"Dokter... ayo cepat ke ruang UGD ada pasien yang keracunan"
Seorang dokter muda yang baru saja tiba, langsung berlari menuju ruang UGD, dengan tergesa-gesa ia segera memeriksa kondisi pasien yang semakin lemah.
"Bagaimana hasil pemeriksaan rekam medisnya suster? Apakah ada gejala lain yang mencurigakan?" tanya nya serius.
"Detak jantung tak beraturan Dok, nafas sesak, mulut berbuih, sepertinya pasien sengaja meminum cairan berbahaya"
"Apa? Dia mencoba bunuh diri?" Dokter tampan itu mengernyitkan dahi nya.
"Sepertinya begitu Dok"
Dokter muda dan tampan itu pun langsung menghentikan pengobatan nya. Dia bergegas meninggalkan ruangan UGD dengan raut wajah yang kesal.
"Dokter mau kemana? Pasien belum melewati masa kritisnya"
"Biarkan saja dia" jawabnya angkuh, sambil melirik dia bergumam, "Untuk apa kita menolong orang yang sudah tak ingin hidup lagi, didalam sana ada banyak orang yang berharap untuk tetap hidup demi orang yang disayangi nya, kalau dia tak bisa lagi menghargai hidupnya, maka biarkan saja dia mati"
Pasien yang sekarat itupun terbelalak mendengar omongan sang Dokter.
Dasar *******, dokter macam apa yang membiarkan pasiennya sekarat, ya walaupun ini kesalahanku.
"Tapi Dok, kita akan disalahkan jika terjadi sesuatu dengan pasien, apalagi pas diwaktu Dokter piket" Perawat itu mencoba membujuk si Dokter.
"Hmmm menyusahkan saja, baiklah kalian pompa perutnya sampai dia memuntahkan seluruh isinya, lalu beri dia segelas susu untuk menetralisir racun nya, besok aku akan memeriksa nya kembali"
"Baik Dok"
Elang Putra Segara, seorang Dokter muda yang sangat berbakat, tampan dan kaya raya. Dia putra tunggal dari Bapak Segara, pemilik rumah sakit dan fakultas ternama dikotanya. Ibunya juga seorang Dokter bedah yang paling hebat pada masa mudanya. Elang, begitu sapaannya, sangat dipuja-puja banyak gadis dan tak sedikit pula ibu-ibu yang menginginkan dia menjadi menantunya. Tapi sikap dingin dan angkuhnya sampai saat ini masih belum ada yang bisa meluluhkan nya.
Hari ini adalah hari pertamanya bergabung dirumah sakit milik orangtuanya, dia baru kembali dari luar negeri, setelah meraih gelar dokter nya.
Bener-bener sial, hari pertama kerja langsung ketemu pasien yang menyebalkan. Seberat apasih masalahnya sampai-sampai dia mau mengakhiri hidupnya. Huhhhh... Dengusnya kesal.
"Dokter Dokter... gawat, kondisi pasien kritis"
Teriakkan perawat itu mengejutkan nya, dengan sigap dia langsung bergegas menuju ruangan pasien itu.
Mengandalkan kemampuan dan naluri seorang Dokter, dia langsung berusaha keras menyelamatkan pasien yang sekarat, dia memompa keluar seluruh isi perut pasien.
"Hoooeeeeekkkk"
Muntahan terakhir itu menyembur deras membasahi kemeja dan jas putih yang dikenakan nya, dia mendengus marah, tapi langsung tersadar kalau itu sudah menjadi tugasnya.
"Kalian lanjutkan dulu, saya mau membersihkan diri"
Elang membuka pintu dan bergegas keluar untuk membersihkan tubuhnya yang penuh dengan muntahan.
Gadis sialan, beraninya dia dengan sengaja menyemburkan muntahan terakhir nya kepada ku, orang yang telah menyelamatkan nya, aku akan membuat perhitungan denganmu.
"Dokter, bagaimana kondisi anak saya Dokter, tolong selamatkan dia" Tiba-tiba seorang wanita paruh baya meraih lengannya sambil setengah berlutut.
Elang memapah tubuh si Ibu, lalu membawanya masuk ke ruangannya. Dia menenangkan si ibu dengan lembut.
"Ibu tenang aja, anak ibu akan selamat, dia sudah melewati masa kritis"
"Terimakasih Dokter, terimakasih" ucap si ibu sambil memeluk si Dokter tampan. Elang berusaha melepaskan pelukan si ibu, dia tampak kewalahan.
"Ibu... ibu tenang dulu, pakaian saya kotor Bu, biar saya membersihkan diri dulu"
Si ibu yang tersadar langsung merenggangkan pelukannya, dia mengusap air matanya sambil tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih.
Setelah si ibu pergi, Elang pun bergegas mengambil kunci mobilnya dan langsung menuju parkiran, tancap gas pulang ke rumah nya untuk membersihkan diri.
Sesampainya di gerbang depan rumahnya, dia menekan klakson kuat-kuat agar pak satpam segera membukakan pintu. Pak Kirman, tukang kebun sekaligus satpam di rumahnya pun berlari tergopoh-gopoh membukakan gerbang.
Siapa yang berani membuat Den Elang marah, apakah dia seorang manusia? Sungguh sial dirimu kalau sampai membuat Aden yang hebat ini marah.
Elang turun dari mobil dan membanting pintunya, raut wajahnya yang kesal benar-benar menakutkan. Pak Kirman yang berada tak jauh dari situ terlonjak kaget dan hanya bisa mengusap dada.
"Pak Kirman bersihkan mobil saya segera, jangan sampai tersisa satu kuman pun di dalamnya" perintahnya ketus.
Pak Kirman tertegun. Jangan sampai menyisakan satu kuman pun, bagaimana caranya Aden, saya cuma seorang tukang kebun bukan ahli kebersihan. Tapi saya iya kan dulu aja dah, biar selamat.
"Baik Den" jawabnya lembut.
Setengah berlari Elang memasuki rumah, dengan langkah panjang dia menaiki anak tangga menuju kamar tidurnya dilantai dua.
Dia langsung membuang pakaian nya yang sudah ternoda, lalu membasahi tubuhnya dengan air, menggosok seluruh permukaan kulitnya dengan cairan anti bacteria lalu membilasnya hingga berkali-kali. Dia benar-benar merasa jijik.
Dasar brengsek, awas aja kamu. Pasti bakal aku balas.
Berkali-kali Elang mengepalkan tinjunya. Amarahnya benar-benar meluap, bisa-bisa nya seorang gadis kecil mempermainkan aku.
Setelah membersihkan diri, dia pun merebahkan tubuhnya di kasur, perlahan-lahan perasaan nya pun mulai tenang, kemarahan yang membuncah pun mulai meredup. Dia hampir terlelap ketika suara ponselnya berdering kencang.
"Halo..."
"Dokter gawat, dokter cepat datang kemari!"
"Hei, ceritakan apa masalah nya, berani sekali kau memerintahku!"
"Ah, maaf Dokter... Tapi ini keadaan darurat sebaiknya Dokter segera datang ke rumah sakit, atau reputasi Dokter akan menjadi taruhannya"
"Baiklah, tunggu aku"
Elang memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Masalah apa sampai begitu beraninya mereka mengganggu istirahat ku, awas saja kalau sampai aku dipermainkan!!!
"Dokter, cepatlah naik ke lantai tiga. Pasien Dokter mau mencoba bunuh diri lagi"
"Apa?! Kalian memanggil ku hanya karena seseorang yang sudah tak ingin hidup? Apa perkataan ku pagi tadi kurang jelas?! Biarkan kalau dia ingin mati, kita hanya perlu menolong orang yang masih ingin hidup!"
"Dokter, tolong selamatkan anak saya, dia putri saya satu-satunya, kalau dokter tak ingin menyelamatkan hidupnya anggap saja dokter sedang menyelamatkan hidup saya" seorang ibu tiba-tiba bersujud sambil menangis dikakinya.
"Baiklah, ibu bangunlah dulu, saya akan membawa anak ibu hidup-hidup. Kalian bawa ibu ini ke ruangan saya!"
"Baik Dok"
Elang berlari menuju lift, dan bergerak cepat menuju lantai tiga. Dia melihat seorang gadis dalam kondisi lemah sedang berdiri di sudut atap. Perlahan Elang berjalan mendekati nya.
"Hei kau, dengarkan aku. Aku tak akan menghalangimu untuk mati, tapi bisakah kau tidak mati dirumah sakit ini? Aku bisa membawamu ke gedung yang lebih tinggi, atau kau ingin melompat ke jurang? Aku akan membawamu ke sana"
Gadis itu menoleh, tatapan nya kosong tapi air mata tak henti-hentinya mengalir deras dikedua pipinya.
"Benarkah? Apakah aku akan langsung mati jika aku melompat ke jurang?"
Ah si bodoh ini, bagaimana aku tau kau akan mati atau tidak, aku bukan malaikat maut. Tapi kenapa dia ingin sekali mengakhiri hidupnya?
"Yaaa pasti kau akan langsung mati jika kau melompat ke jurang yang dalam dan terjal. Kau mau aku membawamu ke sana?"
"Baiklah, aku ikut denganmu. Bawa aku ke sana"
Heh, apakah otaknya bermasalah. Aku ingin membawanya ke jurang dan dia dengan. senang hati menerima tawaranku?
"Hei wanita, turunlah ke sini, aku akan membawamu ke jurang yang terjal. Ayo menurutlah gadis manis"
Oh, astaga Elang benarkah kalimat itu terucap dari mulutmu, kenapa bisa begitu manis. Apakah kau menambahkan sesendok gula dalam kata-katamu? Atau kau sudah menjadi pria gentle yang menyelamatkan seorang putri?
"Baiklah aku akan turun, tapi kau harus janji kalau kau akan membawaku ke sana dan kau harus menepati nya. Kalau tidak, aku akan mencekikmu hingga mati"
Ah, wanita gila ini. Beraninya dia tawar menawar denganku. Aku masih belum membuat perhitungan dengan muntahanmu tadi, sekarang kau berani mengancamku. Kalau bukan di rumah sakit keluargaku, pasti aku sudah mendorongmu. Benar-benar wanita menyebalkan.
"Tentu saja, aku pasti menepati janjiku. Anak baik ayo turun, aku akan membawamu"
Elang mengulurkan tangannya mencoba meraih tangan wanita muda yang lemah itu. Akhirnya wanita itu berhasil diselamatkan.
Syukurlah dia masih bisa dibujuk, hampir saja... hampir saja. Tubuh selemah inipun masih berani bertingkah yang berbahaya.
"Hei lepaskan tanganmu, kau... kau mengambil kesempatan. Dasar lelaki brengsek!"
Apa?! Dia berani memakiku. Kurang ajar, akan dibuat kau menyesal wanita bodoh.
"Puput, anakku... syukurlah kau baik-baik saja nak, ibu takut sekali sayang"
"Ibu berhenti! Jangan mendekat! Puput gak mau ketemu ibu, Puput mau mati!"
"Put, sadar nak. Jangan bicara seperti itu. Ibu minta maaf sayang, ibu tidak akan memaksamu lagi"
"Puput benci ibu, Puput mau pergi!"
"Putih!!! Maafkan ibu nak.... Dokter tolong bantu saya, tolong selamatkan anak saya"
"Ibu, ibu tenang dulu, saya akan menolong ibu. Ibu beristirahatlah dulu, masalah anak ibu biar saya yang urus"
"Terimakasih Dokter"
Wanita sialan ini, ada apa dengannya sampai dia begitu membenci ibunya. Ahhh kenapa juga aku harus terlibat dalam masalah ini.
"Hei kau... Bukankah kau sudah berjanji akan membawaku pergi"
Sebuah suara mengejutkan lamunannya. Dia mendongak menatap wajah pucat dan lemah itu, ada kebencian yang begitu besar tersirat dimatanya.
"Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu. Sebaiknya kau jangan menyesali keputusan mu"
Dengan ekor matanya Elang melihat segaris senyum disudut bibir wanita itu. Senyumnya sangat menyedihkan, senyum kecewa dan putus asa.
Elang membawa gadis itu pergi meninggalkan rumah sakit. Ia memacu kendaraan nya keluar dari ramainya pusat kota, memasuki daerah sunyi. Hawa dingin menyelimuti perjalanan mereka, tanpa sepatah kata, hanya suara mesin mobil yang terdengar. Elang membawa gadis itu ke pinggir tebing yang berada di sekitar pantai.
Perlahan ia memarkirkan mobilnya dibawah sebatang pohon yang cukup rindang.
"Kau turunlah, aku sudah mengabulkan keinginan mu!" ujarnya sinis.
Gadis itu menoleh, lalu membuka pintu mobil dan melangkah turun menuju pinggiran tebing.
"Kenapa kau membawaku ke pantai? Bukankah kau akan mengantarkan aku bunuh diri ke jurang?"
Elang terkekeh, "Hei nona kau lihatlah ke bawah, ombak yang besar itu pasti akan langsung menyeretmu saat kau terjun ke bawah, dan kau akan langsung lenyap"
"Kau yakin aku akan mati setelah aku lompat? Kau tidak akan menyelamatkan ku kan?"
"Sebenarnya kau ingin mati atau tidak sih, apa kau perlu aku membantu untuk mendorong mu?"
"Ah tak perlu, aku hanya meyakinkan saja kalau kau tidak akan menolong ku"
"Aku seorang dokter, tugasku hanya menyelamatkan orang yang masih ingin hidup. Kau tenang saja, aku tak akan beranjak dari tempatku saat kau lompat nanti"
"Baiklah, aku sudah siap. Dokter, terimakasih sudah membawaku ke sini, aku pasti akan membalas budimu"
"Kau wanita bodoh, jika kau mati bagaimana kau akan membalas budi kepadaku?" ujarnya sambil menepuk jidat gadis itu.
Gadis itu meringis menahan sakit, dan berusaha keras menahan tubuhnya agar tak terjatuh karena terkejut.
Wanita ini, aku hanya menyentuh kepalanya pelan dan dia sudah hampir terjatuh.
"Ah kau benar Dokter, lalu katakanlah sekarang agar aku bisa membalasnya"
"Apakah masih ada gunanya jika aku mengatakan nya padamu gadis bodoh. Ketika aku selesai mengatakan nya lalu kau akan melompat setelah mendengarnya dan mati terbawa arus. Apa yang bisa kau lakukan setelah nya?"
"Hmm kenapa aku bodoh sekali, maafkan aku Dokter, aku tak bisa membalas kebaikan mu"
Aaahhhh wanita ini benar-benar membuat aku gila. Mengantarkan dia untuk bunuh diri malah dianggap berbuat baik, otaknya masih berfungsikah?
"Kau ingin membalas kebaikan ku kan?"
Gadis itu mengangguk pelan.
"Kemarilah dan ceritakan padaku apa masalah yang kau hadapi"
"Aku... aku..." gadis itu menggigit bibirnya, dan perlahan air matanya pun mengalir.
Eh, apa aku salah bicara? Kenapa dia malah menangis. Aku hanya ingin tau masalahnya. Kenapa jadi begini? Apakah wanita itu memang makhluk yang ribet dan menyebalkan?
"Kau berhentilah menangis, jika kau tak ingin menceritakan nya padaku tak apa-apa. Baiklah aku akan meninggalkan mu disini. Masih banyak pasien yang harus aku tangani"
Dokter ini, benar-benar akan membiarkan ku mati kah? Lalu takkan ada yang menemukan mayatku nantinya.
"Aku tak menghalangi mu untuk mati, aku hanya menyampaikan permintaan ibumu, dia ingin agar aku membawamu pulang dalam keadaan hidup, bukan membawa jasadmu apalagi hanya namamu"
Gadis ini, semoga saja dia sadar setelah aku menyebutkan ibunya. Walaupun hubungan mereka sedang tidak baik, semoga dia masih mempertimbangkan perasaan ibunya.
"Aku pergi dulu"
Sial, dia bahkan tak bergeming saat aku mengungkit tentang ibunya. Sebenci itukah dia pada orang yang telah melahirkan nya?
"Dokter, tunggu!"
Ahhh syukurlah, dia memanggilku. Akhirnya dia sadar juga. Aku lega... lega sekali.
"Ehmm, iya... apa kau menyesal akhirnya?"
Dia menggeleng pelan. "Aku mohon jagalah ibuku, sampaikan maafku padanya"
"A-apa?! Kau.. kau masih ingin mati?!"
Wanita ini merepotkan ku saja. Beraninya dia mati di hadapanku. Kau lihat saja bagaimana aku akan menghukum mu.
Elang berusaha mengejar gadis itu, dan dengan sekuat tenaga dia menarik tubuh wanita itu yang sudah berdiri dibibir tebing. Mereka jatuh di atas tanah yang keras.
"Kau wanita bodoh! Seberat apapun masalahmu kau harus menghadapi dan menyelesaikan nya, apakah kau pikir mati itu akan menghilangkan semua masalahmu, apa kau bisa mati dengan tenang sementara ibumu selalu meratapi kepergian mu?!"
"Aku... aku.. aku minta maaf dokter"
Air mata pun kembali mengalir dikedua pipinya. Dia menangis sesenggukan. Elang membiarkan gadis itu menangis hingga puas.
"Kau sudahi lah air matamu itu, hari sudah sore, sebaiknya kita pulang. Nanti kau bisa melanjutkan tangismu itu"
"Baiklah, tapi kau jangan mentertawakan ku dokter"
"Kenapa aku harus menertawai mu? Apa kau seorang pelawak?"
"Karena aku tak jadi bunuh diri" jawabnya sambil tertunduk malu.
Gadis bodoh ini, bisa-bisanya dia berpikir aku akan menertawainya, sementara aku sudah khawatir setengah mati. Kau tunggu saja hukumanmu nanti. Dasar kau gadis bodoh!
Selama diperjalanan Elang selalu mencuri pandang dengan ekor matanya. Dia masih khawatir gadis itu akan mencoba bunuh diri dengan melompat dari mobilnya. Tapi, kenapa gadis ini diam saja, apakah dia mati karena kebanyakan menangis? Gawat kalau sampai dia mati didalam mobilku, aku bakal sial.
Dengan memberanikan diri Elang mencoba menyentuh pipi gadis itu, di usapnya perlahan. Astaga pipi nya dingin sekali, apakah dia benar-benar sudah mati?
"Hei kau bangunlah! Jangan menakutiku! Kau tak boleh mati tanpa ijinku, apalagi dimobilku!"
Masih diam, aneh sekali. Aku harus memastikan nya. Elang menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia memeriksa denyut nadi gadis itu.
Denyut nadinya lemah, tapi dia masih bernafas. Syukurlah dia masih hidup. Tapi tubuhnya dingin sekali, apakah terjadi sesuatu padanya. Ah aku harus mematikan AC nya, oh ya aku juga akan menyelimuti nya dengan jaket ku.
Gadis itu melenguh pelan, tubuhnya benar-benar lemah. Dia menarik tangan Elang yang sedang menyelimuti nya. Lalu menggumam, "Ibu kenapa ibu begitu kejam kepadaku"
*Wanita ini, apa sebenarnya yang terjadi padamu. Kenapa kau sampai menderita begini?
Ah Elang sadarlah, itu bukan urusanmu. Sejak kapan kau begitu peduli pada masalah yang tak berkaitan denganmu.
Aku harus segera membawanya ke rumah sakit, tubuhnya dehidrasi, bisa gawat kalau aku sampai terlambat*.
Elang memacu kendaraan nya dengan kecepatan tinggi. Berharap tak terlambat untuk menyelamatkan gadis itu. Begitu tiba di rumah sakit, ia langsung menggendong tubuh gadis itu dan membawanya masuk ke rumah sakit. Dan hal itu tentu saja mengejutkan para staf dan dokter di sana.
"Apakah benar pria yang menggendong wanita itu adalah Dokter Elang? Dokter tampan yang sangat dingin dan angkuh?"
"Hei kau lihat, dokter kesayangan mu sedang menggendong wanita lain?"
"Apakah mataku sudah rusak, sehingga aku melihat sesuatu yang tak mungkin kulihat?"
Berbagai bisikan terdengar samar ditelinga nya, membuat emosinya meledak.
"Apakah kalian masih ingin bekerja di rumah sakit ini?! Segera beri pertolongan kepada wanita ini, dia dehidrasi!"
"Ah baik dokter, maafkan kami"
Dengan sigap para perawat pun langsung membawa gadis itu menuju ruang perawatan. Mereka memeriksa kondisi pasien dengan teliti, jangan sampai ada kesalahan. Apalagi pasien ini adalah orang dekat Dokter Elang, bisa gawat kalau sampai terjadi sesuatu padanya.
"Apakah wanita ini teman dokter Elang? Kenapa dokter secuek itu bisa begitu khawatir dengan pasien ini?"
"Hush sebaiknya kau berhenti bicara, atau dokter Elang akan memindahkan mu bertugas di ruang jenazah"
Elang masih sibuk menuliskan resep untuk gadis itu, dia tak menghiraukan ocehan para perawat yang bergosip tentangnya.
Ah ibu wanita itu, ada dimana dia? Kenapa aku tak melihatnya, apakah dia sudah tidak khawatir lagi?
"Suster Lani, apakah kau melihat ibu pasien itu? Dimana dia?"
"Oh ibu Ana, beliau ada di mushalla dokter"
"Terimakasih"
Apakah dokter Elang mengucapkan terimakasih padaku? Apa aku salah dengar? Ini pertama kalinya dia bersikap ramah.
Setengah berlari Elang menuju mushalla, berharap dia bisa segera bertemu dengan ibu wanita itu.
Ternyata ibu itu masih disini. Tunggu, seperti nya dia menangis. Ya, dia sedang berdoa dan menangisi anaknya.
Perlahan-lahan Elang mendekati ibu Ana. Dengan lembut dia menyentuh pundak wanita paruh baya itu.
"Ibu, anak ibu baik-baik saja. Ibu tidak usah khawatir"
"Alhamdulillah, terimakasih Dokter... terimakasih, ibu tidak tau harus berbuat apa untuk membalas nya"
Elang meraih wanita itu dan memeluknya. Ada kedamaian yang tak pernah ia rasakan sejak lama. Inikah rasanya memeluk seorang ibu? Inikah rasanya mencintai seorang ibu?
"Ibu, sekarang ibu jenguk dia ya, biar saya antar ke ruangan nya"
Wanita itu hanya mengangguk. Elang memapah wanita itu menuju ruangan tempat anaknya di rawat.
"Ibu anak ibu sedang dirawat didalam. Ibu masuk sendiri ya, saya mau pulang dulu"
"Baik dokter, sekali lagi terimakasih"
Elang berlalu meninggalkan koridor rumah sakit. Ada perasaan hangat di hatinya saat ia bertemu dengan ibu dari gadis itu.
Aku begitu nyaman saat bertemu ibunya, tapi aku begitu marah hanya dengan mengingat gadis itu. Kau tunggu saja besok saat kau terbangun, aku akan buat perhitungan dengan mu.
*****
Malam telah larut, suasana begitu hening. Semua penghuni rumah sudah tidur. Tapi Elang masih belum bisa memicingkan mata. Dia begitu gelisah. Balik kiri balik kanan, jalan sana jalan sini, duduk berdiri lagi. Entah apa yang menggangu pikirannya.
*Apa yang terjadi padaku, kenapa aku seperti ini? Aku bahkan membujuk orang lain agar tidak bunuh diri, aku menggendong nya, padahal aku begitu tidak suka jika tubuhku disentuh orang lain. Ah, aku bisa gila karena hal ini. Sebaiknya aku bercerita kepada orang lain, mungkin aku bisa sedikit tenang.
Tapi siapa orang yang akan aku ajak cerita. Ah aku tau, aku harus menelepon Tomi, ya Tomi pasti bisa memberi solusi*.
Elang mengambil handphonenya, dengan semangat dia mencari nomor kontak Tomi, lalu menekan tombol panggilan tanpa ragu.
Tut...Tut...Tut..
Kenapa gak diangkat sih, bikin emosi nih anak. Aku telepon terus aja sampai dia menjawab panggilan ku.
Tut... Tut... Tut...
"Halo... Elang, apa terjadi sesuatu padamu? Kau butuh bantuanku segera?"
"Ah Tomi kenapa kau baru menjawab telepon ku? Beraninya kau mengabaikan ku?!"
"Maaf, aku tertidur dan baru mendengar teleponku berdering. Apa ada sesuatu yang serius terjadi padamu? Kau butuh aku untuk mengobati mu?"
"Hmmm tidak tidak, aku membutuhkan mu tapi kau tak perlu datang ke rumahku"
"Katakan apa yang bisa kubantu kawan?"
"Kau harus diam dan cukup mendengar kan ceritaku saja. Aku tidak bisa tidur, aku ingin bercerita pada mu"
"Astaga Elaaanggg!!! Dasar brengsek! Kau tau sekarang jam berapa? Jam 2 pagi, dan kau mengganggu tidurku hanya ingin aku mendengar kan cerita mu?!"
"Iya, aku ingin kau mendengar ceritaku. Apa ada yang salah?"
"Salah kepalamu! Kau mengganggu istirahat ku yang berharga, apa kau tau aku baru selesai operasi jam 12 malam tadi, dan kau menelepon ku hanya karena kau tak bisa tidur, kau... kau... keterlaluan Lang!!!"
"Tomi, beraninya kau memakiku! Bocah brengsek!"
"Ya aku memaki mu! Kau bocah brengsek yang tak tau aturan! Kau bocah brengsek yang menyebalkan! Aku matikan telepon. AKU MAU TIDUR!!!"
Klik...
"Aaahhhh Tomi ********, beraninya kau mematikan telepon ku! Aku ingin bercerita padamu tapi kau malah memaki ku. Awas kau, aku akan membantai mu!"
Brengsek, pikiranku semakin kacau. Aku benar-benar gak bisa tidur. Sebaiknya aku keluar menghirup udara segar, mungkin aja bisa mengurangi sesak.
Elang keluar dari kamar nya. Terus berjalan tanpa tujuan, akhirnya ia berhenti di pos satpam depan rumahnya. Pak Kirman yang menyadari kehadiran majikan nya merasa gugup.
Apakah terjadi sesuatu? Kenapa Den Elang datang ke pos sendiri?
Dengan memberanikan diri Pak Kirman menyapa majikan nya.
"Kok belum tidur Den?"
"Pak Kirman kebetulan ada bapak disini, boleh saya temani bapak malam ini?"
"Oh eh... anu boleh Den, boleh..." Pak Kirman gelagapan.
"Saya gak bisa tidur pak, dada saya sesak, pikiran saya pun tak karuan"
"Ehmm mungkin karena Aden belum terbiasa sama suasana di sini"
Aduh aku bingung harus jawab apa, jangan sampai salah jawab dan jadi masalah. Aden kenapa harus keluar sih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!