Namaku Alya Safitri. Umurku 20 tahun. Aku lahir dan tinggal di kota kembang, Bandung. Namun sejak lulus SMU, atau tepatnya dua tahun yang lalu, aku pindah ke ibukota, tinggal bersama ibuku yang sudah lima belas tahun tinggal dan bekerja sebagai art, di rumah keluarga Mahendra.
Aku lahir dari keluarga kurang mampu. Ayah meninggal saat aku berumur 5 tahun. Sejak kepergian ayah, ibu terpaksa bekerja menjadi art di Jakarta, meninggalkanku bersama nenek dari ayahku. Namun saat aku kelas dua SMU, nenek juga pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya.
Aku tidak memiliki saudara atau kerabat di Bandung. Ayahku anak satu-satunya. Sementara keluarga ibu, aku tidak pernah tahu dan tidak pernah mengenalnya. Aku hanya tahu, kalau ibuku berasal dari Sumedang.
Menurut kabar yang aku dengar, pernikahan ayah dan ibu dulu, tidak direstui oleh keluarga ibuku. Hingga ibu memutuskan kabur. Dan yang menjadi wali nikahnya saat itu, adalah kakak laki-lakinya, yang sudah lebih dulu kabur dari rumah kakek dan nenekku. Namun tak lama kemudian sang kakak meninggal karena kecelakaan.
Seingatku, aku memiliki seorang kakak.Tapi semenjak kepergian Ayah, aku tidak pernah lagi bertemu denganya. Kata nenekku dia pergi, tapi aku tidak tahu dia pergi kemana,dan aku juga tidak pernah menanyakannya.
Selama bekerja, ibu jarang pulang ke Bandung .Tapi ia selalu mengirimi kami uang setiap bulannya. Aku selalu mengunjunginya, saat aku libur sekolah.
Sejak SMP, aku sudah belajar mencari uang tambahan, dengan berjualan online. Aku menjadi reseller sebuah toko di Bandung yang menjual berbagai macam produk, seperti baju, sepatu, tas, kacamata, softcase hp, softlens dan yang lainya.
Awalnya hanya beberapa teman-temanku yang menjadi konsumenku, tapi lama-lama konsumenku bertambah banyak. Apalagi aku sering menawarkan barang daganganku di media sosial. Sepuluh dua puluh ribu, dari hasil jualanku, aku tabung sampai sekarang.
Kini aku tinggal bersama ibuku, dirumah keluarga Mahendra. Awalnya aku ragu, namun karena ibu memaksa dengan alasan khawatir padaku, akhirnya aku pun setuju. Apalagi keluarga Mahendra sangat baik. Aku merasa betah tinggal disana. Rumahku aku kontrakan kepada tetanggaku di Bandung.
Ibu Monika sang pemilik rumah, adalah wanita yang sangat baik. Dia memperlakukanku seperti anak kandungnya sendiri. Dia bahkan mencarikanku pekerjaan. Aku memang tinggal dirumahnya, tapi aku tidak bekerja disana. Aku menjadi seorang pelayan disebuah restoran, yang pemiliknya adalah teman bu Monika.
Sehari-hari, bu Monika merawat suaminya yang sakit. Sudah lima tahun dia terkena gejala stroke, dan harus duduk di kursi roda.
Bu Monika memiliki dua orang anak. Anak pertama mereka bernama Anisa Jingga Mahendra,(31tahun) seorang dokter yang mempunyai sepasang anak kembar yang sangat lucu, bernama Alif,dan Alifa, berumur 4 tahun.
Mbak Nisa, begitu panggilan akrabnya, dia adalah seorang janda. Menurut cerita bi Sari (salah satu art disana)mbak Anisa bercerai gara-gara suaminya berselingkuh.
Anak kedua bu Monika bernama Abimanyu Biru Mahendra(27tahun)CEO muda pengganti pak Mahendra. Dialah yang menggantikan posisi pak Mahendra, setelah pak Mahendra sakit.
Tuan Abimanyu sangat baik dan ramah. Selain itu, dia juga sangat tampan. Aku juga sempat mengagumi ketampanannya. Dia memiliki seorang kekasih yang sangat cantik bernama Tamara, yang kebetulan adalah sekretarisnya.
Mereka berdua sangat cocok.Tapi entah mengapa, bu Monika tidak pernah menyukai nona Tamara, apalagi merestui hubungan mereka..Berkali-kali tuan Abimanyu meminta restu pada bu Monika untuk menikahi kekasihnya, namun ibu Monika tidak memberikannya. Bahkan bu Monika meminta tuan Abimanyu untuk memecatnya.
Belakangan ini, aku sering melihat nona Tamara direstoran tampatku bekerja bersama pria lain. Awalnya aku fikir lelaki itu adalah kakaknya atau saudaranya. Namun mereka terlihat selalu mesra seperti sepasang kekasih. Dan benar saja, dia memanggil lelaki itu dengan sebutan"honey".
Aku tahu mereka memang sepasang kekasih. Mungkin nona Tamara dan tuan Abimanyu sudah putus, fikirku. Namun ternyata aku salah, tuan Abimanyu dan nona Tamara masih berhubungan. Sejak saat itu, aku pun mulai berfikir buruk kepada nona Tamara.
.............
Setiap hari sebelum berangkat kerja, aku selalu membantu ibu menyiapkan sarapan, atau membantu bi Sari membereskan rumah. Walaupun bu Monika melarangku, aku tetap melakukannya. Aku malu kalau hanya numpang makan dan tidur disana tanpa melakukan sesuatu.
Hari-hari berganti, kesehatan ibu mulai terganggu, dia sering sakit-sakittan dan pergi berobat. Dokter melakukan beberapa tes dan pemeriksaan kepadanya. Aku sungguh shock, saat dokter mengatakan kalau ibu mengidap kanker serviks stadium 3. Aku berusaha mengobati ibu semampuku, agar dia bisa sembuh.
Ibu menjalani kemoterapi selama hampir tiga bulan. Selain itu, aku juga membawanya berobat ke pengobatan alternatif. Obat-obattan herbal yang aku lihat di internet pun, aku beli, walau harus menghabiskan gaji dan uang tabunganku. Bahkan uang hasil kontrakan rumahku pun habis terpakai untuk berobat ibu. Aku tidak peduli, yang penting ibuku bisa sembuh.
Dan akhirnya ibu dinyatakan sembuh. Aku sangat bersyukur dan sangat bahagia, karena usahaku tidak sia-sia. Aku berniat membawa ibuku pulang ke Bandung. Aku tidak mau ibu kembali bekerja. Namun ibu Monika melarang kami. Dia menyuruh kami tetap tinggal dirumahnya, dan kata bu Monika, ibu tidak perlu bekerja lagi dirumahnya.
Walaupun malu, aku pun menyetujuinya. Lagi pula setelah aku fikir-fikir, kalaupun kami pulang ke Bandung, aku tidak tahu akan tinggal dimana. Rumahku sudah aku kontrakan untuk tiga tahun, dan sekarang baru berjalan 2 tahun 4 bulan. Kalaupun aku ngontrak, aku sudah tidak punya uang lagi.
"Lebih baik kamu tinggal disini, kalau kamu pulang ke Bandung, kamu harus mencari pekerjaan baru Alya. Dan kamu tetap tidak akan bisa mengawasi ibu kamu. Tapi kalau kamu tinggal disini, ada bi Sari yang akan menemani ibu kamu." Saran bu Monika.
Dan apa yang dikatakan bu Monika memang benar.
Dua bulan kemudian, kesehatan ibu kembali menurun. Dokter mengatakan kalau kanker itu kembali menyerang ibu, dan kali ini keadaanya lebih parah dari sebelumnya. Aku sempat memarahi dokter, karena waktu itu dokter mengatakan kalau ibuku sudah sembuh, tapi kenapa keadaanya sekarang malah semakin parah.
Ibu Monika menenangkanku. Dia berjanji padaku, akan membiayai semua pengobatan bu Rahmi, ibuku, yang tentu saja tidak murah.
Aku senang mendengarnya dan berharap semoga ibu bisa benar-benar sembuh.
Ibu kembali menjalani serangkaian perobatan dirumah sakit. Aku tidak tahu harus berkata apa pada bu Monika yang telah membiayai pengobatan ibu. Hanya terima kasih saja, tentunya tidak akan cukup untuk membalas kebaikannya. Aku heran kenapa ada orang sebaik bu Monika, di ibukota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri itu.
"Saya sangat berterima kasih pada ibu.
Walau saya tahu, ucapan terima kasih saja tidak akan cukup untuk membalas kebaikan bu Monika. Saya tidak tahu bagaimana caranya saya membalas kebaikan bu Monika."
Dia tersenyum kepadaku, lalu berkata: "Kamu benar Alya. Ucapan terima kasih saja tidak akan cukup untuk membalas apa yang sudah saya lakukan untuk kamu."
Aku terkejut mendengar ucapannya. Aku tidak tahu mengapa dia bicara seperti itu.
"Apa maksud ibu?."
"Maksudku, aku melakukan semua ini tentu saja tidak cuma-cuma. Kamu tentu harus membalas semua ini."
"Tentu saja bu. Saya akan membalas kebaikan ibu. Saya akan mengganti semua biaya pengobatan ibu saya.Tapi saya mohon, beri saya waktu, atau kalau bisa saya akan mencicilnya."
Bu Monika kembali tersenyum mendengar ucapanku.
"Kamu fikir saya tukang kredit. Dengar Alya, saya tidak membutuhkan uang kamu. Kamu tidak perlu mengganti semua uang yang saya keluarkan untuk pengobatan ibu kamu. Kamu cukup lakukan sesuatu untuk saya."
"Benarkah?"
"Benar."
"Lalu apa yang harus saya lakukan bu? Saya pasti akan melakukannya untuk ibu."
"Bagus!! Alya, saya mau kamu menikah dengan putra saya, Abimanyu."
"Apaaahh? Menikah? Dengan tuan Abimanyu?. Ibu jangan bercanda. Saya tidak mungkin melakukannya."
"Kenapa tidak mungkin? Tadi kamu sendiri yang mengatakan akan melakukan apapun untuk saya bukan? Sekarang saya tagih janji kamu?."
"Tapi bu, saya belum mau menikah, apalagi dengan tuan Abimanyu. Tuan Abimanyu sudah memiliki kekasih, dia pasti tidak akan mau menikah dengan saya. Ibu suruh saya melakukan hal lain, saya pasti akan melakukannya."
Aku tentu saja menolak keinginan bu Monika, yang tidak masuk akal bagiku. Tuan Abimanyu sangat mencintai nona Tamara, aku bisa melihatnya.
"Tidak ada hal lain yang harus kamu lakukan, selain menikah dengan anak saya.Tapi saya tidak akan memaksa kamu. Keputusan ada ditangan kamu.Tapi maaf Alya, kalau kamu menolak, sekarang juga saya minta kamu mengganti uang saya."
Aku terkejut mendengar permintaan bu Monika, yang lagi-lagi tidak mungkin aku penuhi. Aku tahu sudah berapa banyak uang yang ibu Monika keluarkan, untuk pengobatan ibu. Dan aku tidak mungkin mengganti uang sebanyak itu sekarang juga. Bagaimana caranya aku bisa dapat uang sebanyak itu dalam waktu sehari?
"Pilihannya hanya dua, menikah atau ganti uang saya sekarang." Tambahnya.
Aku terdiam tidak menjawab bu Monika yang menyudutkannku. Karena tidak ada pilihan yang menguntungkanku. Aku tidak menyangka, bu Monika akan melakukan ini padaku. Dia memanfaatkan keadaan untuk menjebakku agar mau menikah dengan anaknya.Tapi mengapa?
"Tapi kenapa saya harus menikah dengan tuan Abimanyu? Apa ibu tidak malu punya menantu anak pembantu seperti saya? Apa yang akan teman-teman ibu katakan nanti, kalau mereka tahu, ibu mempunyai menantu miskin seperti saya?.
Mending ibu nikahkan tuan Abimanyu, dengan gadis lain yang sederajat dengan keluarga ibu." Ucapku berusaha membujuk bu Monika.
"Saya tidak butuh saran kamu Alya. Saya mau kamu yang menikah dengan anak saya, bukan gadis lain."
"Tapi tuan Abimanyu tidak akan setuju. Saya sangat yakin."
"Itu urusan saya. Kamu hanya harus menjawab iya atau tidak? Dan ingat Alya, biaya yang saya keluarkan untuk ibu kamu tidak sedikit. Ini masih separuh jalan, ibu kamu tentu masih harus menjalani pengobatan sampai ia benar-benar sembuh. Kalau kamu setuju menikah dengan anak saya, saya akan tetap membiayai pengobatan ibu kamu.Tapi kalau kamu menolak, tentu saja saya tidak akan melakukannya lagi, dan kamu harus mengganti sekarang juga. Fikirkan baik-baik ucapan saya."
Pilihan yang diberikan kepadaku, bukanlah sebuah pilihan menurutku.Tapi secara tidak langsung, dia telah memaksaku menikah dengan anaknya. Aku bingung harus bagaimana. Disatu sisi nyawa ibuku, disisi lain, masa depanku yang harus aku pertaruhkan.
Aku memang menyukai tuan Abimanyu, tapi bukan berarti aku mau menikah dengannya, setidaknya untuk saat ini. Aku masih ingin menikmati masa mudaku. Dan yang terpenting, dia sendiri tidak akan mau menikah denganku. Dia tidak mencintaiku. Aku meminta waktu, untuk memikirnya, dan bu Monika setuju.
"Oke. Besok saya tunggu jawaban kamu."
Semalaman aku memikirkan permintaan bu Monika. Aku tidak menyangka, dibalik sikapnya yang baik selama ini, bu Monika ternyata mempunyai niat tertentu.
Aku tidak habis fikir, kenapa dia mau aku menikah dengan putranya. Apa yang sebenarnya dia rencanakan? Aku rasa, dia tidak benar-benar menginginkanku jadi menantunya. Dia pasti punya maksud tertentu.
Mengapa nasib orang miskin selalu terpojok seperti ini?.batinku.
Esoknya.
"Baiklah bu, saya akan menikah dengan tuan Abimanyu, kalau tuan Abimanyu setuju. Tapi kalau dia menolak, saya harap ibu tidak memaksa kami."
"Bagus. Kamu memang anak baik. Urusan anak saya, kamu tidak perlu khawatir. Saya pastikan dia akan setuju. Sekarang bersiap-siaplah, kamu akan segera menikah dan menjadi menantu saya. Saya akan memenuhi janji saya untuk membiayai pengobatan ibu kamu.
"Baik bu. Terima kasih."
"Saya yang berterima kasih sama kamu."
Aku tidak mengerti ucapan bu Monika saat itu.Tapi aku tidak peduli. Yang terpenting bagiku saat ini, adalah kesembuhan satu-satunya orang yang paling kucintai didunia ini, yaitu ibuku.
.......
Disisi lain.
"Apa? Menikah dengan Alya? Mama gak salah?Mana mungkin aku menikah dengan Alya."
"Mama tidak salah. Mama ingin kamu menikah dengannya."
"Hanya Tamara yang aku cintai, dan yang akan aku nikahi. Aku tidak mau menikah dengan siapapun selain dia, apalagi dengan Alya, gadis kecil itu. Aku tidak mungkin mengkhianati Tamara."
"Kamu tahu sendiri, mama tidak suka gadis yang bernama Tamara itu."
"Aku tahu mah.Tapi aku tidak akan menyerah. Aku akan mempertahankan hubunganku dengan Tamara, sampai mama merestui kami."
"Sampai matipun aku tidak akan merestui hubungan kalian. Dan ingat Abimanyu, jangan pernah memanggil atau menganggap aku mama kamu, kalau kamu tidak menuruti keinginanku.
Silahkan kalau kamu mau menikahi gadis itu. Sekarang kamu boleh pergi dari sini. Jangan pernah menginjakan kaki kamu dirumah ini lagi. Jangan bawa apapun dari rumah ini. Dan kamu harus keluar dari perusahaan."Ancam bu Monika.
Abimanyu tercengang mendengar ucapan bu Monika. Dia tidak mengerti mengapa bu Monika sampai mengancamnya, hanya karena abimanyu menolak menikahi Alya.
Abimanyu tidak mungkin bisa pergi dari rumah keluarganya, tanpa membawa apa-apa. Bagaimana dia bisa bertahan hidup? Apalagi selama ini, kekasihnya selalu meminta ia membelikannya barang -barang mewah dan mahal.
Selama ini, bu Monika terlihat lembut,dan jarang bicara.Tapi kali ini, mengapa dia sangat berapi-api ingin menikahkan anaknya dengan Alya, gadis kecil yang bahkan tidak pernah ada dalam kriteria calon pendampingnya.
Walau selama ini, dia memperlakukan Alya dengan baik, tapi tidak pernah sekalipun terbesit rasa suka dalam dirinya, terhadap Alya.
Sebenarnya apa yang sudah dilakukan gadis itu? Sampai -sampai mama begitu bernafsu menikahkan aku dengannya?.
Tanya Abimanyu dalam hatinya.
Abimanyu POV.
Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau menentang mamaku.Tapi aku juga tidak mau menikahi gadis ingusan itu. Aku tidak menyukainya sama sekali.
Dimataku tidak ada yang spesial darinya. Aku mulai tidak suka dengan dia. Bisa dikatakan aku membencinya. Dia pasti sudah merencanakan sesuatu dibalik semua ini.
Aku sangat yakin, dia sudah menghasut mamaku, agar menikahkanku dengannya. Dia memanfaatkan kedekatan dan kebaikan mama padanya. Dia pasti mengincar harta kekayaan keluargaku.
Dasar gadis miskin matre. Kamu fikir aku bisa kamu manfaatkan. Dasar cabe-cabean. Umpatku pada gadis yang bernama Alya itu.
Semalaman aku memikirkan permintaan mamaku. Aku tidak mau menikah dengan Alya, karena aku sangat mencintai Tamara. Alya dan Tamara bagaikan langit dan bumi. Apa yang akan dikatakan orang, kalau aku menikah dengan gadis itu? Bagaimana dengan perasaan Tamara? Aku tidak mungkin menyakitinya
....
"Sebelum aku menjawab permintaan mama, ada hal yang ingin aku tanyakan pada mama. Dan aku harap mama jawab sejujurnya."
"Apa yang mau kamu tanyakan?."
"Kenapa mama ingin menikahkan aku dengan Alya? Apa alasan mama sebenarnya?."
"Mama hanya ingin Alya jadi menantu mama. Dia gadis yang baik, dan cocok jadi istri kamu. Mama menyukai dia dan kasihan padanya. Dia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, selain ibunya. Dan mama harap, kamu nanti bisa melindunginya, kalau kalian menikah."
"Kalau mama bisa menyukai gadis itu, kenapa mama tidak bisa menyukai Tamara. Asal mama tahu, Tamara itu gadis yang baik. Mama belum mengenalnya."
"Siapa bilang mama tidak mengenalnya. Justru mama sangat mengenalnya. Asal kamu tahu, dia itu bukan gadis baik seperti yang kamu bilang. Kamu sudah dibutakan oleh cintamu. Dan kamu sudah termakan rayuannya.Asal kamu tahu dia itu............"
Pranggg.....terdengar sesuatu seperti gelas pecah, disana. Ternyata pak Mahendra yang melakukannya, mungkin dia ingin minum, karena tangannya yang tidak normal akibat stroke yang dideritanya.
Bu Monika dan Abimanyu menghampiri pak Mahendra. Ia menatap wajah suaminya, yang berlinang air mata. Bu Monika mengerti arti dari air mata suaminnya. Pak Mahendra tidak ingin bu Monika meneruskan ucapannya tentang Tamara.
"Mama tidak mau tahu, pokonya kamu harus menikah dengan Alya, titik."
"Baiklah mah, aku akan menikahinya.Tapi aku punya beberapa syarat."
"Apa syaratnya?"
"Aku ingin pernikahanku diadakan sesederhana mungkin, dan mama jangan mengundang siapapun kecuali keluarga kita.
Kedua, aku akan tinggal dirumahku sendiri bersama Alya.
Dan yang ketiga, kalau dalam waktu enam bulan Alya tidak juga mengandung, aku akan menceraikannya dan mama harus merestui hubunganku dengan Tamara. Apa mama setuju?."
Bu Monika tampak berfikir.
"Baik mama setuju. Tapi jangan enam bulan, mama minta waktu setahun, bagaimana?."
"Baiklah. Aku setuju."Jawab Abimanyu. Senyuman terukir di bibirnya.
"Makasih Abi!! Kamu memang anak mama."
Kegembiraan nampak diwajah bu Monika, mendengar keputusan Abimanyu, walau Abimanyu mengajukan syarat kepadanya. Setidaknya dia punya waktu untuk memisahkan Tamara dan Abimanyu. Dan dia berharap, Abimanyu bisa mencintai Alya, seiring berjalanya waktu.
**********
"Apa? Kamu mau nikah honey? Kamu tega mau khinatin aku? Apa salahku?."Tanya Tamara diiringi air matanya.
"Sori honey, aku terpaksa melakukannya. Mama memaksaku menikahi gadis itu."
"Mama kamu. Selalu saja mama kamu. Kenapa dia ingin kamu menikahi gadis pilihannya? Apa karena dia lebih cantik dariku? Atau karena dia kaya?."
"Aku juga tidak tahu alasan mamaku.Tapi yang jelas, gadis itu tidak lebih cantik dari kamu, apalagi kaya. Sebaliknya dia miskin dan kampungan. Dia hanya anak pembantu yang tinggal dirumahku."
"Whaatt?? Anak pembantu? Seriously?." Tamara tergelak.
"Iya ..dia hanya anak pembantu.Jadi kamu tidak perlu cemburu. Aku minta kamu menungguku."
"Maksud kamu?"
"Pernikahanku dengan gadis miskin itu tidak akan lebih dari satu tahun. Aku akan menceraikan dia. Dan akan langsung menikahimu, aku janji."
"Tapi, apa mamamu akan setuju? Dia tidak pernah menyukaiku bukan?"
"Kamu tenang saja. Ibuku pasti akan setuju. Aku sudah mengatakan padanya, kalau dalam waktu satu tahun, gadis itu tidak hamil, aku akan menceraikannya dan aku akan menikahimu. Mamaku setuju.
Tentu saja dia tidak akan pernah hamil, karena aku tidak akan pernah menyentuhnya. Jadi kamu mau kan bersabar menungguku, demi hubungan kita?"
"Baiklah ...aku akan menunggu kamu.Tapi kamu janji, tidak akan pernah menyentuhnya."
"Tentu saja. Mana mungkin aku sudi menyentuhya. Melihatnya saja aku sudah jijik."Jawab Abimanyu.
..............
Alya pov
Aku terkejut setengah mati, saat ibu Monika mengatakan, kalau tuan Abimanyu setuju dengan pernikahan kami. Tadinya aku fikir dia akan menolaknya. Padahal aku sangat berharap dia menolaknya.
Hatiku merasa tidak tenang. Firasatku mengatakan ini tidak benar. Aku ingin sekali menolak pernikahan ini, tapi apa daya, aku sudah terlanjur berjanji kepada bu Monika.
Sampai akhirnya hari pernikahan itu tiba. Aku tidak memungkiri, jantungku yang tiba -tiba berdegup kencang, saat aku mulai duduk disamping tuan Abimanyu.
Akad nikah akan segera dilaksanakan.Tidak ada tamu undangan yang hadir. Hanya keluarga pak Mahendra dan beberapa kerabatnya. Tapi, ada satu orang asing yang baru pertama aku lihat wajahnya sekilas, aku rasa dia mungkin temannya tuan Abimanyu.
Sesaat kemudian, acara ijab kabul pun telah dilakukan. Wali hakim yang menikahkanku. Para saksi dan semua orang yang ada disana serempak mengatakan satu kata "sah". Dan itu artinya, kami berdua telah resmi menjadi suami istri. Aku menjadi seorang istri dari seorang lelaki yang tidak aku cintai dan tidak mencintaiku.
Air mataku jatuh begitu saja. Aku tidak bisa menahannya. Aku tak tahu apakah air mata ini air mata kebahagian atau sebaliknya.
Kami saling berhadapan. Aku melihat tatapan tuan Abimanyu yang begitu tajam seperti ingin membunuhku. Sorot kebencian terlihat jelas dimatanya. Aku menundukan kepalaku karena takut.
Kami menyalami orang tua kami. Ibu memelukku dengan erat, sambil mendoakanku dan juga meminta maaf, karena beliau merasa telah menyusahkanku. Dia tahu aku menikah dengan tuan Abimanyu demi dirinya.
Air mataku kembali tertumpah disana, membasahi pipi dan jatuh kebahu ibuku. Aku tidak bisa berkata apapun, hanya air mata yang mewakili perasaanku saat itu.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku setelah ini. Karena dari apa yang aku lihat dan rasakan, tuan Abimanyu sangat membenciku.
Tidak ada kebahagian diwajahnya. Ya ...mana mungkin dia akan bahagia menikah dengan wanita yang tidak dicintainya.
"Selamat ya bro!! Lo udah punya bini sekarang."Ucap lelaki yang menurutku teman Abimanyu.
Aku tidak berani melihat ke arah mereka.
Dia lalu menyalamiku, dan memberi selamat. Aku berterimakasih, tanpa melihatnya.
...
"Sok-sok an nangis. Padahal kamu seneng kan. Jangan kamu fikir, aku nggak tahu tujuan kamu menikah denganku. Kamu hanya ingin hartaku saja kan? Dasar cewek matre. Kita lihat saja, seberapa besar harta yang akan kamu dapatkan dariku, gadis kecil."
Bisik tuan Abimanyu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!