"Semester Terakhir Di Kelas 3-B"
Tokoh²
---------♧HappyReading♧---------
CEWEK
🖌️ 1. Selia Everdeen
•Panggilan: Lia
•Usia: 17
•Zodiak: Pisces
•Kepribadian: Kalem, penyayang, pemikir
•Hobi: Menggambar, baca manhwa & novel, nonton anime
•Fakta unik: Punya koleksi sketchbook rahasia dan sering nyoret-nyoret quotes manhwa
•Warna identitas: Lavender
•Style: Soft girl aesthetic, cardigan, rok panjang, tote bag bergambar anime
🔥 2. Haze Lockhart
•Panggilan: Zee / Haz
•Usia: 17
•Zodiak: Aries
•Kepribadian: Galak, blak-blakan, loyal
•Hobi: Bela diri, basket, debat
•Fakta unik: Sering dipanggil “Kakak Ketua OSIS” karena vibes-nya
•Warna identitas: Merah tua
•Style: Casual tomboy, oversized hoodie, sneakers, rambut dikuncir satu
🍭 3. Rika Fontaine
•Panggilan: Riri
•Usia: 17
•Zodiak: Gemini
•Kepribadian: Ceria, ngaco, suka makan
•Hobi: Jajan, karaoke, nyoba tren TikTok
•Fakta unik: Pernah makan 10 takoyaki dalam 3 menit dan viral
•Warna identitas: Kuning pastel
•Style: Colorful, feminim, sepatu tinggi, banyak pin atau sticker lucu
🧸 4. Ollie Beaumont
•Panggilan: Olls
•Usia: 16
•Zodiak: Cancer
•Kepribadian: Imut, ceria, manja sedikit
•Hobi: Baking, main game santai, rawat hewan kecil
•Fakta unik: Punya akun TikTok yang isinya hewan rescue dan ngegemesin
•Warna identitas: Peach / pink pastel
•Style: Hoodie kebesaran, boneka gantung di tas, rambut messy tapi lucu
🌑 5. Maven Blackwell
Panggilan: Mav/Ven
•Usia: 17
•Zodiak: Scorpio
•Kepribadian: Pendiam, misterius, tajam
•Hobi: Mendengarkan musik instrumental, baca puisi, jalan malam
•Fakta unik: Punya mata tajam yang bikin orang segan. Tapi suka anjing.
•Warna identitas: Hitam keunguan
•Style: Serba gelap, jaket kulit, earphone nonstop, vibe "bad boy diem"
🧠 6. Riven Hale
•Panggilan: Riv
•Usia: 18
•Zodiak: Capricorn
•Kepribadian: Tegas, tanggung jawab, logis
•Hobi: Organisasi, strategi game, membaca berit
•Fakta unik: Pernah jadi ketua angkatan dan selalu ditunjuk jadi leader dalam kelompok
•Warna identitas: Abu gelap
Style: Formal rapi, jaket varsity, jam tangan digital
😎 7. Sion Kessler
•Panggilan: Sio
•Usia: 17
•Zodiak: Leo
•Kepribadian: Ganteng, ceria, stylish
•Hobi: Fashion, bikin konten, dance
•Fakta unik: Sering dikira selebgram, padahal belum centang biru
•Warna identitas: Biru muda
•Style: Streetwear trendy, kacamata hitam gantung, vibes Gen Z banget
🐾 8. Zayn Calder
•Panggilan: Zee
•Usia: 17
•Zodiak: Taurus
•Kepribadian: Kasar luar, lembut dalam
•Hobi: Tinju, hiking, ngurus kucing liar
•Fakta unik: Muka sangar tapi sering dikira “ayah dari kucing jalanan”
•Warna identitas: Merah marun
•Style: Tanktop, celana cargo, luka gores di lengan, rantai kecil di leher
🌟 9. Lio Vexley
•Panggilan: Leo
•Usia: 17
•Zodiak: Aquarius
•Kepribadian: Eksentrik, percaya diri, noisy
•Hobi: Cosplay, nonton anime 24/7, konten kreator
•Fakta unik: Punya 4 wig di tas. Dianggap public figure fandom lokal
•Warna identitas: Neon ungu
•Style: Colorful, flashy, hoodie anime, earphone nyala, pin everywhere
😴 10. Vian Larkspur
•Panggilan: Vi
•Usia: 17
•Zodiak: Libra
•Kepribadian: Pemalas, nyantai, tiba-tiba puitis
•Hobi: Tidur, rebahan sambil dengerin lo-fi, melamun
•Fakta unik: Pernah ketiduran di lemari sepatu sekolah
•Warna identitas: Hijau sage
•Style: Sweater longgar, celana training, sepatu slip-on, bantal kecil
Bab1: Kelas 3-B yang Katanya Gagal
---------♧HappyReading♧---------
Hari pertama masuk sekolah di semester terakhir. Langit tampak murung, menggantungkan awan kelabu di atas SMA Polaris. Di koridor lantai tiga yang menghadap lapangan, suara sepatu menyentuh lantai keramik terdengar bersahutan.
Bu Alika
"Ini dia kelas paling... istimewa," ujar seorang guru wali kelas sambil berdiri di depan pintu bertuliskan Kelas 3-B.
Bu Alika, guru Bahasa Indonesia, baru ditunjuk menjadi wali kelas mereka—dan dia belum tahu betapa istimewanya kelas ini.
Pintu dibuka. Di dalam ruangan, hanya ada tujuh siswa. Tiga tidur, dua main game, satu asyik menggambar di buku sketsa, dan satu lagi berdiri di atas kursi sambil... menirukan gaya penyanyi K-Pop.
Bu Alika
"Pagi, anak-anak!" seru Bu Alika dengan nada optimis.
Selia Everdeen
Selia, si gadis kalem yang duduk paling pojok dekat jendela, hanya mengangkat kepala sebentar, lalu kembali menggambar.
Maven Blackwell
Maven, cowok berambut hitam pekat dengan hoodie kelabu, hanya melirik satu detik lalu kembali memandangi jendela.
Sion dan Lio, dua cowok ceria, sedang bertengkar soal siapa yang lebih tampan antara mereka.
Sion Kessler
"Gue, tanya aja sama Haze!"
Haze Lockhart
"Dih! Bawa bawa gue"
Memutar bola matanya malas.
Zayn Calder
Zayn? Ia tertidur di meja belakang dengan tangan menyilang.
Vian Larkspur
Vian tidur di lantai pakai jaket sebagai bantal.
Rika Fontaine
Dan Rika... sibuk makan sandwich yang ia keluarkan dari lengan sweater.
Bu Alika
"Ahem," Bu Alika berdehem. "Kita mulai semester ini dengan sedikit perkenalan ulang. Saya tahu kalian semua sudah tahu satu sama lain, tapi saya ingin dengar dari kalian sendiri. Biar saya lebih kenal juga."
All
"Baik,Bu"
Ucap mereka kompak.
Satu per satu, siswa mulai memperkenalkan diri. Tapi seperti yang bisa ditebak, semuanya tidak berjalan normal.
Zayn Calder
"Nama gue Zayn. Suka berantem, jangan ajak gue ngobrol kecuali penting. Tapi... gue suka kucing, lucu soalnya," ucap Zayn datar, lalu kembali duduk.
Oliie Beaumont
"Aku Ollie! Imut, ceria, dan paling suka es krim stroberi! Jangan lupa itu ya~!" katanya dengan senyum yang begitu lebar hingga membuat Bu Alika mengernyit bingung.
Maven Blackwell
"Saya Maven," ucapnya singkat. Tak ada tambahan.
Selia Everdeen
"Saya Selia," kata gadis bersuara lembut itu. "Saya suka menggambar, membaca... dan nonton anime."
Sion Kessler
"Nama gue Sion. Ganteng? Nggak usah dibilang, udah kelihatan."
ucapnya santai sambil menyisir rambut ke belakang dengan gaya.
Lio Vexley
"Saya Lio! Cita-cita saya... masuk ke dunia anime!"
ucapnya dengan senyum cerah, tanpa sedikit pun rasa malu.
Rika Fontaine
"Saya Rika, Bu. Panggil aja Riri. Saya hobi makan... yang nggak saya suka tuh, orang yang suka ngerebut pacar orang," ucapnya sambil bercanda, membuat teman-teman sekelas terkekeh.
Setelah sesi kenalan yang kacau tapi menghibur, Bu Alika langsung memberikan pengumuman penting.
Bu Alika
"Kelas kalian terpilih menjadi panitia utama untuk Festival Polaris tahun ini."
All
"APA?!" Mereka semua berseru serempak, kaget dan terkejut.
Haze Lockhart
"Kenapa kelas kita, Bu?" tanya Haze, si cewek tomboy yang baru masuk ke ruangan dengan headphone di leher.
Haze Lockhart
"3-B tuh udah kayak zona mati."
Bu Alika
"Justru karena itu," jawab Bu Alika.
Bu Alika
"Kalian akan membuktikan bahwa kalian bukan hanya ‘kelas gagal’. Kalau berhasil, semua nilai keaktifan semester ini otomatis naik. Kalau tidak... ya, siap-siap remedial kelulusan."
Vian Larkspur
"Aku gak mau remedial lagi..." gumam Vian setengah tidur.
Seketika, kelas jadi gaduh. Tapi satu per satu dari mereka sadar: ini bukan hanya soal proyek. Ini mungkin satu-satunya kesempatan mereka untuk menyelamatkan reputasi. Atau... menyelamatkan diri dari tahun tambahan.
Rika Fontaine
"Oke, kita gas! Tapi jangan suruh aku jadi MC, ya," kata Rika sambil mengunyah cokelat.
Zayn Calder
"Asal gak disuruh nyapu, gue ikut," sahut Zayn.
Lio Vexley
"Kalau ada booth cosplay, Aku bisa atur!" Lio angkat tangan antusias.
Sion Kessler
"Eh, tapi siapa yang mau jadi ketua timnya?" tanya Sion sambil melirik seisi kelas.
Semua saling memandang satu sama lain, berharap bukan mereka yang ditunjuk.
Haze Lockhart
"Aku usul Riven!" celetuk Haze.
Riven Hale
Baru saja nama Riven disebut, pintu terbuka. Seorang cowok jangkung dengan wajah serius melangkah masuk.
Riven Hale
Tanpa melihat siapa pun, ia duduk di kursinya dan berkata, "Gue udah denger semuanya. Fine. Tapi jangan manja."
Lio Vexley
"Fix, dia pemimpin banget sih," komentar Lio pelan.
Haze Lockhart
"Iya, beda jauh lah sama lo. Nunjuk tangan aja lo bingung, apalagi mimpin kelas," serang Haze tanpa ragu.
Lio Vexley
"Eits, jangan salah. Gue tuh kandidat kuat... buat jadi ketua bayangan di balik layar," Lio menjawab santai, lengkap dengan gaya sok misterius.
Sion Kessler
"Layar HP iya," celetuk Sion sambil ngakak.
Vian Larkspur
"Gue heran sih lo masih percaya diri ngomong gitu," Vian menimpali sambil setengah ngantuk, kepala udah nyender ke tas.
Rika Fontaine
"Menurutku Lio cocoknya jadi duta anime sekolah," ucap Rika polos, sambil ngemil keripik di bangku paling belakang.
Zayn Calder
"Atau duta tidur di jam pelajaran," tambah Zayn dengan nada datar, bikin beberapa anak ketawa ngakak.
Lio Vexley
"Eh tapi beneran deh, meskipun gue nggak jadi ketua... gue bisa jadi inspirasi," Lio tetap ngotot, gaya tangan seperti tokoh shounen anime.
Haze Lockhart
"Inspirasi buat nggak ngapa-ngapain?" sahut Haze cepat, kali ini sambil lempar bolpen ke arah Lio.
Sion Kessler
"Inspirasi untuk selalu tampil... meskipun isi kosong," Sion menutup dengan gaya dramatis, diiringi tepuk tangan iseng dari teman-teman.
Suasana kelas masih ramai karena celotehan Lio dan komentar teman-temannya. Di pojok dekat jendela, Selia menahan senyum sambil menunduk sedikit, jemarinya memainkan ujung buku catatannya.
Selia Everdeen
"Lio emang nggak pernah berubah, ya," gumam Selia pelan ke Haze yang duduk di sampingnya.
Haze Lockhart
"Ya, bangga banget jadi badut kelas," balas Haze sambil mendesah, meski sudut bibirnya terangkat geli.
Di sisi lain, Maven hanya melirik singkat ke arah keributan itu, lalu kembali menatap ke luar jendela. Dari sudut matanya, dia sempat melihat Lio mengangkat dua jari dan berkata:
Lio Vexley
"Gue ini karakter penting, tau!"
Maven Blackwell
Maven mendesah pelan.
"Karakter penting yang nggak punya peran," bisiknya lirih, nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat Sion yang duduk di depannya langsung ngakak.
Sion Kessler
"Woy, itu barusan lo ngomong, Ven?"
Menatap Maven tak percaya.
Maven Blackwell
Maven tidak menjawab. Hanya sedikit mengangkat bahu.
Selia Everdeen
Selia sempat melirik ke arah Maven — diam-diam seperti biasa, tapi ternyata nyimak juga. Sebuah senyum kecil muncul di wajahnya, entah kenapa.
Sebelum Bu Alika sempat menyudahi, terdengar suara ketukan dari luar pintu. Seorang siswi dari kelas sebelah muncul—berambut panjang bergelombang, wajah tenang, dan membawa kotak makan.
Vivian Altera
"Permisi... ada yang namanya Vian di sini? Dia tadi ketinggalan ini di kelas X-2..."
Semua menoleh. Vian mengangkat kepala, lalu terdiam saat melihat sosok itu.
Vian Larkspur
"Vivian...?" gumamnya.
Vivian Altera
Vivian tersenyum. "Halo, Vian. Lama nggak ketemu."
Seluruh kelas langsung membuat ekspresi penasaran.
Dan begitulah, tanpa rencana, tanpa arah, dan tanpa pengalaman... Kelas 3-B memulai perjalanan yang akan mengubah hidup mereka.
Dan juga, membuka pintu untuk perasaan-perasaan yang selama ini tak pernah terucap.
-------------------------------------------------
Bab 2: Pilihan atau Hukuman?
---------♧HappyReading♧---------
-------------------------------------------------
Hari kedua semester baru, suasana kelas 3-B masih sama kacau—tapi dengan sedikit bumbu baru: ketegangan soal proyek Festival Polaris.
Riven, yang ditunjuk (tanpa persetujuan) jadi ketua, berdiri di depan kelas sambil menatap papan tulis yang masih kosong. Di belakangnya, Sion asyik menggambar logo untuk booth yang belum disetujui, sementara Lio berdebat dengan Ollie soal siapa yang harus pakai kostum karakter anime.
Riven Hale
“Dengerin gue sebentar,” kata Riven akhirnya, suaranya tegas.
Riven Hale
“Kalau kita mau lulus dengan tenang, kita harus mulai sekarang. Gue udah bikin daftar tugas. Siapa pun yang ngeluh duluan—gue lempar ke seksi konsumsi.”
Rika Fontaine
“Woi! Kenapa konsumsi jadi hukuman?!” protes Rika yang baru saja membuka sekotak bento isi onigiri buatannya sendiri.
Riven Hale
“Karena nanti bakal masak buat seluruh kelas,” jawab Riven tanpa melihat ke arah Rika.
Rika Fontaine
"Sialan"
Rika langsung menutup bentonya sambil manyun.
Selia duduk diam di kursinya, sesekali mencatat di buku. Di sebelahnya, Maven duduk menyilangkan tangan, pandangan tetap ke luar jendela. Tidak bicara satu kata pun.
Selia Everdeen
“Tapi kita belum tahu kita mau bikin booth apa,” ujar Selia pelan.
Oliie Beaumont
“Kita voting aja, gimana?” Ollie menyarankan sambil memutar kursi ke belakang.
Sion Kessler
“Voting pake tangan? Kertas? Polling online? Atau yang kalah harus nonton film horor sendirian di gudang tua belakang aula?” tanya Sion dengan gaya drama.
Haze Lockhart
“Gak usah lebay,” sahut Haze, menyender di kursi sambil memainkan gantungan kuncinya.
Haze Lockhart
“Tapi ide booth perlu yang bisa ngasih nilai plus buat kelas. Sesuatu yang bisa nunjukin kita... nggak seburuk yang mereka kira.”
Semua tiba-tiba hening. Kalimat itu mengena.
Selia Everdeen
“Gimana kalau booth drama interaktif?” celetuk Selia, suaranya nyaris seperti bisikan. Tapi entah kenapa, semua langsung melirik.
Lio Vexley
“Drama?” tanya Lio, langsung berdiri.
Lio Vexley
“Drama musikal? Atau cosplay live-action? Gue bisa jadi pemeran utama!”
Zayn Calder
“Lo emang udah bintang sih di dunia lo sendiri,” sahut Zayn ketus dari belakang.
Selia Everdeen
Selia tersenyum kecil. “Enggak, maksudku... drama interaktif. Jadi pengunjung bisa masuk ke ruangan dan mereka jadi bagian dari ceritanya. Ada rute yang berbeda tergantung pilihan mereka. Kayak visual novel.”
Suasana kelas langsung ramai.
Oliie Beaumont
“Itu keren banget!” seru Ollie sambil melompat kecil. “Kita bisa bikin ruangan tematik! Ada kisah detektif, horror, romance...”
Haze Lockhart
“Tunggu, romance?” tanya Haze, menatap skeptis ke arah Rika dan Sion yang tiba-tiba kelihatan semangat berlebihan.
Sion Kessler
“Gue bisa jadi cowok ganteng yang naksir pengunjung,” kata Sion sambil menyisir rambut ke belakang.
Haze Lockhart
“Maaf, lo udah tua,” celetuk Haze datar.
Selia Everdeen
Selia menunduk sedikit malu ketika semua menyetujui idenya. Tapi satu tatapan mengganggu pikirannya—Maven. Cowok itu hanya diam, tidak bereaksi.
Seusai kelas, saat semua sibuk diskusi di grup chat, Selia memutuskan untuk pulang lebih lambat. Ia ingin menggambar konsep booth dramanya di ruang seni.
Selia Everdeen
Langkahnya berhenti di tangga menuju lantai dua. Di sana, di dekat jendela, berdiri Maven, sendirian. Tatapannya masih ke arah langit.
Maven Blackwell
“Konsep lo bagus,” katanya pelan tanpa menoleh.
Selia Everdeen
Selia sedikit kaget. “Oh... makasih. gue pikir lo gak suka.”
Maven Blackwell
“Gue gak suka keramaian. Tapi Gue suka cerita,” jawab Maven akhirnya menoleh. Matanya dingin, tapi kali ini... ada sedikit ketertarikan.
Mereka saling menatap sejenak. Bukan tatapan dalam yang bikin jantung berdebar, tapi cukup untuk membuat Selia ingin tahu lebih banyak tentang cowok dingin itu.
Selia Everdeen
“Kalau lo mau... gue bisa tunjukin storyboard-nya nanti,” kata Selia ragu.
Maven Blackwell
Maven mengangguk, kemudian berjalan pergi tanpa kata. Tapi langkahnya terasa lebih ringan dari sebelumnya.
Selia Everdeen
"..."
Memandang kepergian Maven, dengan senyum kecil di bibirnya.
Sementara itu, di lorong belakang sekolah, Zayn sedang berdebat dengan Riven soal pembagian shift tugas.
Zayn Calder
“Gue gak bisa kerja bareng Ollie. Dia itu... terlalu ribut!” kata Zayn sambil melipat tangan.
Riven Hale
“Justru karena itu, lo harus sama dia,” jawab Riven. “Festival ini bukan soal siapa cocok sama siapa. Tapi soal siapa yang bisa beradaptasi.”
Oliie Beaumont
Dari balik semak, Ollie mengintip sambil mengunyah marshmallow. “Dia bilang aku ribut, tapi mukanya selalu merah tiap aku nyolek dia,” bisiknya sambil terkekeh.
Dan di kelas sebelah, seorang cewek berambut panjang dengan poni lembut menatap keluar jendela. Namanya Vivian. Matanya menangkap sosok Vian yang sedang tidur di taman dengan buku menutupi wajahnya.
Vivian Altera
“Cowok aneh,” gumamnya pelan. Tapi bibirnya melengkung kecil.
Saat istirahat, Selia keluar kelas untuk mengambil udara. Dipegangnya botol minum yang belum sempat dia buka sejak pagi. Dari jauh, dia melihat sosok tinggi dengan hoodie gelap duduk sendirian di pojok taman sekolah—Maven.
Selia Everdeen
Ia ragu beberapa detik. Lalu melangkah pelan.
Selia Everdeen
“Maven?” panggilnya lembut.
Maven Blackwell
Maven tak menoleh, tapi jawabannya terdengar jelas. “Kenapa? nggak istirahat?”
Selia Everdeen
"Udah, kok"
Jawabnya singkat
Selia Everdeen
“Gue cuma... mau nanya soal dokumentasi. Kita kan satu tim,” Selia duduk di bangku seberangnya.
Suasana jadi sedikit canggung.
Maven Blackwell
“Hm. Kita butuh kamera utama, mic nirkabel, dan slot edit video sebelum minggu depan. Gue bisa edit, lo urus arsip dan pemotretan,” ucap Maven cepat.
Selia Everdeen
Selia terdiam beberapa saat, lalu tersenyum tipis. “Lo kayak robot ya.”
Maven Blackwell
Maven akhirnya menoleh, menatap langsung ke matanya. Tatapan dingin, tapi ada sedikit rasa penasaran.
Selia Everdeen
“Lo selalu ngomong seperlunya, kerja seefisien mungkin, nggak senyum. Tapi gue tahu lo perhatian. Lo nyelametin Ollie waktu dia hampir jatuh dari panggung kecil, kan?”
Maven Blackwell
Maven mendengus pelan. “Itu refleks.”
Selia Everdeen
Selia mengangguk pelan. Tapi senyumnya tak luntur. “Makasih udah pilih satu tim sama gue.”
Maven Blackwell
Maven menatap langit mendung. “Gue bukan pilih Lo. Gue cuma... percaya lo gak akan banyak drama.”
Selia Everdeen
Dan untuk pertama kalinya, Selia tertawa kecil. Di matanya, Maven bukan hanya cowok dingin. Tapi seseorang yang diam-diam bisa peduli.
Di sisi lain sekolah, Zayn sedang menggulung kabel panjang untuk keperluan keamanan festival. Ollie muncul dari balik tembok membawa kardus berisi cat warna-warni.
Oliie Beaumont
“Hei, Zayn! Bantuin dong, berat banget nih!” serunya.
Zayn Calder
Zayn mengangkat alis. “Emang gue kuli?”
Oliie Beaumont
“Tapi kamu kuat,” Ollie mengedip jahil.
Zayn Calder
Dengan malas, Zayn bangkit dan meraih kardus itu dari tangannya. “Hati-hati. lo bisa kesandung.”
Oliie Beaumont
Ollie tertawa kecil. “Zayn yang galak ternyata perhatian ya. Awas nanti aku jadi suka.”
Zayn Calder
Zayn tersedak udara. “Apa?”
Oliie Beaumont
“Bercanda~!” kata Ollie sambil lari kecil.
Zayn Calder
Zayn menatap punggung gadis itu, dan entah kenapa, ada sedikit senyum muncul di bibirnya.
Sementara itu, Haze sedang fokus di bangkunya, merapikan catatan untuk skrip MC acara kelas minggu depan. Keningnya sedikit berkerut, pulpen mondar-mandir di atas kertas seperti pasukan tempur yang sedang menyusun strategi.
Sion, duduk di depan Haze, tak henti-hentinya menengok ke belakang. Matanya berbinar seperti anak kecil di toko permen.
Sion Kessler
"Menurut lo gue cocoknya pakai jas glitter? Atau yang semi-formal aja, biar kelihatan humble tapi tetap mematikan?"
Haze Lockhart
“Kenapa sih! Lo selalu mikirin baju?” Haze mendengus tanpa mengangkat wajah. Tangannya masih menulis cepat.
Haze Lockhart
"Ini acara sekolah, bukan red carpet drama Korea."
Sion Kessler
"Hei, jangan salah. Visual itu segalanya. Penampilan bisa nyelametin panggung yang skripnya hancur," Sion berpose sok cool, tangannya membentuk 'V' di depan dagu.
Haze Lockhart
Haze berhenti menulis sejenak.
"Gue bakal bikin lo pakai celana kodok warna ungu dan topi badut kalau lo terus gangguin gue nyusun skrip ini," ancamnya datar, tapi jelas mengandung bahaya.
Sion Kessler
"Wah—nggak, nggak, celana kodok tuh... anti-panggung!" Sion pura-pura panik, langsung duduk tegak sambil menutup mulutnya.
Tapi tak lama kemudian, dia kembali melirik ke arah Haze.
Sion Kessler
"Eh... tapi serius, lo kelihatan cantik banget kalau lagi fokus gitu.
Haze langsung menatap tajam, ekspresinya campuran antara kaget dan ingin melempar penghapus.
Haze Lockhart
Haze menatap tajam. “Mau gue lempar pakai skrip lo?!”
Sion Kessler
"Kalau lo yang lempar... gue rela. Asal lemparnya sambil senyum," kata Sion, kali ini sambil menutup wajah pakai buku, siap-siap menghadapi bencana.
Haze Lockhart
Haze menghela napas panjang, lalu geleng-geleng pelan.
Haze Lockhart
"Sumpah, lo ini kayak kutukan di tengah deadline."
Sion Kessler
"Tapi kutukan yang ganteng, kan?"
Ucapnya menggoda.
Haze Lockhart
"Kutukan yang pengen gue coret dari naskah hidup gue!"
Sion Kessler
Sion langsung pura-pura tumbang ke meja.
"Aduh... sakitnya tuh di karakter development..."
Haze Lockhart
Haze menatapnya datar, lalu menyipitkan mata.
"Bagus. Biar karakter lo evolve jadi orang waras."
Sion Kessler
Sion ngangkat kepala pelan, ekspresi menderita.
"Tega banget lo, Zee... Tokoh utama harusnya dibantu, bukan dibully."
Haze Lockhart
"lo tuh bukan tokoh utama."
Sion Kessler
"Terus gue apa dong?"
Haze Lockhart
"NPC yang numpang lewat doang. Kalau ganggu skrip lagi, gue jadikan background furniture."
Sion Kessler
Sion memegangi dadanya seperti habis ditusuk.
"Astaga... gue furniture. Tapi furniture mahal, ya? Kayak sofa Korea."
Haze Lockhart
Haze nggak tahan. Dia akhirnya menutup bukunya dan melempar penghapus ke arah Sion — tentu saja meleset, karena Sion udah bersiap duluan.
Sion Kessler
"Tuh kan, bener! Kekerasan verbal dan fisik! Ini konflik babak dua!"
Haze Lockhart
"Bisa diem nggak? Nanti aku tulis nama lo di naskah... jadi korban ledakan di panggung."
Sementara yang lain sibuk, Rika dan Vian duduk di koridor belakang, makan roti isi sosis.
Rika Fontaine
“Kalau kita bikin booth makanan, gue boleh bawa ramen cup 50 bungkus?” tanya Rika serius.
Vian Larkspur
“Boleh... asal lo janji gak makan semuanya sebelum festival dimulai,” kata Vian, sambil menguap.
Rika Fontaine
Rika menggembungkan pipinya. “Huh! gue tuh niat! Tapi ya... ramen enak banget sih…”
Vian Larkspur
Vian tersenyum malas. “Lo lucu banget kalo ngomongin makanan.”
Rika Fontaine
Rika melirik cepat, pipinya memerah. Tapi dia mengalihkan pandangan dan pura-pura fokus ke roti.
Dan di kelas sebelah, Vivian kembali ke mejanya sambil melihat daftar peserta festival. Di sana, nama Vian muncul sebagai koordinator logistik.
Vivian Altera
Vivian menyentuh nama itu dan tersenyum.
Vivian Altera
“Cowok pemalas tapi selalu muncul di waktu penting... menarik,” gumamnya.
-------------------------------------------------
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!