NovelToon NovelToon

Pembantuku Jadi Istri Suamiku

1. Memelas.

"Brengsek! Tidak tahu diri kamu!!!!!" Umpat salah seorang wanita paruh baya, sambil tangannya memukul bagian tubuh seorang wanita berusia 30 tahun bernama Rika sartika yang merupakan seorang pembantu di rumahnya.

Rika melarikan diri dengan cepat ke arah luar rumah, keadaan saat itu malam hari dengan hujan yang sangat deras.

Dengan nekatnya, Rika menghalangi jalanan dan merentangkan kedua tangannya, sebuah mobil mewah berwarna hitam menghentikan lajunya, tepat di hadapan Rika.

"Gila! Siapa dia?" Kata Galih, pengemudi mobil tersebut.

"Sayang, sepertinya wanita itu butuh bantuan kita, lihat wajahnya seperti banyak memar." Selina Anggraini, istri dari Galih pun membuka pintu mobil dengan satu buah payung yang di bentangkan, dia berjalan ke arah Rika yang sedang menangis tersedu.

Rika dengan wajah memelasnya langsung bersimpuh di kaki Selina, dan itu membuat wanita itu sedikit terkejut, "Mba? Are you ok?" Tanya Selina panik.

"Bantu saya, tolong nyonya ... Saya di siksa oleh majikan."

"Hah? Dimana rumah majikan kamu? Saya akan bantu untuk lapor polisi." Ucap Selina sambil memegang bahu Rika agar berdiri dari posisi bersimpuhnya.

Dengan lancangnya Rika langsung berlari ke arah pintu belakang mobil, dan langsung mendudukan dirinya dalam keadaan basah kuyup, Rika bergegas menyusulnya sedangkan Galih yang berada di dalam mobil geram dengan apa yang telah di perbuat wanita yang tak di kenalnya ini.

"Hei! Ada apa ini?! Siapa kamu?" Sentak Galih pada Rika.

Rika hanya menunduk sambil menutup wajahnya dengan suara isakan tangis.

Selina menyusul masuk ke dalam mobil, "Sayang, dia butuh bantuan kita, ayo kita antar mba ini ke kantor polisi."

"TTT-TIDAK! Jangan bawa saya ke kantor polisi, atau keluarga saya di kampung akan menerima siksaan yang lebih dari pada saya saat ini."

"Loh? perlakuan majikan kamu ini harus di pidanakan mba!"

"Sayang, ada apa ini sebenarnya?" Tanya Galih dengan lembut pada Selina.

"Mba ini habis di siksa sama majikannya." Jelas Selina.

Galih langsung memusatkan pandangannya pada Rika ke arah belakang, "Apa mau anda sekarang?! Padahal kami niat membantu!"

Rika hanya terisak,tanpa menjawab pertanyaan Galih.

"Sayang, dia habis mengalami penyiksaan, jangan terlalu keras." Kata Selina mengingatkan suaminya.

Setalah mereka berdua memberikan beberapa menit untuk Rika menangis, akhirnya wanita itu mengeluarkan suaranya. "Beri aku tumpangan malam ini, Pak ... Bu ... Saya mohon, saya takut."

Selina melihat ke arah Galih, "Sayang, gimana?"

"Yasudah mau gimana lagi." Sahut Galih.

"Baiklah mba, malam ini kamu boleh menginap di rumah kami, selanjutnya kami akan bantu untuk kepulangan kamu ke kampung, sudah ya ... Tenang." Selina mengusap lembut tangan dingin Rika.

"Terimakasih banyak Pak, Bu ... Kalian sangat berjasa."

Selina mengangguk, sedangkan Galih tanpa merespon apapun langsung melajukan mobilnya menuju arah pulang.

.

.

Di rumah.

Rika sudah berganti pakaian di bantu oleh pembantu rumah tangga, yang bekerja di rumah Selina dan Galih.

Sedangkan Galih dan Selina berada di kamar utama, mereka telah selesai membersihkan diri.

"Kenapa kamu selalu baik sayang?" Ucap Galih, tangannya melingkar di pinggang Selina yang sedang bercermin merapikan rambutnya.

Selina berbalik, menatap Galih lekat. "Aku gak tega sayang, dia wanita."

"Aku gak salah pilih istri, Baik, pintar dan sukses dalam hal apapun." Galih memeluk Selina erat.

"Makasih pujiannya suamiku, akupun beruntung memiliki kamu."

Setelah bermesraan, Galih dan juga Selina berisitirahat memejamkan matanya yang sudah sangat lelah karena aktivitas mereka.

Selina adalah seorang dokter, sedangkan Galih adalah owner sebuah restoran yang cukup ternama di kotanya.

***

Pagi hari.

"Kenapa mendadak sekali bi?" Tanya Selina pada Dewi pembantu rumahnya yang tiba-tiba mengundurkan diri dengan alasan orang tuanya yang sakit di kampung.

"Maaf Bu, sekali lagi maaf." Ucap Dewi.

"Yasudah sayang, kasian Bi Dewi ... Lagipula kita bisa cari pembantu lain." Ucap Galih.

Selina hanya diam, Dewi adalah pembantu yang di bawanya langsung dari rumah orang tuanya, karena Selina sudah sangat percaya dengan Dewi sejak dirinya belum menikah.

"Ng, maaf lancang, Pak Bu ... Kalau boleh, bisakah saya menggantikan posisi bi Dewi?" Ucap Rika dengan gugup.

Selina memandang Rika tanpa berkata apapun, di benaknya berfikir jika tidak mudah mencari pembantu dengan waktu yang cepat, sedangkan Selina sangat membutuhkan tenaga seorang pembantu setiap harinya, karena kesibukannya yang padat.

"Bagaimana sayang?" Tanya Selina pada Galih.

Galih langsung menginterview singkat Rika di meja makan, "Kalau boleh tau, apa masalah kamu dengan majikan kamu sebelumnya?"

Keadaan menjadi hening, ketika Rika belum menjawab apa yang di tanyakan Galih.

"Mba? Kamu ngerti kan apa yang di tanyakan oleh suami saya?" Tanya Selina karena Rika tak kunjung bersuara.

"Ss-saya di siksa, karen tidak sengaja merusak pakaian mahal majikan saya."

"Apa?! Hanya karena itu kamu disiksa?" Tanya Selina lagi.

"I-iya Bu, pada saat itu saya sedang lengah, dan membiarkan setrika panas membakar pakaian mahal itu."

"Ck ... Tidak punya hati sekali majikan kamu itu, baiklah mulai saat ini kamu bisa menggantikan posisi bi Dewi." Ucap Galih memutuskan.

"Dan untuk bi Dewi, kamu sudah saya izinkan untuk meninggalkan rumah ini."

Setelah itu bi Dewi pun berpamitan lalu berjalan ke arah kamar untuk bersiap.

"Ingat ya Rika, jangan pernah sentuh atau memasuki ruangan pribadi saya dengan istri saya, jika kamu berani melakukan itu saya tidak segan-segan untuk memecat kamu." Ucap Galih dengan tegas.

"Baik pak, terimakasih kesempatannya."

"Nanti kamu bisa tanyakan semuanya sama bi Dewi sebelum dia pergi." Kat Selina menambhakan.

"Baik bu,saya pamit kebelakang, terimakasih sarapannya." Rika langsung bergegas ke arah kamar pembantu untuk menemui Dewi.

Galih dan juga Selina langsung berangkat menuju tempat bekerja mereka setelah selesai sarapan.

Di dalam mobil.

"Jujur sayang, aku berat banget bi Dewi ninggalin rumah kita, aku udah ketergantungan banget sama dia, cuma dia pembantu yang sopan dan gak neko-neko."

"Iya tapi mau bagaimana lagi, jika kita tidak mengizinkan bi Dewi untuk pulang ke kampung, malah itu menyiksa batinnya."

Selina sedikit termenung, sambil memandang pemandangan jalanan yang sedikit macet pagi itu.

Entah kenapa aku kurang sreg dengan Rika, tapi mau bagaimana lagi ... Aku membutuhkannya. Batin Selina.

Sampai di rumah sakit, Selina turun dari mobil dan berpamitan dengan mesra pada suaminya, walaupun di usia pernikahan yang ke 3 Selina dan Galih belum memiliki anak, hubungan mereka tetap hangat.

"Semangat sayangku." Ucap Galih.

"Kamu juga sayang."

***

Sore harinya, Selina belum bisa menyudahi pekerjaannya, karena dokter jaga selanjutnya sedang berhalangan, jadi terpaksa Selina harus menggantikan sampai jam malam.

Galih sudah lebih dulu pulang ke rumah, dia mendapati Rika yang sedang merapikan rumah dengan cekatan, dan beberapa hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan.

"Pak, ini saya sudah siapkan makanan untuk bapak dan ibu."

"Terimakasih, nanti saya makan bareng istri saya." Ucap Galih sambil berjalan cuek menuju kamarnya.

"Kalau boleh tau ibu kemana pak?" Tanya Rika yang membuat Galih menghentikan langkahnya.

2. Insecure.

Dengan wajah sinis, Galih menoleh ke arah Rika yang tak berada jauh di belakangnya. "Apa urusanmu?"

"Ng ... Maaf pak, saya hanya merasa aneh saja jika ibu tidak bersama bapak." Sahut Rika sambil menunduk.

Galih Tak menimpali apa yang di katakan Rika, pria itu langsung berlalu dan masuk kedalam kamarnya.

"Ketus sekali pak Galih, aku kan hanya bertanya." Gerutu Rika, lalu melanjutkan perkejaannya kembali.

Pukul 20.00.

Perut Galih sudah mulai keroncongan, pria itu sudah mendapat kabar bahwa istrinya sudah pulang dari rumah sakit menggunakan taxi.

Galih keluar kamar untuk menyambut kepulangan Selina, di lihatnya makanan di atas meja yang mengepulkan asap tipis, menandakan makanan tersebut sudah di panaskan oleh Rika.

Hanya melihat sekilas ke arah meja makan, Galih langsung melanjutkan langkahnya ke arah ruang tamu, saat ini perutnya sudah terasa perih karena menahan lapar.

Galih menyambut kedatangan Selina di depan rumah, "Sayaaaang." Galih merentangkan tangannya, dan Selina langsung mendekap suaminya itu.

"Kenapa sih nolak jemput terus? Selanjutnya gak boleh ya." Galih menangkup kedua pipi istrinya gemas.

"Kamu capek sayang, mending kayak gini aja ... Taxi online juga aman kok." Timpal Selina.

"Lebih aman kalau sama aku, intinya harus sama aku."

"Iyaaa iyaa .... " Sahut Selina, mereka tertawa bersama seperti halnya seorang suami istri yang baru menikah.

Dari kejauhan, di bangku taman ... Rika yang sudah menyelesaikan semua tugasnya harus melihat dengan jelas keromantisan yang di lakukan oleh majikannya itu.

"Huh ... Terlalu berlebih-lebihan." Gerutu Rika sambil membuang pandangannya ke arah lain.

Meja makan yang biasanya sudah sepi tak berpenghuni, kali ini sedikit berbeda karena mereka yang baru saja memulai aktivitas makannya.

"Kamu kan ada magh, gak usah tunggu aku pulang lagi." Ucap Selina mengusap lembut punggung suaminya saat Galih mengeluh perutnya terasa perih saat akan menyuap makanan.

"Mba Rikaaaaaaaaaa." Panggil Selina.

"Siap Bu ... " Rika tergopoh, mendatangi sumber suara di ruang makan.

"Ambil kotak obat di lemari."

"Baik bu."

Tak lama Rika datang dengan kotak obat yang Selina minta.

"Bapak kenapa Bu?" Tanya Rika.

"Magh nya kambuh." Jawab Selina sambil menyuapi obat cairan putih pada suaminya.

"Makasih sayang, untungnya punya istri dokter." Puji Galih sambil mengusap lembut tangan Selina.

Ekspresi wajah Selina masih khawatir, walaupun Galih sudah merasa lebih baik. "Please jangan telat makan cuman buat nungguin aku sayang."

Sebelum Galih mulai menjawab, tatapan sinisnya langsung mengarah pada Rika yang berdiam diri di dekat meja makan, padahal tugasnya mengambil obat sudah selesai, tapi wanita itu tetap berada disitu memperhatikan.

"Ngapain kamu?!" Tanya Galih dengan nada sedikit menyentak.

"Ng ... Mmm-maaf, saya permisi." Rika tak menjawab, dia langsung pergi meninggalkan Selina dan Galih ke arah dapur.

Selina dan Galih pun melanjutkan keromantisan mereka berdua tanpa ada gangguan siapapun.

Di dalam kamar.

"Mukaku Mulus, jerawat pun gak ada, tapi kenapa pak Galih ketus terus sih sama aku!" Rika mengelus lembut wajahnya sendiri di depan cermin, dia heran kenapa Galih sama sekali tidak pernah bersikap baik padanya sejak awal mereka bertemu.

"Dan aku juga gak kalah cantik kok sama Bu Selina." Ucap Rika kembali, membanggakan dirinya sendiri.

Rasa penasaran Rika terhadap Galih makin besar, karena selama ini Rika selalu di perlakukan baik oleh laki-laki yang berada di sekitarnya, tapi tidak dengan Galih.

.

.

Hari selanjutnya.

Sore yang syahdu, gemericik hujan makin menambah suasana hangat pasutri yang sedang menikmati hari berliburnya di hari Minggu.

"Sayang, semenjak ada resto masakan jepang tak jauh dari restoranku, konsumen benar-benar turun drastis." Keluh Galih sambil menyeruput teh hangat di samping kolam renang kecil yang ada di halaman belakang rumah.

"Hm, sabar ya sayang ... Aku yakin kamu bisa survive."

"Sepertinya aku harus memangkas jumlah karyawan, agar resto tetap aman dan tidak bangkrut, menurutmu bagaimana?"

"Kalau itu memang jalan satu-satunya yang terbaik, aku dukung kamu mas."

Galih meraih sebelah tangan Selina, di genggamnya erat. "Maaf ya, masih belum bisa melampaui penghasilan kamu, aku kalah jauh jika di banding dengan gaji dan usaha keluarga yang kamu miliki."

"Sayaaaang, jangan seperti itu. Penghasilan kita itu bukan perlombaan, seberapapun penghasilan kamu ... Aku tetap bangga sama usaha kamu, dan untuk usaha keluargaku, itu bukan punya aku sepenuhnya.

"Tapi kadang aku insecure."

"Sayang, please ... Bisa bahas pembahasan lain?" Ucap Selina yang tak ingin merusak suasana.

Entah kenapa tiba-tiba Galih jadi terbawa perasaan, resto nya yang sedang mengalami masalah dan Selina yang terkesan tidak mau membahas hal yang sedang Galih fikiran.

Galih membuang nafasnya panjang, perlahan tangannya yang sedari tadi menggenggam Selina pun terlepas.

"Sayang, oke oke ... Ayo kita bahas apa yang kamu mau, aku bukan gak peduli, tapi please ... Jangan tentang insecure." Ucap Selina yang langsung peka jika suaminya merajuk.

"Kenapa Sel? Kamu iba kan sama aku? Atau kamu males dengerin semua keluh kesah aku sekarang?"

"Ssst ... Sayangg, gak gitu."

"Udahlah, aku mau mandi." Galih memutuskan untuk pergi meninggalkan Selina dan tak ingin membahas lebih lanjut.

Selina dengan cepat membuntuti Galih sampai kaki istrinya itu tidak sengaja tersandung pada kaki meja. "Awhhhh ... " Selina mengaduh kesakitan, sedangkan Galih berlalu begitu saja karena tidak menyadari itu.

Semenjak mengenal Galih, Selina baru melihat prianya itu bersikap seperti ini, dan kejadian sore ini membuat Selina sedih karena merasa tidak di perdulikan lagi.

Mata Rika sedari tadi tak pernah lepas dari apa yang telah terjadi pada dua majikannya ini, senyumnya mengembang kala melihat Selina kesakitan dan di acuhkan oleh Galih.

Rasain. Batin Rika.

Selina mengambil kotak obat dengan sebelah kakinya yang masih bisa di pakai berjalan.

Sedangkan Rika yang memperhatikannya dari jauh, pura-pura tidak melihat apa yang akan Selina lakukan.

Di dalam kamar.

Galih yang terduduk di tempat tidur merasa heran, kenapa istrinya tidak kunjung masuk ke dalam kamar, padahal dia tau jika tadi Selina berusaha mengejarnya.

Rasa kesalnya pun sedikit hilang, dia berusaha menurunkan egonya ... Membuka pintu kamar dengan perlahan, terlihat di ujung sofa Selina yang sedang mengoles sesuatu pada kakinya yang kemerahan.

Melihat itu sontak saja Galih panik dang langsung mendekat pada Selina. "Ss-sayang, kamu .... Kenapa?" tanya Galih, dia lalu berusaha menyentuh kaki Selina yang tersandung kaki meja.

"Jangan sentuh, sakit kakiku."

"Kenapa bisa Semerah itu sayang, kamu kenapa?" Tanya Galih kembali, karena memang Galih sama sekali tidak mengetahui kecelakaan kecil yang menimpa istrinya.

"Gak kenapa-kenapa, udahlah gak usah perduliin aku." Sahut Selina , sambil sesekali meniup salep memar di kakinya agar cepat meresap, dan tetap mengacuhkan Galih.

"Apaan sih kamu, Mana bisa aku gak perduli sama istri aku sendiri."

Alkohol

"Jatuh hm?" Galih tetap berusaha agar Selina mau di sentuh.

"Iya!"

Galih memaksa untuk menggendong selina dan memindahkannya ke kamar, tapi Selina masih kecewa dengan sikap suaminya tadi.

"Lepas!"

"Sayang, please ... Maafin, aku gak tau kalau kamu jatuh, aku bukannya ga peduli."

Dari balik guci hias, Rika dengan kemocengnya berkamuflase agar tidak terlalu nampak memperhatikan apa yang sedang terjadi dengan majikannya itu.

Karena Selina tidak bisa terlalu lama marah pada Galih, akhirnya dia luluh juga dengan segala bujuk rayu yang Galih lontarkan agar istrinya mau pindah ke dalam kamar.

***

Besok pagi.

"Aku ga ke resto, jadi bisa anter jemput kamu hari ini." Kata Galih sambil menikmati secangkir kopi hangatnya.

"Iya." Ucap Selina yang masih menyisakan rasa kesal pada Galih.

"Jangan dingin gitu, i love you."

Rika yang sedang menyiapkan sarapan tiba-tiba memecahkan sebuah piring, entah karena kaget mendengar yang Galih ucapkan atau memang murni kecerobohan.

"Hey!" Teriak Galih.

"Mmm-maaaaf sss-saya gak sengaja." Rika langsung terburu memunguti pecahan kaca di lantai.

Selina hanya bisa memejamkan matanya, saat hampir kakinya terluka untuk yang kedua kalinya, untung saja kali ini tidak sampai terluka.

"Kaki istri saya lagi sakit, kamu ceroboh sekali sih!"

"Sayaaang, udah ... udah, mba Rika udah minta maaf."

"Ceroboh banget dia sayang, hampir aja kaki kamu kena pecahan kaca." Oceh Galih dengan kesal.

Rika panik dan tertekan kala Galih terus mengoceh tentang insiden itu, untung saja Selina bisa meredam emosi Galih.

Setelah selesai membersihkan pecahan kaca tersebut, Rika masuk kedalam kamar ... Menyandarkan tubuhnya di balik pintu kamar lalu menangis karena sakit hati dengan bentakan Galih pagi ini.

"Ini semua harus anda bayar pak." Gerutu Rika, tangannya menyeka air mata yang membasahi pipi dan mencoba kembali tegar lalu berdiri mengatur nafasnya.

Pukul 10.00 pagi ... Galih hanya mengisi kegiatannya dengan memantau cctv resto lewat laptop dan mengecek laporan keuangan.

Rika dengan kesadaran penuh berjalan ke arah Galih yang sedang duduk di sofa, membawa secangkir teh dan camilan."

Di letakannya di meja dekat laptop tanpa mengatakan apapun.

"Saya gak minta." Ucap Galih dengan ketus.

"Oh iya pak, ini hanya inisiatif saya saja."

"Simpan inisiatif kamu, saya tidak butuh."

Rika menelan ludahnya kasar, Galih sama sekali tidak bisa tersentuh, padahal saat ini Rika sedang memakai dress coklat selutut, karena sedang tidak ada Selina di rumah, wanita itu dengan berani memakai baju seperti itu.

"Jadi gimana pak? Mau saya simpan di dapur lagi?"

Galih memandang sekilas apa yang sudah di sajikan oleh Rika, "Sudah terlanjur, nanti mubazir ... kedepannya kamu harus tanya apa yang sedang saya inginkan, saya tidak butuh inisiatif kamu."

"Baik pak, kalau begitu saya permisi."

Galih akhirnya mengambil satu buah biskuit coklat tanpa menganggap apa yang Rika katakan.

Ini awal yang baik. Batin Rika.

***

Seminggu kemudian, Resto yang Galih kelola benar-benar mengalami penurunan secara drastis, dan itu mengharuskan restonya tutup untuk sementara waktu sampai kondisi benar-benar stabil.

"Sayang, apa aku harus minta bantuan mama papa?" Ucap Selina, melihat suaminya sedang membutuhkan dana yang tidak sedikit.

"Jangan sayang, harga diriku mau di simpan dimana?"

"Tapi sayang, kamu butuh uang."

Galih menghela nafasnya, "Kita satukan uang yang kita punya, jika nanti resto nya sudah berkembang akan ku kembalikan. Aku rasa itu lebih baik di bandingkan harus minta tolong pada mama dan papamu."

"Tapi sayang, jika semua uang kita di gelontorkan pada resto, untuk biaya sehari-hari bagaimana?"

"Sisakan untuk kebutuhan kita satu tahun, gaji pembantu dan stok makanan, selebihnya kita stop untuk melakukan kegiatan yang banyak mengeluarkan uang, Bagaimana?"

Selina menimbang apa yang di katakan oleh Galih, karena sangat percaya pada suaminya, Selina menyetujui apa yang Galih rencanakan.

"Baik, nanti akan aku transfer uangnya."

Galih memeluk Selina erat, "Penurut istriku, selalu mendukung aku."

"Jangan insecure lagi sayang, kita sama sama berjuang."

"Secepatnya, aku akan mengembalikan kondisi ekonomi keluarga kita, maafin aku udah bikin semuanya kacau."

"Engga sayang, namanya bisnis memang seperti itu, sedikit banyak aku paham." Kata Selina menenangkan.

***

Setelah semua uang di keluarkan untuk mengubah konsep dan juga menu di resto, Galih tetap belum mendapatkan hasil maksimal, dia masih ingin mendalami beberapa makanan khas luar negara dan berencana mengirimkan beberapa chef pribadinya kesana, tapi itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Malam harinya Galih pulang ke rumah dengan wajah di tekuk, padahal saat menerima transfer dari Selina ... Wajahnya ceria, hanya selang beberapa hari wajahnya kembali murung dan membuat Selina kebingungan.

"Sayang, rame banget ya di resto? Keliatannya kamu capek banget."

"Sebaliknya sayang, resto belum mencapai target."

"Sabar dulu, pelan-pelan."

"Gak bisa sabar dong sayang, nanti aku bisa ketinggalan inovasi."

"Ya terus gimana sayang?"

"Teman-temanku menyarankan untuk mengirim chef resto ke luar negri, agar mempelajari makanan khas disana ... Seperti kembali sekolah masak."

"Hm, lalu?" Sahut Selina, tangannya sibuk menuangkan nasi di piring yang sudah di siapkan untuk suaminya.

"Itu butuh dana yang tidak sedikit."

"Uang yang kemarin? Aku kira lebih dari cukup." Kata Selina.

"Uang segitu, hanya bisa untuk upgrade menu lokal dan renovasi resto, itupun tidak seluruhnya."

Tapi itu aku dapatkan dengan bekerja keras selama bertahun-tahun. Batin Selina.

"Lalu bagaimana? Mau minta tolong mama papaku?"

"Gak, aku tau watak papamu, harga diriku pasti di injak."

"Sayang, papa tidak seperti itu."

"Papa kan mengenal aku sebagai pengusaha sukses, jika dia tau aku sedang di posisi ini, habis sudah." Ucap Galih.

Selina memilih diam daripada terus menjawab apa yang di lontarkan oleh Galih, dengan santainya dia memulai makan malam lebih dulu, dan tak lama Galih pun diam lalu ikut menyantap apa yang sudah di sediakan istrinya.

Suasana makan malam jauh dari kata hangat kali ini, selama pernikahan Selina dan Galih hanya bermasalah dengan hujatan saudara dan teman tentang Selina yang belum memiliki anak, dan mereka bisa menyikapi itu, tapi kali ini sepertinya terasa lebih berat karena prinsip kerasnya Galih.

Sedari tadi Rika terus mondar mandir dari dapur ke meja makan sehingga dengan jelas mendengar apa yang sedang di bicarakan majikannya.

Menyenangkan melihat mereka seperti ini, haha. Batin Rika.

***

Malam itu, Galih pulang ke rumah dengan bau alkohol yang lumayan menyengat ... Ini kali pertama semenjak menikah dia menyentuh kembali botol minuman itu.

"Sayang, kamu minum ya?!" Ucap Selina yang menyambut kedatangan Galih di depan pintu.

"Sedikit, hanya untuk menghilangkan beban."

"Kenapa kamu jadi seperti ini? Semuanya bisa kita lalui ... Tidak harus dengan alkohol!!! Kamu tahu kan, alkohol itu merusak tubuh?!" Omel Selina, tangannya menepuk pelan dada Galih.

"Ya ... Ya ... Ya." Sahut Galih sambil berjalan melewati Selina.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!