Sewaktu istirahat sekitar pukul 12.30 sekelompok geng trio T pergi ke kantin. Mereka duduk sambil melepas lelah setelah seharian melewati bimbingan skripsi dengan dosen pendamping. Mereka terdiri dari Tika, Tiwi dan Tesa. Tika sebagai bosnya yang terkenal sombong, matre dan menakutkan tapi cantik, dia paling tinggi, seksi dan bisa disebut bunga kampus. Sedangkan Tesa anak paling pintar di antara mereka bertiga, bertubuh pendek dan selalu memakai bando di kepalanya. Berbeda dengan Tiwi, dia badannya gemuk, selalu gonta ganti sepatu dan hobi sekali ngemil.
"Tika, kamu mau pesan apa?" tanya Tiwi seraya berdiri hendak mengantri pesanan.
" Bakso." sahut Tika dengan segera seraya mengeluarkan hp dari dalam tasnya.
"Aku soto!" Tesa menyela tanpa melihat ke arah Tiwi.
"Siapa juga yang tanya sama kamu?" ucap Tiwi seraya mencibir mulutnya kesal, sudah sejak pagi tadi dia merasa iri pada Tesa.
"Ah, Tiwi , sekalian aku juga dong dipesankan." rengek Tesa sambil mengedipkan matanya yang sipit.
" Lalu minumannya kalian mau pesan apa?" tanya Tiwi.
" Jus alpukat, es batunya sedikit saja!" sahut Tika tanpa melihat ke lawan bicaranya, dia tengah sibuk membalas pesan dari pacarnya.
" Aku jus mangga!" ucap Tesa dengan antusias.
"Ini belum musim mangga, yang lain? " ucap Tiwi ketus. Dia merasa jengkel karena sejak pagi tadi dosen pembimbingnya selalu menyalahkan naskah skripsinya. Sedangkan Tesa selalu mendapatkan pujian karena naskah skripsinya bagus tanpa cacat. Sedangkan punya Tiwi selalu revisi lagi.
" Ya sudah, es teh saja." sahut Tesa sambil memonyongkan mulutnya.
Tiwi melangkahkan kakinya menemui mbak Siti untuk memesan makanan dan minuman.
"Mbak saya pesan bakso dua porsi, satu porsi soto ayam, minumannya teh manis dua gelas, satu gelas jus alpukat es batunya sedikit aja." pesan Tiwi, mbak Siti mencatat sambil mengangguk tanda mengerti.
Tika sibuk memainkan hpnya, sementara Tesa pandangannya mengarahkan pada sekumpulan mahasiswa cowok yang berada di seberang musholla kampus yang tidak jauh dari pandangannya.
"Tik, Tika....!" panggil Tesa sambil menepuk lengan Tika berulang kali.
"Aduh, sakit tahu. Ada apa? Seperti kebakaran jenggot saja." Tika mengaduh kesakitan sambil mengelus lengannya.
" Lihat tuh... "ucap Tesa sambil menunjukkan jarinya ke arah salah satu cowok yang berada di seberang.
" Apa...?" Tika pandangannya mengikuti arah jari telunjuk Tesa.
"Surya, satu satunya mahasiswa yang mendapatkan beasiswa kuliah S2 ke luar negeri." ucap Tesa dengan kagum. Surya yang menjadi bintang kampus itu sudah sangat terkenal, tapi Tika tak begitu tahu tentang Surya.
" Biasa saja tuh....! Masih mending keren cowok ku!" sambil menunjukkan foto seorang cowok di layar ponselnya.
"Tedi, kamu sudah jadian sama dia ya...?" tanya Tiwi yang baru datang sambil membetulkan posisi duduknya. Tiwi tak percaya Tika berpacaran, setahunya papa Tika tak pernah mengizinkan Tika berpacaran sejak dulu agar bisa fokus kuliah.
"Iya, baru satu minggu yang lalu." jawab Tika tanpa memikirkan ketakutan teman - temannya. Sedikit cerita, bila Tika ketahuan pacaran papanya tidak segan-segan mencoret namanya dari hak waris keluarga.
"Kok, kamu tidak pernah cerita ke kita, hmmm..... Apa kamu jangan - jangan....?"
sela Tesa.
"Hus, sembarangan! Aku diam - diam jadian sama dia, nanti kalau sampai papa ku tahu kalau aku pacaran bisa di gantung aku." ucap Tika sambil memberikan isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir tanda rahasia .
"Ini Non, pesanannya." kata mbak Siti sambil menaruh mangkuk dan gelas di atas meja yang berbentuk bundar seraya menggeser tempat tisu dan tempat sendok ke tengah meja.
"Terimakasih!" ucap mereka bertiga serentak.
Tak berapa lama kemudian, Surya beserta teman - temannya datang dan menuju meja yang tidak begitu jauh dari meja Tika.
"Surya....Aduh ganteng banget !" puji Tesa dengan tangan melambai ke arah mereka.
" Norak tahu." ucap Tika seraya kakinya menginjak kaki Tesa.
"Aduh...sakit !" teriak Tesa sambil mengelus kaki kirinya.
"Dia ngelihat ke arah kita..." seru Tiwi sambil menyenggol sikut Tika.
" Jangan terlalu percaya diri deh...mungkin dia lagi ngelihat mbak Siti." ucap Tika kesal dengan ulah temannya yang terlalu mendambakan Surya.
"Tuh....bener kan dia lagi mau pesan makanan." tunjuk Tika ke arah mbak Siti yang baru lewat.
" Iya...aku kira dia lagi memperhatikanku." ucap Tiwi sambil menikmati baksonya .
"Gak pantas kamu sama dia, yang lebih pantas tuh, aku. Selain cantik dan pintar aku juga seksi." celoteh Tesa. Tesa dan Tiwi memang sangat mengidolakan Surya, selain tampan, tinggi dia juga sebagai asisten dosen di mata kuliah Manajemen Akutansi.
"Sejak tadi ngomongin dia melulu. Bosen tahu. Aku pergi ke toilet dulu." pinta Tika.
Tanpa dia sadari saat berdiri salah satu mahasiswi melintas di depannya sambil membawa semangkuk bakso panas.
"Tar...!!!" Bunyi mangkuk pecah tepat mengenai kaki Tika. Sontak dia kaget dan marah.
" Kalau jalan tuh, pakai mata bukan pakai dengkul." ucap Tika geram sambil menunjuk kedua mata mahasiswi itu.
"Kamu lihat nih,rok ku jadi basah. Mahal tahu, uang jajan kamu tidak cukup untuk membelinya." lanjut Tika sambil mencaci makinya, dia mengibaskan roknya yang basah.
" Maaf Tik, tadi aku tidak sengaja. Aku tidak menyadari kalau kamu mau berdiri." ucap mahasiswi yang bernama Dewi itu dengan sopan dan dengan wajah tertunduk lantaran takut.
" Sudah lah Tik, basah juga sedikit nanti cepat kering kok!" Tesa berdiri dari kursi mencoba menenangkan hati Tika.
" Iya, Tik. Malu dilihat anak yang lain ". Tiwi juga ikut berdiri mencoba meredam amarah Tika. Beberapa mahasiswa memperhatikan ke arah Tika termasuk Surya.
" Enak saja, aku tidak terima. Tampar dibalas tampar, basah dibalas basah." ucap Tika sambil mengguyur minuman milik Tiwi ke arah celana Dewi.
Secara Dewi marah, tapi dia menahannya mencoba mengendalikan emosinya. Tak mau berurusan dengan Tika. Mahasiswi yang terkenal kaya dan sombong. Barang siapa yang berurusan dengannya bakal menyesal dan tidak nyaman selama berada di kampus.
"Kalau orang sudah meminta maaf, hargai dong, jangan main hakim sendiri!" Surya datang membela Dewi. Ternyata Surya sudah sedari tadi menyadari kalau akan terjadi pertengkaran karena masalah sepele. Surya juga tahu kalau Tika itu gadis yang tidak mudah diremehkan.
"Kamu tidak apa-apa Dew...?" Tanya Surya menepuk pundak Dewi.
"Iya, tidak apa-apa nanti juga kering sendiri." ucap Dewi, dia sudah merasa lega karena cowok idolanya membela dia.
"Apa urusannya dengan kamu. Jangan sok jadi pahlawan. Mentang-mentang jadi idola kampus terus sekarang mencoba mencari muka dihadapanku." ucap Tika dengan nada tinggi dan matanya melotot tajam ke arah Surya.
"Bukannya aku sok, tapi ini sudah kelewatan. Mentang -mentang kamu anak orang kaya dengan seenaknya memperlakukan orang seperti ini. Seharusnya kamu bisa lebih sedikit dewasa, jangan seperti anak kecil gini." ucap Surya dengan nada tinggi pula tidak mau kalah dengan Tika.
"Enak saja, aku bukan anak kecil, aku tidak terima! Lagian sudah impas kan. Rok ku basah karena ulahnya, wajar kan jika aku membalasnya !" Tika membela diri tak mau mengalah meski tahu dia adalah asisten dosen.
"Aduh,mangkuk mbak pecah. Bisa rugi ini. Siapa yang akan bertanggungjawab ?" tanya mbak Siti sambil memunguti pecahan mangkuk.
"Biar Dewi Mbak, yang membereskan!" pinta Tika seraya menarik tangan Dewi dengan paksa sampai dia tersungkur .
"Yang jelas -jelas menabrak tadi kan kamu. Seharusnya kamu yang membereskan." Bentak Surya tidak terima perlakuan kasar Tika pada Dewi.
"Dia yang salah, lagian sudah pakai kacamata kuda juga, masih salah lihat jalan." tambah Tika dengan mata melotot.
Dewi yang tersungkur membetulkan kacamata seraya mulai memunguti pecahan mangkuk. Sontak Surya mencegah tangan Dewi . Lalu membantu Dewi berdiri.
"Kamu yang salah. Aku sendiri melihat dengan jelas kejadian tadi. Dasar cewek manja maunya menang sendiri." Surya mulai emosi.
"Dewi yang salah!" ucap Tika tegas. Seraya melayangkan tangan ke wajah Surya.
"Pluak...!" tangan Tika mendarat di pipinya Surya, membuat wajahnya berpaling. Surya merasakan panas di pipi kanannya, dia memegang bekas tamparan Tika.
Surya mulai naik pitam. Wajahnya merah. Sontak Surya mengambil serpihan mangkuk , lalu mengarahkan ke wajah cantik Tika.
"Kalau kamu tidak mau mengakui kesalahanmu ini, biarkan wajahmu yang akan aku gores dengan ini." ucap Surya seraya tangan kiri memegang dagu mungil Tika sedangkan tangan kanannya membawa serpihan mangkuk yang siap menggores wajah Tika.
" Berani sekali cowok kampungan ini menyentuhku. Aku tidak akan memaafkannya." Batin Tika kesal, niatnya mau ngerjain Dewi malah dia yang kena damprat.
"Sebenarnya aku juga tidak berniat untuk melukaimu. Ini sebagai gertakan saja, agar kamu jera." batin Surya dengan tetap mencengkeram dagu Tika hingga dia meronta-ronta ingin dilepaskan.
Sementara Tiwi dan Tesa hanya bengong, bingung harus berbuat apa.
"Lepaskan!"Tika berusaha melepaskan dirinya, kedua tangannya memegang tangan Surya yang begitu kekar. Cairan bening mulai keluar dari kedua bola matanya yang indah.
Keributan sejak tadi terjadi membuat mereka jadi tontonan mahasiswa lain.
"Surya, hentikan. Ingat kamu memilik citra sebagai mahasiswa teladan. Jika ada rektor atau dosen yang lain dan tahu kejadian ini, bisa dihapus beasiswa kamu untuk melanjutkan S2 ke luar negeri." Brian temannya memberi nasehat.
Surya melepaskan tangannya. Tika yang sudah terbebas sambil mengusap pipinya mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan kantin. Diikuti Tiwi dan Tesa.
"Surya, terimakasih ya. Kalau tidak ada kamu entah hal buruk apa yang akan menimpa ku tadi." ucap Dewi dengan perasaan bangga, merasa dia mendapatkan perhatian lebih dari Surya.
" Iya, Dewi kita kan sudah berteman cukup lama, sudah sewajarnya kita tolong - menolong dalam suka dan duka." ucap Surya seraya mengambil uang dua puluh ribuan dan menyerahkan ke mbak Siti.
" Ini Mbak sebagai ganti rugi mangkuk Mbak yang pecah."
"Mas Surya, tidak usah Mas, kan Mas nggak berbuat salah kok Mas yang mau ganti in." tolak mbak Siti.
"Tidak apa-apa Mbak, anggap saja sedekah." ucap Surya lalu kembali bersama Brian ke tempat duduknya tadi. Sementara Dewi pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Bersambung....
❣️❣️❣️❣️
JANGAN LUPA kakak reader, ada karya baru dari author yang berjudul Pandawa Kecilku, cepat mampir ya dan mohon dukungannya!! Terimakasih
Malam yang begitu dingin membuat Tika tidak bisa memejamkan matanya, ditambah peristiwa siang tadi yang membuat sesak hatinya. Pikirannya melayang pada pria yang mengancamnya di kantin siang tadi.
"Kamu akan menyesal Surya, kamu tidak mengenal siapa aku. Aku akan membuat hidup kamu membayar atas apa yang kamu lakukan terhadapku. Siapa Surya itu? Dia hanya cowok yang sok jadi pahlawan, yang sok ikut campur urusan orang, sok pintar." gerutu Tika yang sedang rebahan di atas kasur sambil menatap langit - langit kamarnya.
" Besok adalah hari yang aku tunggu, setelah lulus nanti aku ingin segera bekerja. Siapa tahu keberuntungan berpihak padaku, aku bisa memimpin perusahaan yang papa kelola." batin Tika sambil dia tertawa sendiri. Setelah berangan - angan cukup lama akhirnya dia tertidur pulas.
Keesokan paginya
Pagi ini seperti biasa Tika memoles wajahnya dengan foundation dan bedak. Bibirnya dia oleskan lipstik warna pink, warna favoritnya. Tak lupa handbody dia oleskan ke tangan dan kaki. Rambutnya yang hitam dan panjang dia biarkan terurai. Dia memilih kemeja putih dan rok hitam. Tampilannya kali ini perfect, karena hari ini adalah ujian skripsi. Hari yang mendebarkan setelah hampir dua bulan dia bergelut dengan dosen pembimbing . Kali ini dia akan bertatap muka dengan dosen penguji.
Tika keluar dari kamar menuruni tangga dan menuju ke ruang makan, di sana ada ibu tirinya yang sedang menyiapkan sarapan. Tika menarik kursi lalu duduk di samping mamanya.
"Kamu cantik sekali sayang!" ucap mama Tasya ibu tiri Tika seraya menata piring di atas meja makan. Dia wanita dewasa yang anggun dan baik, tidak salah jika ayahnya memilih dia sebagai ibu pengganti untuk Tika sejak Tika kecil. Ibu Tika meninggal karena penyakit kanker. Dari pernikahan ayah Tika dengan Tasya dikaruniai satu anak perempuan, yang kini sedang kuliah ke Luar Negeri .
"Iya, hari ini aku ada ujian skripsi, Ma! Do'akan aku semoga sukses ya..." ucap Tika sambil mengambil roti panggang dan selai stroberi.
"Tentu, papa dan mama akan selalu mendo'akan yang terbaik untuk putri tercinta kita, iya kan Ma!" sahut pak Andik, papa Tika yang baru turun dari lantai atas seraya merapikan dasinya.
"Aamiin...!" sahut Tika dan bu Tasya hampir bersamaan.
" Pa!" panggil Tika saat pak Andik melintasinya.
"Iya sayang," sahut pak Andik seraya menarik kursi lalu duduk disebelah bu Tasya.
"Setelah lulus nanti aku mau bekerja di perusahaan Papa ya!" pinta Tika sambil menggigit rotinya.
"Hmmm....boleh, tapi ada syaratnya." kata pak Andik seraya menyeruput kopi hitamnya.
"Apa?" sahut Tika seraya memasukkan roti yang tinggal satu suap ke mulutnya.
"Kamu harus memulai karir kamu dari nol dulu bila bekerja. Apa kamu bersedia?" pinta pak Andik dengan pandangan serius ke arah Tika.
"As...siiaap!" jawab Tika sontak kegirangan dengan mengacungkan jempol ke arah hidungnya yang mungil.
"Kenapa tidak langsung saja Pa, menjabat menjadi manajer atau..." belum sempat selesai bicara kalimat bu Tasya dipotong oleh pak Andik.
"Ma, percaya sama papa. Bila kita mendidik anak itu dimulai dari tingkat dasar, lama - lama juga akan bisa menjadi orang yang sukses.
Meskipun kita orang kaya jangan membiasakan anak untuk memperoleh jabatan lebih tanpa berusaha dulu. Jadi, anak tahu akan kewajibannya dalam bekerja sebelum dia menuntut haknya."jelas pak Andik .
"Ya, terserah Papa sih! Apa kamu tidak ingin melanjutkan kuliah S2 ke Luar Negeri sayang?" tanya mama Tasya menatap wajahnya seraya merapikan piring kotor.
"Tidak Ma! Otakku sudah tidak ingin menerima mata kuliah lagi, pinginnya aku segera merajut karir sesuai dengan jurusan yang aku tempuh." jawab Tika setelah itu menghabiskan susu rasa vanila kesukaannya. Selesai sarapan dia beranjak dari kursi.
"Ya sudah Ma, Pa, aku berangkat ke kampus dulu." kata Tika seraya bersalaman dengan papa mamanya.
"Semoga sukses sayang!" ucap mama Tasya dan mencium pipi Tika kiri dan kanan.
"Semoga berhasil dan semangat!" kata papanya seraya menunjukkan kepalan tangan tanda memberi semangat. Tika tersenyum, dengan segera dia menuju ke halaman depan.
Seperti hari biasa, Tika diantar sopir kemanapun dia pergi entah ke kampus, shopping atau bertemu dengan teman - temannya. Karena kecelakaan tiga tahun lalu yang menewaskan seorang pedagang kaki lima membuat Tika koma selama 6 bulan, dan kini dia trauma untuk menyetir. Papanya tak mengizinkan dia mengendarai mobil sendiri.
"Bang Soleh, sepulang dari kampus nanti aku ada kegiatan bersama teman- temanku, jadi Bang Soleh pulang dulu saja, tidak usah menungguku ." pinta Tika saat membuka handle pintu mobil.
" Tapi, Non....!" belum sempat melanjutkan perkataannya dipotong Tika.
"Aku sudah minta izin papa tadi!" ucap Tika .
Bang Soleh mengangguk pasrah, lalu Soleh menuju mobilnya setelah selesai mengelapnya. Mobil melaju meninggalkan halaman rumah menuju kampus sekitar satu jam perjalanan.
Sesampainya di kampus, Tika turun di depan gerbang kampus. Dia menuju ruangan penguji, tampak mahasiswa berjubel mengantri untuk ujian. Disana juga sudah tampak Tesa dan Tiwi sedang bersiap untuk masuk ke ruangan.
"Tika!" panggil Tesa, seraya melambaikan tangan.
"Cepat kesini!" pinta Tiwi dengan melambaikan tangan juga.
"Sudah sejak kapan kalian sampai disini?" tanya Tika saat sudah sampai di dekat mereka.
"Baru saja, sekitar sepuluh menit yang lalu." jawab Tiwi .
"Gawat ,Tik!" ucap Tesa dengan nada cemas.
"Apanya yang gawat?" tanya Tika penasaran seraya menguncir rambutnya.
"Dosen penguji kamu, killer!" ucap Tesa sambil menunjukkan daftar nama mahasiswa beserta nama dosen pengujinya yang tertera pada jendela kaca pada ruangan itu.
" Bu Fenny!" ucap Tika saat melihat namanya tertera pada kolom tengah Safira Artika Sari.
"Tidak masalah, tetap fokus dan jangan drop! Siapapun dosennya toh dia juga manusia." Tesa mengusap lembut pundak Tika mencoba menenangkan hatinya yang gusar. Bu Fenny adalah dosen yang terkenal galak dan disiplin.
"Aku bisa! Aku harus bisa!" ucap Tika seraya mengibaskan tangganya ke arah wajahnya, yang sudah mulai keringat dingin.
Hampir dua jam sesi pertama sedang berlangsung, kini giliran nama Tika dipanggil. Dia masuk dengan langkah yang begitu tegang. Sebelum memasuki ruangan dia menarik nafas panjang - panjang lalu menghembuskan dengan pelan.
Sementara Tiwi dan Tesa sudah selesai sejak tadi, mereka berada di kantin dan tak sengaja mereka berdua bertemu dengan Teddy yang sudah bersiap beranjak pergi dari tempat duduknya.
" Tedi!" panggil Tesa seraya melambaikan tangan. Tedi menghampiri mereka.
" Kenapa, loh...dimana Tika?" tanya Teddy matanya celingukan mencari sosok Tika.
" Dia masih ujian, kamu ternyata sudah pacaran ya dengan Tika?" tanya Tiwi seraya memasukkan keripik ke mulutnya.
"Hmmm...." Teddy mengangguk. "Tika sudah cerita sama kalian?" tanyanya sambil menudingkan jari satu persatu ke arah Tiwi lalu ke Tesa.
"Iya, kemarin. Kok, kamu berani nembak dia, papanya galak lo...." ucap Tiwi menakuti.
" Kami pacaran diam-diam kok!" ucap Teddy seraya membenahi tali sepatunya yang lepas sambil membungkuk.
"Kalau sampai kamu ketahuan pacaran sama Tika , nasibmu ibarat masuk ke kandang macan tahu!" kata Tiwi seraya kedua tangannya mengarahkan ke wajah Tedi mau mencakar.
"Susah payah aku mendapatkan Tika, dan akhirnya aku bisa pacaran sama dia. Kalian sahabatnya malah tidak mendukungku, teman macam apa kalian berdua ini." ucap Tedi seraya mau beranjak pergi.
"Eh, tunggu dulu!" pinta Tiwi seraya menarik tangan Tedi, sehingga dia duduk dengan terpaksa.
"Ada apa lagi? Aku mau ujian!" ucap Tedi kesal.
Tiwi dan Tesa saling senggol, mereka berniat memberi tahu kejadian kemarin siang saat bertengkar dengan Surya, akhirnya tidak jadi. Karena bila tahu nanti , Tedi bisa gagal konsentrasi.
"Nggak jadi, cepat, sana pergi ! " Tiwi melambaikan tangannya mengusir Tedi.
Tedi pergi meninggalkan mereka. Selang beberapa menit kemudian Tika datang menghampiri Tiwi dan Tesa.
" Tika!" panggil Tiwi girang lalu Tika duduk di tengah - tengah mereka.
" Akhirnya selesai sudah cobaan terberatku selama kuliah." ucap Tika dengan wajah berseri- seri.
"Bagaimana? Apa Bu Fenny melontarkan pertanyaan uang susah untukmu tadi?" tanya Tesa penasaran.
"Hmmm...tidak sama sekali, beliau malah memujiku , dan benar hari ini adalah hari keberuntunganku." jawab Tika tersungging senyum di bibirnya yang imut.
"Wah syukurlah kalau begitu, aku turut senang." ucap Tiwi juga ikut senyum.
"Eh, tadi kita barusan bertemu dengan Tedi di sini. Baru saja dia pergi, katanya baru mulai ujian." Tesa memberitahu.
" Oh, ya .... Aku kangen nih, sejak pagi tadi belum ketemu dia." ucap Tika seraya tersenyum bahagia.
"Kamu tidak cerita masalahmu kemarin dengan Surya?" Tiwi mencoba mengingat kejadian kemarin saat di kantin.
"Tidak, biarlah ini menjadi urusanku. Aku akan membuat dia membayar atas kelakuannya terhadapku. Aku tidak terima jika dia memperlakukanmu. Awas saja nanti, akan ku balas dia, sehingga bertekuk lutut di hadapanku." Kata Tika geram.
" Jangan Tik! Nanti kamu kena karma lo," Tesa mencoba memberi tahu Tika lantaran ini pernah terjadi di novel yang ia baca.
"Zaman modern masih ada percaya sama karma." sahut Tika kesal, "Kebanyakan baca novel kamu." tukas Tika sambil menyinyir mulutnya ke Tesa.
" Eh , diberi tahu malah ngeyel nih anak. Kamu jangan terlalu membenci seseorang yang pada akhirnya kamu akan jatuh cinta padanya." jelas Tesa penuh penekanan.
"Hi ... siapa juga yang mau sama dia. Amit - amit." Tika mencibirkan mulutnya. Tentu saja membuat Tesa kesal lantaran mengabaikan nasihatnya.
"Kalau kamu tidak mau, biar buat aku saja."sahut Tiwi dengan polosnya.
"Eh, tidak bisa. Buat aku saja!"Tesa menyela tak mau kalah.
" Surya!" panggil Tiwi dengan sontak setelah melihat sosok pria dari kejauhan.
" Mana?" Tesa celingukan, matanya mencari Surya ke sana - sini.
" Dia ke arah toilet." Tiwi menunjuk ke arah Surya berjalan.
"Eh, sebentar ya teman-teman. Mendadak perutku mules nih. Aku ke toilet dulu. Kalian tunggu sebentar disini ya," pinta Tika lalu lari menuju toilet, terbesit dalam benaknya untuk mengerjai Surya.
Saat Surya berada di dalam toilet pria, dia melepaskan kemeja putihnya, berniat mau mencuci bagian yang terkena tumpahan saos di sakunya. Hanya singlet saja yang ia kenakan. Suasana masih begitu sepi, lantaran jadwal ujian skripsi yang bergantian sehingga tak banyak mahasiswa yang masuk, hanya Surya sendirian di toilet. Tiba- tiba saat Surya tengah membasuh kemeja putihnya dari arah seberang toilet wanita terdengar seseorang berteriak minta tolong. Tanpa berpikir panjang Surya bergegas menuju sumber suara tersebut. Dan ternyata Tika berada disana dengan posisi tubuh terlentang. Surya menghampirinya tanpa curiga.
Tak disangka Surya masuk jebakan tikus.
"Tolong...tolong...!!!" teriak Tika histeris seraya menarik tubuh Surya sehingga tubuh mereka saling menempel.
Bersambung....
"Lepaskan aku!" ucap Tika berulang - ulang sambil tetap menarik tubuh Surya.
Surya kaget atas apa yang dilakukan Tika. Surya mencoba berdiri karena Tika sudah merangkulnya dengan erat sehingga sulit untuk meloloskan diri.
"Hei, apa yang kamu katakan. Aku tidak mengerti. Bukankah kamu tadi yang berteriak meminta tolong." sahut Surya dengan heran melihat ekspresi Tika tak sesuai dengan keadaan. Padahal niatnya tadi menolong, malah kena batunya.
"Tolong...tolong!!!" Tika semakin mengeraskan suaranya dengan menjepit Surya.
" Hei, sadar kamu, lepaskan tanganmu!" pinta Surya. Tapi, Tika tidak menghiraukan bahkan semakin kencang dia berteriak dan semakin erat dia merangkul Surya. Banyak mahasiswa yang berada di kantin berhamburan menuju toilet wanita. Pandangan mereka tertuju pada dua insan yang sedang berpelukan.
"Surya!" panggil salah satu mahasiswa. Surya dan Tika beranjak berdiri, Tika berpura - pura shock dan membenahi bra nya yang sedikit melorot.
"Sungguh keterlaluan kamu. Perbuatan ini mencoreng nama baik kampus." umpat mahasiswa yang lain.
" Ini tidak seperti yang kalian kira. Aku tadi kesini karena ada teriakan minta tolong dari dia." sahut Surya sambil menunjuk ke arah Tika, dia mencoba menjelaskan namun teman-temannya tak percaya.
"Tika, kamu tidak apa -apa?" tanya Tiwi saat sampai di tempat kejadian dan melihat Surya yang hanya memakai singlet saja. Tika mengancingkan kemejanya.
" Sebenarnya apa yang kalian lakukan disini?" tanya Tesa kecewa dengan apa yang dia lihat. Dia merasa Surya tak pantas melakukan hal senonoh ini.
" Surya mau mencoba melecehkan aku." jawab Tika seraya menangis sesenggukan dengan sedikit senyum sinis ke arah Surya. Meski air matanya tak keluar tapi ekspresinya membuat sendu yang melihatnya.
" Aku tidak melakukan apa-apa padanya. Dia sendiri yang mau memperkosaku." sahut Surya dengan mata melotot sambil menutup badannya dengan menyilangkan kedua tangannya. Kulitnya yang putih itu jadi tontonan gratis mahasiswi lain. Bentuk tubuhnya yang bidang membuat mata terpana.
"Surya, ganteng-ganteng serigala ya. Di toilet saja mau melakukan ini." bisik yang lain.
" Mana mungkin , aku kan wanita. Yang ada kamu yang mau memperkosaku." ucap Tika tidak mau kalah, sambil menunjuk ke muka Surya yang membuat dia semakin emosi.
" Cuih, siapa juga yang mau memperkosamu. Dasar nenek sihir." balas Surya dengan umpatan.
" Siapa yang kamu maksud nenek sihir itu? Hah .... ?" Tika dengan nada tinggi mencoba memukul Surya namun dihalangi Tiwi dan Tesa.
" Sudah - sudah, mari kita bawa mereka ke ruang Rektor untuk diadili disana." pinta Tesa sambil menarik lengan Surya, dengan masih menyilangkan dada, Surya menurut.
Lalu mereka dibawa ke ruang Rektor. Para mahasiswa berbondong - bondong menuju kesana.
"Keluarkan saja dari kampus!" teriak salah satu mahasiswa dan diiyakan oleh yang lain.
" Percuma kalau dikeluarkan, masukkan penjara saja." sahut mahasiswa yang lain. Mereka geram dengan ulah Surya, tapi tidak bagi Tika. Dia merasa rencananya berjalan lancar. Tapi, setelah mendengar kata penjara dia bergidik. Dia tak mau berurusan dengan polisi.
Sesampainya di ruang Rektor, disana Surya dan Tika saling menuduh. Para mahasiswa menunggu di luar ruangan, dan beberapa mengintip dari celah-celah jendela.
" Sungguh Pak, saya tidak melakukan apa-apa dengannya." ucap Surya membela diri, mereka berdua duduk berhadapan. Pak rektor berdiri di antara mereka.
" Bohong Pak, buktinya dia sudah hampir telanjang dada. Dan tadi dia juga mencoba memeluk saya." ucap Tika sambil menangis palsu. Meraung dan mengucek- ngucek kedua matanya. Sesekali dia menjulurkan lidah membuat Surya naik pitam.
" Tadi saat saya ke toilet saya melepas kemeja saya yang terkena saos, Pak. Dan saya berniat untuk mencucinya, makanya saya hanya memakai singlet saja." Surya membela diri.
" Mencuci itu di rumah , bukan di kampus!" Tika menyahut, memberi penekanan.
" Surya, apa kamu punya saksi yang bisa membelamu?" tanya pak Rektor sambil memicingkan mata.
" Tidak ada Pak!" sahut Surya cepat, merasa berat untuk meloloskan diri dari tuduhan Tika.
" Tapi, saya bersumpah saya tidak melakukan perbuatan yang senonoh itu, Pak." jelas Surya membela diri untuk yang kesekian kali.
"Bohong, Pak!" tuduh Tika.
"Tidak, Pak. Lagian siapa juga yang doyan sama wanita model dia." umpat Tika, Tika melengos dan menirukan gerakan mimik Surya.
"Tok-tok!" suara ketukan pintu terdengar dari luar, seorang mahasiswa berambut keriting masuk ke ruangan rektor.
" Masuk!" perintah pak Rektor setelah melihat siapa yang datang.
" Ini Pak, saya menemukan kemeja Surya berada di toilet pria." kata Brian seraya memberikan kemeja Surya pada pak rektor. Pak Rektor menerima dan memeriksanya.
"Hmmm...Ini benar punyamu ?" tanya pak Rektor seraya menunjukan kemeja putih itu ke hadapan Surya.
" Benar Pak, saya tidak berbohongkan!" ucap Surya mengiba sambil menggelengkan kepala.
"Tapi, tetap saja bukti ini kurang kuat. Apakah kamu ada saksi lain?" Surya menggeleng pasrah.
" Baik, karena kurangnya bukti dan tidak adanya saksi serta kejadian ini masih di ragukan kebenarannya, saya putuskan untuk menghukum kamu. Sebagai hukumannya kamu saya pecat sebagai asisten dosen. Dan beasiswa S2 kamu untuk kuliah ke luar negeri saya cabut. Sampai ada bukti baru yang memperkuat kamu, kalau kamu tidak bersalah." ucap pak Rektor sambil kembali ke kursinya.
" Tapi Pak , sungguh saya tidak bersalah. Jangan hapus beasiswa saya." pinta surya seraya memegangi tangan pak Rektor.
" Saya yakin Pak, kalau Surya tidak mungkin melakukan perbuatan keji itu. " sahut Brian mencoba membela sahabatnya.
"Keputusan saya tidak bisa diganggu gugat." ucap pak Rektor dengan nada tinggi.
" Saya setuju Pak, hukuman itu memang pantas dia dapatkan." ucap Tika yang sudah mulai reda tangisannya namun masih sesenggukan.
"Kamu, dasar nenek sihir! Bermuka dua! Suatu saat aku akan membalas perbuatanmu." Ancam Surya seraya melotot seakan-akan mau keluar bola matanya. Tika menyebik.
"Lihat saja nanti." ucap Tika sambil menjulurkan lidahnya ke arah Surya.
"Kalian semua bisa keluar dari ruangan saya." perintah pak Rektor.
"Surya, aku minta maaf tidak bisa berbuat apa-apa." ucap Brian menyesal seraya menepuk pundak Surya. Surya mengangguk pelan.
" Tidak apa-apa, aku akan mencoba mencari cara agar bisa membuktikan kalau aku tidak bersalah." ucap Surya mulai berdiri.
" Surya, jangan lupa kenakan kemejamu!" pak Rektor menyerahkan kemeja dan Surya segera mengenakannya. Mereka bertiga keluar dari ruangan.
" Surya, rasakan ini!" panggil Teddy seraya mengarahkan pukulan ke wajah Surya saat berada di teras ruangan Rektor.
" Bruak...!" Suara tangan Teddy mendarat di pipi Surya. Surya merasakan panas di pipinya, lalu bibirnya berdarah.
" Aku tidak bersalah. Ini fitnah. Tika yang berbohong atas semua kejadian ini." Ucap Surya seraya mengelap bibirnya dengan ibu jari.
" Tidak pantas kamu menyandang sebagai mahasiswa berprestasi . Kelakuan mu buruk dan hina." Teddy mencaci maki seraya mengarahkan pukulan ke wajah Surya lagi.
"Hentikan, Surya tidak bersalah. Aku yakin itu. Ini semua hanya akal-akalan Tika saja untuk menjatuhkan nama baik Surya." Brian menangkis pukulan Teddy.
" Kamu kira bisa lolos begitu saja, aku akan membuat perhitungan denganmu." Gertak Teddy.
" Teddy, cukup. Lebih baik kita pergi dari sini. Hukumnya sudah setimpal dengan perbuatannya." Ucap Tika.
" Apa perlu aku laporkan polisi biar masuk penjara dia." Teddy memandang ke arah Surya dengan tatapan seperti seekor harimau yang mau menerkam mangsanya.
"Polisi!" Ucap Tika kaget dan bahkan dia tidak berfikir ke arah sana.
" Kenapa kamu terkejut. Seharusnya kamu senang kan, bila dia membusuk di penjara." Teddy memanasi suasana.
"Bukan, bukan maksudku tidak senang. Hanya saja aku masih trauma dengan urusan kepolisian." Tika mencoba mengurungkan niat Teddy untuk melaporkan Surya ke polisi .
"Aku tidak takut, jika kamu melaporkan aku ke polisi. Nanti juga akan terbongkar siapa yang salah sebenarnya." Jelas Surya membuat Tika takut akan kebohongannya.
" Tidak. Aku malas saja. Teddy antar aku pulang." Pinta Tika seraya menarik tangan Teddy lalu pergi.
Surya dan Brian menuju ke tempat parkir . Surya mengendarai sepeda motor sedangkan Brian mengendarai mobil. Sementara Tika diantar Teddy pulang bersama Tesa dan Tiwi. Mereka mengendarai mobil Teddy.
"Aku senang, rencana ku berjalan dengan lancar. Lihat saja nanti siapa yang akan kalah." Batin Tika seraya senyum sendiri saat berada di dalam mobil. Tika berada di kursi depan bersama Teddy, sedangkan Tesa dan Tiwi berada di kursi belakang.
" Tika, bagaimana dengan Surya tadi.?" Tanya Tesa.
" Dia dipecat jadi asisten dosen dan beasiswa nya dicabut." Ucap Tika berpura -pura masih sedih.
" Aku masih takut." Ucap Tika seraya mengambil tisu dari dalam tasnya lalu menyeka kedua matanya.
"Tenang sayang, aku akan selalu melindungi mu." Ucap Teddy seraya membelai rambut Tika dengan lembut.
Bersambung....
Apa rencana Tika selanjutnya, dan bagaimana usaha Surya untuk mengembalikan nama baiknya?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!