NovelToon NovelToon

GAMAN JULANG DAN SERIBU TIRAKAT

BAB 1 : DIKELUARKAN DARI SEKOLAH

"Gimana, Jul, kalau sudah begini apa rencanamu? Sayang banget udah kelas tiga SMA malah dikeluarin dari sekolah. Disuruh pindah sekolah enggak mau," tanya Mas Ahmad, kakak pertamaku, dengan nada pelan sambil duduk dan menyalakan sebatang rokok.

Kami duduk bersebelahan di ruang tamu. Aku tak bisa menjawab pertanyaannya.

Kuambil sebatang rokok milik Mas Ahmad yang diletakkan bungkusnya di hadapanku.

Saat mau ku nyalakan, "Pret...," baterai korek apinya lepas. "Yaah... rusak deh koreknya."

"Minta apinya, Mas!" Ku ulurkan tangan untuk mengambil rokok yang tengah dihisap Mas Ahmad.

Aku menghela napas, mengembuskan asap, lalu mengangkat tangan memegang dagu. Hatiku bergejolak, gundah gulana.

Rasanya sudah malas untuk sekolah formal. Jadwal manggung main musik yang padat membuatku tak ingin sekolah lagi. Harus bangun pagi setiap hari, pulang sore, sungguh sangat membosankan. Semua itu ku anggap mengganggu waktu latihan band sebagai hobiku.

Aku terdiam sambil berpikir untuk menjawab pertanyaan Mas Ahmad.

Suasana hening sejenak, di antara kami tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun, hanya saling mengembuskan asap rokok.

Hingga kurang lebih lima menit waktu berlalu, perutku terasa mules, ingin ke belakang. Sebenarnya enggak mules-mules amat sih, tapi aku mau memanfaatkan momentum di kamar kecil untuk merenung dan berpikir.

Di tengah buang hajat, "ting..." ada gambar lampu bohlam di otakku. Terlintas dalam pikiranku sebuah solusi yang menurutku ciamik dan sangat cemerlang.

Aku bergegas siram-siram cebok, lalu keluar kamar kecil untuk menemui Mas Ahmad di ruang tamu.

"Aku mau ikut kejar Paket C saja, Mas! Lagian tanggung juga, tinggal satu semester. Lanjutin pindah di Paket C aja!" ku jawab, disertai sedikit senyuman kaku.

Kebetulan di kampungku sudah ada program kejar Paket C yang belum lama berdiri. Sekolahnya dekat rumah, kurang lebih cuma 200 meter.

Dalam hati dan otakku, terbayang untuk ke depannya. Jika aku pindah mengikuti kejar Paket C, maka semua akan lancar. Hobi main musik jadi tidak terlalu terganggu, karena sekolah Paket C cuma seminggu sekali.

Aku sudah tak lagi harus bangun pagi setiap hari, hidupku akan enjoy meniti karier. Namun, tetap punya ijazah setara SMA. Jika suatu saat ingin kuliah juga bisa. Itulah rancangan yang terbesit di pikiranku.

"Ya udah... terserah kamu. Kalau kamu sudah yakin dengan keputusanmu." Mas Ahmad berlalu pergi setelah mendapat jawaban dariku.

Mas Ahmad orangnya kalem. Dia tidak pernah marah, usianya 35 tahun. Jangankan marah, bicara keras saja tidak pernah.

Jika aku melakukan kesalahan, dia selalu menasihati ku dengan santai dan tenang. Dia sudah punya rumah sendiri. Mas Ahmad tinggal bersama istri dan kedua anaknya.

Sepertinya kesalahanku kali ini sudah sangat fatal. Aku dikeluarkan dari sekolah dan bikin malu keluarga. Penyebabnya gara-gara sering bolos.

Ya, begitulah pemain band. Sebagian besar waktuku terpakai untuk latihan band dan manggung. Walaupun hasilnya tak seberapa, namun aku senang menjalaninya.

Aku orangnya tak pandai membagi waktu. Sampai-sampai, harus mengorbankan sekolahku.

Aku punya dua kakak, yang satunya lagi perempuan. Saat ini dia sedang merantau di Jakarta bekerja di perusahaan konveksi.

Namanya Salma, usianya 27 tahun. Dia masih single belum menikah. Jadi, di rumah cuma ada aku dan ibu.

Salma yang membiayai sekolahku, membantu ibuku yang seorang janda umur 55 tahun.

Bapak sudah meninggal sejak aku masih kelas tiga SD.

Meskipun bapak sudah meninggal, namun beliau masih membiayai hidup kami sampai sekarang, dari gaji pensiunannya.

Beliau seorang PNS zaman Orde Baru. Jadi gajinya tidak seberapa. Hanya cukup buat kebutuhan sehari-hari.

Betapa terpukul dan sedihnya Salma mendengar kabar bahwa aku dikeluarkan dari sekolah.

Dia tahu lewat telepon dari tetanggaku yang suka julid.

Padahal Mbak Salma sudah banting tulang, memeras keringat, mencari nafkah dan menaruh harapan besar kepadaku sebagai putra bungsu dalam keluarga, agar menempuh pendidikan sampai sarjana.

Tentunya bukan hanya Mbak Salma, semua keluargaku juga pastinya kecewa.

Gunjingan tetangga merambat dari satu ke yang lain, hingga ada yang melarang anaknya bergaul denganku.

"Mau jadi apa anak itu? Kerjaannya tiap hari bawa gitar ke sana kemari. Sekolah nggak becus, pasti dia nakal tuh. Buktinya, sampai dikeluarin dari sekolah." Kurang lebih begitu kalimat yang sering dibicarakan tetangga tentang diriku.

Aku bukan anak bodoh, bukan anak nakal. Aku juga selalu sopan kepada Bapak-Ibu guru. Nilai mata pelajaran ku sebenarnya bagus.

Hanya saja, aku tak pandai membagi waktu. Aku tak bisa memilih mana yang seharusnya menjadi prioritas.

Kebiasaanku yang suka begadang, membuat susah bangun pagi. Walaupun sedang tak ada acara, aku tetap sering terjaga di malam hari, bermain gitar sampai larut.

Karena bangun kesiangan, makanya aku jadi sering bolos sekolah.

Sedangkan Ibu, beliau terus membujuk agar aku jangan ambil kejar Paket C. Pindah sekolah formal yang lain saja.

Namun, keputusanku kali ini sudah bulat. Aku tetap mau pindah kejar Paket C saja.

Sifatku yang keras kepala, membuat Ibu hanya bisa pasrah dan mendoakan. Beliau hanya menegaskan, semoga aku tak menyesali keputusan yang kupilih saat ini di kemudian hari.

Inilah aku, Gaman julang, remaja 18 tahun yang telah mengecewakan ibu dan kedua kakakku.

Hatiku lumayan keras. Sehingga jarang menyadari sifat buruk yang kumiliki. Aku tidak memikirkan perasaan keluarga.

Berbeda dengan keluargaku...

Aku sendiri tidak merasa sedih. Aku beranggapan, paling-paling juga lambat laun kekecewaan mereka akan berangsur-angsur menghilang ditelan waktu.

Semua sudah telanjur terjadi, ya mau gimana lagi, waktu tak bisa diputar kembali.

Aku berkata pada diriku sendiri, "Tak perlu risau, tenang saja! Sejarah belum selesai ditulis, Bro!"

Aku akan mengikuti kejar Paket C. Toh juga ijazahnya juga sama saja. Yang terpenting, pengetahuan dan otak selalu encer. Soal belajar bisa di mana saja tempatnya, nggak harus di sekolah formal.

Aku tidak pernah menyesali semua yang telah terjadi dalam hidupku. Hidupku adalah milikku. Bukan milik orang lain. Akulah yang sedang menjalani, bukan mereka.

Aku merasa sebagai orang merdeka, yang bebas menentukan keputusan untuk diriku sendiri.

Lihat saja nanti! Kelak akan tiba waktunya. Aku akan kembalikan senyum keluargaku. Pasti! Suatu saat ku buktikan bahwa hidupku akan baik-baik saja.

BAB 2 : LULUS KEJAR PAKET C

Sebelum masuk SMA, sebenarnya dulu aku adalah anak yang rajin sekolah dan mengaji.

Dari SD hingga MTs, setiap habis pulang sekolah aku rutin mengaji di madrasah diniyyah.

Namun, semua itu berubah setelah pergaulanku makin luas dan banyak mengenal teman-teman baru.

Teman-temanku kebanyakan dari luar sekolah. Usia mereka rata-rata lebih dewasa dariku.

Mereka adalah para musisi metal, yang tergabung dalam sebuah komunitas bernama underground.

Sebelum kenal mereka, dari kecil aku sudah menyukai musik. Masih terpaku dalam ingatanku sampai sekarang lagu 'Terminal' dari Franky sahila tua dan Iwan fals.

Lagu itu yang membuat aku jatuh cinta dengan musik. Dari umur lima atau enam tahun, bahkan belum masuk SD saya sudah hafal lirik lagu 'Terminal', sampai sekarang pun masih hafal.

Kemudian, aku mulai suka musik rock setelah tau grup band Gong 2000. Lagu Menanti kejujuran, bara timur dan lain-lain.

Waktu itu, aku belum tau God Bless, karena pada saat itu aku masih kelas satu SD, sekitar tahun 96 an, kebetulan God bless sedang vakum. Ian antono sang gitaris membentuk Gong 2000, yang personilnya juga dari orang-orang God Bless juga.

Aku juga suka Rock barat dari kecil, seperti Bon jovi, Skid row, Guns N' roses, Fire house, Aerosmith, Judas priest, AC DC, Metallica, Iron mayden dan lain-lain.

Umur lima belas tahun saat baru masuk SMA, tahun 2004, aku baru mengenal musik Power metallian, seperti Helloween, Stratovarius, Rhapsody, Dark moor, Avantasia, Sonata artica dan lain sebagainya.

Kemudian, aku dikenalkan oleh salah satu teman dengan musik-musik keras. Ada death metal, trash metal, grind core dan sejenisnya.

Temanku bernama Jack, usianya lebih tua lima tahun dariku, dia yang mengenalkan ku dengan musik cadas seperti Sepultura, Lamb of God, Kreator, Dying Fetus, Obituary, Canibal corpse, Napalm death dan lain sebagainya.

Dari situ, aku mulai membentuk grup band metal dan sering manggung.

Waktu itu aku masih bergonta-ganti band, sesekali kadang menjadi additional player atau pemain cabutan untuk band orang lain.

Kesibukan itulah yang membuat sekolahku terbengkalai.

Hari ini aku mulai mengurus surat-surat untuk masuk kejar Paket C. Aku cukup membawa rapor dan surat keterangan pindah dari sekolah lama.

Tidak perlu mengulang dari awal kelas satu, tinggal mengikuti semester terakhir saja selama enam bulan. Setelah itu tinggal ujian dan selesai.

Sekarang, hari-hariku menjadi lebih leluasa dan bebas bak burung yang baru dilepas dari sangkarnya.

Sekolah cuma seminggu sekali, itu pun kadang masuk kadang tidak.

Di sela-sela aku menyelesaikan sekolah, kegiatanku bermusik selalu mewarnai dan mengiringi perjalanan hidupku.

Aku merasa sangat bahagia dengan hari-hariku. Apalagi sekarang bisa bangun siang, bisa berambut gondrong, biar sangar jadi gitaris metal gitu...he he..., Oh..., alangkah nikmatnya hidup ini.

Enam bulan berlalu, tiba saatnya untuk ujian akhir semester dan ujian Nasional.

Ujian kejar Paket C dilakukan di SMK N Purbalingga.

Kami satu rombongan peserta ujian paket C dari desa, diangkut menggunakan truk menuju SMK N Purbalingga.

Perjalanan penuh tawa, riang gembira, saling bergurau dan bercengkrama dalam truk. Bersama bapak-bapak dan Ibu-Ibu peserta ujian.

Peserta ujian yang masih muda hanya ada beberapa orang, lainnya rata-rata sudah berusia diatas 40 tahun.

Namanya juga ujian para orang tua, tentu suasananya tidak sama dengan ujian anak SMA pada umumnya.

Ada yang kebingungan, tanya sana sini, contek sana contek sini, namun tidak ditegur oleh pengawas.

Mungkin nggak enak mau menegur, bahasa jawanya 'rikuh'. Karena pengawasnya jauh lebih muda dari sebagian besar peserta ujian.

Kami melaksanakan ujian selama dua hari. Selesai ujian tinggal nunggu pengumuman.

Selama menunggu pengumuman, kegiatanku sehari-hari tetap seperti biasa. Latihan band, begadang, nongkrong dan manggung kalau lagi ada job.

Aku sangat dimanjakan oleh ibuku. Meski sudah mulai dewasa, namun masih saja sering dikasih uang dan rokok oleh Ibu.

Beliau tidak pernah memarahiku. Kalaupun menasihati, pasti dengan nada yang lembut.

Pertengahan Tahun 2007, mbak Salma pulang dari perantauan.

Sampai di rumah, dengan tatapan kesedihan dia memandangku. Dia masih merasa kecewa atas dikeluarkannya aku dari sekolah.

Sejak saat itu, hubunganku dengan mbak salma menjadi renggang dan kurang baik. Kami sering bertengkar.

"Mau jadi apa kamu, Jul! sekolah nggak beres! Tiap hari kerjaannya cuma gitaran, gaul sama preman dan anak-anak nakal!" bentak mbak salma dengan nada tinggi.

"Yang nakal siapa? teman-temanku bukan anak nakal, bukan preman, mereka seniman! mereka bukan maling, bukan rampok, bukan penipu! Ini nih..., orang yang pengetahuannya dangkal. Nggak ngerti bedanya mana preman mana seniman!" bla bla bla ku jawab dengan argumentasi panjang lebar.

Mbak salma tidak mau kalah, dia terus saja berdebat denganku. "Sok-sokan ngomong pengetahuan, kayak sekolah kamu bener aja!"

"Udah-udah..., kalian jangan ribut terus! Toh adikmu sekarang sudah mengikuti kejar paket C, ijazahnya juga setara SMA, yang sudah terjadi ya sudah. Sekarang kita fokus untuk kedepannya saja!" Ibu berusaha melerai kami berdua.

Sambil berlalu pergi menuju kamarnya, Mbak Salma berucap sedikit kesal, "Ibu itu jangan terlalu memanjakan dia ! ntar jadi tambah nggak tau diri, dia!"

Hari demi hari berlalu, hubunganku dengan Mbak Salma bagai anjing dan kucing. Tiada hari tanpa pertengkaran.

Kadang hanya karena masalah sepele, karena hal kecil pun bisa jadi pemicu pertengkaran diantara kami.

Minggu siang, sebelum aku mau berangkat latihan band, Ibu bertanya menghampiriku, "kapan pengumuman, Jul?"

"Besok, hari senin bu." Ku jawab dengan singkat padat dan jelas.

"Sekarang mau kemana? konser?" sambung Ibuku.

"Mau latihan bu..." lagi-lagi ku jawab dengan singkat.

Namanya seorang Ibu, pasti sangat memperhatikan anaknya, semuanya ditanyakan, "Udah makan belum? Punya uang apa nggak, Jul?"

"Kalau makan si udah bu, tapi kalau uang belum ada he he..." sambil berharap dikasih, ku pasang muka memelas dihadapan ibuku.

Ibu menuju kamar dan diambilkan nya selembar uang seratus ribuan untuk diberikan kepadaku.

Melihat aku diberi uang, Mbak Salma berkomentar, "Ngapain dikasih uang, Bu! dia kan udah gede. Lagi pula dia anak nggak bisa diatur! Suka ngambil keputusan sendiri, berarti tandanya dia udah mampu ngurus dirinya sendiri."

Daripada dengar mbak salma ngomel, Aku lebih baik langsung cabut pergi saja. Tidak perlu menanggapi, ntar malah jadi ribet. Malah makin panjang urusannya.

Hari senin pagi, pengumuman telah tiba. Ternyata tidak ada satu pun yang lulus dari semua peserta ujian, yaitu di mata pelajaran bahasa Inggris.

Namanya juga ujian para orang tua, mendengar pengumuman tidak ada yang lulus, bukannya sedih malah pada tertawa.

Tidak perlu malu juga, karena seratus persen peserta tidak lulus. Kalau sendirian nggak lulus baru malu ha ha...

Berhubung pada satu mata pelajaran tidak ada yang lulus, akhirnya kami harus mengulang ujian untuk mata pelajaran bahasa inggris.

Alhamdulillah, setelah melaksanakan ujian ulang, semuanya dinyatakan lulus seratus persen, dengan nilai bagus-bagus.

Ya jelas bagus lah..., orang dikasih contekan sama guru-guru dan pengawas, biar cepat selesai wkwkwk...

Sekarang aku sudah punya ijazah kejar paket C. Tinggal menuju langkah selanjutnya. Langkah apakah itu? Belum terpikirkan.

Bukan "belum" si... he he..., tapi lebih tepatnya "tidak" terpikirkan. Lihat nanti saja! Ada peluang apa di depan.

BAB 3 : ANTARA KULIAH, NYANTRI ATAU KERJA

Pasca lulus dari kejar paket C, hari-hariku berlalu tanpa perkembangan. Hidup dengan kegiatan itu-itu saja. Tiap hari kerjaannya cuma nongkrong dan latihan band.

Sementara lambat laun, job mulai sepi, karena sudah mulai jarang ada event musik metal.

Hidupku menjadi galau dan kurang bersemangat.

Kalau sedang di rumah, seperti biasa aku pasti selalu bertengkar dengan Mbak Salma.

Dia selalu cari-cari alasan untuk memarahiku, ya meskipun alasannya masuk akal sih, melihat aku yang malas-malasan, dia kesel mungkin.

Agar tidak terjadi pertengkaran, setiap ada mbak salma, aku selalu menghindar.

Misalnya, ketika aku berada di ruang tamu, lalu tiba-tiba dia datang, aku langsung cabut pergi ke kamar.

Pokoknya aku selalu menghindar. Jangan sampai bertatap muka dengannya. Apalagi lama-lama bareng dalam satu tempat.

Saat ini, Aku belum memiliki rencana apapun. Di rumah sering melamun dan tak bisa berpikir. Malam begadang, siang untuk tidur.

Kadang, karena saking seringnya tak ada kegiatan alias nganggur, ku sibukkan dengan membaca Al qur'an, namun tidak ku niati sebagai ibadah. Hanya sekedar untuk mengisi waktu kosong ha ha...

Al qur'an juga selalu jadi senjataku saat mbak salma datang. Kalau ada dia, langsung cepat-cepat aku baca qur'an. Biar nggak keliatan nganggur gitu.

Hitung-hitung sekalian ngusir setan penyulut api pertengkaran ha ha..., sehingga bisa buat tameng. Orang sedang baca qur'an masa mau dimarahi wkwkwk.

Sementara itu, teman-temanku sudah mulai punya kesibukan masing-masing. Ada yang merantau, bekerja, kuliah, ada pula yang jadi guru dan lain-lain.

Setiap hari, Aku hanya ditemani gitar. Sampai kurasakan titik jenuh. Hati pun sepi tak ada tujuan, hanya mimpi.

Langkah tertatih tanpa arah pasti, hidup berlalu tanpa arti.

Bagaikan perahu tanpa nahkoda, terombang-ambing di lautan nan luas. Rasa gelisah selalu ada, seakan harapan sirna ditelan masa.

Pagi berganti, senja pun tiba, namun asa tak kunjung menyapa. Hanya angan yang terus membara. Kapan kan tiba hari bahagia?

"Jika dibiarkan terus begini, lantas apa yang akan ku perjuangkan dalam hidupku? Aku harus melakukan sesuatu! Tuhan, berilah aku ilham! tunjukkan sesuatu untukku!" Ku coba curahkan isi hati dan mulai serius berdoa kepada-Nya.

Beberapa kali ku coba panjatkan doa, agar dituntun oleh Yang Maha kuasa.

Sampai suatu ketika, muncul dalam pikiranku sebuah kalimat "Pikirkanlah wahai jiwa yang lelah, rencana itu bukan sekadar indah. Ia adalah kompas penuntun arah, agar hidup tak hanya sebuah kisah."

Pada satu waktu, mendadak seluruh keluarga ku berkumpul. Bukan hanya Ibu dan kedua kakak ku.

Namun, saudara-saudaraku yang lain juga. Ada pakde, bude, pak lik, bu lik, termasuk sepupu yang dari luar kota. Mereka berkumpul di rumahku.

Menjelang malam, sehabis shalat isya, sekitar pukul 20.00 WIB, ruang tamu sudah penuh dengan keluarga besar.

Aku mengintip dari balik tirai pintu kamarku.

Dalam hati ku berkata, "Ada apa gerangan?"

Aku termasuk orang yang acuh, sehingga kadang kurang update informasi tentang keluargaku sendiri.

Kadang, justru aku tau dari orang lain perihal apa yang sedang terjadi dengan saudara atau kerabatku.

Usut punya usut, ternyata mbak salma akan dilamar orang. Dia akan segera menikah dalam waktu dekat.

"Alhamdulillah, kalau mbak salma sudah menikah, mungkin jadi nggak ada waktu untuk ribut denganku. Mudah-mudahan dia mendapatkan suami yang baik dan bertanggung jawab."

Aku juga merasa ikut bahagia mendengar kabar ini.

Mbak salma akan menikah dengan pria bernama Rama.

Rama merupakan putera dari teman Ibuku. Sejak kecil, Rama sudah sering main ke rumahku bersama Ibunya. Kini ia berjodoh dengan kakak perempuanku.

Rama orangnya baik, serta hidupnya sudah mapan. Dia punya usaha sendiri di Jakarta dan memiliki beberapa karyawan.

Beberapa bulan setelah pernikahan mereka, keluargaku berkumpul kembali. Termasuk juga mas Rama yang sudah menjadi kakak iparku.

"Ada apa lagi orang-orang pada ngumpul?" ditempat yang sama, dari balik tirai kamar, ku bergumam dalam hati.

"Jul... Jul... sini sebentar Jul! Mas mau ngomong!" Mas Ahmad memanggilku untuk bergabung dalam perkumpulan mereka.

Aku keluar kamar, menghampiri mereka.

"Iya, Mas. Ada apa?"

"Duduk sini sebentar, Jul!" sambut mas Ahmad sambil menepuk-nepuk kursi yang ada di sampingnya.

Aku duduk di sebelah mas Ahmad, dengan hati penuh rasa penasaran. Ada apa gerangan semua keluarga berkumpul memanggilku untuk bergabung?

Padahal, biasanya kalau ada rapat keluarga, aku tak pernah dilibatkan. Mengapa demikian? Karena mereka sudah tau kalau aku orangnya acuh.

Setelah aku duduk di tengah-tengah mereka, Mas Ahmad mulai membuka percakapan. Ia bertanya padaku, "Jul, jamu sudah punya rencana apa untuk kedepannya?"

"Aku belum punya rencana apapun, Mas." Ku jawab sambil mengambil rokok, lalu menyalakannya. Sepertinya yang kuambil rokok punya mas Rama. Persis tergeletak di atas meja di hadapanku.

"Gini jul..., kami sudah berembug untuk masa depanmu. Hobi musik boleh-boleh saja, tapi kamu harus punya prioritas untuk kedepannya!" sambung mas Ahmad.

Aku hanya menundukkan kepala, diam tanpa bisa menjawab apapun.

Mas Ahmad kembali melanjutkan perkataannya. Dia menengok ke arah Ibu, "Kalau menurut Ibu gimana?"

"Apa kamu mau lanjut kuliah Jul?" tanya Ibu padaku.

Sebelum ku jawab, Mbak Salma sudah menyahut lebih dulu, "Kuliah kan biayanya mahal bu! uang dari mana nanti?"

"Yang namanya rejeki kan bisa dicari. Insya Allah pasti ada jalannya nanti. Ibu rasa, gaji pensiunan almarhum bapak kalian masih cukup kok!" bantah Ibu kepada Mbak Salma.

"Apa kamu mau masuk ke Pondok pesantren saja? Ngaji di sana! Biayanya jauh lebih terjangkau." Mas Ahmad memberikan opsi kedua.

Aku masih diam, masih belum bisa menentukan langkah apa yang akan ku ambil.

Mbak salma kembali bicara, "Atau kalau nggak gini aja, Jul! Kamu kerja ikut Mas Rama aja di Jakarta!"

"Jangan! Jangan ke Jakarta! dia masih harus belajar dulu!" timpal Ibu dengan nada tak tega. Beliau belum rela jika aku harus bekerja.

Hati dan pikiranku bergejolak. Aku belum bisa memilih opsi mana yang akan ku pilih.

Sementara diriku belum punya rencana apapun, sehingga mau tidak mau aku harus memilih.

Rasanya juga sudah jenuh di rumah terus, karier juga nggak ada kejelasan.

"Gimana jul?" Mas Ahmad kembali meminta kejelasan.

Tanpa pikir panjang, daripada dicecar pertanyaan terus, aku pun memutuskan. "Ya sudah, Aku mau nyantri saja di Pondok pesantren."

"Alhamdulillah. Baik, minggu depan kita berangkat ke Pondok pesantren di Kediri Jawa timur." Mas Ahmad menyambut dengan senyuman lega dan penuh syukur mendengar keputusanku yang memilih untuk ke Pondok pesantren.

Setelah menjawab pertanyaan mereka, aku kembali ke kamar.

Sebenarnya aku masih ragu dengan keputusanku .

Namun, karena malas berdebat, aku asal pilih opsi saja tanpa menimang-nimang lebih dalam lagi.

Dalam kamar, aku merenung, disertai penuh pergolakan dalam hati. "Seandainya pilih kuliah kasihan Ibu biayanya mahal, kalau nyantri, nggak bisa main band lagi dong? pesantren kan pastinya jauh dengan musik dan dunia entertainment? Kalau mau kerja, belum boleh sama Ibu."

"Halah nggak usah dipikir..., jalani saja! daripada nganggur tak ada tujuan yang pasti!" sambil menepuk-nepuk kepala, aku menasihati diriku sendiri.

Tak mau ku pikir lagi. Setengah salto di atas kasur yang lumayan keras, ku pancal tarik selimut. Kututup rapat sekujur tubuhku, kemudian tidur.

Memang agak sedikit sakit sih..., jatuh di kasur yang berbulan-bulan tidak dijemur. Selimut juga sudah lama tak dicuci, tentunya sudah apek, namun semua itu tak terasa, karena kalah dengan kegundahan hatiku.

"Selamat tidur!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!