NovelToon NovelToon

Komplotan Tidak Takut Hantu

Sinopsis dan Prolog

SINOPSIS

Ari, anak laki-laki yang bisa melihat hantu dari kecil. Ari suka menggambar. Kadang dia gambar hantu yang dia lihat. Seperti keluarga hantu yang tinggal di dalam sumur samping kamarnya. Saat menggambar mereka, rasa takut yang tadinya ada perlahan menjadi keasyikan buat Ari hingga menjadi candu yang tak berhenti sampai dia dewasa.

Saat di bangku sekolah menengah pertama, Ari dibawa bapaknya ke klinik psikiatri. Bapaknya ingin Ari seperti anak normal lainnya. Bapaknya tidak mau Ari keseringan melamun, suka bicara sendiri dan diam-diam menumpuk gambar-gambar hantunya berkardus-kardus. Di klinik itu Ari bertemu dengan Tata, anak perempuan seumurannya. Awal mereka bertemu, Ari membuat Tata mengatasi rasa takutnya saat mereka melihat hantu yang berkuasa di gedung klinik. Waktu itu, seperti biasa Ari mengeluarkan buku kecilnya dan mulai menggambar di samping Tata. Gambar itu dia berikan ke Tata.

Orang tua Tata tidak mau anaknya bertemu dengan anak abnormal lainnya. Tapi Ari dan Tata selalu  berusaha untuk saling bertemu. Tata suka menulis. Dia ingin seperti Ari. Saat mereka bertemu, Tata selalu membacakan tulisannya tentang hantu yang dilihatnya dan Ari memperlihatkan gambar-gambar hantunya. Suatu saat Ari menunjukkan gambar hantu paling mengerikan yang pernah dia lihat yang setiap malam mondar-mandir ke kamar orangtuanya. Setelah itu orang tua Ari sering bertengkar. Ari dibawa ibunya ke rumah neneknya. Hingga ada berita bapak Ari meninggal di dalam kamarnya. Sejak saat itu Ari tidak pernah bertemu Tata lagi.

Ari bisa masuk sekolah menengah favorit karena dulu bapaknya guru senior di situ. Di sana Ari bertemu Tata lagi. Tapi kali ini Tata seperti tidak mengenalnya. Ari melihat Tata seperti orang yang berbeda. Dan di sekolah

itu Ari tidak bisa menghentikan kebiasaannya menggambar hantu. Seperti hantu anak perempuan yang kakinya hancur, melayang di pinggir tembok, melongok ke kelas-kelas melalui lubang ventilasi. Ari menamakannya Awuk.

Kebiasaan Ari diketahui Haki teman sebangkunya. Haki mengusulkan gambar Ari untuk dimasukkan ke majalah dinding. Walau ragu, Ari mengiyakan karena dikenalkan Rida pengurus majalah dinding yang diam-diam Ari

menyukainya. Hingga Ari diajak Haki membuat vlog tentang hantu penunggu pohon beringin depan sekolah. Setelah itu sekolah jadi gempar karena gambar-gambar Ari dan vlog Haki yang menjadi viral. Saat upacara kepala sekolah mengumumkan agar murid-murid tidak percaya hal-hal seperti itu dan fokus belajar. Ari dan Haki dipanggil kepala sekolah. Guru agama mengusulkan Ari untuk dirukiyah. Jodi si bintang basket dan gerombolannya memusuhi Ari gara-gara mereka tidak nyaman bermain basket karena pohon beringin ada di sebelah lapangan. Belakangan Ari tahu Jodi dan Tata jadian. Rida tidak mau bertemu Ari lagi. Karena gambar Ari, Rida dikeluarkan dari kepengurusan majalah dinding. Ibu Ari yang bekerja sebagai staf tata usaha setelah suaminya meninggal merasa sangat malu. Dia bakar semua gambar hantu yang ada di kamar Ari.

Suatu hari Awuk benar-benar berbicara dengan Ari. Dia memperingatkan Ari mengenai rencana pembongkaran basement sekolah. Dari sinilah Ari tahu dia tidak sendirian. Ada Toha, Wira dan Nara yang tahu sesuatu bakal

terjadi jika basement sekolah jadi dibongkar. Dari awal mereka diam-diam memperhatikan Ari. Mereka bisa melihat Awuk tapi Awuk hanya mau berbicara dengan Ari. Sampai saat basement mulai dibongkar, mereka sering mendengar suara kaki kuda di teras kelas. Tapi hanya Ari yang bisa melihatnya. Dia hantu yang menggerakkan gerombolannya membuat banyak murid kesurupan saat upacara. Saat itulah Ari tahu Tata bisa melihat hantu ini. Hanya dia dan Tata. Dan Hantu ini menyukai Tata. Dia ingin menculik Tata.

PROLOG

7 November 2004, hari itu Ibu Ari dibawa ke rumah sakit. Ari masih 30 minggu dalam kandungan. Ini sudah yang kedua kali. 2 tahun lalu Ibu Ari harus kehilangan janinnya. Kelainan kehamilan membuat dia harus merelakan bayinya demi keselamatannya. Tapi kali ini dia ingin bayinya selamat.

“Mas, selamatkan anak kita,” pinta ibu Ari di tengah kesakitannya pada suaminya. Dia di atas pembaringan. 2 orang suster tergopoh mendorongnya menuju ruang tindakan.

“Kamu tenang, di sini dokternya bagus,” sambil berlari kecil, bapak Ari mencoba menenangkan istrinya. Tapi suaranya menyimpan sebersit keputusasaan.

Hari menjelang gelap. Hujan deras dari tadi tidak kunjung reda. Dokter menyuruh bapak Ari menunggu di luar.

“Dokter selamatkan istri dan anak saya,” suara ayah Ari terbata.

“Kami akan usahan sebaiknya,” kata dokter menenangkan sebelum menutup pintu ruangan.

Sendirian bapak Ari duduk cemas di lorong rumah sakit. Petir terlihat menyambar di jendela. Dari sudut penglihatannya, sekilas terlihat laki-laki tua berdiri di tengah lorong. Saat dia alihkan pandangannya ke sana, tiba-tiba lampu padam. Tak sampai beberapa detik lampu menyala tanda genset dinyalakan. Lorong itu terlihat kosong, laki-laki tadi tidak ada. Belum sempat bapak Ari mencari, dokter sudah memanggilnya. Dengan suara berat, dokter memberikan pilihan yang tidak bisa ditawar, janinnya harus dimatikan.

“Tidak ada pilihan lain. Ini demi keselamatan istri bapak,” pelan dokter menjelaskan. Dia menunggu persetujuan bapak Ari.

Bapak Ari mengangguk pelan.

Di dalam ruangan, dengan sisa kesadarannya, berulangkali ibu Ari meracau agar anaknya diselamatkan.

“Tolong selamatkan anak saya, matikan saya saja, jangan anak saya,” suara ibu Ari parau. Di atas pembaringan dia ingin berontak, tapi badannya sudah terlalu lemah.

Seorang suster berusaha menenangkan ibu Ari. Yang lain sibuk melakukan preparasi. Sampai akhirnya ibu Ari tidak sadarkan diri. Sementara di luar petir masih menggelegar bersahutan. Hampir 2 jam janin itu diangkat. Ukurannya sangat kecil. Seonggok daging itu diam diletakkan di atas meja, karena kini ibu Ari harus diselamatkan. Kondisinya kritis. Sementara yang lain sibuk menangani ibu Ari, seorang suster tergesa mengambil perkakas. Saat melewati janin di atas meja, langkahnya tertahan, seperti tak percaya dia lekatkan pandangannya ke arah janin. Mahluk kecil itu bergerak. Bibirnya menganga. Dua jarinya bergerak lagi. Sontak suster itu berteriak.

“Dokter, bayinya masih hidup!”

Bab 1 : Hantu Anak Kecil yang Suka Mengambil Mainan

Bayi yang hidup kembali itu kini umurnya hampir 5 tahun.

Nama lengkapnya Harindra. Ibunya memanggilnya Ari. Hari ini Ari mendapatkan sepeda

pertamanya. Sepeda roda empat yang dia kendarai di depan rumah. Seperti biasa,

sore ini anak-anak ramai bermain di jalan kampung. Ari termasuk anak yang

pendiam. Di atas sepedanya dia hanya mengamati anak seumuran lainnya bercanda dan

berlarian. Tapi dari tadi dia perhatikan seorang anak yang terus menangis.

Umurnya di bawah dia. Ari tahu kenapa dia menangis. Ada anak lain yang

mengambil mainannya. Mainan bebek plastik. Mainan itu dibawa berlarian di

antara anak-anak yang lain. Sampai ibu anak yang menangis itu datang dan menyadari

apa yang terjadi.

“Siapa ya yang ambil mainannya adik?” Ibu itu bertanya pada anak-anak

di situ.

Anak-anak saling celingukan. Tidak ada yang merasa mengambil

mainan.

“Nggak ada yang ngambil!” seorang anak berani menjawab.

“Jatuh ke got kali!” seorang lagi nyeletuk.

Si ibu hanya diam. Mukanya kesal sambil menggendong anaknya

yang masih menangis.

Ari tahu siapa yang mengambil. Dia ingin memberitahu ibu itu.

Tapi ibu RT datang dan menyuruh anak-anak untuk pulang.

“Ayo anak-anak, ini udah Maghrib, ayo pulang, setan-setan udah

pada dateng, ntar kalian diculik sama setan lho.”

Keesokan harinya, ibu Ari marah besar. Dia berdiri di depan

Ari. Di tangannya ada mainan bebek plastik. Katanya mainan itu dia temukan mengambang

di sumur. Rumah mereka memang ada sumurnya di samping.

“Bukan Ari yang ambil. Kemarin ada anak yang ambil,” dengan lugu

Ari mebela diri.

Ibu Ari tambah marah. Ari mendapat satu jeweran. Ibu Ari

bergegas ke rumah tetangga mengembalikan mainan itu. Ari menangis tersedu,

tersimpuh di depan pintu kamarnya.

Sore hari, seperti biasa Ari ada di atas sepedanya.

Anak-anak riuh bermain dan berlarian. Dan anak kecil itu menangis lagi. Anak

yang kemarin kehilangan mainan bebek plastik. Tangisannya semakin menjadi. Dia kehilangan

mainannya lagi. Dan Ari melihatnya anak itu lagi. Anak yang mengambil mainan.

Kali ini mainan kerincingan. Mainan itu dibawanya berputar-putar, berlarian diantara

anak-anak lainnya. Bunyi kerincingan terdengar bercampur dengan riuhnya anak-anak

bermain. Hingga anak yang menangis itu didatangi ibunya. Sambil menggendong anaknya

dia menatap Ari. Spontan Ari menunjuk ke anak yang mengambil mainan.

“Dia yang mengambil mainannya,” teriak Ari dengan polosnya.

Tapi Ari heran, ibu itu malah memandang ke anak-anak yang

lain. Bukan anak yang Ari tunjuk.

“Itu yang ambil mainannya,” suara kecil Ari lebih keras.

Jarinya kini mengarah ke tempat lain karena anak itu berlari kesana kemari sambil

membunyikan kerincingannya.

Si ibu malah melotot ke arah Ari. Dia merasa dipermainkan. Lalu

dia bawa anaknya yang masih menangis masuk ke rumahnya.

Malam itu hening. Detak jam dinding terdengar teratur di

kamar Ari. Jarum jam menunjuk angka 2 lebih. Ari pulas di dalam selimutnya. Tetapi

sesuatu membangunkannya. Dia mendengar suara gemerincing. Setengah mengantuk,

Ari terduduk di ranjang. Lama-lama Ari ingat, itu suara mainan kerincingan tadi

sore. Ari baru sadar ini masih tengah malam. Suara itu terdengar dari luar

kamar, arah sumur. Terbayang ada anak tadi sore sedang main kerencengan di

dekat sumur. Ari mulai takut. Dia turun dari ranjang memanggil ibunya. Tapi

saat melewati jendela, dia terhenti. Bunyi gemerincing itu masih disana. Ari

penasaran, apakah anak itu ada di sana? Ari buka tirai jendela. Area sumur

terlihat remang . Tidak ada orang di sana. Tapi suara gemerincing terdengar

jelas. Suara itu bergema, seperti berasal dari dalam sumur. Spontan Ari berlari

menuju kamar orangtuanya.

“Mama, Ari takut,” Ari membangunkan ibunya. Bapaknya di

sebelah ibunya mendengkur pulas.

Ibu Ari terbangun, melihat anaknya pucat pasi berdiri di

pinggir ranjang.

“Kenapa sayang?” Ibu Ari memegang tangan anaknya. Tangan itu

dingin dan basah karena keringat.

“Ari takut Ma,” wajah Ari memelas.

“Kamu mimpi buruk ya?” tanya Ibu Ari yang mulai iba melihat

anaknya

Ari hanya mengangguk. Dia tidak tahu bagaimana

menjelaskannya.

Malam itu Ari tidur ditemani Ibunya. Ibunya pulas di

sebelahnya. Tapi Ari belum bisa tidur. Suara gemerincing itu masih keluar dari

dalam sumur.

Ari terbangun. Matanya masih terbuka setengah. Tapi dia bisa

lihat ibunya duduk di samping ranjang, menunjukkan sesuatu di tangannya. Mainan

kerincingan.

“Mama nggak tahu harus gimana, mau bilang apa lagi sama ibu

sebelah,” wajah ibu Ari marah, Tapi tidak seperti kemarin. Sekarang dia agak

pasrah.

“Bukan Ari yang ambil, kemarin sore ada anak yang ambil,”

suara kecil Ari masih serak.

“Udah ini yang terakhir. Kalau kamu ambil mainan lagi, lalu

kamu buang ke sumur, seminggu kamu nggak boleh main di luar!”

Lalu Ibu Ari keluar kamar. Sepertinya dia ingin segera

mengembalikan mainan itu. Sendiri Ari masih terbaring di ranjangnya. Kali ini

dia tidak ingin menangis. Karena yang ia bayangkan adalah sumur di samping

rumah. Dengan langkah masih gontai dia menuju ke sumur. Makin dekat ke sumur

langkah Ari makin pelan. Selangkah lagi dia bisa melihat ke dalam sumur. Sampai

di pinggir sumur, Ari melongokkan kepalanya. Di dalam sumur ada seorang anak.

Anak yang mengambil mainan. Dia duduk di atas air. Ari lari terbirit menuju

kamarnya. Di kasur dia tutupkan bantal di kepalanya.

Tak lama ibu Ari datang. Dia temukan anaknya terisak di

kasur. Badannya menggigil.

“Kamu kenapa nak? Kamu sakit?”

Kini ibu Ari begitu cemas. Sebersit dia begitu menyesal

telah memarahi anaknya. Anak yang pernah hampir dia tidak miliki.

Bab 2 : Keluarga Hantu yang Tinggal di Dalam Sumur

Sejak Ari dibelikan peralatan gambar, dia selalu berada di

mejanya. Dia sudah jarang memegang sepedanya. Keseringannya Ari  menggambar anak yang suka mengambil mainan,

yang dia lihat di dalam sumur. Karena akhir-akhir ini anak itu sering muncul di

kamarnya. Seperti malam ini, saat Ari sudah berada di dalam selimutnya. Matanya

hampir terpejam. Dia setengah tidur. Masih bisa dia lihat ruangan kamarnya. Dan

anak itu muncul di sana, di tengah ruangan. Biasanya setelah itu Ari tidak

ingat lagi sampai dia terbangun. Tapi kali ini Ari ingin benar-benar terjaga.

Dia berusaha untuk duduk. Dia lihat anak itu berdiri di depannya. Anak itu

memakai baju dan celana putih. Rambutnya jarang, giginya tonggos, mata dan telinganya

lebar. Kakinya agak panjang dan banyak bulunya. Di dua tangannya dia memegang

sesuatu. Itu mainan Ari. Mainannya yang sudah lama hilang. Setelah itu Ari

tidak ingat lagi sampai ibunya membangunkannya.

“Bangun Ari, itu susu kamu sudah di meja,” kata ibu Ari

sembari membereskan selimut.

Ari mengusap matanya. Dia masih sedikit ngantuk.

“Lho ini mainan kamu yang lama kok ada di sini?” Ibu Ari

heran memandang ke lantai. Tapi setelah itu dia berjalan ke pintu membawa baju

kotor Ari.

“Nanti siang ada simbok baru datang ke sini,” kata ibu Ari

lagi sambil menutup pintu.

Ari cepat-cepat duduk. Dia pandangi lantai kamarnya. Ada dua

mainan di sana. Mainan pesawat terbang dan mobil-mobilan. Tadi malam anak itu

berdiri di situ membawa mainan ini. Ari bergegas ke mejanya. Dia buka buku

gambar dan mulai mencorat-coretkan pensilnya. Kali ini dia begitu serius

menggambar. Anak yang suka mengambil mainan itu begitu jelas  dalam pikirannya.

Malam-malam berikutnya Ari tidur pulas. Anak itu sudah tidak

datang lagi. Hingga suatu saat Ari terbangun dari tidurnya. Suara dari arah

sumur membangunkannya. Suara sapu lidi. Sepertinya ada yang menyapu pakai sapu

lidi di sumur. Pelan Ari turun dari ranjang, dia pikir ini sudah pagi, simbok

yang baru sudah mulai menyapu. Tapi saat lihat jam dinding, ternyata masih jam

2. Langkah Ari tertahan. Dia lirik jendela. Di balik tirai itu gelap\, tanda

lampu di area sumur tidak dinyalakan. Ari masih berdiri. Apa mungkin simbok menyapu

malam-malam dengan lampu padam? Penasaran, Ari membuka tirai. Memang bener, di

remang area sumur ada mbok-mbok sedang menyapu pakai sapu lidi. Seperti simbok

yang baru itu. Pakai jarik dan kebaya. Tapi yang ini rambutnya tergerai. Dan

kakinya panjang dan berbulu. Spontan Ari berlari menuju ranjangnya. Dia tutup

kepalanya dengan bantal. Suara sapu lidi itu masih terdengar. Ari berusaha

memejamkan matanya. Dia paksa untuk tidur. Hingga pagi ibunya membangunkannya. Saat

Ari meminum susunya dia mendengar percakapan ibunya dan simbok di sumur. Simbok

mengadu ke Ibunya, sudah 3 kali sapu lidi selalu tergeletak di pinggir sumur,

padahal dia selalu menyimpannya di depan pintu dapur.

“Saya nggak pernah makai Mbok, Simbok kali lupa,” kata ibu

Ari sembari menaruh baju kotor.

“Saya selalu simpen di depan pintu Bu, ya mana mungkin ada

tikus bisa narik sapu ke sumur,” kata simbok serius.

“Kok bau rokok ya mbok?” kata Ibu Ari saat berdiri di

sebelah sumur.

“Bapak kali Bu, tadi ngrokok? Kata simbok asal tebak.

“Bapak dari dulu nggak pernah ngrokok Mbok,” jawab ibu Ari

sembari melangkah ke dapur.

Dan simbok masih saja membahas masalah sapu lidi. Ari tahu

siapa yang memakai sapu lidi. Mbok-mbok kaya simbok. Tapi kakinya panjang dan

berbulu.

Besoknya simbok minta ijin keluar dari pekerjaannya.

Gara-gara tadi Subuh dia melihat perempuan pakai jarik dan kebaya masuk ke

sumur. Kata bapak Ari, mungkin simboknya tidak betah. Dia hanya cari-cari

alasan untuk keluar.

Tapi setelah simbok keluar dan diganti mbak-mbak yang lebih

muda, Ari tidak mendengar suara sapu lidi lagi. Malam-malam dia tidak

terbangun. Hingga suatu pagi ibu Ari membangunkannya.

“Ini susu kamu diminum keburu dingin,” ibu Ari meletakkan

segelas susu di meja Ari.

Ari masih membiasakan matanya dengan terang pagi.

“Ini gambar orang kok kakinya kayak monyet?” Ibu Ari masih

berdiri di sebelah meja Ari. Sepertinya dia sedang memperhatikan sesuatu di

meja.

Ari berusaha duduk. Dia belum nyambung apa  kata ibunya tapi ibunya sudah keluar kamar. Dan

ada yang aneh, kenapa gambar Ari ada di atas meja. Ari tidak pernah

meninggalkan gambarnya sana. Semuanya dia masukkan ke laci. Ari mendekat ke

meja. Dia bertambah heran. Gambar anak yang suka mengambil mainan tergeletak di

mejanya. Dan di kanan kiri gambar anak itu ada coretan-coretan tidak jelas

seperti benang kusut. Dan pensil Ari ada di sebelahnya. Terbesit Ari

membayangkan ibunya iseng mengeluarkan gambarnya dari laci dan mencorat-coret

dengan pensilnya. Atau mbak-mbak pembantu barunya? Dengan kesal Ari menghapus

coretan-coretan di gambarnya. Gambar itu dia masukkan ke laci.

Hari berikutnya, kejadian itu selalu terjadi di pagi hari. Gambar

yang sudah Ari masukkan ke laci, paginya sudah tergeletak di atas meja, ada

coretan di kanan kirinya dan ada pensil di sampingnya. Sampai di satu pagi Ari

bertanya pada ibunya.

“Ma, mama ya yang keluarin gambar Ari,” tanya Ari di depan

mejanya. Ibunya sudah mau membuka pintu kamar.

“Gambar itu? Mama nggak tahu. Bukannya kamu yang nggambar.

Lagian gambar apa sih itu. Serem amat. Orang kok kakinya kayak monyet,” lalu

ibu Ari keluar membawa pakaian kotor.

Ari masih terpaku di depan mejanya. Sepertinya kali ini dia

tidak akan menghapus coretan-coretan itu.

Malam itu, Ari sudah bersiap tidur. Matanya yang setengah

ngantuk masih bisa melihat mejanya. Gambar itu sengaja dia tidak masukkan ke

laci. Dalam posisi terbaring, Ari mencium bau yang tidak biasa di kamarnya.

Seperti bau asap rokok kalau tetangganya sedang merokok. Tidak lama, Ari merasa

ada orang masuk kamarnya. Ada tiga orang. Tapi mereka tidak masuk dari pintu.

Mereka keluar dari tembok yang mengarah ke sumur. Mereka berdiri di depan Ari. Ari

memang tidak sedang berniat bangun. Tetapi dengan kepalanya masih menempel di

bantal, dia ingin mengamati apa yang ada di depannya. Yang di tengah, Ari sudah

sangat kenal. Anak yang suka mengambil mainan. Tapi kini dia sedang menggenggam

pensil Ari. Di sebelah kirinya perempuan tua seperti simbok. Tapi rambutnya

tergerai. Dia membawa sapu lidi. Di sebelah kanannya laki-laki tua memakai

caping seperti petani. Di jari tangannya terselip sebatang rokok. Kaki mereka

semua panjang dan banyak bulunya. Ari tidak sedikitpun bergerak mengubah

posisinya. Dia hanya ingin mengamati lekat-lekat apa yang ada di depannya.

Sampai kantuk membuat dirinya tak sadar.

Pagi hari, seperti biasa ibunya membangunkannya. Biasanya

Ari susah untuk segera bangun. Kali ini dia bergegas menuju mejanya. Gambar dan

pensilnya masih di sana. Ibunya sedikit heran melihat anaknya yang mulai

menggambar. Saat mau keluar, ibunya berhenti. Dia lihat ada sapu lidi tersandar

pada tembok kamar yang mengarah ke sumur.

“Lho ini sapu lidi kok ada di sini,” ibu Ari heran. Dia

memandang ke Ari. Anak itu masih sibuk dengan gambarnya. Tapi ibu Ari mulai

berpikir. Tidak mungkin anaknya membawa sapu itu ke sini. Pintu dapur yang mengarah

ke sumur kalau malam dikunci. Ari tidak akan bisa membukanya karena posisi

kuncinya terlalu tinggi.

“Ijah, sini jah!” ibu Ari memanggil mbak pembantu. Dia tanya

kenapa sapu lidi ada di kamar Ari. Si embak tidak merasa menaruh sapu di situ.

Tapi ibu Ari sepertinya tidak percaya. Dia suruh pembantunya menaruh sapu itu

di depan pintu dapur.

Lalu ibu Ari mendekat ke jendela. Dia merasa ada bau

sesuatu.

“Bau apa sih ini? Kok seperti bau rokok?” ibu Ari memajukan

hidungnya. Dia hirup udara di sekitar jendela. Lalu dia keluar dan kembali lagi

membawa pengharum ruangan. Dia semprotkan ke sudut-sudut kamar, terutama yang

ada di dekat jendela.

Ari masih tak bergeming dengan gambarnya. Dia tak peduli

dengan kesibukan ibunya. Apa yang ada di otaknya kini begitu jelas. Dia ingin

tumpahkan semuanya ke kertas gambar.Karena dia tahu, gambarnya kurang lengkap.

Setelah menghapus coretan benang kusut dia mulai menggambar dua sosok di kanan

kiri gambar anak yang suka mengambil mainan. Hampir setengah jam Ari mencorat

coret kertasnya. Setelah selesai dia merasa puas. Ini gambar terbaik yang

pernah dia bikin. Gambar keluarga yang tinggal di dalam sumur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!