Dipersembahkan untuk semua ksatria, yang telah pergi....dan yang telah jatuh.
Ketika kubuka mataku. Aku melihat sekeliling sejauh ku memandang sambil bergumam dalam hati " dimanakah aku sekarang? apakah aku sudah mati? " hanya lembah yang terik kering dan berangin. kucubit pipiku " auch, " aku masih hidup. Tanpa berpikir panjang aku melanjutkan perjalanan, mencari tau adakah orang yang bisa kutemui, minimal lewat.
Dalam perjalanan tak lama kulihat ada kota kecil, hatiku senang sekali. Sambil melangkah lebih cepat, tiba-tiba aku melihat secara kasat mata, bayangan diriku di masa lalu. Antara sadar dan tidak sadar sambil berjalan melangkah ke kota kecil yang kutuju. Aku melihat diriku sendiri terbuang, sia-sia apapun yang kulakukan sepanjang hidupku tidak ada yang berguna. Lalu tersadarlah aku, sampai di gerbang pintu kota kecil. Sambil bergumam dalam hati " sekarang aku dimana? " dan akhirnya bertemu dengan seseorang. Lalu kubertanya " tuan kota apakah ini tuan? aku lapar dan haus dan lelah sekali, " Lalu orang tersebut menjawab " ini kota kapernaum, kelihatannya kamu bukan orang sini ya? pakaianmu sangat lusuh dan tidak seperti pakaian penduduk disini. Dari kerajaan manakah kamu berasal? " Akupun balik menjawab " aku tidak tau, " sambil mengingat ingat kembali asal usulku semakin sakit kepalaku. " nampaknya kamu sangat kelelahan sekali, mari kuantar ke rumahku tidak jauh dari sini, " sambil mengikuti langkah orang tersebut, aku melihat sekeliling kota, begitu indah, dikelilingi pepohonan gandarusa yang tumbuh di tepi anak sungai yang mengalir dekat kota tersebut. Jalanan yang ada semakin bagus dengan bebatuan yang tersusun rapi. pepohonan gandarusa yang rendah juga menjadi semakin rapat disisi jalan, memberikan suasana teduh di saat matahari semakin condong kebarat. Namun sesuatu yang ganjil sempat menghentikan langkahku sejenak untuk memperhatikanya.
" Eh, apa yang tergantung di pepohonan itu? sepertinya itu bentuk kecapi dan yang mengherankan lagi bukan hanya satu kecapi saja, namun banyak kecapi yang tergantung di pohon-pohon gandarusa itu, " gumam dalam hati. Akhirnya akupun terus melangkah, sambil terus melangkah mengikuti langkah orang yang kutemui. Sambil berjalan memikirkan. kecapi yang tergantung pada pohon tersebut.
Sambil mengobrol kecil dan mengikuti langkah orang yang mengantarku ke rumahnya. Suasana kota semakin ramai, ada begitu banyak penduduk yang saling berlalu lalang keluar masuk kota. Dan kebanyakan dari mereka adalah para petani dan gembala yang ingin pulang kembali ke kota, karena sore semakin menjelang.
Lalu aku melihat sesosok pria yang berbadan tegap, gagah, berpakaian jubah ksatria yang berat dari kejauhan. Mencuri perhatikanku. Berdiri agak jauh dari depan pintu gerbang kota kapernaum. Dia berdiri disebuah tempat yang agak tinggi, memangdang jauh kedepan dengan pandangan mata yang sendu. Dan penduduk yang berlalu lalang keluar masuk pintu gerbang kota seperti tidak memperhatikanya. Sepertinya sudah biasa melihat ksatria tersebut berdiri disitu sepanjang hari.
Kemungkinan besar dia adalah seorang pengawal penjaga kota biasa. Namun entah kenapa orang tersebut menarik perhatikanku, seakan-akan ada sesuatu didalam dirinya yang menarikku untuk mendekat. Bila dia adalah penjaga kota ini. Mengapa ia tidak berdiri didepan kota?
Kumencoba mendekat dan kulihat garis-garis wajahnya tegas, dan keras ditempa sang waktu. Menunjukkan bahwa dia telah melewati berbagai macam pertempuran. Matanya terlihat sayu kelelahan. Tetapi pandangan ya tetap bersinar tajam. Lekukan baju perang yang gagah melekat ditubuhnya, tertutup jubah kumal berwarna kelabu. Zirah besi yang indah terlihat sekilas di bawah jubah kumal yang sesekali tersibak tertiup angin.
Namun yang paling menarik perhatikanku adalah pedang besar tanpa sarung dipegangnya. Bahan logamnya yang jernih memantulkan cahaya dengan ukiran yang indah dari ujung pedang hingga gagangnya. Pedang itu terlihat agung, menggetarkan dan akan membuat musuhnya berpikir beberapa kali sebelum bertempur dengannya.
Dua anak kecil berlari-lari saling berkejaran di sekitarnya, seakan tidak memperdulikan sosok tegap dan tegas, beserta pedangnya yang berbahaya. Kedua anak itu tertawa bermain sambil mengelilinginya, sementara itu ia sendiri memandang ke bawah, ke arah mereka sambil tersenyum. Dan seakan-akan ingin ikut bermain bersama kedua anak tersebut.
Lalu, aku sambil mengikuti penduduk yang menawarkan tempat istirahat. Aku melihat ada sumur. Ah...air! teringat hal itu, sontak aku bilang pada penduduk yang mengantarku, " tuan, sebentar aku haus sekali. Aku ingin minum dulu, " Sambil berlari agak kencang, cepat-cepat kutimba air dari dalam sumur tersebut. Mengangkat air dan kusiram ke atas kepalaku yang berdebu, panas dan kotor
whoahh....segarr sekali, lalu kutimba air dari sumur tersebut dan sedikit kuminum, sambil membersihkan lengan dan kakiku. Setelah selesai aku kembali mengikuti penduduk tersebut dan sampailah dirumahnya.
Sambil mengobrol panjang lebar dengan pemilik rumah tersebut, oleh istrinya di hidangkan minuman hangat bernama vashti. Pemilik rumah menanyakan darimana aku berasal dan mau kemana, dengan tatapan yang ramah serta penuh persahabatan, aku menjawab " aku tidak tahu darimana asalku, " sambil penuh kebingungan dan tiap kali aku mengingat-ingat darimana tempat asalku, disaat bersama pula tiba-tiba aku melihat sekilas bayangan diriku sendiri di masa dan kuingat-ingat lagi makin keras semakin sakit kepalaku.
Lalu mereka memperkenalkan diri " nama saya Abda, " sahut pemilik rumah tersebut, dan istrinya bernama Ribka. Lalu mereka bercerita panjang lebar kehidupan keluarga mereka sampai penduduk kota, dan tibalah mereka berdua bertanya kembali " darimana engkau berasal? sekiranya ada sanak saudara yang mencarimu kami tidak kesulitan mencari informasi, kalau kau keberatan tidak apa, "
" Bukan begitu pak Abda dan bu Ribka, sungguh akupun tidak tahu siapa diriku, tiba-tiba terbangun sudah ada lembah yang luas, tanpa tahu siapa aku dan siapa namaku dan akupun selama berhari-hari mencari kota yang bisa kudatangi, sampai akhirnya bertemu dengan pak Abda dan bu Ribka. terima kasih banyak telah menerima dan menampung saya, pak Abda dan bu Ribka bisa panggil saya dengan sebutan apa saja, " sahutku.
Lalu bu Ribka bertanya kembali " oh begitu, berapa kau akan tinggal disini? "
" Aku tidak tahu, besok aku mau melanjutkan perjalanan kembali, ohya...terimalah 20 koin kheseph sebagai ganti telah menampung saya tinggal disini semalam, aku sangat berterima kasih, "
" Tidak anak muda, simpanlah koinmu buat perjalanan mu selanjutnya, " katanya mereka sambil tersenyum tulus padaku. Dengan bingung aku menerima kembali koin-koinku
" kami percaya padamu anak muda. Sorot matamu memang kebingungan, tapi kami melihat ketulusan hatimu. Jarang ada orang yang mempunyai sorot mata seperti ini, "
Dan aku menjadi serba salah menerima kebaikan mereka. Kemudian ku alihkan topik pembicaraan dengan memalingkan wajah ke arah luar jendela, menikmati senja hari menjelang malam, sebelum jendela untuk menahan udara dingin masuk.
Sekilas mataku menangkap bayangan ksatria dengan sosok tegap dan gagah yang berdiri didekat gerbang itu, dan ternyata sampai saat senja inipun dia masih terdiam membisu disana namun sorot matanya yang tajam, seperti mengawasi sesuatu. Padahal hari sudah gelap.
" Ibu...siapakah gerangan orang yang berdiri sepanjang hari didepan gerbang itu, apakah penjaga di kota inikah? "
" oh, dia...," katanya seolah-olah sudah mengenal sosok itu lama sekali"
" Aku tidak tahu dengan pasti, kapan dia datang menjaga kota ini, siapa namanya, tapi dia berlaku seperti itu sepanjang hari, seperti mengawasi sesuatu. Banyak penduduk di kapernaum ketika melewati dia. Bepikir dia ini orang gila, tapi menurutku tidak. Setidaknya dia bersikap tidak seperti orang gila. Dia sopan pada orang-orang yang menegornya. Suka bermain dengan anak-anak kecil, bahkan dia suka bercerita tentang kebaikan Rajanya, itu sebabnya anak-anak suka berkumpul mendengar ceritanya. Bagaimana mungkin orang gila melakukan semua itu? " ujarnya sambil melihatku.
" Hmm...mungkin yang membuat aneh adalah sikapnya yang berdiri siaga sepanjang hari, seperti menanti-nantikan sesuatu yang tidak dikethaui oleh orang lain, "
sambil berlalu ibu Ribka kemudian kembali kearah pintu. Dan sebelum menutup pintu ia bertanya lagi " ada lagi yang bisa kubantu? " aku menggelengkan kepala dan mengucapkan terima kasih padanya.
" Selamat beristirahat, " ujarnya sambil menutup pintu perlahan, dan akupun segera menutup jendela kamar itu dan kemudian mandi dengan air hangat. Ranjang di kamar itu terlihat empuk dan nyaman, membuatku tergoda untuk segera berbaring di sana.
Dengan perlahan aku berbaring dan meletakkan tubuhku yang letih ini. Mulai kupejamkan mata yang lelah ini sambil mengingat-ingat kembali perjalanan yang panjang dan berat telah kulalui. Akhirnya akupun tertidur lelap, tak lama kemudian aku bermimpi sekilas kehidupan masa laluku, melihat gambaran diriku dimasa lalu, antara setengah sadar aku bergumam " ini kehidupanku di tempat yang lain, dimasa yang lain, era yang lain. apakah sebelumnya aku ini sudah mati dan hidup kembali di kehidupan yang lain? " tak kemudian aku melihat sosok pribadi yang penuh dengan cahaya kemilau dan sangat menyilaukan mataku, menghampiri diriku, seperti sosok yang tidak asing dan aku mengenalnya namun aku lupa. Sinarnya menyilaukan mataku namun sangat lembut dan kedua tangannya menghampiri dan memegang pundakku, aku melihat wajahnya dengan jelas, Dia tersenyum, seperti seorang ayah yang merindukan anaknya pulang, saat Dia menghampiri dan memelukku aku melihat jelas Dia menangis begitu rindunya bertemu denganku, akupun bingung siapa Dia? tapi tanpa kusadari akupun menangis dan bertekuk lutut kakiku, dan kulihat kedua lengannya berlubang. Dan setelah itu tangan kanannya yang berlubang menunjuk sosok pria berbadan tegap sama seperti yang menjaga pintu gerbang. Sontak akupun terbangun dari tidurku dan tanpa kusadari akupun menangis disaat tidur.
Waktu menunjukkan jam 9 malam, akupun bangun dari tidurku, dengan rasa penasaran dan mengingat-ingat kembali mimpiku. Dalam mimpi aku melihat pribadi bercahaya dan lembut menghampiri ku dan tidak lama pria yang sedang menjaga di gerbang kota ini. Akhirnya kuputuskan untuk keluar jalan-jalan sebentar. Tetapi mungkinkah rasa penasaran dan kegelisahan ini ada hubungan dengan masa laluku dan kaitanya apa dengan sosok yang tegap.
Lalu akupun kembali ke rumah pak Abda dan bu Ribka, kuketuk pintunya dan ibu Ribka bukakan sambil berkata " selamat datang kembali anak muda, " dan kubalas kembali dengan sapaan " terima kasih bu Ribka, "
Lalu bu Ribka kembali menghidangkan makanan kecil dan minuman vashti yang terbuat dari susu, arak, jahe, rempah-rempah dan biji-bijian yang sangat harum aromanya. Aroma yang mengingatkan masa kanak-kanaku.
" Oh ya bu nama kota ini kapernaum artinya apa ya bu? " sahutku
Bu Ribka duduk dan menjelaskan " aku lahir dan besar di kota ini, tapi sejarahnya sendiri kurang jelas bagiku, dalam bahasa kuno, kapernaum artinya kenyamanan "
" Kenyamanan...?!! "
" Ya seperti itulah, dan kau tahu, bahkan arti nama kota ini menjadi semboyan bagi penduduk disini. Asal tetap nyaman, kau tidak perlu peduli dengan hal lain, apapun itu, "
" Aku suka semboyan itu. Membantuku mengurangi beban pikiran untuk mencampuri urusan orang lain, " jawab bu Ribka
Orang lain? Aku jadi teringat sesuatu
" Oh ya bu Ribka omong-omong apakah ibu tahu kota-kota yang lain disekitar kota ini, atau kota terdekat dari sini? " sambil minum segelas vashti yang panas itu.
Ibu Ribka segera mengernyitkan dahinya, menatapku khawatir sambil menoleh kiri dan kanan, jangan sampai suaminya mendengar hal ini juga penduduk yang lain mendengar pembicaraan ini, dengan cepat wajahnya mendekat kepadaku.
" Ssst... jangan pernah menanyakan hal itu disini. sangat dilarang! raja diam-diam menangkap dan menghukum semua penduduk ataupun pendatang yang mulai bertanya akan hal itu. Kalau kau ingin kepalamu tetap ada di tempatmu, jangan bertanya tentang keadaan kota lain ataupun wilayah diluar kapernaum ini! "
" Kenapa? " bisikku agak keras
Bu Ribka sambil setengah menunduk dan mendekat sambil berbisik dan setengah gusar " kau tahu arti dari kota ini adalah kenyamanan bukan? artinya baik raja disini maupun penduduknya tidak peduli dengan wilayah yang lain apalagi membahas kota diluar, ingin hidup aman nyaman dengan keadaan yang tidak berubah sepanjang waktu. Karena itulah penduduk disini nyaman dan tidak mau pindah keluar wilayah lain. "
Akupun menjadi semakin bingung dengan maksud ucapan bu Ribka, kenapa pertanyaan sederhana ini dilarang?
Dan tiba-tiba terlintaslah dibenakku dan bertanya kembali ke bu Ribka " ibu sewaktu aku berjalan bersama pak Abda, aku melihat banyak kecapi yang digantung pada tembok luar kota, apa artinya itu? "
Tambah gusarlah ibu Ribka sambil menatap tajam padaku " raja tidak menyukai musik, terutama musik bernada gembira atau berirama cepat. Kecapi yang di gantung itu untuk mengingatkan penduduk akan dilarang bermain disini. Kau boleh bernyanyi dirumah ini tapi tidak boleh di luar ataupun bermain musik ceria dan berhentilah bertanya kau membahayakan diriku dan keluargaku disini. "
Penjelasanya semakin membuatku tambah bingung peraturan raja yang tidak masuk akal di kota ini, dan sungguh aneh bagiku. Mereka suka kenyamanan dalam bentuk sikap yang murung, aku ingi bertanya kembali namun dari bahasa tubuhnya sepertinya tidak boleh bertanya.
Keluarga ini sangat baik, tidak patut rasanya membahayakan keluarga ini. "Dan lebih baik aku keluar lagi jalan-jalan sebentar mencari angin" ujarku sambil bergegas meninggalkan meja
"Ingat yang kukatakan" ujarnya serius
Akupun tersenyum kaku dan mengangguk dan kelihatannya aku mesti mencari informasi ini sendiri dan jawaban keanehan peraturan dari kota ini, sambil waspada jangan sampai terjadi sesuatu pada diriku.
Temaramnya lampu dijalanan yang hanya dilewati oleh beberapa orang saja. Entah aku harus kearah mana berjalan, namun sambil berjalan aku merogoh saku yang ada di jubahku. Dan kuambil tiba-tiba kulihat benda yang kubawa sebilah pisau serba guna, tidak lama kemudian aku teringat kembali kejadian di masa lalu, ini adalah belati serba guna yang dipakai dalam militer untuk bertahan hidup. Berangsur-angsur aku mulai mengingat masa laluku.
Tiba-tiba perasaanku tidak enak sepertinya penduduk setempat mendengar pertanyaan yang kuajukan pada keluarga dari bu Ribka. Aku melewati dua blok wilayah tatapan para penduduk mulai menaruh curiga padaku, entah perasaanku saja atau bukan. Sepertinya tidak bersahabat.
Malam telah tiba, aku merasa diawasi oleh penduduk setempat, aku berusaha tenang agar tidak bertindak mencurigakan. Lalu lalang orang yang masuk gerbang kota mulai berkurang, sebelum memutuskan kembali ke rumah pak Abda, aku memutuskan untuk menghampiri sosok yang tegap dan menjaga di gerbang kota.
Sepanjang perjalanan menuju gerbang kota, aku melihat sekeliling ada meja kayu disamping kiri kanan jalan. Mungkin meja itu akan digunakan sebagai tempat berjualan pada pagi harinya. Hal yang sama seperti yang kulihat sebelumnya di gerbang kota, pintu kota menjadi pintu pasar, tempat untuk jual beli kebutuhan sehari-hari.
Disalah satu rumah, aku melihat dua anak kecil sedang bercanda dirumahnya, meski hari sudah malam, dan aku ingat mereka juga anak-anak yang bermain tadi sore di dekat pintu gerbang. " oh ya bukankah mereka juga bermain dekat orang aneh itu. Mungkin mereka kenal orang itu. " gumam dalam hati.
Aku mendekati mereka dan ingin bertanya kepada mereka. Lagipula kondisi kotapun sudah sepi, tidak ada tempat bagiku untuk bertanya, kecuali anak-anak ini. Dan mereka sadar jika ada seseorang yang mendekati mereka.
" Halo adik-adik, bolehkah kakak sebentar bertanya kepada kalian berdua? "
Seketika mereka menghentikan permainanya dan menatapku dengan pandangan berbeda. Anak perempuan yang lebih besar menatapku dengan pandangan yang berbeda, penuh curiga, sedangkan anak laki-laki yang lebih kecil menatapku dengan lebih tenang, dan polos
" Apakah kalian tahu tentang bapak yang berdiri didepan pintu gerbang, yang memakai pedang itu? "
Sementara anak laki-laki itu mengangguk dengan perlahan. Sedangkan yang perempuan berambut lurus hanya diam saja menatapku.
" Dia orang baik kak, dia adalah teman kami " kata anak laki-laki itu.
" Tahukah kalian siapakah namanya ?"
Anak laki-laki itu menggeleng " aku tidak tahu kak, tetapi kami menyebutnya 'penjaga' gerbang di kota ini. "
" Dik ayo masuk rumah, ibu sering bilang jangan bicara dengan orang asing! " ujar anak perempuan itu dengan wajah gelisah
" Lalu kenapa kalian berteman denganya apakah kalian tidak takut? " tanyaku lagi.
" Ayah juga bilang begitu pada kami, katanya dia orang gila, makanya jangan dekat-dekat dengan dia, tetapi kami menyukainya apalagi saat dia bercerita, ceritanya bagus-bagus, ketika dia menceritakan tentang Rajanya yang hebat membuat kami kagum ingin melihat Rajanya langsung. Dan banyak cerita-cerita yang lain tentang orang yang berpedang seperti dia. " ujar anak laki-laki itu yang menceritakan dengan penuh semangat dengan kepolosanya serta tingkah kekanak-kanakanya.
" Apakah Raja yang dia ceritakan itu adalah raja di kota ini? "
Anak laki-laki itu menggelengkan kepala, dan sementara itu anak perempuan menarik-narik tangan adiknya dengan cemas memandangiku.
" Lalu siapakah nama Rajanya? " anak laki-laki ini juga menggeleng kepalanya
" Damaris! Benjamin! masuk kerumah sekarang juga!!! "
Mendadak keluar seorang wanita memanggil mereka.
" Sudah kubilang kan dik?! ibu pasti marah melihat kita berbicara dengan orang asing! "
Segera anak perempuan itu langsung menarik adiknya masuk ke dalan rumah. Seorang itu melongok padaku dengan tatapan penuh dengan curiga dan kemudian menutup rumah itu.
Ucapan anak itu membuatku semakin bertanya-tanya, Raja orang aneh itu bukan raja di kota ini? lalu siapakah rajanya? apakah raja penguasa di kota ini tidak marah apa, atau menangkapnya sebagai pemberontak, karena mendukung pemerintahan yang lain? Apa ada hubungannya dengan bu Ribka?
Aku meninggalkan rumah anak-anak itu dan terus melangkah menuju pintu gerbang. Ternyata pintu gerbange telah ditutup setengah, mungkin karena hari sudah malam, sehingga tidak lagi dibuka lebar, ada dua buah obor yang telah dinyalakan di samping pintu gerbang itu, tetapi tetap tanpa penjaga.
Aku keluar dari gerbang dan melihat sosok yang tegap dan gagah tetap berdiri di tempat yang sama. Masih diam seperti tadi, memandang jauh ke depan yang sudah gelap. Apa yang sebenarnya dia lakukan berdiri disitu sepanjang hari. Tidak dapat kubayangkan kalau ia seperti itu sepanjang hari, dan setiap hari.
Perlahan dengan ragu aku mencoba mendekat padanya. Kemungkinan ia orang gila seperti yang dibicarakan orang tua anak tadi memang benar. Aku berpikir, jangan-jangan yang kulakukan ini adalah langkah yang konyol, berhubung sudah terlanjur dekat denganya dan hanya tinggal berberapa langkah lagi.
Ia menyadari kehadiranku yang ingin mendekat kearahnya, dan menoleh ke arahku yang masih agak takut mendekat. Dengan lembut dan ramah ia memandangku dengan senyuman perlahan tergaris dibibirnya, ia menyapaku.
" Salam damai dan sejahtera bagimu. " ujarnya ramah sambil maju selangkah mengulurkan tanganya, aku maju selangkah juga sambil mengulurkan dengan ragu, dan menyalami tanganku dengan penuh kehangatan. Ia kemudian duduk disebuah batu yang besar, sambil mempersilahkan aku untuk duduk dekat denganya.
Ucapannya yang sopan itu membuatku sedikit lega, karena menunjukkan bahwa kemungkinan besar dia masih waras. Lalu mataku terkesima melihat pedang yang baru diletakkanya, semakin kuperhatikan terlihat semakin agung.
" Pedang yang indah. " ujarku tanpa sengaja keluar dari mulutku.
" Yah....tentu saja. Pedang ini bukan sembarang pedang, ini adalah Logos, senjata sakti yang di wariskan turun, generasi ke generasi yang diwariskan turun temurun, selama puluhan abad. "
Ia mengangkat pedang itu, memandangya, dan membelai dengan ujung-ujung jarinya, bagaikan seorang ayah yang memandang dan membelai anaknya dengan penuh kasih sayang.
Sambil membelai pedangnya ia memperkenalkan dirinya " aku Shemmer, kalau kau? "
" Aku....aku tidak tahu siapa diriku, darimana asalku namun satu hal yang kutahu ketika berjalan dalam perjalanan menuju ke kota ini aku melihat bayangan diriku di tempat yang lain secara kasat mata. "
"Oh...rupanya seperti itu, " sahut Shemmer
"Hah maksudnya bagaimana ya? " sahutku.
Sambil tersenyum sepertinya dia seolah-olah tahu keberadaan dan asal usulku, namun dia tidak ingin menjelaskan.
" Biarlah Rajaku sendiri yang akan menjelaskan kepadamu ketika waktunya tiba. " kata Shemmer.
" Apakah kau ingin melihatnya? " tanyanya.
Tanpa tunggu jawabanku, ia langsung meletakkan pedang itu dengan hati-hati di pangkuanku. Aku melihat wajahnya, untuk memastikan bahwa aku boleh memegang pedangnya. Ia tersenyum, sambil mengangguk kecil.
Pedang itu panjangnya hampir serentangan kedua tanganku. Namun tidak seberat yang aku duga, malah menurutku pedang ini termasuk ringan bila dibandingkan dengan ukurannya yang terlihat sangat berat. Gagangnya dibuat dari logam yang tidak kukenal, berwarna putih tapi bukan perak, warna putih seperti susu. Lebih mirip seperti marmer putih, tapi ini logam bukan, bukan marmer.
Sementara batang pedangnya terbuat dari logam yang sangat mengkilat, memantulkan bayangan dengan sempurna seperti cermin. Aku bisa melihat wajahku sendiri dengan jelas. Dari pedang itu keluar hawa dingin, sedingin es yang keluar dari pedang itu, namun tanganku tidak terasa dingin saat memegangnya. Mungkinkah perasaanku saja, atau memang udara malam semakin dingin?
Tapi ketika kumemandang pedang itu lebih lama, seperti muncul aura yang berasap nan lembut. Lalu kusentuh lewat ujung jariku, mengikuti garis-garis pedang itu, menelusuri uliran yang diukir pada gagangnya.
" Namanya Ephesians, salah satu dari enam puluh enam pedang Logos di dunia ini, " ujarnya bangga sambil menunjukkan sebuah tulisan di gagang pedang itu, tulisan Ephesians dalam bentuk ukiran yang rumit, kalau dia tidak mengatakannya, mungkin aku tidak tahu apa arti ukiran tersebut. Karena ukiranya hampir menyatu dengan gagang pedangnya.
" Kau ingin melihat sesuatu yang hebat dari pedang ini? " tanyanya lagi
" yah...aku mau lihat. "
Kemudian Shemmer mengambil pedangnya kembali, lalu sambil menutup mata dia sedang berkonsentrasi akan pada sesuatu. Lalu menyentuh batang pedang itu dengan jari tengah dan telunjuknya, mulai dari pangkal sampai ujungnya.
" Perhatikan apa yang muncul dari pedang ini! "
Aku Melihat batang pedang tersebut perlahan-lahan mengeluarkan aura yang tebal seperti ada awan-awan yang bergerak didalamnya. Kemudian secara ajaib muncullah huruf-huruf yang merangkai dan membentuk sebuah kalimat, di sepanjang pedang. Rangkaian kalimat yang muncul secara perlahan-lahan dengan berpendar, lalu berlahan menghilang dan digantikan dengan kalimat yang baru.
" Ini seperti sihir...! " ujarku seolah-olah tidak percaya
" Bukan, ini bukan sihir, sihir adalah kekuatan yang berlawanan. Semenjak awal sumber kekuatan berasal dari Kerajaan Avalon. Dan coba kau baca apa yang tertulis di situ! " ujarnya dengan lembut
Aku mencoba membaca tulisan dari situ, benar-benar tulisan yang asing dan tidak dapar kubaca
" Wah apa artinya ini? aku tidak mengerti sama sekali? " ujarku bingung
" Oh maafkan aku, ***phakah aryin rha'ah***. " sambil mengusap kedua mataku. Aku tidak merasakan apa-apa, namun saat aku kembali melihat pedang itu, akupun bisa mengerti dan membacanya dengan jelas, tertulis begini :
...~~~ ***Pakailah seluruh senjata Avalon untuk bertahan dari serangan azmaveth, perang kita melawan penguasa kegelapan, melawan roh-roh jahat***....
...***Ambilah seluruh perlengkapan senjata Avalon, supaya kamu dapat tegap berdiri dan bertahan di hari yang jahat itu***....
...***Berdirilah tegap, bersabukkan Aletheia, berbajuzirahkan Dikayosune, beralaskan Hetoymasiah, dan beritakan kabar kemenangan serta damai sukacita***....
...***Selalu siap dengan perisai dan padamkan semua panah api azmaveth terimalah helm Soteria dan pedang Logos***~~~...
Dan sampai tulisan itupun habis, aku masih duduk terpaku dan takjub memandang pedang itu sambil menunggu kalimat selanjutnya muncul. Tapi tidak terjadi. Karena perlahan-lahan pedang itu kembali ke warna sebelumnya, bening seperti cermin. Aku masih ingin membaca kalimat-kalimat itu lagi. Setiap kalimatnya ada kekuatan yang keluar, semangat dan gairah untuk bertempur. Lebih besar lebih kuat dan lebih tenang.
" Apa itu tadi? " tanyaku dengan takjub
" Itu adalah pesan yang ada di dalam setiap pedang *Logos*, setiap pedang *Logos* memiliknya. itulah yang membedakan dengan pedang biasa. pedang *Logos* bisa bicara denganmu secara pribadi. Karena ia menyampaikan hal yang berbeda setiap pribadi.
Lalu aku mengembalikan pedang itu kepada Shemmer dengan hati-hati, takut nanti pedang itu membawaku kepada hal-hal yang lebih dalam lagi. Tapi ada rasa yang membakar di hatiku, yanf membuatku ingin mengetahui tentang pedang itu.
" Raja Avalon, siapakah dia? apakah dia Rajamu? "
" Avalon bukanlah namanya, tapi nama kerajaanya yang nun jauh berada di dunia atas. pemberiannya yang berharga adalah pedang-pedang ini kepada kami, sebagai tanda bahwa kami adalah ksatrianya. "
" Pedang-pedang sakti itu, kau bilang ada enam puluh enam pedang sakti seperti ini? dimana pedang-pedang yang lain? "
" Kau ingin tahu mengenai pedang-pedang itu? khawatirnya aku membuatmu bosan. "
" Tidak masalah, justru aku sangat antusias mendengarkan kau, Shemmer. "
Dia tersenyum sambil mengangkat pedangnya ke atas, kemudian meletakkan kembali di sisinya dan mengarahkan pandangannya dengan lembut ke arahku. Sepertinya sedang menyelidiki hatiku.
" Baiklah akan kuceritakan sedikit, ada enam puluh enam macam pedang *Logos* di dunia ini. pedang-pedang tersebut memiliki nama dan karakter yang berbeda. Yang pertama dan tertua adalah *Genesis*. Sebuah pedang kuno dan paling tua, paling berat dan agung. Kemudian pedang yang terakhir disebut *Revelation*, dikenal sebagai pedang tujuh elemen, dingin dan mengerikan, serta mampu berubah-ubah sesuai dengan penggunanya. pedang-pedang itu adalah senjata utama kami, pemberi kekuatan dan menuntun kami. "
Lalu ada sesuatu yang menahanya untuk melanjutkan ceritanya, dan ia kembali menatap dalam padaku.
" Masih banyak yang lain, memiliki karakter yang unik. Di lain kesempatan akan kuceritakan kepadamu tentang pedang-pedang itu. Tetapi kau datang kesini bukan karena pedang kan? " ujar Shemmer sambil menatap mataku dalam-dalam.
Hebat dia mengetahui jalan pikiranku. Memang sebenarnya aku ingin menanyakan kota-kota di luar kapernaum.
" Kau mungkin menganggap aku ini gila, terlalu banyak hal aneh tentang diriku yang ingin kau tanyakan bukan? " ujarnya tersenyum.
" Seisi kota ini juga menganggap aku gila. Dan memang, kadang-kadang aku juga setuju dengan mereka katakan, bahwa aku ini sudah gila melakukan semua ini "iapun tertawa terkekeh mengejek diri sendiri.
Akupun sedikit mundur dari dia, menjaga jarak, takut kalau penyakitnya kambuh.
" Tidak sobat, aku berpikir dengan sangat jelas, melihat dengan jelas dan mendengar dengan jelas. Jauh lebih jelas daripada kebanyakan orang. Karena aku mengalami sendiri, melihat dan mendengar apa yang tidak dapat mereka alami. " kata Shemmer.
Mengalami pengalaman yang tidak dialami oleh orang lain? Sepertinya dia benar, karena bagiku melihat pedang yang mengeluarkan tulisan adalah hal yang tidak biasa setiap hari.
" Hampir semua orang gentar bila mendengar masa itu tiba. " ujarnya lirih.
" Saat deru peperangan menghampiri dan hawa kengerian maut terasa begitu pekat. Mereka takut, gelisah dan berharap mereka tidak hidup pada masa itu. Masa mengerikan di mana peperangan yang tiada henti, dahsyat dan akhir dari dunia yang telah diceritakan dari mulut ke mulut, turun temurun, dari generasi ke generasi. " kata Shemmer
" Mengapa mereka gentar dan ketakutan pada masa itu? karena mereka hanyalah orang-orang biasa, yang lari ketakutan bila bahaya perang datang menghampiri. Tapi tidak demikian dengan kami. *Para ksatria*, bila kami mendengar pertempuran itu akan tiba. Sepanjang hidup telah kami habiskan untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan berlatih keras setiap hari untuk menghadapi hari itu. " sambungnya lagi.
" Hari yang telah diceritakan turun temurun oleh nenek moyang kami. Pada setiap generasi, seluruh hidup mereka berjaga-jaga pada hari tersebut. Tapi, hak itu tidak pernah terjadi sepanjang hidup mereka. Hari yang terus dibisikkan diantara keturunan para ksatria. Hari dimana kami akan bertarung bersama-sama dengan Raja yang telah lama dinanti-nantikan. Kami akan melihat kegagahan Raja kami yang duduk diatas kuda putihnya yang perkasa dan memimpin para ksatria dalam pertempuran yang terakhir. "
" Untuk itulah aku Shemmer ada disini, terbakar di tengah panasnya matahari, menggigil di tengah derasnya hujan, tetapi aku berdiri tegap disini, berjaga dan menanti. Ditengah sorot mata para penduduk yang memandang aku tidak waras karena selalu memperingatkan tentang hari terakhir yang mengerikan. Menghakimi kami dan mengatakan kami adalah pembohong karena menceritakan tentang kehebatan sang Raja yang dianggap oleh mereka cuma dongeng belaka. Mereka menolak Karena kebebalan serta kebodohan mereka. " serunya dengan gemas
" Tetapi kami para ksatria akan tetap berdiri menanti dengan penuh kerinduan. Menanti kedatangan sang Raja. Karena hari itu sebentar lagi. "
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!