NovelToon NovelToon

Cinta Berdarah

BAB 1 : Prolog

Mobil mewah berwarna biru tua itu sampai di sebuah perumahan elite di kawasan Jakarta Selatan dan berhenti di depan sebuah rumah yang sangat mewah. Satu pohon tua dan besar tertanam di depan rumah, sehingga rumah itu terlihat gelap dan suram.

Tiga orang keluar dari dalam mobil. Dua laki-laki dan satu perempuan. Lelaki yang pertama adalah seorang lelaki setengah baya tetapi berpenampilan seperti anak muda, dengan rambut cepak dan klimis di tambah anting yang di pakai nya di telinga sebelah kanan semakin menambah kesan kalau laki-laki itu ingin terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. Nama laki-laki ini adalah Hans. Dia pemilik rumah besar tersebut.

Laki-laki yang kedua berusia masih muda. Sekitar 25 tahun. Memakai jaket kulit dan berambut agak gondrong. Nama nya adalah Gun. Dia adalah sopir pribadi dari laki-laki setengah baya yang bernama Hans tadi.

Sementara orang ketiga adalah seorang gadis cantik bertubuh langsing dan tinggi. Memiliki rambut panjang yang lurus. Usianya masih 21 tahun. Namanya Aleena.

Hans memiliki sebuah perusahaan alat-alat tulis. Dia juga memiliki satu toko yang menjual alat-alat tulis yang di produksi oleh perusahaan nya. Bulan lalu pelayan toko nya meninggal dunia. Lewat salah seorang kenalannya, Hans mendapatkan Aleena sebagai pelayan baru yang akan menjaga tokonya.

Aleena datang dari sebuah kota kecil di daerah Jawa Barat. Dengan niat mencari rezeki dan pengalaman bekerja di kota besar, Aleena berangkat ke Jakarta untuk menerima tawaran kerja di toko milik Hans.

Karena tidak memiliki tempat tinggal di Jakarta, maka Hans meminta Aleena untuk tinggal bersama di rumahnya. Aleena pun menyetujuinya dari pada dia harus menyewa tempat tinggal sendiri. Maka hari itu, Aleena langsung di jemput oleh Hans dan Gun ke kampung nya dan langsung tinggal di rumah Hans hari itu juga.

"Gun! Kamu antarkan Aleena ke kamar tidur yang sudah di persiapkan untuk nya! Tolong sekalian kamu angkat bawaannya!" kata Hans pada Gun.

"Iya Om!" kata Gun lalu mengambil tas besar yang di bawa Aleena dari dalam bagasi mobil. "Aleena, ayo ikuti aku!"

"Iya..." kata Aleena lalu menyusul Gun yang lebih dulu masuk ke dalam rumah besar itu.

Masuk ke dalam rumah besar itu membuat Aleena merinding. Ruangan tamu yang besar dan di hiasi perabotan antik tetapi kurang cahaya penerangan.

Suasana menjadi gelap dan suram. Membawa hawa mistis pada siapapun yang masuk kedalamnya. Entah karena pohon besar yang tertanam di halaman rumah, atau karena apa. Aleena tidak mengerti.

Angin dingin terasa berhembus di belakang Aleena, spontan Aleena menengok ke belakang tetapi suasana di belakangnya tampak tenang-tenang saja. Aleena mengusap tengkuknya yang terasa dingin.

Di sudut ruangan tamu, ada sepasang patung harimau hendak menerkam. Ada juga dua pedang saling menyilang di dinding. Belum lagi koleksi patung miniatur di lemari pajangan yang terkesan kuno dan menyeramkan.

Aleena juga seperti mencium aroma bunga sedap malam. Aleena celingukan mencari bunga yang tertangkap oleh indra penciuman nya, tapi tak ada bunga sama sekali di ruangan itu. "Aneh... Gak ada bunga sama sekali di ruangan ini. Tapi aku jelas mencium bau bunga sedap malam..." batin Aleena.

Aleena ingin bertanya pada Gun, tapi Gun tampak sudah masuk lebih jauh ke dalam rumah. Aleena segera mengikutinya. Memasuki lebih dalam, ada sebuah ruang keluarga yang di lengkapi dengan TV dan set audio. Ruangan ini juga sama saja. Gelap dan suram.

Lebih jauh masuk ke dalam, ada ruang makan besar dan di sisi kirinya ada 3 kamar bersisian. Gun membuka kamar di jajaran pertama. "Ini kamar buat kamu Al, kamu istirahat dulu aja. Kamu pasti lelah kan udah melewati perjalanan yang jauh tadi" kata Gun.

"Iya, makasih" Aleena masuk ke dalam kamar yang disediakan untuknya. Gun memasukkan tas besar milik Aleena lalu menutup pintu kamarnya.

Di dalam kamar itu ada satu pembaringan yang cukup besar. Ada juga satu lemari pakaian jati dan juga satu meja rias yang di lengkapi cermin besar berukir. Aleena mendekati cermin besar itu dan melihat bayangan dirinya sendiri. Aleena merapikan rambutnya yang tampak sedikit berantakan.

Aleena juga membuka lemari pakaian jati yang ternyata kosong. Karena tidak merasa mengantuk, Aleena memutuskan untuk membereskan semua barang bawaannya.

Baju-baju di masukan ke dalam lemari. Beberapa alat make-up di tatanya di atas meja rias dan tas kecil di simpan nya di sisi sebelah kiri meja rias itu.

Tiba-tiba Aleena merasa ada seseorang, bukan! Bukan seseorang melainkan 'sesuatu' sedang memperhatikan nya. Aleena merasa merinding lagi.

Di perhatikannya sekitarnya. Sepi. Jelas dia sendirian dikamar itu. Mana mungkin ada orang lain. Tapi seperti ada mahkluk lain yang ikut berada di dalam kamar itu.

Aleena menghampiri jendela besar yang ada di kamar itu dan menatap keluar. Hanya ada taman kecil yang di hiasi dua ayunan besi yang tampak sudah tua.

"Aneh... Rumah ini benar-benar aneh. Dua kali aku merasa merinding. Apa ada sesuatu yang tak kasat mata di rumah ini? Atau ini semua hanya perasaanku saja karena baru pertama kali masuk ke dalam rumah sebesar ini?" batin Aleena.

"Bagaimanapun aku harus betah tinggal disini. Demi membantu orang tuaku menyekolahkan adik-adikku. Lagipula tawaran kerja disini gaji nya lumayan besar. Jauh dari penghasilan ku bekerja di kampung. Aku harus kuat! Aku bukan gadis penakut!"

'Tok!' 'Tok!' 'Tok!' pintu kamar Aleena ada yang mengetuk. Membuyarkan lamunan nya.

"Masuk" kata Aleena.

Pintu terbuka, dan masuklah seorang wanita muda seusia Aleena. Wanita itu cantik dan berkulit hitam manis. Rambutnya keriting kecil-kecil. "Hai" sapa nya ramah lalu dia masuk dan duduk di sebelah Aleena di atas tempat tidur.

"Kamu Aleena, yang mau menjadi pelayan baru di tokonya Om Hans?" tanya gadis itu.

"Iya, kamu tahu?" Aleena balas bertanya.

"Kan Gun udah cerita"

"Oh... Kamu sendiri siapa?"

"Aku Meti, asisten rumah tangga di rumah ini"

"Oh iya. Semoga kita berdua bisa berteman dekat"

"Pasti dong!"

"Oya, apa Pak Hans memiliki istri? Aku tidak melihat ada wanita di rumah ini" tanya Aleena.

"Selama aku kerja disini, dia memang sendiri. Kamarnya juga terpisah sendiri di lantai atas. Aku juga tidak pernah melihat ada keluarga yang mengunjunginya. Entah Om Hans itu duda atau masih bujangan" jawab Meti.

"Wah kalau dia masih bujangan kebangetan! Udah tua gitu. Dia kan kaya raya. Masa gak laku sih?" celetuk Aleena.

Meti cekikikan mendengar kata-kata Aleena. "Kamu orangnya lucu, gak kayak si Gun!" kata Meti.

"Emang Gun kenapa?" tanya Aleena.

"Gun itu nyebelin dan usil!"

Tanpa sadar mereka semakin akrab. Aleena senang ternyata ada seorang gadis yang sebaya dengannya. Jadi dia tidak akan merasa kesepian tinggal di rumah besar itu.

BAB 2 : Om Hans yang Misterius

Aleena menatap Meti. "Kamu udah lama kerja disini, Met?" tanyanya.

"Enggak, aku baru satu bulan kerja disini" jawab Meti.

"Oh, masih baru ya? Sebelum aku yang menunggu toko, siapa yang berkerja disana?"

"Namanya Neta, tapi dua minggu yang lalu dia meninggal"

"Ya Allah, Inalilahi wa inalilahi rojiun. Meninggal kenapa? Apakah dia sakit?"

"Aku juga kurang tahu. Dia pamit pulang ke kampungnya tergesa-gesa. Dengar-dengar katanya sih sspulang dari sini, di kampung nya itu dia mati secara mendadak"

"Jadi dia tidak meninggal di kamar ini?"

"Tidak, dia sempat mengundurkan diri dari toko, lalu pulang kampung"

"Aneh juga. Lalu kalau kamu baru sebulan bekerja disini, kemana asisten rumah tangga sebelum kamu?"

Meti terdiam sejenak lalu perlahan berkata, "Menurut Gun, asisten rumah tangga yang berkerja sebelum aku, katanya meninggal juga..."

"Benar-benar aneh!" kata Aleena.

"Kadang aku juga merasa takut dan ingin berhenti dari pekerjaan ini. Tapi aku gak tahu bagaimana alasan aku mengundurkan diri"

Tiba-tiba Gun muncul di depan kamar Aleena. "Al, kamu di panggil sama Om Hans!" kata Gun.

"Oke Gun, aku segera kesana" kata Aleena, lalu menatap Meti. "Met, aku nemuin Om Hans dulu. Nanti kita ngobrol lagi"

Om Hans berada di ruang kerjanya. Satu ruangan cukup besar berisi perabotan mewah yang letaknya ada di sebelah kiri ruang keluarga.

"Ada apa Pak?" tanya Aleena.

"Panggil saja aku 'Om'! Meti dan Gun juga memanggil seperti itu!" kata Om Hans.

"Oh, iya Om"

"Mulai besok kamu sudah mulai bisa bekerja di toko. Toko buka jam 8 dan tutup pada jam 4 sore. Gun yang akan mengantar jemput kamu"

"Iya Om"

"Ada peraturan yang berlaku di rumah ini. Kamu tidak di izinkan untuk naik ke lantai 2! Lantai 2 itu adalah ruang pribadi ku!"

Aleena mengerutkan keningnya tapi mengangguk.

"Ada pertanyaan?" tanya Om Hans.

"Tidak Om"

"Oke, kalau begitu kamu makan saja sana bersama Gun dan Meti! Om mau beristirahat dulu"

Om Hans keluar dari ruang kerjanya di ikuti Aleena lalu dia naik ke lantai 2. Tangga menuju ke lantai 2 ada di sudut ruang keluarga sebelah kanan. Tangga yang sangat mewah dengan ukiran gaya barat.

Saat Om Hans menaiki tangga itu satu persatu, Aleena mendengar suara keras yang di timbulkan dari sepatunya. Suaranya keras bahkan sampai menggema ke seluruh ruangan keluarga. Seolah ruangan itu kosong. Padahal disana cukup penuh dengan TV, sofa-sofa, dan set audio.

"Aneh sekali... Rumah ini benar-benar menyimpan suatu misteri" gumam Aleena.

"Al, ayo kita makan dulu!" ajak Meti tiba-tiba mengagetkan Aleena yang masih berdiri di depan ruang kerja Om Hans.

"Oh iya Met" kata Aleena.

Aleena, Meti, dan Gun kemudian makan malam bersama. Mereka makan sambil berbincang-bincang.

"Gimana rumah ini menurut kamu, Al?" tanya Meti.

"Rumahnya besar sekali dan juga mewah. Sayangnya gelap, suram, dan kurang cahaya. Cocok untuk jompo" jawab Aleena.

"Kira-kira kamu akan betah gak tinggal disini?" tanya Gun.

"Ya mudah-mudahan aku bisa betah. Oh ya Gun, sudah berapa lama kamu bekerja disini?" Aleena balik bertanya.

"Aku udah lama kerja disini. Udah lebih dari 2 tahun" jawab Gun.

"Apakah Om Hans itu gak punya anak dan istri?"

"Ada. Dulu waktu aku pertama kerja disini, Om Hans tinggal bersama anak dan istrinya. Anak nya laki-laki berusia sebaya dengan ku"

"Lalu kemana mereka sekarang?"

"Istrinya sudah meninggal. Sementara anak cowok nya kabur. Om Hans sudah pasang pengumuman di TV dan media lainnya. Tapi hasilnya nihil. Anak cowok nya tidak pernah di temukan sampai sekarang"

"Kata nya orang yang bekerja sebelum aku dan Meti, mereka meninggal dunia?"

"Iya... Sebenarnya aku dilarang Om Hans untuk menceritakan tentang kematian mereka pada kamu. Tapi kamu sudah mengetahuinya?"

"Aku tahu dari Meti"

"Aku juga kan kata tetangga!" celetuk Meti lalu ikut bertanya pada Gun, "Sudah berapa lama istri Om Hans meninggal?"

"Gak tahu ah! Aku gak mau jawab kalau kamu yang nanya!" kata Gun cuek.

"Brengsek!" maki Meti kesal.

"Gun, aku juga ingin bertanya begitu. Sudah berapa lama istri Om Hans meninggal?" tanya Aleena.

"Sekitar setahun yang lalu"

"Kalau asisten rumah tangga nya? Kapan meninggal?"

"Sekitar 2 bulan yang lalu, lalu menyusul meninggal juga Neta, penjaga toko Om Hans"

"Kok aku jadi takut ya?" celetuk Meti.

"Kenapa setiap wanita yang tinggal di rumah ini semuanya meninggal?" gumam Aleena.

"Sebenarnya jarak antara kematian istrinya Om Hans dan kedua pekerja wanita disini agak jauh juga kok. Tapi... Om Hans mendadak berubah setelah kematian istrinya... Dia menjadi aneh..." Gun berkata sangat pelan. Seolah takut ada yang mendengar pembicaraan mereka.

"Aneh bagaimana?" tanya Aleena.

"Sejak istrinya meninggal, Om Hans jadi sering ribut dengan anak cowok nya. Beberapa lama kemudian anak cowok nya kabur dari rumah ini. Semenjak itu Om Hans melarang aku, Neta, dan Yani untuk naik ke lantai 2 rumah ini. Tidak ada yang boleh naik kesana kecuali dirinya sendiri"

"Tadi dia juga bicara seperti itu padaku" kata Aleena.

"Iya, padahal sudah setahun semenjak kematian istrinya. Pasti lantai 2 rumah ini sudah sangat kotor!" kata Gun.

"Siapa tahu Om Hans yang bersih-bersih? Mungkin dia yang nyapu dan ngepel di lantai 2" kata Meti.

"Bos kita itu sangat misterius ya?" kata Aleena.

Makan malam sudah selesai. Mereka lalu berkumpul bersama di ruang keluarga sambil menyalakan TV.

Suasana sepi... Tak ada suara dari luar rumah yang terdengar kedalam. Padahal rumah itu berada di kawasan elite yang tentu banyak orang atau kendaraan yang berlalu-lalang. Tapi rumah itu seolah terpisah dimensi dengan rumah yang lainnya.

"Aku ngantuk! Aku mau tidur sekarang ah!" kata Meti lalu menguap.

"Aku juga" kata Aleena lalu keduanya masuk ke kamar masing-masing.

"Aku mau nonton bola dulu" kata Gun yang masih belum mau tidur karena menunggu pertandingan sepak bola yang di sukainya.

Kamar mereka berjajar tiga di sebelah ruang makan. Meti di kamar tengah. Sementara kamar yang paling belakang di tempati Gun.

Kalau tadi di luar Aleena merasa mengantuk, sebaliknya sudah sampai di kamar dia merasa gelisah.

Aleena berbaring di tempat tidurnya tapi tak bisa memejamkan matanya. Tiba-tiba hatinya merasa hampa... Sepi... Ada perasaan sedih yang entah dari mana timbulnya. Jiwa Aleena mendadak merasa kosong.

"Uh... Sepi..." Aleena menggumam sendiri.

BAB 3 : Teror Tak Kasat Mata

Aleena tak bisa memejamkan matanya, lalu tanpa sengaja matanya melirik kaca rias besar yang ada di dalam kamarnya itu. Kaca rias yang besarnya 1x4 meter. Di dalam bayangan kaca rias itu Aleena melihat bayangan dirinya sendiri yang sedang berbaring di atas ranjang.

"Ya Allah... Sepi banget ini... Bosan... Tapi kalau keluar kamar dan nonton TV bareng Gun juga aku males... Meti udah masuk kamar" gumam Aleena sendiri.

Lama-kelamaan rasa sepi itu menjadi semakin dalam. Bukan hanya sepi tapi menjadi mencekam... Aleena merasa tidak sendirian di dalam kamar besar itu. Seperti ada tatapan mata. Mata siapa?! Sudah jelas ia sendiri di kamar itu. Sementara suasana menjadi semakin hening.

"Sebaiknya aku mendengarkan musik saja" batin Aleena lalu bangkit dari posisi berbaringnya dan berniat untuk mengambil HP nya agar bisa mendengarkan musik melalui headset.

Sekali lagi tak sengaja Aleena melirik cermin rias besar yang ada di dalam kamarnya. Mata Aleena membesar dan jantungnya berdegup kencang! Di dalam bayangan kaca rias itu Aleena melihat ada bayangan ranjangnya sendiri dan di atas ranjang itu ada seseorang yang sedang berbaring sambil memandang pada dirinya!

Bayangan seorang pemuda tampan yang sedang berbaring di atas ranjang sambil memandang pada Aleena! Bahkan bayangan pemuda tampan didalam kaca rias itu tersenyum pada Aleena!

"Astaghfirullah!" seru Aleena dan seketika itu juga bayangan pemuda tampan dalam kaca rias itu menghilang dan kembali memunculkan bayangan Aleena sendiri yang sedang berbaring dengan wajah yang pucat!

Saat itu juga bulu kuduk di tengkuk Aleena berdiri! Aleena tanpa fikir panjang segera berlari keluar kamarnya dan memekik memanggil Gun. "Gun!!!" Aleena menghambur memeluk Gun.

"Ada apa Al?" tanya Gun yang kaget mendengar pekikan Aleena dan mendapati Aleena sedang memeluknya.

Meti yang juga belum tidur dan mendengar pekikan Aleena ikut keluar dari dalam kamarnya lalu menghampiri Aleena dan Gun.

"Ada apa Al?" tanya Meti.

"Itu! Didalam bayangkan kaca rias yang ada di kamar ku! Ada sebuah bayangan! Tapi bukan bayangan diriku sendiri! Melainkan bayangan seorang pemuda yang sedang berbaring! Malah dia tersenyum padaku!" kata Aleena panik.

"Masa sih?!" Gun tak percaya lalu masuk kedalam kamar Aleena dan memeriksa kaca rias yang ada didalam kamar itu. Gun meraba-raba permukaan kaca rias itu dan tidak menemukan apapun yang ganjil disana. Aleena dan Meti segera ikut masuk kedalam kamar.

"Ah! Gak ada apa-apa! Itu cuma bayangan kita bertiga yang kelihatan!" kata Gun.

"Kamu tidak percaya padaku, Gun?" tanya Aleena.

"Emangnya kamu lagi ngapain tadi?" tanya Gun.

"Aku lagi tiduran aja kok!" jawab Aleena.

"Mungkin yang kamu lihat itu halusinasi kali" kata Meti.

"Entahlah. Aku juga bingung! Mungkin juga tadi itu memang halusinasi. Aku tadi merasa sangat kesepian" kata Aleena.

"Mau aku temenin?" tanya Meti.

"Gak usah deh... Aku mau tidur lagi saja..." jawab Aleena.

"Aku juga mau tidur. Kalau ada apa-apa lagi, ketuk aja pintu kamar ku" kata Gun.

"Iya Gun. Makasih"

Gun dan Meti pun keluar dari kamar itu. Aleena pun mencoba untuk segera tidur. Dengan cara mendengarkan musik melalui headset akhirnya dia dapat tertidur.

Tak lama Aleena bangun kembali dari tidurnya. Suasana hening dan mencekam. Tak ada suara apapun yang terdengar. Aleena merasa asing didalam kamar itu.

Tiba-tiba gorden kamar Aleena bergoyang-goyang seperti ada angin besar yang mencoba menyibakkan gorden itu.

Aleena bangun dari ranjang nya dan menghampiri jendela yang mungkin tidak tertutup rapat dan mengakibatkan gorden di kamarnya itu bergoyang-goyang.

Tapi saat Aleena sampai di depan jendela kamarnya itu. Gorden yang tadinya tampak bergoyang-goyang mendadak berhenti bergoyang. Aleena menghela nafas panjang. Berniat untuk naik lagi ke atas ranjang nya.

"Aleena..." Tiba-tiba ada suara berat memangil namanya dari luar jendela.

Aleena menajamkan pendengarannya dan suara itu terdengar lagi. Berat dan terkesan keluar dari dalam sumur dan bergema. "Aleena..."

Aleena penasaran dan menyibakkan gorden jendela kamarnya. Alangkah kagetnya Aleena melihat diluar kamarnya, di taman dekat ayunan besi tua dia melihat ada satu sosok wanita berwajah pucat. Menatapnya dengan mata nyalang dan tangannya menggapai-gapai sambil memanggil-manggil namanya!

"Aleena... Aleena... Aleena..."

Dengan ketakutan Aleena segera menutup gorden jendela kamarnya. Tapi suara itu malah makin jelas terdengar bahkan seperti ada di dalam kamarnya!

"Aleena... Sebaiknya kau segeralah pulang...! Tinggalkan tempat ini...!" Suara itu bahkan kini menyuruh Aleena untuk pulang!

"Aleena! Pulanglah...!" Suara itu terdengar miris dan menakutkan!

Aleena menutup kedua telinganya dan memejamkan matanya berharap teror itu segera berakhir! Tapi bukannya berakhir malah seperti ada dua tangan yang mencekal kedua tangannya, memaksanya untuk membuka telinganya!

Cekalan itu begitu kuat tapi saat Aleena membuka matanya tidak ada sosok yang kelihatan! Aleena merasa tidak sanggup lagi untuk menahan tarikan pada kedua tangannya. Akhirnya dia pun menjerit histeris!

"Tidak...!!!"

Dan saat itulah Aleena terjaga dari tidurnya dan mendapati dirinya masih berada di atas ranjang nya sendiri dan masih dalam keadaan mendengarkan musik melalui headset.

Aleena menarik headset dari telinganya dan mengusap wajahnya. "Ya Allah... Aku hanya bermimpi... Mimpi itu begitu nyata... Ada seseorang yang menyuruhku untuk pulang... Ada apa sebenarnya dengan rumah ini?" batin Aleena.

Jam di Hp nya menunjukkan pukul setengah 3 dini hari. Masih terlalu gelap untuk bangun. Aleena membuka selimutnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dan meringkuk ketakutan didalam nya.

Akhirnya dengan penuh rasa ketakutan Aleena berhasil juga untuk melanjutkan tidurnya yang terganggu akibat mimpi seram itu.

Saat terbangun pagi harinya Aleena merasa lega sudah melihat cahaya diluar jendela kamarnya pertanda hari sudah pagi. Baru kali ini Aleena bersyukur bisa bangun lagi di pagi hari.

Aleena segera pergi mandi dan bersiap untuk bekerja di hari pertama nya ini. Aleena keluar kamar dan melihat Gun dan Meti sedang sarapan.

"Ayo sarapan dulu Al" ajak Gun.

"Iya" Aleena pun ikut sarapan bersama Gun dan Meti.

"Om Hans gak ikut sarapan?" tanya Aleena.

"Sarapannya di antar ke ruang kerjanya" jawab Meti.

"Kalau sudah selesai sarapan, kamu temui dia di ruang kerjanya" kata Gun.

"Iya"

"Gimana semalam? Kamu bisa tidur?" tanya Meti.

"Bisa, aku tidur dengan mendengarkan musik melalui headset" jawab Aleena.

"Syukurlah"

Di ruang kerjanya, Om Hans sudah menunggu Aleena. Seusai sarapan Aleena segera menghampiri Om Hans.

"Aleena, apa kamu sudah siap bekerja hari ini?" tanya Om Hans.

"Siap Om" jawab Aleena.

"Mari kita berangkat sekarang!"

"Iya Om"

"Oh ya, bagaimana pengalaman pertama kamu tidur di rumah ini? Om harap kamu tidak bermimpi buruk!" kata Om Hans seraya menyeringai penuh misteri pada Aleena dan membuat Aleena terhenyak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!