Pagi belum sepenuhnya nampak, rona jingga keemasan surya di ufuk timur masih malu untuk menunjukkan titik cahaya.
Samar-samar terdengar suara derap langkah kuda dengan kecepatan tinggi menuju arah terbit matahari.
Seorang lelaki bertubuh tegap berusia sekitar 35 tahun dengan perawakan seorang ksatria dengan keris terselip di pinggang menunjukan ia adalah jawara pilih tanding, ia adalah Arya Wajra.
Semalaman ia berkuda dari gubuk tempat tinggalnya di lembah Ngrawan tanpa mengenal lelah sebab menerima panggilan dari pamannya di Lamajang, yaitu Raden Pranaraja merupakan ayah dari patih mpu Nambi kakak seperguruannya saat menempa kedigdayaan kanuragan.
Sejak kecil Nambi dan Arya Wajra berguru di pulau Nusa Barung kepada seorang pertapa sakti yang hidup menyendiri di tengah pulau kecil bernama Resi Bhatara Sang Hyang Hawu hingga menerima titah turun gunung untuk mengembara menyebarkan dharma dan welas asih dan bersama sama mengabdi kepada Raden Dyah Wijaya.
Peperangan demi peperangan bersama Raden Wijaya dan para pahlawan Majapahit lainnya telah ia lalui dengan gagah berani dan pantang mundur sehingga kesetiaannya kepada Majapahit tidak diragukan lagi.
Namun Arya Wajra lebih memilih hidup di pedukuhan kecil dan terpencil bernama lembah Ngrawan daripada menjadi salah satu petinggi kerajaan seperti pahlawan lainnya.
***
Pintu gerbang pendopo Kadipaten Lamajang sudah mulai nampak, mentari belum cukup tinggi, Arya Wajra perlahan menurunkan kecepatan kudanya.
Nampak para prajurit penjaga pintu gerbang dengan seragam merah hati bersenjatakan tombak panjang dan tameng jati dengan ukiran surya Majapahit yang merupakan lambang kerajaan Majapahit sedang berganti giliran berjaga dari penjaga malam hari ke penjaga siang hari.
Arya Wajra menghentikan kudanya lalu turun untuk melapor kepada penjaga sambil menuntun tali kekang kuda kesayangannya sikapnya yang demikian sopan menunjukan ia adalah Pendekar yang rendah hati.
"Maaf kisanak, ada keperluan apa pagi-pagi sekali datang ke Pendopo?" Salah seorang yang nampakanya pimpinan prajurit jaga bertanya sambil menunjukan ketegasannya.
Arya Wajra mengeluarkan gulungan belahan bambu dari dalam pakaian yang ia kenakan.
"Maaf, saya menuju kemari sebab Gusti Pranaraja mengundang saya" jawab Arya Wajra sambil menyerahkan gulungan.
Gulungan tersebut merupakan undangan khusus dari Gusti Pranaraja.
Pemimpin prajurit jaga membuka dan membaca undangan tersebut.
"Oh, maaf atas kelancangan hamba terhadap tuan, hamba tidak bermaksud menyinggung, hamba hanya menjalankan tugas." Ujar pimpinan prajurit sembari merapatkan telapak tangannya di depan dada.
Arya Wajra lantas tersenyum melihat kedisplinan para penjaga sambil menepuk pundak pimpinan jaga.
"Tak apa, saya tahu dan kalian tak bersalah", tolong buka pintunya!" Ucap Arya Wajra sambil melemparkan senyuman.
"Siap tuan, prajurit buka gerbang!" Sahut pimpinan prajurit penjaga gerbang.
Perlahan gerbang terbuka. Arya Wajra menaiki kudanya dan masuk untuk menemui Raden Pranaraja.
Pranaraja ternyata sudah menunggu kedatangan Arya Wajra di balai pertemuan.
"Kau sudah tiba nampaknya" kemarilah! Pranaraja membuka tangan hendak memeluk Arya Wajra.
Arya Wajra memberi hormat dengan merapatkan tangan di atas kepalanya.
"Salam paman, bagaimana keadaan paman dan kadipaten selama ini?" Arya Wajra bertanya sambil memeluk Pranaraja.
Keduanya berpelukan beberapa saat hingga Pranaraja melepaskan pelukan kemudian menggenggam kedua lengan Arya Wajra.
"Semua nampak seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja dan Lamajang beserta rakyatnya pun hidup dalam kedamaian." Ucap Pranaraja sembari tersenyum bahagia.
"Sejak Kediri runtuh rupanya Wijaya berhasil mendamaikan negeri ini. Mari kita berbincang sambil berkeliling di taman!" Ajak Pranaraja.
Arya Wajra mengekor di belakangnya.
"Paman, adakah hal yang amat penting hingga paman meminta saya datang sepagi ini ke Lamajang?" Tanya Arya Wajra.
Pranaraja berhenti dan memandang Arya Wajra dalam-dalam.
"Ada beberapa hal penting, yang merupakan pesan dari ananda Nambi yang harus aku sampaikan padamu". Ucap Peanaraja sembari tersenyum teduh.
Arya Wajra mengernyitkan dahi kemudian menatap mata Pranaraja penuh hormat.
"Apapun yang paman dan kakang Nambi perintahkan selama untuk kepentingan Majapahit, saya siap! Asal saya tidak terikat oleh jabatan di pemerintahan paman." Jelas Arya Wajra.
"Bagus... Aku suka dengan kesetiaanmu pada Majapahit." Jelas Pranaraja sembari menepuk lengan Arya Wajra.
"Begini ananda... Nambi memintaku untuk membujukmu mengizinkan Wedang datang ke kota raja Wilwatikta dan mengikuti ujian untuk menjadi calon rakryan mantri Dharmaputra yang di gagas oleh Raden Wijaya." Terang Pranaraja.
"Maaf paman, tapi apakah pantas seorang anak dari rakyat kecil seperti saya?" Arya Wajra bertanya dengan mengernyitkan dahi.
"Tentu saja kau pantas, Wajra!" jawab Pranaraja.
Lantas melanjutkan ucapannya. "Terlebih kau dan Nambi ikut mati matian dalam peperangan membela Majapahit. Lagipula anakmu akan aman d sana kemudian seluruh kemampuannya akan di tempa oleh para guru terbaik di negeri Majapahit."
Wajra nampak memikirkan sesuatu. lantas berkata. "Baiklah, aku akan mempertimbangkan dan membicarakan hal ini pada Wedang."
"Bagus Wajra, kau sungguh ksatria Majapahit. Sayang kau menolak jabatan menjadi salah satu rakryan demung di Gelang-gelang yang di berikan Dyah Wijaya padamu padahal kau pantas untuk menerimanya." Ucap Pranaraja sembari menatap langit lepas.
"Maaf Paman, saya tidak bisa meninggalkan makam istri saya di Pedukuhan Ngrawan, itulah alasan saya menolak apapun hal yang mengikat saya untuk meninggalkan Pedukuhan Ngrawan." Terang Arya Wajra.
"Baiklah kalau begitu, sekarang sudah saatnya kita mengisi perut, pasti bibimu sudah menyiapkan masakan khusus untuk menyambutmu, dan pasti kamu sudah merasa lapar setelah perjalanan jauh." Ajak Pranaraja sembari menarik Arya Wajra ke ruang penjamuan.
Seorang wanita berusia enam puluhan tahun mendatangi dan memeluk Wajra. "Oh, Wajra sudah lama kau tak mengunjungi kami apakah kau sesibuk Nambi hingga kemari pun mesti menunggu undangan pamanmu?"
"Bagaimana keadaan Wedang?"
"Kenapa kau tak mengajaknya kemari? Aku sudah rindu padanya." Pertanyaan demi pertanyaan di berikan oleh ibunda Nambi kepada Wajra.
"Maafkan saya bibi, saya memang sedang sibuk melatih Wedang dasar-dasar kanuragan agar kelak ia siap menerima bermacam ilmu yang akan menjadikannya Pendekar hebat." Jawab Wajra sekenanya sambil melepaskan pelukan erat bibinya.
"Kalian ini para lelaki memang senang sekali dengan kekerasan". Bibi Parwati menimpali jawaban Wajra sambil mendengus kesal.
"Tidak kah pengajaran cendikiawan yang ahli dalam tatanegara lebih baik dari seorang Pendekar?" Lanjut sang bibi sembari cemberut.
Pranaraja tersenyum mendengar ucapan Parwati kemudian mencubit hidung Parwati "Lebih baik lagi menjadi seorang pendekar yang sakti mandraguna dengan wawasan dan budi pekerti luas. hahahaha..." Pranaraja tertawa mengejek Parwati.
Arya Wajra pun turut tertawa melihat tingkah Paman dan Bibinya seolah olah ia berada di tengah-tengah ayah dan ibunya.
***
Matahari tepat di ubun-ubun, Wajra berpamitan kepada paman dan bibinya.
"Paman, saya harus berangkat sekarang agar saya bisa sampai ke Ngrawan sebelum tengah malam." Jelas Arya Wajra.
"Benar ananda kasihan Wedang, jika harus kau tinggalkan begitu lama. Tolong berikan bingkisan ini kepadanya agar ia cinta pada Majapahit." Pranaraja memberikan hadiah bingkisan putih kepada Arya Wajra.
"Terimakasih paman, hamba akan menyampaikan kepada Wedang." Jawab Arya Wajra.
Mereka berpelukan sejenak, lantas Arya Wajra melompat keatas kudanya perlahan dia meninggalkan pendopo kadipaten menuju arah barat.
Tangannya melambai lambai hingga cukup jauh dari pandangan pamannya.
"hiaaa.. hiaaa.."
Terdengar sayup sayup Arya Wajra memacu kuda hitamnya.
Nampaknya ia berharap segera sampai di Ngrawan sebuah lembah dengan seribu kenangan bersama istri tercintanya.
Bersambung...
"Hiyaaa..."
Wajra mempercepat lari si Jagur ia menepuk tengkuk si Jagur.
"Jagur... maafkan aku sedikit memaksakanmu sebab aku khawatir pada Wedang jadi secepat mungkin kita harus sampai di Lembah Ngrawan". Ucapnya sambil memacu laju kudanya.
Wraja menyalurkan 2 lapis dari 30 lapis tenaga dalam yang ia miliki kepada Jagur agar tidak kelelahan bahkan menunda perjalanannya.
Sebagai seorang Jawara Pendekar Silat tingkat rasa yaitu tingkatan ke 3 tahap 1 atau tenaga inti diri kemampuan Wraja tidak bisa di remehkan ia bahkan dapat mendeteksi gerakan atau bahaya dalam jarak 1/3 mil dan melumpuhkan lawan 1000 orang biasa dengan mudah.
Dalam pelatihan ilmu kedigdayaan kanuragan ada 2 jalur keilmuan yang harus di lalui oleh seorang pendekar, yaitu jalur fisik (silat gerak) dan metafisika (tenaga dalam).
Dalam jalur fisik ada 4 tahapan silat yaitu silat gerak, silat peka, silat rasa, silat batin.
Silat gerak adalah tingkat paling dasar yang harus dipelajari seorang pendekar. Sebab merupakan fondasi dalam membentuk otot dan tulang seseorang untuk mempelajari tingkat selanjutnya.
Biasanya seorang murid akan di ajarkan kuda-kuda dasar, jurus dasar, hingga jurus rahasia tanpa adanya tenaga dalam dan murni hanya menggunakan fisik saja.
Seseorang yang mahir dalam olah fisik silat gerak ia setara dengan tenaga 5 orang dewasa yang tidak memiliki ilmu silat.
Berikutnya adalah silat peka atau kepekaan refleks merupakan tingkat lanjutan setelah seseorang melewati tingkatan silat gerak.
Silat peka adalah rahasia keilmuan dari fungsi gerakan-gerakan jurus silat.
Dalam mempelajari hal ini, seorang guru silat ada yang mengajarkan secara langsung rahasia-rahasia jurus, maupun melakukan latih tanding pada murid hingga sang murid menemukan kepekaan refleks rahasia dari jurus silat. Semakin keras sang guru melakukan latih tanding bahkan hingga terkadang mencederai sang murid, maka semakin dalam sang murid akan menggali pengetahuan rahasia jurus silat tersebut.
Seseorang yang telah mahir dalam mengungkap rahasia setiap gerakan jurus ia setara dan akan dengan mudah mengalahkan 20 orang biasa.
Setelah semua rahasia jurus terbuka maka seseorang akan masuk dalam fase ketiga.
Silat roso atau silat rasa merupakan tahapan silat yang didalamnya mempelajari ilmu rasa, mengolah rasa, emosi, kesabaran, mengendalikan hawa nafsu atau pengendalian diri.
Dalam fase ini seseorang dapat mempelajari tenaga dalam dan mengaktifkan kundalini atau tenaga tersembunyi dari dalam dirinya
Dan dalam fase ini pula seseorang dapat menentukan jalur putih atau hitam keilmuan yang akan ia pelajari.
Siapa yang mampu mengendalikan dirinya atau mengendalikan hawa nafsunya, maka ia akan mendapatkan tenaga inti diri hingga inti alam.
Seseorang yang telah mencapai tenaga inti diri seperti Arya Wraja maka tenaga fisiknya setara dengan 50 orang biasa.
Jika seseorang telah menguasai tenaga inti alam, maka fisiknya setara dengan 100 orang biasa.
Setelah menguasai seluruh tahapan silat rasa maka akan mencapai tahapan puncak yaitu silat batin.
Silat batin adalah penyatuan antara silat gerak, silat peka, dan silat rasa yang melebur di dalam batin/hati dan terhubung dalam spiritual hingga jiwanya tersucikan oleh cahaya ketuhanan.
Menyadari bahwa segala kekuatan berasal dari Tuhan serta segala angkara murka berasal dari dirinya sebagai manusia yg penuh dosa dan lupa. Jika seseorang telah masuk dalam fase ini, maka seseorang telah mencapai puncak dari segala ilmu.
Tahapan ini ditentukan dari tahapan sebelumnya sebab jika dalam tahapan silat rasa seseorang tidak bisa menundukan diri dan hawa nafsunya maka ia tidak akan pernah mencapai tahapan ini.
Kemudian jalur yang kedua adalah jalur metafisika atau tenaga dalam.
Pada jalur tenaga dalam di tandai dengan lapisan-lapisan energi tak terlihat kecuali seseorang yang memiliki mata sakti.
Energi ini mengitari tubuh seseorang semakin tebal lapisan tenaga dalam maka semakin tebal energi yang terpancar.
Energi ini pun jika di olah dan di tambah dengan kemampuan fisik & pernafasan mampu menjadi tenaga yang dahsyat maupun pelindung diri yang kuat.
Jika seseorang yang memiliki kekuatan fisik 10 orang dan memiliki 10 lapisan tenaga dalam saja akan dengan mudah melumpuhkan 100 orang yang tidak memiliki silat dan tenaga dalam.
Maka kedua jalur ini akan saling berkaitan dalam menempa kedigdayaan & kanuragan pada masa itu keduanya benar-benar di pelajari oleh para pendekar.
Pembangkitan tenaga dalam terbagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap dasar, tahap menengah dan tahap puncak.
Dalam tiap tahap memiliki 3 tingkatan yaitu pembangkitan, pengolahan dan pensucian.
Tahapan dasar masing-masing tingkat memunculkan 10 lapis tenaga dalam seseorang yang mencapai tahap ini akan memiliki 30 lapis tenaga dalam.
Tahapan menengah masing-masing tingkat memunculkan 20 lapis tenaga dalam seseorang yang mencapai tahap ini akan memiliki 60 lapis tenaga dalam.
Pada tahapan puncak seseorang akan memunculkan 500 lapis tenaga dalam pada tingkat 1.
Memunculkan 1000 lapis tenaga dalam pada tingkat 2.
Sedangkan di tingkat 3 tubuh seseorang akan terlapisi cahaya emas ilahi yang tidak mudah tertembus oleh apapun kecuali oleh kekuatan cahaya yg sama.
Jalur tenaga dalam hanya bisa di pelajari oleh seseorang yang telah mencapai penguasaan silat rasa kecuali seseorang dengan kondisi unik, yaitu memiliki inti leluhur atau memilki khodam atau prewangan yang menitis dari nenek moyangnya sehingga tanpa penguasaan silat fisik ia sudah memiliki tenaga inti beberapa lapis namun jika tidak di olah tenaga dalam unik ini hanya berjumlah 5 lapis saja.
***
Rembulan nampak tersembul di balik ombak pantai selatan menandakan perjalanan Arya Wajra akan segera usai. Rasa khawatir terhadap Wedang anaknya akan segera terobati.
Lambat laun Lembah Ngrawan telah nampak hanya beberapa rumah yang ada di lembah tersebut.
Rumah Sarjo sahabat karibnya sejak kecil dan 2 rumah lainnya milik Ki Barna dan Nyi Wingit sepasang nelayan dari pulau Madura dan Ki Suryo juragan kelapa bersama Nyi Surti istrinya dan 2 orang anak laki-laki dan perempuan bernama Jaka Lampa dan adiknya Murti Sari.
***
"Wedang... Wedang... Romo pulang". Wraja memanggil manggil Wedang anaknya namun tidak ada jawaban.
Arya Wajra perlahan turun dari punggung Jagur lantas mengikatnya pada batang pohon asem di depan rumahnya.
Tumpukan rumput telah siap di dekat tempat itu menandakan Wedang sudah mempersiapkan untuk si Jagur yang lantas memakan rumput demi rumput seakan telah seminggu tak makan.
"Seeetttt..."
Sebuah pisau mengarah kepada Arya Wraja naluri silatnya memaksa ia untuk menghindari senjata kecil yang mengarah pada bagian vital tubuhnya.
"Hiyaaat..."
Sekali lompat dan bersalto Arya Wraja dapat menghindari pisau tersebut.
"Set settt..."
Menyusul 2 buah pisau mengarah ke ulu hati dan perutnya. Arya Wraja kembali bersalto 2 kali ke belakang hingga pisau itu menghujam pasir.
"Hahahaa..."
Bersambung...
"Huahahaaa..." "Hihiiii.... "
Suara tertawa sepasang laki-laki dan perempuan menggema memekakan telinga, menandakan seseorang dengan tenaga dalam yang tinggi.
"Aki, Nini... Jangan main-main dengan senjata, apa kalian tega melihat Wedang jadi yatim piatu?" Arya Wajra mendengus kesal.
Tiba-tiba nampak 2 bayangan abu-abu terbang dan melompat dengan bersalto mendekati Wajra.
"Heh, tega sekali kau meninggalkan Wedang sendiri di rumah! Apa kau sudah tidak bisa menjaganya? Lebih baik kau serahkan bocah bagus ini pada kami, biar kami yg urus dia seperti cucu kami sendiri!". Runtuk Nyi Wringit nampak kesal. Andai Ibunya masih hidup kau pasti juga akan di maki-maki olehnya!".
"Maaf Nyai... saya harus segera ke kadipaten untuk menemui paman Pranaraja dan harus segera kembali tidak mungkin saya mengajak Wedang. Bukankah saya menitipkan Wedang pada Sarjo?" jawab Wraja sambil menggaruk kepalanya dan menghampiri Nyi Wringit dan Ki Barna.
"Huhh.. Sarjo si bujang lapuk itu kau percayakan untuk menjaga anakmu!" Lihat saja kemana dia sekarang?" Ki Barna ikut mengomeli Wraja.
"Iya, maaf Nyi... Aki... lain kali saya akan mengajak Wedang kemanapun saya pergi. Sekarang dimana Wedang?" Wraja celingukan mencari-cari Wedang.
"Ssttt... Dia sedang tertidur di rumah Juragan Suryo. Biarkan dia disana besok pagi barulah kau jemput dia. Lagi pula Juragan Suryo dan istrinya sudah memperlakukan Wedang seperti anaknya sendiri." Nyi Wringit nampak berbicara sambil menunjuk rumah juragan Suryo.
"Syukurlah jika begitu. Saya jadi tidak enak dengan Juragan Suryo". Sesal Arya Wraja.
"Sudahlah, sekarang ada kabar apa yang kau bawa dari Kadipaten?" Tanya Ki Barna.
Wraja menceritakan semua permintaan Raden Pranaraja kepada Nyi Wringit dan Ki Barna mereka pun mendengarkan sambil manggut-manggut mendengar cerita Wajra seolah memahami kemauan Nambi yang disampaikan kepada Pranaraja.
"Kau sangat beruntung memiliki putra yang cerdas dan tampan seperti Wedang". Ucap Nyi Wringit sambil memandang bulan di antara dedaunan kelapa.
"Seandainya Ibunya ada disini dia pasti bangga meihat perkembangan Wedang". Tambah nyi Wingit.
"Sudahlah Nyi, tolong jangan ingatkan saya pada kejadian itu, apalagi di depan Wedang, saya tak ingin nampak kesedihan diwajahnya". Arya Wraja mendengus nampak rona kesedihan dalam matanya.
"Lantas kapan kau berencana membawa Wedang ke Trowulan?" Tanya Ki Barna.
"Kemungkinan 3 purnama lagi saya akan menitipkan Wedang pada Kakang Nambi". "Di bawah asuhan Kakang Nambi saya yakin Wedang akan menjadi anak yang luar biasa hingga dapat mengabdi sebagai Dharmaputra". Lanjut Arya Wraja.
"Kalau begitu izinkan kami mengajarkan beberapa jurus silat kepada Wedang sebelum ia menuju ke Ibu Kota. Bukan begitu Nyai?". Ucap Ki Barna sambil memandang Nyi Wringit.
"Dasar tua bangka, kenapa kau harus meminta izin pada cecunguk ini, bukankah selama ini kita sudah mengajarkan beberapa jurus pada Wedang?" hihiii... Nyi Wringit tertawa melihat wajah bingung Wraja.
"Apa... jadi selama ini Nyai dan Aki mengajari Wedang jurus silat?". Duh, Gusti Agung Jagad Dewa Bathara apa yang harus ku katakan kepada Nilam jika ia tahu anaknya belajar silat di usia 7 tahun!" runtuk Wraja pada Nyi Wringit dan Ki Barna.
"Kau sebenarnya tidak tahu atau hanya berpura-pura dengan sesuatu yang dimiliki Wedang!" Nyi Wringit membalas ucapan Wraja sambil ngotot sedikit berteriak. "Benar Warna!". Sahut Ki Barna.
Nyi Wringit dan Ki Barna bukanlah pendekar sembarangan keduanya adalah pasangan jawara dari pulau Madura yang sengaja lari dari kampung halamannya seba menjadi buronan karena telah membunuh kawanan bangsawan yang merupakan penjahat berseragam abdi kerajaan. Namun karena kekuasaan bangsawan tersebut akhirnya hukum tetap menyalahkan keduanya.
Nyi Wringit terkenal dengan jurus selendang terbangnya sedangkan Ki Barna memiliki jurus sapi gila yang dengan srudugan kepalanya mampu meruntuhkan tembok istana Majapahit. Nyi Wringit berada di silat tingkat 3 inti diri dengan 27 lapisan tenaga dalam sedikit di bawah Wraja yang memiliki 30 lapisan sedang Ki Barna 25 lapisan dan berada di tingkat 3 inti diri. Namun jika mereka bergabung melawan Wraja maka sudah di pastikan Wraja tidak akan bertahan dalam 100 jurus.
**
Senja telah tiba, suara burung dan kokok ayam jago bersahutan diantara lebatnya pohon kelapa dan asem di sekitar rumah penduduk Lembah Ngrawan. Nampak Juragan Suryo bersiap siap menyusun dagangan kelapa di atas pedatinya. Wedang berpamitan kepada Juragan Suryo dan Istrinya kemudian berlari kecil menuju pondoknya sementara Wraja sedang bersila larut dalam semedinya menyerap energi alam.
"Bopo... Bopo... kapan Bopo pulang?" kenapa tidak membangunkan Wedang agar pulang kerumah?". tanya Wedang kepada Wraja.
Sambil mengelus-elus kepala Wedang."Bopo pulang tengah malam, tidak enak jika membangunkan Juragan dan keluarganya". "Kemana paman Sarjo?" tanya Wraja.
"Semalam paman di minta Juragan untuk menuju desa Lebak dan mempersiapkan dagangan di sana karena itulah Wedang bermalam di rumah Juragan Suryo."
"Wedang, kemarilah! Coba kau tunjukan jurus-jurus yang di ajarkan Ki Barna dan Nyi Wringit padamu!".
"Emmh... Rupanya bopo sudah tahu?" Bopo tidak marah kan?" tanya Wedang khawatir.
"Tidak, Bopo hanya ingin tahu sejauh mana kau mampu menyerap ilmu dari Aki dan Nini mu".
"Baiklah romo.. Wedang mulai mengambil kuda-kuda. Chiaaattt... hiyaaa... jurus demi jurus Wedang mainkan dengan sangat indah dan bertenaga. Anak seusianya begitu mahir menggerakan tubuhnya sungguh mengejutkan. Wajra tidak mau memuji Wedang, ia tak ingin Wedang tertipu dengan pujian hingga lupa untuk terus berlatih menjadi kuat.
"Wedang, Perhatikan Romo!". Huph... huph... Wajra memainkan jurus dasar pukulan wajra membelah gunung kepada Wedang satu persatu jurus ia tunjukan tanpa mengurangi kecepatan dan kekuatan gerakannya. hingga di jurus terakhir Wajra memukul batu yang berada di sampingnya tanpa tenaga dalam. "Hiyaaaaa..." Bummmp... batu itu hancur berkeping-keping hingga ***** tak berbentuk. "sekarang kau praktikan jurus tadi!". "Apa kau lupa?". Tanya Wraja. "Saya akan mencobanya bopo". jawab Wedang.
Hup... hiyaaa... hup... hiyaa... Wedang memainkan jurus dengan baik dan bertenaga. Wajra terpukau melihat Wedang mampu menirukan jurus demi jurus walau gerakan nya masih kaku namun ia teringat ketika berusia 12 tahun ia baru bisa menghafal jurus tersebut bahkan setelah Bathara Sang Hyang Hawu menghukum untuk mengisi air dari kaki bukit Baruna.
"Luar biasa, anak ini memiliki bakat meniru jurus dalam sekali pandang". Batin Wajra memuji Wedang anaknya.
"Baik, Wedang cukup!". "Sudah saatnya mandi, cepatlah mandi bopo akan memasak spesial untukmu". Perintah Wraja pada Wedang. "Baik bopo". Jawab Wedang.
**
Dari kejauhan pantai nampak sebuah perahu yang di kendarai 3 orang tanpa mendayung namun perahu itu berjalan begitu cepat. Rupanya perahu itu dikendalikan dengan tenaga dalam tinggi.
Siapakah mereka? dan ada perlu apa mereka menuju Lembah Ngrawan? ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!