NovelToon NovelToon

Gadis Kesayangan CEO

Sebuah Beban

Pria muda dan pria yang telah lanjut usia dengan rambut memutih menatap kepergian keluarga kecil yang baru saja berkunjung ke kediaman mereka.

William nampak berseri - seri melihat kebahagiaan keluarga kecil dari cucu pertamanya yaitu Natasha yang kini sudah menikah dan memiliki keluarga kecil, kebahagiaan mereka semakin lengkap dengan kehadiran Olivia sang putri kecil yang melengkapi.

"Bye bye kakek iyam.. bye bye uncle Dean" kedua tangan mungil itu melambai - lambaikan kepada kakek buyutnya dan pamannya yang berdiri mengantar kepulangan mereka di halama rumah.

"Ya .. hati - hati oliv ha ha. Cicitku sangat lucu" ucap William menatap Olivia yang berpamitan.

Mereka menaiki mobil diantar supir menuju bandara, mereka akan kembali ke kediaman mereka di Paris. Empat hari dirasa masih belum cukup untuk cicitnya itu tinggal bersama kakek buyutnya yang sangat menyayanginya. Bagaimana lagi, pekerjaan sang ibu dan ayahnya yang terbilang padat mengharuskannya memiliki waktu sebentar untuk berlibur.

"Huh, apa kamu tidak menginginkan seperti kakakmu?" Tanya William tanpa menatap pria muda disampingnya.

"Aku tahu arah pembicaraan ini. Sudahlah kek" ucap Dean yang terlihat bosan akan sindiran halus dari kakeknya yang mendesak untuk segera menikah. Dean berbalik dan melenggang masuk ke dalam rumah.

"Kakek akan mencarikan calon istri untukmu" penuturan Willian seketika membuat langkah Dean mengendur dan terhenti.

"Terserah kakek saja" ucapnya yang tidak memerdulikan itu dan menganggap hanya sekedar gurauan saja. Dia melanjutkan melangkahkan kakinya ke dalam rumah dan memilih meninggalkan kakeknya yang masih berada di teras halaman rumah.

***

"Bagaimana rencana kepindahan pekerjaan kamu Grace ?" Tanya Benny sang ayah yang duduk bersantai didampingi oleh istri disampingnya.

Grace anak pertamanya yang sedang ikut duduk bersantai menanggapi pertanyaan dari sang ayah. "Aku sudah mengajukan permintaan pemindahan. Masih belum ada konfirmasi lebih lanjut pah" jawabnya menatap sang ayahnya yang lalu diberikan respon anggukan.

"Ke rumah sakit mana ? Kamu tidak memilih ke luar negeri kan?" Khawatirnya, karena sedewasa apapun anak - anaknya. Dia tidak ingin berhubungan jarak jauh dengan kedua putrinya.

"Tidak papa tenang saja, masih di London. Bahkan lebih dekat. Aku meminta ke Gr.Hospital" ucapnya dengan senyum tipisnya.

"Gr.Hospital ? Bukankah itu milik tuan William ? Ya ya .. lebih dekat lebih bagus. Papa setuju" ucap Benny menyetujui rencana yang diajukan oleh Natasha putri sulungnya.

"Hmm.. iya pah" jawabnya lagi menanggapi.

Berbeda dengan kakaknya yang memiliki karir bagus, bisa dikatakan juga memiliki kecerdasan di bidang akademik dengan dibuktikan nilai kuliahnya yang memukau dan menjadi manager hospital di usianya yang terbilang muda.

Naomi yang mencuri - curi lirikan pada ayah dan kakaknya yang sedang serius dalam pembicaraan. Dia selalu merasa insecure karena berada diantara keluarga yang memiliki karir yang bagus.

Benny ayahnya seorang Chief Financial Officer (CFO) yang  bertanggung jawab atas keuangan di perusahaan ternama yang mengelola di bidang barang elektronik digital, kakaknya yang menjadi manager di Rumah Sakit dan ibunya yang menjadi seorang dosen di sebuah universitas swasta.

Entahlah, dia kadang berfikir kenapa dia tidak menurunkan gen kecerdasan akademik yang bagus seperti yang lainnya. Dia memilih kuliah dengan jurusan seni desain grafis. Untungnya kedua orang tuanya tidak pernah ikut campur akan pilihannya dan menghargai. Walau nyatanya sampai sekarang kuliah tingkat akhir, dia masih belum menemukam prospek kerja yang pas untuknya nanti.

"Bagaimana dengan tugas akhirnya Naomi"? Pertanyaan tiba - tiba sang ayah menggoyahkan lamunannya.

"Ah.. itu ya. Sudah hampir selesai pah. Hanya merevisi sedikit" ucap Naomi dengan gelagapan karena pertanyaan yang mendadak.

"Baguslah. Kerjakan tugasmu dengan baik. Kita akan segera menghadiri wisudamu nak" ucap Benny memberikan apresiasi dan acungan jempolnya. Begitu juga dengan ibu dan kakaknya yang terbilang supportive dan memberikan senyumannya.

***

"Aghhhh... salah lagi salah lagi. Kenapa fitur garisnya sulit menyatu. Aku bisa - bisa mendapat masalah mengulang lagi" keluh Naomi di meja belajarnya dengan mengacak - acak rambutnya.

Dia sedang berusaha menyicil tugas akhirnya dengan membuat desain perencanaan gedung hotel dan dengan fitur di dalamnya. Tidak mudah harus menggunakan berbagai ketekunan. Apalagi menghitung skala perbandingan yang seringkali salah.

"Hufttt.. aku bisa - bisa gila lama - lama menghadap layar laptop seperti ini" keluhnya lagi, kini kacamata yang sedari tadi bertengger di sepasang matanya dia letakkan begitu saja di meja belajar.

Gadis itu memilih mengambil ponselnya dengan niat bermain - main sebentar, keasyikannya membuat waktu yang terus bergulir begitu cepat.

"Wah sudah jam sembilan malam. Aku sudah satu jam hanya mengscroll aplikasi ini" ucapnya yang baru menyadari.

Notif pesan masuk membuat Naomi tersenyum, teman - temannya memang selalu mengerti situasinya yang sedang dibuat pusing akan runtutan tugas.

"Naomi kamu ingin bermain? Aku memiliki lelaki tampan untukmu. Dia baru kuliah semester satu" bibir Naomi berseri - seri membaca pesan teks yang dikirimkan oleh temannya.

"Dia pasti sangat imut dan lugu. Di bar yang sama ?" Balasnya dengan penuh semangat.

"Ya.. aku akan mengajaknya kesana. Kami menunggumu Naomi" balas Jeanne temannya yang selalu memberikan update terbaru dari kenalan - kenalan mudanya.

Naomi beranjak dari kursinya dan meregangkan otot - otot sendi dan bahunya. Sudah cukup fikirnya hampir tiga jam tadi dia berusaha bergelut menyicil tugasnya walau belum rampung sepenuhnya.

Gadis muda itu berlari menuju ruang wardrobenya dengan langkah yang energic. Dia memakai pakaian yang cukup terbuka dengan croptop berwarna hitam dan rok mini di atas lutut. Dia tidak akan berani menggunakan itu di depan keluarganya. Tentunya dia menutupi dengan menggunakan jacket dan juga rok panjang berbahan kain yang menutupi outfit sebenarnya.

Naomi menuruni tangga dengan persiapan dirinya untuk mengarang bebas. Dia melihat kedua orang tuanya yang sedang berada di meja dapur dan sepertinya sedang berbincang santai.

"Naomi ? Mau ke rumah Jeanne lagi?" Tanya Lucy sang ibu yang melihat anak bungsunya menuruni tangga. Dengan setelah yang dia gunakan ditambah tas bahu besar mambuat kedua orang tuanya mempercayai jika putrinya akan mengerjakan tugas di rumah temannya.

"Iya .. aku akan meminta bantuan Jeanne untuk tugasku. Mungkin akan menginap juga dirumahnya mah, pah. Tidak apa kan?" Tanya Naomi memastikan jawaban yang dia tunggu - tunggu.

"Tentu saja, biar nanti supir yang mengantarkan. Jangan lupa mampir dulu membeli cemilan untuk disana" ucap Lucy memberikan izinnya. Begitu juga dengan Benny yang memberikan senyum dan anggukannya.

"Iya mah ,pah terima kasih" ucap Naomi yang berpamitan dan mengecup kedua pipi ayah dan ibunya.

***

"Rapatnya sudah selesai tuan CEO"? Sindir Max pada temannya yang baru saja datang. Wajah kusut dan lelahnya menggambarkan dengan jelas keadannya sekarang.

"Hmm.. sloe gin" ucapnya memberikan arahan pada waiters yang datang.

"Wah.. sepertinya kau begitu lelah, langsung memesan" ucap Max menepuk - nepuk bahunya.

Sloe gin adalah minuman keras berbahan dasar gin dan buah sloe yang berwarna ungu tua. Sloe gin memiliki rasa manis, beraroma buah, dan berwarna merah muda. Kandungan alkoholnya terbilang tinggi sekitar 25%.

Kenakalan Anak Muda

"Welcomee .. kamu berhasil lagi?" Tanya Jeanne menyambut kedatangan Naomi di depan pintu masuk bar.

Naomi tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya, bagaimana dia tidak berhasil, nyatanya penampilannya saat berangkat sangat meyakinkan. Ditambah dia memang sampai diantarkan ke rumah Jeanne, hanya saja untuk berganti costum.

"Ya kau tahu aku handal dalam hal itu" tutur Naomi dengan diakhiri kikikan tawa yang menyertai.

"Rumah mu benar - benar sepi, aku hanya bertemu pekerja di rumah saja" tuturnya lagi seraya berjalan beriringan masuk ke dalam bar.

"Ya kan sudah aku bilang semua man. Mereka pergi ke luar kota untuk pekerjaan sampai beberapa hari kedepan." Jawab Jeanne memberikan informasi yang lebih lanjut akan kedua orang tuanya.

"Hmm pantas kau sangat bersemangat sudah ada disini dari tadi" sindirnya dengan kerlingan matanya yang menajam. Jeanne yang mendengarkan penuturan dari Naomi hanya bisa tertawa dan mengakui akan hal itu.

***

Max melihat temannya yang meminum minumannya di gelas itu dengan pandangan kosong dan juga wajahnya yang terlihat ditekuk.

Bukan hanya sekali atau dua kali Max melihat Dean dengan wajah seperti ini, apalagi saat dia menawarkaj minum terlebih dahulu sudah dipastikan ada beban yang dia pikul.

"Apa tuan William mendesakmu lagi?" Tebak Max dengan menatap sekilas Dean yang duduk di sampingnya. Pandangannya beralih ke arah depan dimana banyak pengunjung yang berlalau lalang. Begitu juga dengan mereka yang bermesraan di depan umum.

Dean yang mendengar tebakan itu hanya menyunggingkan senyumnya dan kembali meneguk minumannya.

"Melihat responmu yang seperti itu sepertinya dugaanku benar. Kakekmu memintamu untuk segera menikah kembali" tutur Max dengan menertawakan Dean.

"Aku sangat bosan mendengar kakek membicarakan itu" sahutnya dengan datar dan sudah jengah.

"Hei wajar saja, usiamu sudah hampir mau tiga puluh tahun. Aku sudah berbaik hati mencarikanmu pasangan.yang cocok tapi kau selalu berkahir dengan kalimat yang sama" tutur Max yang mengehela nafasnya. Sebagai teman dekatnya semasa kuliah sampai sekarang, tak kurang - kurangnya dia mengenalkan beberapa wanita kenalannya yang dia anggap cocok untuk Dean. Pada nyatanya Dean selalu mengatakan "tidak cocok, aku tidak bisa melanjutkannya"

Entah wanita seperti apa yang diincar temannya ini, Max sudah mengenalkannya pada temannya semasa mereka kuliah yang merupakan mahasiwi berprestasi, awalnya berhasil, mereka menjalin hubungan namun hanya sampai dua bulan saja lalu putus.

Setelah itu dia mengenalkan kepada seorang wanita yang berprofesi pengacara, dosen dan terakhir dia mengenalkan pada seorang dokter muda yang dia kira akan berhasil karena mengira profesi mereka berdekatan antara dokter dan presdir Rumah Sakit, setidaknya ada celah dalam topik pembahasan. Nyatanya tidak, Dean dengan entengnya mengatakan jika mereka tidak cocok untuk menjalin hubungan sebagai pasangan.

"Aku tidak bisa memaksakan hubungan jika memang tidak cocok Max" tutur Dean santai. Dia mengatakan sejujurnya akan apa yang dia alami tentang perasaannya yang belum tertarik dengan wanita - wanita yang diperkenalkan oleh Max.

"Katakan seperti apa tipemu Dean? Aku akan membantu mencarinya." Pinta Max yang berbaik hati memberikan solusi.

"Aku tidak tahu, tipeku dia yang akan membuatku tertarik saat pertama kali bertemu. Aku tidak bisa mendeskripsikan" ucapnya lagi seraya menuangkan kembali minumannya ke dalam gelas yang dia pegang.

***

"Fred, kamu memang tampan" ucap Naomi memegang kedua pipi Fred, lelaki muda yang baru saja diperkenalkan oleh Jeanne padanya.

"Kamu juga sangat cantik Naomi" ucapnya dengan pandangan mata antar keduanya yang tidak putus.

"Berapa usiamu"? Tanya Naomi untuk memastikan pada dirinya sendiri. " dua puluh" jawabnya singat, telunjuknya menuju ke arah bibir Naomi.

"Tiga tahun lebih muda dariku. Aku menyukai pria - pria muda" ucap Naomi dengan senyumannya yang penuh arti.

"Aku ingin menciummu" bisik Fred yang diberi anggukan oleh Naomi. Gadis itu duduk di pangkuan Fred, mengalungkan kedua tangannya di leher. Mereka berbagi ciuman yang intens.

Tangan fred mengusap usap paha Naomi dengan lembut, membuat gadis itu terkejut. Dia perlahan menangkap gerakan gerakan tangan Fred untuk berhenti.

Ciuman mereka terlepas, senyum antara keduanya memiliki arti kepuasan. "Aku ingin minum, bisakah kamu tuangkam untukki minuman itu Fred" ucap Naomi dengan mengerucutkan bibirnya dan menunjuk ke arah meja di hadapan mereka.

"Tentu saja cantik" jawab Fred yang berakhir memberikan kecupan singkat. Naomi berpindah duduk turun dari pangkuannya. Dia melihat gerak gerik Fred yang menyiapkan minuman untuknnya.

"Setidaknya aku tidak bisa diperalat lagi" gumam Naomi dalam hati. Pengkhianatan di masa lalu membuatnya mengalami trauma untuk menjalani hubungan dengan pria yang lebih tua darinya.

"Cukup ?" Tanya Fred mengangkat gelas yang sudah dia tuangi minuman, memastikan pada Naomi yang ada dibelakangnya.

"Ya honey, cukup. Sini" ucap Naomi mengarahkan tangannya untuk mengundang lelaki muda itu mendekat kembali ke arahnya.

***

"Lihatlah, kau kalah dengan mereka yang lebih muda." Tutur Max menyenggol bahu lengan Dean, mengarahkan pandangannya pada sekumpulan anak muda yang duduk di meja tidak jauh dari mereka.

Melihat wanita yang terlihat masih muda berciuman mesra di depan umum dengan pakaian minim. Dean berdecih dan kembali manatap minumannya.

"Anak zaman sekarang memang terlalu bebas" simpulnya memberikan tanggapan pada apa yang baru saja dia lihat.

"Hei bukankah itu trend anak muda dari dulu. Kau saja yang tidak ada di bagian mereka. Sibuk berkuliah, jadi mahasiswa berprestasi, setelah lulus kau sibuk dengan Rumah Sakit keluarga. Kau hanya tidak punya waktu untuk itu ha ha" ledek Max yang memberikan opininya.

"Sudahlah, sekarang bagaimana dengan dirimu? Aku mendengar kau akan segera menikah bulan depan. Persiapan yang terlalu mendadak" tanya Dean pada temannya.

"Ya .. kekasihku sedang mengandung anakku. Aku harus segera menikahinya" jawabnya santai yang dibalas respon decihan dan kerlingan mata.

"Kau bajing*n juga ternyata" ucap Dean menyimpulkan kelakuan temannya.

"Semua pria pasti bisa berada di posisiku. Kau hanya belum merasakannya saja. Kau tidak akan hanya diam jika berduaan dengan wanita yang kau cintai" ucap Max yang sedikit frontal.

Ponsel Dean berdering, menampilkan telfon yang datang dari kakeknya. Dia memejamkan matanya sejenak, dia tidak bisa mengangkat telepon dari kakeknya di dalam bar, suara bising musik dan manusia di dalamnya akan membuatnya disidang tujuh hari tujuh malam oleh kakeknya.

"Siapa? Kakekmu"? Tebak Max yang dipastikan tebakannya benar seratus persen.

"Aku akan mencari tempat yang pas untuk mengangkat panggilan ini" ucap Dean pergi meninggalkan Max. Dia pergi menuju ke area belakang bar, dimana dia melewati toilet. Dia pastikan disana akan minim kebisingan.

***

"Aduh, aku sepertinya harus ke toilet dulu." Tutur Naomi yang merasakan perutnya sedikit mual akibat terlalu banyak meneguk minuman.

"Perlu aku antar?" Tanya Fred memegang lengan Naomi.

"Tidak perlu" ucap Naomi mengusap lembut tangan Fred dan meyakinkannya.

Julukan Gadis Nakal

Dean mengangkat ponselnya setelah dia rasa suasana sepi, dia memilih di belakang bar di tempat yang sepi dan tanpa kebisingan.

"Ada apa kek?" Tanya langsung Dean tanpa basa - basi pada kakeknya yang menelfonnya.

"Bukankah meetingnya sudah selesai ? Di mana kamu Dean?" Mendengar itu, Dean memijit keningnya karena sifat kakeknya yang menurutnya terlalu posesif untuk pria seusianya.

"Kakek.. aku sudah dewasa. Tidak perlu menanyakan akan hal itu. Aku sedang bersama temanku" jawab Dean yang dengan sedikit penekanan. Dia merasa kesal karena terlalu ikut campur.

"Siapa? Wanita ? Baguslah jika kamu mulai berkencan" tutur William terdengar dengan nyaring dan kekehan di akhir kalimatnya. Ada angin segar yang dia bayangkan akan kemajuan puteranya.

"Kakek ! Temanku pria. Dia akan segera menikah. Kami hanya reuni kecil - kecilan dan berbincang  sebentar" ucap Dean menyangkal. Jika tidak diperjelas maka kakeknya akan mengulik lebih jauh lagi.

"Temanmu akan menikah ? Kamu kapan Dean?" Pertanyaan membosankan lagi yang entah sudah tidak terhitung kesekian kalinya.

"Aku akan menikah ketika sudah menemukan wanita yang cocok denganku. Sudah ya kek" ucap Dean yang tak sopannya langsung menutup panggilannya.

Sorot matanya tajam dan sedikit menggerutu kesal karena pada akhirnya desakan tentang pernikahan lagi yang harus dia terima.

***

Naomi memegangi perutnya, dia baru saja memuntahkan sesuatu dari mulutnya. Dia menyadari terlalu banyak minum. Perutnya tidak siap akan itu. Naomi mengeluarkan minyak aroma terapi yang dia bawa di tas kecilnya. Menghirupnya untuk menyegarkan dirinya dan mengikis rasa mualnya.

"Aduh.. aku harus mengajak Jeanne pulang" gumamnya seraya memegang perutnya dan melenggang menuju ke luar toilet.

*BUGH*

"Ahh .. maaf aku tidak sengaja" ucap gadis itu yang merasa bersalah karena tidak fokus karena ada mual yang masih dia rasakan.

Pria yang dia tabrak hanya menatapnya sekilas tanpa membalas permintaan maaf yang diberikan oleh gadis itu. Pria yang tidak sopan melenggang begitu saja.

"ck.. gadis nakal" desisnya yang cukup terdengar di telingannya. Naomi yang mendengar itu menganga dan seketika rasa mualnya teralihkan karena emosinya yang siap meledak.

"Hei apa kamu bilang? Aku mendengarnyaaa " Naomi mengejar langkah pria itu dengan menarik bagian lengan kemeja yang dia kenakan. Pria itu terhenti dan menatap heran, mengerutkan keningnya dan menatap Naomi dari atas sampai bawah.

"Bukankah ucapanku benar ?" Seolah menantang. Rupanya cukup membuat Naomi kehabisan kata - katanya. Dia menganga dan menggelengkan kepalanya. Rupanya memang pria modelan seperti ini memang ada di dunia ini. Dia yakin ini satu spesies dengan mantan kekasihnya.

"Jangan belaga sok benar. Kau juga datang kesini bukankah untuk menyewa jalan* untuk memuaskanmu?" Sindirnya dengan tuduhan kasar tidak berdasar.

"Aku tidak waktu meladeni gadis nakal sepertimu" ucapnya dengan enteng, dia kembali berbalik dan melenggangkan kakinya.

Naomi tak hanya diam begitu saja, dia menarik kembali lengan pria itu. Ada kekesalan dan amarah. Perkara dia tidak sengaja menabrak saja harus sampai berujung penghinaan. Ini tidak adil karena bibirnya sudah meminta maaf sedari tadi.

"Kau tidak berfikir mengajakku tidur bukan?" Sindirnya dengan seringainya.

"Aku tidak berselera tidur dengan pria yang usianya lebih tua dariku. Aku tidak suka di atur. Apagi om om tua sepertimu yang menyebalkan" ucap Naomi balik mengejek pria itu. Lontaran kasar yang seharusnya setimpal dia terima.

"Om - om ? Apa dia bisa menebak usiaku tahun depan menginjak kepala tiga?"  Dean bergumam dalam hatinya. Menebak - nebak kemungkinan yang ada.

"Aku juga tidak memiliki selera dengan wanita pendek sepertimu" ucapnya lagi lalu meninggalkan Naomi yang hanya terdiam dan terkejut.

"Heii om ! Tinggiku seratus enam puluh cm bukan termasuk golongan pendek . Aishh menyebalkan" kesalnya dengan memukul angin.

***

"Terima kasih banyak tuan William, sayang dengan senang hati menerima ini. Terima kasih sudah mempercayakan saya untuk bekerja disini" tutur Grace pada William yang duduk di depannya.

Pagi - pagi sekali saat membuka emailnya. Dia melihat pesan masuk yang berisikan tentang keputusan Gr.Hospital dalam penerimaan pemindahan tugasnya dari Rumah Sakit lain.

Pencapaian sudah di dapat, kini Grace resmi di pindahkan ke Gr.Hospital. Rumah Sakit besar yang berada di bilangan London dan tidak memerlukan banyak waktu dari rumahnya. Hanya sekedar dua puluh menit.

Berbeda dengan tempatnya bekerja yang harus memakan waktu hampir satu jam perjalanan.

"Bakat dan riwayat pekerjaanmu cukup baik, aku tidak akan menyia nyiakan generasi muda sepertimu" ucap William yang menyanjung wanita muda yang duduk di hadapannya.

"Bagaimana kabar ayah dan ibumu"? Susulnya lagi yang memberikan keleluasaan akan topik pembicaraan yang lain. "Kabar baik tuan William" jawab Grace dengan memberikan senyumnya.

"Sudah lama aku tidak bertemu dengan ayahmu. Dia pasti masih sangat sibuk bekerja" tuturnya menerka - nerka yang pada akhirnya diberi anggukan oleh Grace.

"Iya, papa masih aktif bekerja." Jawabnya melengkapi.

"Kamu masih single?" Pertanyaan yang terdengar samar dan sampai - sampai harus perlu mendengar kembali.

"M-maaf?" Tanya Grace yang merasa kebingungan.

William mengamati akan kecerdasan yang dimiliki Grace begitu juga dengan karirnya yang terbilang bagus diusianya. Sebelum memberikan keputusan akan kepemindahan Grace yang dia kenal sebagai putri dari rekan kenalannya. Dia sudah membaca identitas dan riwayat Grace yang dikirim oleh Rumah Sakit tempatnya bekerja sebelumnya.

Usianya hanya terpaut dua tahun lebih muda dari cucunya. Berkarir di Rumah Sakit yang sama. Seharusnya ini menjadi peluang yang baik.

"Apakah kamu sudah memiliki kekasih?" Tanya lagi William dengan menjamblangkan lebih jelas.

"B-belum tuan. Saya belum berfikir ke arah sana" jawabnya dengan ragu. "Pas sekali, cucuku juga masih sendiri. Kamu tahu Dean kan?" Tanya William mulai ke ranah pribadi.

"Iya tahu tuan" jawab Grace dengan sedikit menunduk. Siapa yang tidak mengenal Dean. Di kampus dia sangat populer, selain kecerdasan dan ketampanannya. Dia terkenal karena menjadi penerus resmi Gr.Hospital.

"Cobalah kalian berkenalan dulu. Siapa tahu satu sama lain menemukan kecocokan." Kalimat yang diucapkan oleh William cukup membuat Grace tersenyum tipis dan merasa malu.

"S-saya merasa tidak pantas" penuturan Grace yang spontan membuat William tertawa. "Hei apa yang kamu katakan Grace. Baiklah.. aku akan menawarkan makan malam bersama dengan keluargamu. Tidak salah bukan melangsungkan perkenalan antar dua keluarga?" Tanya William dengan kedua tangan yang mengepal dan bersahutan. Kursi duduknya dia putar - putar seraya mengutarakan.

"Tentu tuan, saya dengan senang hati mewakili keluarga saya menerima jamuan bersama." Tutur Grace dengan sopan. Dia mengulum senyumnya, menyembunyikan pipinya yang berseri - seri.

"Ya ya itu bagus. Aku akan menghubungi ayahmu nanti" ucap William yang sudah mengambil keputusan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!