciana hanya dapat mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon tanpa berniat untuk masuk terlalu dalam pada masalah kliennya yang mulai tidak waras ini. Untung saja ia hanya anak tunggal di keluarganya, jika ia memiliki saudara serakah seperti wanita di depannya, ia justru akan membiarkannya mati daripada ia hidup, namun hanya menyusahkan orang lain dengan sikapnya yang tak tahu malu.

            “Jadi sekarang anda telah menyadari kesalahan anda dan apa yang harus anda lakukan setelah ini? Tolong jangan sia-siakan hidup anda hanya karena masalah kecil, sesungguhnya ada banyak orang di luar sana yang memiliki masalah yang lebih berat dari anda.”

            “Hmm ya, aku mengerti. Terimakasih nona Im atas saran yang telah kau berikan padaku. Aku... sekarang mengerti apa yang harus kulakukan. Setelah ini aku akan mendidik anak-anakku dengan baik agar kelak mereka menjadi pria sejati yang sukses dan bisa mengambil seluruh harta warisan milik suamiku dari keluarganya.”

            Luciana hanya tersenyum kaku menanggapi ucapan wanita itu dan segera menyuruhnya keluar dari ruangannya karena ia mulai gila setelah menangani wanita itu. Lebih dari dua jam waktunya hari ini hanya digunakan untuk melayani seorang klien menyebalkan dengan masalah fiktif. Sebenarnya hal itu sudah sering terjadi padanya, namun tetap saja ia merasa gusar dengan orang-orang yang selalu berlebihan dalam menyikapi masalah mereka. Bahkan ia pikir ada lebih banyak masalah yang seharusnya mereka khawatirkan daripada hanya sekedar harta atau cinta, tapi tetap saja beberapa dari klienya bersikap berlebihan saat kehilangan cinta atau harta dari kehidupan mereka.

            “Apa ia sudah pergi?” tanya Luciana pada Jihoo dari ujung pintu kantornya. Jihoo menganggukan kepalanya dua kali sambil menunjuk arah pintu keluar yang baru saja dilewati oleh klien menyebalkannya itu.

            “Aku menyesal telah menerimanya hari ini, karena celotehan tidak pentingnya kita sampai menolak beberapa klien yang mungkin benar-benar membutuhkan bantuan kita hari ini.” keluh Luciana. Jihoo meringis kecil melihat keletihan yang tercetakjelas di wajah Luciana. Ia sangat tahu bagaimana perasaan Luciana saat berhadapan dengan klien-klien menyebalkan seperti itu karena ia juga pernah mengalaminya beberapa kali ketika harus menggantikan posisi Luciana sebagai konselor.

            “Istirahatlah, ini jam makan siang. Kau tidak menjemput Alyena?”

            “Aku membawa bekal, dan Aleyna hari ini menginap di rumah Karen, jadi aku tidak perlu menjemputnya siang ini.”

            “Kau tidak kesepian di rumah tanpa Aleyna? Tumben kau mengijinkannya menginap di rumah Karen.” tanya Jihoo heran. Tidak biasanya Luciana membiarkan putri kecilnya pergi berjauhan dengannya. Bahkan ketika Aleyna mengikuti acara mini camp di sekolahnya, Luciana sampai menyusul Aleyna di sekolahnya karena ia tidak tahan berjauhan terlalu lama dengan putri kecilnya yang menggemaskan itu.

            “Malam ini aku juga akan menginap di rumah Karen.” Cengir Luciana malu. Ia sadar jika sikapnya yang over protective pada Aleyna itu memang sudah keterlaluan. Tapi ia sendiri juga tidak bisa mengendalikannya. Mungkin jika ia hanya orang biasa, ia sudah tergolong sebagai seseorang yang membutuhkan terapi dari seorang konselor. Bagaimanapun seorang konselor sepertinya juga manusia biasa. Mereka tidak selamanya menjadi penolong, ada kalanya mereka juga berada di posisi dimana mereka harus ditolong oleh orang lain.

            “Sudah kuduga, kau tidak mungkin membiarkan Aleyna berkeliaran terlalu jauh dari hidupmu. Kupikir sebenarnya kau ini cukup sakit dan perlu mendapatkan penanganan dari konselor.”

            “Hey, aku juga manusia biasa. Lagipula hari ini Karen di rumah sendiri, suaminya pergi ke Busan selama dua hari untuk urusan pekerjaan, jadi apa salahnya jika aku dan Aleyna menginap di sana? Mungkin dengan begitu aku bisa melupakan sedikit kejenuhan pikiranku.”

            “Selamat siang.”

            Luciana dan Jihoo kompak menoleh kearah suara ketika tiba-tiba mereka mendapatkan sapaan selamat siang dari seseorang yang tidak mereka kenal.

            “Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?” sapa Luciana ramah. Wibawanya sebagai konselor muncul begitu saja setelah seorang calon klien mendatanginya secara tiba-tiba. Padahal sebelumnya ia sedang sibuk bercanda dengan Jihoo hingga mengeluarkan suara yang cukup keras.

            “Maaf, apa aku datang di waktu istirahat? Aku ke sini untuk melakukan konsultasi masalah putriku.”

            Luciana menatap putri calon kliennya yang terlihat berbeda dari anak-anak seusianya. Gadis kecil yang ia perkirakan berusia empat tahun itu memiliki pandangan tidak fokus dan seperti sedang bermain-main dengan imajinasinya. Dari tanda-tanda yang ditunjukan gadis kecil itu, mungkin ia mengalami gangguan retardasi mental atau autis.

            “Oh silahkan masuk ke dalam ruangan saya, kebetulan jam istirahat saya cukup fleksibel.” ucap Luciana ramah. Ia tidak akan tega menolak seorang klien yang benar-benar membutuhkan pertolongannya seperti ini. Apalagi calon kliennya ini tidak mungkin akan menceritakan cerita fiktif seperti kliennya yang sebelumnya.

            “Jihoo, tolong kau siapkan alat-alat tes untuk putrinya.”

            “Baik, tunggu sebentar.”

            Setelah memberi perintah pada Jihoo, Luciana segera membawa masuk klieannya ke dalam ruangan tertutup untuk melakukan sesi konseling yang rahasia. Selama menjadi konselor, Luciana selalu memastikan jika seluruh masalah yang diceritakan oleh kliennya akan terjaga kerahasiannya. Ia tidak pernah sekalipun melanggar kode etik profesinya mengenai kerahasiaan cerita klien karena ia cukup menghormati pengalaman masa lalu kliennya yang sebagian besar berisi pengalaman buruk.

-00-

            Joey berdiri di depan kantor biro konseling milik negara sambil menggenggam kertas lusuh yang siang tadi ditinggalkan Spencer di mejanya. Sejak tadi ia hanya berdiri di sana dan tampak ragu untuk masuk ke dalam. Egonya sebagai pria terhormat dengan segala harga dirinya yang setinggi langit membuatnya ragu untuk masuk dan melakukan sesi konseling bersama konselor yang telah disebutkan di dalam kertas lusuh yang digenggamnya.

            “Ck, memalukan!” Decak Joey pelan, namun ia memutuskan untuk berjalan masuk ke dalam gedung itu. Kali ini ia memutuskan untuk sedikit berdamai dengan egonya demi hubungan rumah tangganya yang lebih baik. Ia sudah bertekad akan berubah menjadi Joey yang lebih tegas setelah ini. Ia tidak mau diatur oleh isterinya lagi.

            “Maaf jam untuk konseling kami telah berakhir.”

            Ketika melangkah melewati pintu kaca bening di depannya, Joey langsung mendapatkan kesan buruk karena ia baru saja ditolak. Tapi ia sudah terlanjur datang. Ia sudah menurunkan semua egonya demi menginjakan kaki di sini, jadi ia tidak akan mundur dengan mudah.

            “Tapi aku membutuhkan sesi konseling saat ini juga. Aku sedang menghadapi masalah serius.”

            Sisi dominan dan arogan Joey mulai muncul. Ia kini terlihat begitu garang dengan mimik piasnya yang tercetak jelas di wajah aristrokatnya.

            “Maaf, anda bisa datang lagi besok pukul sembilan. Saat ini konselor kami sudah pulang.”

            “Ck, tidak profesional. Di sini tertulis jika jam konseling akan dilayani hingga pukul lima, ini bahkan masih kurang lima menit sebelum pukul lima. Seharusnya kalian masih menyediakan jasa konseling hingga pukul lima nanti.” ucap Joey keras kepala. Petugas resepsionis itu terlihat mulai gusar dengan sikap Joey yang semakin menjadi-jadi di depannya. Seumur hidup ia bekerja di sana, ia belum pernah menemukan seorang klien yang sangat menyebalkan seperti Joey.

            “Anda tidak mungkin akan melakukan sesi konseling dalam waktu lima menit tuan. Jadi sebaiknya anda datang lagi besok untuk melakukan sesi konseling sesuai dengan prosedur kantor kami.” ucap petugas resepsionis itu mencoba bersabar. Ekor matanya perlahan-lahan mulai memberikan kode pada petugas keamanan yang sedang berdiri tak jauh darinya. Setelah ini ia benar-benar akan meminta petugas keamanan itu untuk menyeret Joey jika pria itu tetap saja bersikeras untuk melakukan sesi konseling di jam pulang seperti ini.

            “Tidak bisa, aku harus melakukan sesi konseling hari ini. Masalahku sangat mendesak.” tolak Joey mentah-mentah. Ia benar-benar akan masuk sendiri ke semua ruangan di gedung itu demi mencari satu konselor yang bersedia memberikan solusi atas masalahnya. Lagipula ia tidak yakin jika besok ia masih memiliki pikiran gila seperti sore ini yang memutuskan untuk menerima saran dari Spencer. Bisa saja besok pikiran warasnya telah kembali dan ia tidak akan mendatangi tempat ini untuk melakukan sesi konseling.

            “Maaf tuan, anda tidak bisa melakukannya saat ini. Jika anda terus bersikeras seperti itu, saya akan meminta petugas keamanan untuk menyeret anda keluar dari sini.” peringat petugas resepsionis itu tegas. Bersamaan dengan itu, Luciana muncul dari dalam lift dan melihat keributan yang terjadi anatar Jang Nara, dan

seorang pria asing yang terlihat begitu marah dengan wajah merah padam.

            “Ada apa ini?” Tanya Luciana heran. Kedua manusia itu secara bersamaan menoleh kearah Luciana dengan berbagai macam ekspresi yang tidak bisa dimengerti Luciana dengan jelas.

            “Nona Im, pria ini bersikeras untuk melakukan sesi konseling di jam tutup kantor. Saya menyuruhnya untuk datang lagi besok, tapi ia menolak dan justru membuat keributan.”

            “Maaf, apakah anda...”

            “Aku ingin melakukan sesi konseling sekarang.” Potong Joey cepat. Luciana langsung memejamkan matany sejenak demi menetralkan emosinya yang bisa saja ikut tersulut seperti Nara.

            “Tapi tuan jam konseling sudah berakhir. Saya harus pulang untuk mengurus putri saya.”

            “Itu bukan alasan nona. Bahkan ini masih pukul lima kurang satu menit, kau harus bersikap profesional seperti apa yang tertera di kertas ini.” Tunjuk Joey pada kertas brosur lusuh yang digengganggamnya. Seketika Luciana menjadi dongkol dan ingin menyuruh kedua petugas keamanan itu untuk menyeret Joey keluar. Tapi

melihat kesungguhan yang terlihat di mata Joey membuatnya tidak tega dan memutuskan untuk memberi Joey kesempatan sore ini.

            “Baiklah, anda bisa melakukan sesi konseling sekarang. Tapi waktu saya tidak banyak, saya hanya bisa memberikan anda waktu satu jam. Bagaimana?” Tawar Luciana mencoba kalem. Hari ini benar-benar hari yang penuh ujian untuknya karena dalam satu hari ia telah dihadapkan dengan dua manusia yang sangat menyebalkan dan juga keras kepala.

            “Tidak masalah, aku hanya ingin tahu apakah kau benar-benar memiliki kredibilitas tinggi seperti apa yang tertulis di kertas ini.”

            Luciana seketika ingin menendang Joey jauh-jauh dari kantornya dengan heels tujuh senti yang saat ini sedang ia gunakan. Pria itu, setelah menguji kesabarannya dengan semua sikap keras kepalanya, ia masih saja membuat masalah dengan mencibir kredibilitasnya. Ia akan buktikan pada pria itu jika ia memiliki kredibilitas

dan juga kemampuan yang hebat sebagai seorang konselor. Ia pastikan setelah ini pria itu akan bertekuk lutut di bawah kakinya karena dan menelan bulat-bulat seluruh arogansinya hingga tersedak.

            “Silahkan anda isi form data-data ini terlebihdahulu.”

            Luciana meletakan selembar kertas putih yang berisi data diri yang harus Joey isi. Namun Joey sudah terlebihdulu memperlihatkan keengganannya dengan mendorong jauh-jauh kertas itu dari hadapannya.

            “Apakah perlu data-data seperti itu? Yang kubutuhkan saat ini adalah sesi konseling, bukan sesi mengisi data diri yang tidak penting seperti itu.”

            “Tapi anda harus mengisinya sebagai arsip untuk kami. Lagipula latar belakang kehidupan anda sangat penting untuk menganalisa lebih jauh masalah yang sedang anda hadapi.”

            “Jadi kau tidak bisa memberikanku solusi hanya dengan sekali bercerita? Payah!” cibir Joey sakarstik. Luciana menghembuskan napasnya panjang-panjang, mencoba bersabar dengan sikap kliennya yang sangat menjengkelkan sore ini. Diliriknya jam hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia sudah menghabiskan tujuh menit waktunya hanya untuk meminta pria itu mengisi form data diri. Jika pria itu terus bersikap keras kepala seperti itu, maka sesi konseling yang mereka lakukan akan berlangsung lebih lama dari waktu yang sebelumnya ia janjikan. Tidak! Ia tidak mau pulang lebih lama lagi dari waktu yang seharusnya. Ia sudah merindukan Aleyna, ia sudah tidak sabar untuk mendengar celotehan gadis mungil itu hari ini.

            “Jika anda tidak mau mengisinya, maka saya yang akan mengisikannya untuk anda. Anda hanya perlu menjawab setiap pertanyaan yang saya ajukan, dan setelah itu saya akan mencatatnya di sini. Kali ini saya mohon kerjasamanya tuan, sesi konseling ini tidak akan segera dimulai jika anda terus bersikap keras kepala dan tidak mau bekerjasama dengan kami.”

            “Baiklah, selesaikan dengan cepat.”

            Luciana akhirnya bisa menghembuskan napasnya lega setelah Joey menyatakan kesediaannya untuk bekerjasama dengannya. Meskipun ia tidak yakin jika sesi konseling selanjutnya akan berjalan dengan baik, tapi setidaknya untuk langkah pertama ia sudah berhasil melaluinya dengan lancar tanpa perlawanan yang cukup berarti dari pria asing di depannya.

On Being Therapist (Three)

            “Jadi siapa nama anda tuan?”

            “Hmm, Joey Lee.”

            Luciana menuliskan nama lengkap Joey di atas kertas data diri klien yang seharusnya diisi oleh Joey sendiri. Meskipun ini merepotkan, tapi ia benar-benar harus melakukannya jika tidak ingin pria itu semakin berulah.

            “Tanggal lahir anda dan tempat anda dilahirkan tuan?”

            “Aku lahir di Seoul, tanggal lima belas Oktober. Kapan kita akan memulai sesi konselingnya? Apakah kau petugas pencatatan sipil?” Tanya Joey sakarstik. Luciana mengangkat kepalanya kearah Joey dan tersenyum sedikit tidak ikhlas pada pria itu.

            “Maafkan saya tuan, tapi ini adalah prosedur yang harus dilakukan. Seharusnya anda yang mengisinya sendiri agar lebih valid.” Sindir Luciana. Joey terlihat tak peduli dan kembali menyandarkan punggungnya dengan gaya angkuh khas aristrokratnya.

            “Selanjutnya, bisa anda sebutkan alamat lengkap anda dan apa pekerjaan anda?”

            “Aku tinggal di Seoul, kau tidak perlu tahu dimana pastinya dan pekerjaanku adalah CEO di perusahaan penerbangan.”

            Tanpa Joey sadari, Luciana sedang mendelik sebal sambil menuliskan data diri milik Joey. Ia sungguh tak habis pikir dengan kliennya yang sangat ajaib sore ini. Sepertinya pria itu juga memiliki gangguan kepribadian akut yang menyebabkannya bertingkah aneh seperti itu. Ditambah lagi gaya sombongnya yang sangat menyebalkan, ia

benar-benar tidak suka pada kliennya yang satu ini. Semoga saja masalah pria itu akan segera selesai dalam satu kali konseling karena ia tidak mau lagi bertemu dengan pria menyebalkan itu.

            “Kenapa lama sekali? Apa kau sedang tidur?” Tanya Joey sambil melirik kertas yang sedang ditekuni Luciana. Luciana menggeram tertahan di tempatnya sambil memperlihatkan hasil tulisannya yang baru saja selesai.

            “Maaf tuan, saya perlu waktu sedikit lama untuk menuliskan jenis pekerjaan anda.” bohong Luciana. Padahal sejak tadi ia sibuk mengumpati pria itu di dalam hati.

            “Pertanyaan selanjutnya, apa anda sudah menikah?”

            “Sudah. Aku memiliki satu isteri bernama Lee Jihyun, kau pasti mengenalnya. Ia adalah seorang model ternama kebanggaan Korea.”

            Luciana meringis kecil dibalik mejanya sambil menuliskan semua hal yang diucapkan Joey. Bahkan ia sama sekali tidak mengenal dan tidak ingin mengenal isteri dari pria menyebalkan itu, tapi kenapa pria itu harus menyebutkannya dengan gaya angkuh seperti itu? Sudah pasti pria itu sakit jiwa atau mengalami depresi akibat masalah pelik yang menumpuk-numpuk di dalam pikirannya.

            “Jumlah anak dan riwayat penyakit yang mungkin pernah anda derita?”

            “Ck, sejak tadi kau terus menanyakan omong kosong seperti itu, kapan kita kita akan memulai sesi konseling yang kau janjikan? Waktuku tidak banyak, aku masih memiliki banyak pekerjaan di kantor.” decak Joey kesal.

            “Ini yang terakhir tuan, setelah itu anda bisa menceritakan sumber-sumber permasalahan yang sedang anda hadapi.” ucap Luciana mencoba bersabar. Sebenarnya bukan hanya pria itu saja yang masih memiliki pekerjaan, ia pun juga seperti itu. Dan bisa saja ia meninggalkan pria itu begitu saja dengan keadaanya yang tidak waras. Tapi karena ia menjunjung tinggi profesionalitas pekerjaanya, ia rela pulang lebih lama dari jam yang seharusnya.

            “Aku belum memiliki anak dan aku tidak memiliki riwayat penyakit apapun yang serius.”

            “Baiklah, sekarang anda bisa menceritakan pada saya apa yang sedang anda alami hingga anda memutuskan untuk datang ke tempat ini.”

            Setelah selesai menuliskan serangkaian data diri yang cukup menguras emosi, akhirnya Luciana bisa sedikit berlega diri karena setelah ini ia tidak akan terlalu banyak bicara seperti sebelumnya. Ia hanya perlu mendengarkan keluh kesah Joey dan memberikan sedikit nasihat yang bisa membuat pria itu merasa lebih baik.

            “Masalahku sangat banyak, darimana aku harus memulainya?”

            Luciana rasanya ingin berteriak pada pria itu dan menghujaninya dengan berbagai sumpah serapah yang sejak tadi telah ditahannya.

            “Anda bisa menceritakan kehidupan anda sehari-hari anda terlebihdulu, mungkin diantara cerita anda, saya bisa menemukan beberapa permasalahan yang mengganggu anda.” ucap Luciana berusaha bijak.

            “Apa kau sudah menikah?”

            “Ah, saya? Ssu sudah.” jawab Luciana terbata-bata. Ia sekarang merasa bingung dengan kliennya yang justru berbalik mewawancarainya, alih-alih ia yang seharusnya memberikan pertanyaan, bukan pria itu yang memberikan pertanyaan padanya.

            “Baguslah, jadi aku tidak perlu menjelaskan terlalu detail masalah rumah tanggaku karena kurasa kau juga bisa memahaminya jika kau sudah menikah.”

            “Saya sudah menikah, jadi anda tidak perlu khawati tentang masalah itu.”

            “Kau memiliki anak?”

            “Ya, saya memilikinya.”

            “Kalau begitu bagaimana perasaanmu saat menjadi ibu?”

            Luciana mengernyitkan dahinya. Ia benar-benar dibuat bingung oleh kliennya sore ini. Sekarang posisi mereka justru berbalik, dengan ia yang menjadi klien dan pria itu yang justru memainkan peran sebagai seorang konselor. Sebenarnya apa masalah pria itu sebenarnya? Batin Luciana geram.

            “Maaf, itu adalah ranah pribadi saya. Seharusnya anda yang bercerita mengenai masalah anda, bukan saya.” ucap Luciana tegas. Kali ini ia tidak akan menggunakan kelembutan hatinya untuk melayani pria menyebalkan di depannya karena pria itu memang tidak pantas mendapatkannya. Ia lebih baik langsung bersikap tegas untuk menghindari arah pembicaraan yang keluar jalur seperti ini.

            “Tapi masalahku berkaitan dengan itu. Aku ingin memiliki seorang anak untuk meneruskan garis keturunanku, tapi isteriku tidak mau. Lebih tepatnya ia ingin menundanya lagi karena ia baru saja mendapatkan kontrak untuk menjadi model Victoria Secret. Menurutmu apa yang harus kulakukan? Mungkin dengan kau menceritakan pengalamanmu saat memiliki anak, aku bisa menceritakannya pada isteriku nanti.”

            “Jadi permasalahan anda juga berkaitan dengan isteri anda? Kenapa anda tidak membawa serta isteri anda untuk datang besok, saya rasa itu akan lebih baik karena jika anda dan isteri anda datang bersama, maka saya bisa memberikan saran yang lebih maksimal untuk masalah anda.”

            “Isteriku tidak akan mungkin datang. Ia sibuk, sangat sibuk hingga menelantarkanku sendiri.” cerita pria itu menyedihkan. Sekarang Luciana justru berbalik mengasihani pria itu karena ternyata dibalik sikap menyebalkannya, ia sangat menderita dengan kondisi rumah tangganya.

            “Anda sudah mencoba membicarakan hal ini pada isteri anda?” tanya Luciana melembut. Joey mendongakan wajahnya kearah Luciana dan menatap manik karamel Luciana sungguh-sungguh dengan mata sendunya. Pria itu cukup lama terdiam, hingga akhirnya ia menganggukan kepalanya dengan lesu.

            “Aku bahkan sudah membicarakan hal itu hingga ratusan kali sebelum aku memutuskan untuk datang ke sini. Isteriku adalah wanita yang keras dan peuh dominasi. Ia kemarin menantangku untuk menceraikannya jika aku coba-coba menghentikan kegiatannya menjadi model. Apa kau memiliki saran untuk itu?”

            Luciana berpikir sejenak, mencoba menelaah lebih jauh ke dalam masalah Joey. Memang menurutnya masalah yang paling berat setelah menikah adalah masalah menyesuaikan diri dengan pasangannya. Ia sendiri bahkan tidak berhasil melaluinya dengan baik, rumah tangganya hancur sebanyak dua kali. Apakah sekarang ia pantas memberikan saran jika seperti itu? Tapi tidak! Ia adalah konselor yang profesional, ia tidak bisa mencampuradukan masa lalunya dengan masalah kliennya yang menyedihkan ini. Justru ia harus memberikan nasihat dan dorongan agar rumah tangga kliennya tidak berakhir sama seperti rumah tangganya yang hancur.

            “Sebenarnya ini harus dilakukan dengan isteri anda, tapi jika isteri anda tidak bisa hadir, maka saya rasa anda sendiri sudah cukup. Jadi begini, dari apa yang anda ceritakan, saya melihat bahwa isteri anda adalah seorang wanita yang memiliki tempramen yang tinggi dan juga keras kepala. Jika anda ingin mengomunikasika keinganan anda untuk memiliki keturunan, anda seharusnya menggunakan cara-cara lembut dan romantis. Bukankah setiap wanita menyukai hal-hal romantis? Coba anda lakukan itu pada isteri anda, mungkin isteri anda akan luluh.” jelas Luciana. Ia memberikan senyum manis kearah Joey sambil menunggu reaksi pria itu

selanjutnya. Tapi dari apa yang ia lihat sepertinya sarannya itu tidak berhasil. Joey justru menghembuskan napasnya berat sambil menatap sendu kearahnya.

            “Hal romantis apa yang harus kulakukan padanya? Aku pernah menyiapkan dinner romantis di atas Namsan Tower, aku pernah memberikan bunga, aku pernah memberikan perhiasan mahal, dan aku juga sudah memberikannya rumah agar ia mau menuruti permintaanku. Tapi hasilnya tetap sama saja, ia tetap bersikeras untuk berkarir di dunia modeling dan tidak mau mengikuti keinginanku untuk diam di rumah mengurusku.”

            Luciana lagi-lagi berpikir keras. Ternyata cukup sulit membuat pria di depannya itu puas dengan jawabannya. Lagipula ia belum melihat sendiri bagaimana sosok isteri dari pria itu, jika pria itu datang bersama isterinya, mungkin ia bisa mengetahui alasan sebenarnya dari sisi isterinya mengapa wanita itu bersikeras untuk tetap berkarir meskipun suaminya telah memiliki segalanya.

            “Apakah anda sudah pernah mencoba memberikan sesuatu yang tidak berkaitan dengan materi? Saya rasa tidak semua wanita menyukai materi, dan mungkin isteri anda adalah jenis wanita yang seperti itu. Mungkin sebagai langkah awal anda jangan terlalu menekan isteri anda untuk meninggalkan dunia modelling yang ia sukai. Anda bisa melakukannya perlahan, pertama-tama anda menyapanya ketika isteri anda pulang dari kegiatannya di luar. Kemudian anda bisa memberikan perhatian-perhatian kecil, seperti memijatnya, membuatkan secangkir teh, atau mengajaknya mengobrol sambil menonton film kesukaan isteri anda. Lakukanlah pendekatan yang lembut di awal untuk mendapatkan apa yang anda inginkan tuan, dan jangan membuat isteri anda merasa tertekan atau justru berbalik menantang anda seperti sebelumnya. Kunci dari keberhasilan anda adalah bersabar. Anda harus bisa bersabar dan jangan membuat isteri anda emosi dengan tuntutan yang anda berikan.”

            “Seperti itukah? Akan kucoba nanti. Kuharap saranmu ini benar-benar akan bekerja, karena aku akan menuntutmu jika itu tidak berhasil.”

            Luciana berdecak kesal dalam hati sambil menatap kliennya sengit. Bisa-bisanya pria itu masih mengancamnya setelah apa yang ia lakukan hingga sejauh ini. Apa ia pikir memberikan jalan keluar itu mudah? Bahkan setiap jalan keluar yang ia berikan pada kliennya selalu memiliki tanda tanya tersendiri di benaknya, apakah hal itu benar-benar akan bekerja atau tidak? Tapi itu lebih baik daripada ia tidak memberikan jalan keluar apapun dan justru menendangnya keluar dari kantornya karena seharusnya saat ini ia sudah tiba di rumah Karen dengan nyaman sambil berceloteh bersama Aleyna.

            “Anda bisa melakukan sesi konseling berikutnya jika anda masih tidak puas dengan sesi pertemuan kita hari ini. Karena anda sudah menemukan jalan keluar sementara untuk masalah anda, maka sesi konseling hari ini saya nyatakan selesai. Terimakasih atas kedatangan anda, dan semoga hubungan anda dengan isteri anda segera membaik.”

            Luciana mengulurkan tangannya sopan sambil tersenyum manis pada Joey untuk mengakhiri sesi konseling mereka yang cukup menguras emosi itu. Dalam hati Luciana berharap jika pria itu tidak akan pernah kembali lagi lain waktu karena ia sudah muak menangani seorang klien sepertinya. Lebih baik ia menangani klien lain dengan masalah yang lebih kompleks daripada berurusan dengan klien menyebalkan tak tahu diri seperti Lee Joey.

            “Ya, terimakasih atas saran-saran yang kau berikan. Tapi ingat, aku benar-benar akan menuntutmu jika semua saran yang kau berikan tidak berhasil membuat isteriku luluh.”

            Joey menjabat tangan Luciana erat dan segera berjalan pergi meninggalkan ruangan konseling Luciana yang cukup luas. Pria itu dengan gaya angkuhnya berjalan keluar sambil menenteng jas hitam yang dikenakannya sore tadi.

            Sementara itu Luciana hanya mampu berteriak-teriak kesal di dalam ruangannya sambil meremas-remas kertas data diri milik Joey yang langsung ia lemparkan ke dalam keranjang sampah. Ia tidak sudi menyimpan data diri seorang klien yang sangat menyebalkan seperti Joey. Lebih baik ia mengalihkan Joey pada konselor lain jika pria itu datang lagi untuk meminta saran atas permasalahan rumah tangganya yang pelik.

-00-

Ting tong!

Ting tong!

            Luciana menekan bel rumah Karen dengan tidak sabar sambil terus melirik jam tangannya yang telah menunjukan angka tujuh. Hari ini ia pulang sangat terlambat karena ulah kliennya yang menyebalkan di kantor. Sialnya saat di jalan ia terjebak macet yang cukup panjang karena ada sebuah kecelakaan lalu lintas yang

membuatnya harus menunggu di jalan dengan tidak sabar selama lebih dari tiga puluh menit.

            “Luciana! Apa-apaan kau ini? Jangan membunyikan bel rumahku seperti itu.” Semprot Karen ketika wanita berambut pendek itu membukakan pintu rumahnya. Luciana tersenyum kecil menatap Karen, lalu ia langsung melangkahkan kakinya ke dalam sambil menenteng satu paper bag berisi burger keju kesukaan Aleyna.

            “Dimana Aleyna? Aku merindukanya.” ucap Luciana kebingungan pada Karen. Tidak biasanya Aleyna menghilang saat ia pulang. Selama ini Aleyna selalu berlari menyambutnya setiap ia pulang dari kantor, apalagi jika ia membawa sebungkus burger keju kesukaanya.

            “Ia sedang mengerjakan tugas menggambarnya di atas. Tadi siang ia baru saja pergi bersama Aaron.”

            “Aaron? Ia tidak mengatakan padaku jika ia akan mengajak Aleyna pergi. Tapi.. biarlah, Aaron juga ayah aleyna. Ia berhak mengajak Aleyna pergi.” ucap Luciana sambil meletakan tas kerjanya di sofa ruang tamu milik Karen. Wanita itu kemudian melangkah menuju kamar Karen dan meminta Karen untuk meminjamkannya pakaian santai.

            “Katanya ia sudah menghubungimu, tapi kau tidak mengangkatnya. Bahkan sore tadi saat mengantarkan Aleyna ke sini, ia juga menghubungimu, tapi lagi-lagi kau tidak mengangkatnya.”

            Luciana lantas berpikir keras, mengingat-ingat apa yang membuatnya tidak mengangkat panggilan dari Aaron. Lalu ia teringat pada kliennya yang sangat menyebalkan hari ini.

            “Hari ini aku sangat sibuk hingga tidak sempat mengecek ponselku. Kau tahu, hari ini adalah hari paling sial yang pernah kualami.”

            “Memangnya kenapa?” Tanya Karen heran sambil mengangsurkan satu set kaos dan celana longgar pada Luciana.

            “Aku mendapatkan klien super menyebalkan dan sangat merepotkan. Bahkan aku pulang terlambat hari ini juga karena klien menyebalkan itu. Ia tiba-tiba datang dan ngotot ingin melakukan sesi konseling di jam lima kurang lima menit. Tidak sampai di situ saja, ia juga membuatku terus menahan kesabaran selama sesi konseling karena ia terus berbuat ulah dengan tingkahnya yang menyebalkan. Ia tidak mau mengikuti prosedur konseling dan membuatku harus menuliskan data dirinya sebagai arsip. Huh, aku tidak mau lagi menghadapi klien seperti itu.

Jika ia kembali lagi, aku akan langsung mengalihkannya pada konselor lain. Biarkan ia mendapatkan pelayanan dari konselor yang lebih sabar, karena aku benar-benar tidak sabar menghadapinya!” Cerita Luciana berapi-api. Karen hanya menatap Luciana geli sambil membayangkan rupa sang klien yang bisa membuat sahabatnya menjadi semarah itu. Selama ini Luciana tidak pernah sekesal ini pada kliennya. Semerepotkan apapun kliennya, Luciana selalu menanggapinya dengan kalem. Tapi kali ini Luciana terlihat sangat berapi-api pada kliennya, sudah pasti orang itu sangat menguras kesabaran seorang Luciana Im.

            “Aku jadi ingin bertemu dengan klienmu itu.” Goda Karen. Luciana langsung menggelengkan kepalanya keras sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

            “Jangan sekali-kali bertemu dengannya, kau akan dibuat berasap dengan tingkahnya yang sangat menyebalkan. Aku yakin, isterinya pasti juga jengah menghadapi sikapnya yang menjengkelkan itu.”

            “Jadi klienmu seorang pria?”

            “Hmm, begitulah. Ia seorang CEO di perusahaan entahlah, aku lupa dan isterinya adalah seorang model. Di awal sesi konseling ia sudah bersikap sombong dengan memperkenalkan dirinya sebagai CEO dan suami dari seorang super model kebanggaan Korea. Sayangnya aku tidak mengenal siapa isterinya dan tidak pernah

melihatnya di televisi.” cibir Luciana penuh emosi. Hari ini ia sudah terlalu banyak menyimpan emosinya karena kliennya yang bernama Joey Lee. Dan ini adalah kesempatannya untuk membuang semua kekesalannya dengan menceritakannya pada Karen.

            “Bagaimana mungkin kau mengenal super model itu jika kau tidak pernah menonton chanel gosip semacam VOA di tv. Satu-satunya chanel yang sering kau tonton adalah chanel disney ketika menemani Aleyna menonton tv.” Seloroh Karen.

            “Ahh, untuk apa aku menonton hal-hal tidak berguna seperti itu. Bahkan hidup kita setiap hari sudah penuh dengan masalah, untuk apa kita menonton permasalahan orang lain.” balas Luciana masih sengit. Karen lantas beranjak pergi dari kamarnya dan membiarkan Luciana untuk segera mengganti pakaiannya. Berbicara

dengan Luciana malam ini justru membuatnya menjadi gusar. Luciana terlalu berapi-api menceritakan harinya di kantor. Dan ia sudah menyerah untuk meladeni setiap kata-kata yang dilontarkan Luciana.

            “Cepat bersihkan dirimu. Aku dan Aleyna menunggumu di meja makan.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!