Bertahun-tahun setelah terjadinya pembunuhan masal leluhur para Lycan dan beberapa dari mereka selamat, lalu mengasingkan diri dari Polandia untuk bertahan hidup. Semua menyetujui bahwa diadakannya peran Tetua dimana mereka menyebutnya para Genus atau Tetua G untuk menengahi dan lalu mereka membagikan mereka dalam beberapa golongan yaitu Ducis, Feroces, dan Civitas.
Ducis, mereka berperan seolah sebagai pemimpin dari semua golongan. Mereka memegang erat keadilan dan kekuasan atas mereka, mereka dapat menghukum atas persetujuan Tetua dan mereka juga menangani keseimbangan hidup antara manusia serigala dan manusia normal agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti diwaktu-waktu sebelumnya. Para Ducis dikenal dengan bulu mereka yang terang cerah keputihan, dari sana kita bisa mengenalinya.
Feroces, tidak seperti namanya, mereka justru mengambil alih kelancaran hidup para Lycan. Mengelola makanan, tempat tinggal, dan pakaian yang ada adalah tanggung jawab untuk mereka. Meski beberapa dari anggota cukup buas untuk memakan manusia normal. Para Feroces biasanya memiliki bulu kecoklatan yang mencolok dan ada juga beberapa berwarna hitam, itu karena Tetua yang memilih mereka pantas berada diposisi tersebut.
Sementara itu Civitas, mereka adalah rakyat biasa. Melakukan aktivitas sehari-hari seperti manusia normal, bersekolah bersamaan dengan manusia norm bahkan berteman dengan mereka tetapi itu benar-benar dibatasi, mereka terkadang bekerja untuk membantu para Feroces dan sering menjadi budak. Karena di sana lah mereka, tidak punya keahlian sama sekali. Mereka cenderung memiliki warna bulu yang gelap, seperti hitam. Dan di sana lah seorang bernama Lyra berada, dengan semua perbedaan dalam dirinya. Namun, yang selalu dia pikirkan hanyalah dia harus lulus dengan nilai yang baik agar tidak menjadi budak para Feroces, sebab mereka juga cukup kasar sebagai dalang kelangsungan hidup mereka yang tinggal di pinggiran Kota.
Mereka mengenalnya dengan sebutan si bulu kelabu, sebab Lyra memang berbeda dari keluarganya yang lain atau mungkin dia memang tidak cocok berada di golongan Civitas dan mungkin tidak dimana pun. Lyra tak mau tahu soal itu tetapi dia yakin suatu saat nanti dia akan mempermasalahkannya.
Apapun yang terjadi, Lyra tidak dapat menghindarinya barang sedikitpun. Bahkan tentang takdir yang tidak bisa diubah oleh siapapun itu, dia hanya akan mengikuti alurnya walau setengah hati. Tidak ada yang benar-benar dia harapkan, selain menjadi dirinya sendiri. Lyra hanya takut akan kekecewaan yang datang.
Dan di sini, semuanya dimulai.
***
Lyra tidak tahu kapan terakhir kali dia tidur nyenyak, karena tugas menumpuk dan bahkan akan menghadapi ujian dia malah semakin memperburuk keadaan. Tetapi untungnya, orang tuanya tidak tahu apa yang sudah dia lakukan selama sepekan ini.
Di pagi hari yang semestinya dia terbangun dengan mata yang tidak mengantuk, sebab terlalu senang berjalan-jalan dengan rupa serigala-nya yang sama sekali tidak menakutkan. Lyra dimintai ibunya untuk membawa bekal hari ini, dia berpikir bahwa ibunya sudah mulai menaruh curiga padanya karena dia sudah bermain-main dengan rupa serigala-nya.
Asal tahu saja, sambil berjalan-jalan di tengah malam menuju hutan, Lyra sesungguhnya tidak sendirian, terkadang dia bertemu dengan beberapa golongan Feroces sedang berkemah dan dengan hebatnya mereka hanya membiarkannya lewat begitu saja, mereka tidak meneriakinya, tidak mengejarnya atau mungkin juga melaporkan kelakuannya yang kapan saja bisa membawa masalah ketika manusia normal melihatnya dalam bentuk serigala.
Sejak mendengar soal perbedaan bulu dan ketergantungan hidup dari para Tetua G, raut wajah ibunya sangat sedih dan dia menyadarinya. Itu karenanya, karena dia yang berbeda. Lagipula semuanya mereka lakukan bukan tanpa alasan tetapi tetap saja, Lyra tidak menyukai perbedaan golongan dan warna bulu. Benar-benar sudah tidak masuk akal.
Masih hanya ada Lyra dan mereka berdua. Bila dia dipisahkan dari mereka, aku tahu hidup mereka akan kosong tanpa Lyra di dalamnya, apalagi mengingat mereka telah kehilangan. Octo, si lelaki jangkung yang tidak sengaja tenggelam. Ceritanya cukup mengenaskan dan sekaligus membingungkan.
"Yah, bu, aku pergi dulu. Sampai bertemu nanti sore!" serunya sambil berlarian menuju parkiran mobil yang baru beberapa bulan dibelikan ayahnya untuknya
Di depan gerbang sekolah yang dipenuhi ribuan manusia normal dan beberapa Lycan lainnya, Lyra memarkir mobilnya yang bunyi mesinnya cukup berisik. Ya, itu mobil bekas tapi masih lumayan bagus.
"Hei." seseorang itu melambaikan tangannya kepada Lyra dan lalu menghampirinya yang baru saja turun dari mobil. "Aku punya berita, tetapi tidak cukup baik."
Lyra menghirup udara yang cukup dingin pagi itu dan tidak ada sinar Matahari yang muncul, langitnya kelabu dan di beberapa tempat lain di dekat sini mungkin akan turun hujan, padahal itu bulan Juli, harusnya udara panas.
"Apalagi sih yang sudah kau dengar?" Lyra mengikat rambutnya seraya berjalan menuju aula sekolah yang diikuti si tegap, Sean.
Sean adalah seorang Lycan, sama dengannya berada di golongan Civitas tetapi dia tinggal bersama manusia normal dan dia melakukannya secara diam-diam. Sean memang gila.
"Pasukan itu, yang mencoba menerobos masuk ke wilayah Tetua G, diketahui punya bulu hitam pekat dan karena itu golongan Civitas menjadi sorotan Ducis, mereka menaruh curiga terhadap kita."
Lyra mendengus, "Jadi karena itu kita harus dipisahkan?"
"Ya, kau tahu sendiri, beberapa Feroces memiliki bulu hitam juga dan Alpha Civitas menyangkal bahwa rakyatnya tidak melakukan apa-apa." lanjut Sean.
Lyra tidak bisa bertindak apa-apa soal itu, karena manusia serigala sudah hidup meluas dan bergabung bersama manusia normal dan beberapa berhasil beradaptasi dengan baik, seperti Sean. Namun, masalah itu cukup mengganggu meskipun dia tidak memiliki bulu yang sewarna dengan Civitas, dia tidak mungkin membiarkan orang tuanya terpisah darinya. Tidak akan.
"Sudahlah, aku sedang tidak ingin memikirkannya, lagipula, jika aku bisa, aku akan membawa orang tuaku pindah dari sana dan mengasingkan diri saja. Aku mengenal manusia cukup baik, meski beberapa memang menjengkelkan." Lyra mencoba meyakinkan diri setelahnya.
Sean menatap ke arah lain, "seperti dia misalnya?" dia menggerakkan dagunya ke arah orang itu.
Laki-laki berbadan besar dan tegap, dengan rambut pendek hitam kecoklatan. Dia berjalan bersama beberapa temannya di sampingnya, seketika mata para cewek tertuju padanya. Oh ya, akan selalu ada raja di antara ribuan cowok di sekolah dan juga sebaliknya. Tapi Lyra tidak begitu memperdulikannya.
"He's too perfect, but idiot." tukasnya dan mereka berdua mengernyit bersamaan lalu terbahak tanpa menyadari sekeliling kami lagi.
Mereka berpisah di koridor karena tidak semata-pelajaran hari itu. Jadi Lyra berjalan sendirian sambil memeluk beberapa buku yang baru saja dia ambil dari loker.
Pelajaran usai lebih cepat pagi itu dan dia langsung menemui Sean dan teman-temannya di kafeteria. Dia duduk di sana tanpa malu dan melepas ikat rambutnya. Hal itu sudah biasa dia lakukan dihadapan mereka dan hebatnya mereka juga tidak keberatan saat Lyra ikut berkumpul dengan mereka. Mereka sama-sama mengambil makanan yang sudah disediakan dan langsung akan membayarnya. Asal tahu saja, bekal yang diberikan ibunya sudah habis dia makan ketika perjalan menuju sekolah yang memakan waktu sepuluh menit. Dia kelaparan.
Tak lama mereka duduk kembali, indera penciumannya seketika menajam dan mendapati sosok baru yang muncul diambang pintu. Lyra menyikut lengan Sean, memberinya kode. Sean tidak melihatnya dan melempar tanya mengapa, tetapi Sean langsung melihat ke arah yang sama dimana dia mendapati tiga orang—dua laki-laki dan satu perempuan. Penampilan mereka berbeda dari manusia normal lainnya, mereka seperti orang baru, bahkan di Kota.
"Oh itu mereka." salah satu teman Sean membuat mereka tersadar dari melihat mereka bertiga itu.
Lyra buru-buru menyela, "mereka siapa?"
"Kalian belum dengar ya, mereka murid pindahan dari Amerika."
Lyr dan Sean saling melempar pandangan tanya. Mereka berdua mengirim sinyal yang tidak bisa dilihat mata manusia.
"Oh, sudahlah, mari makan lagi. Dan ya, semalam aku menonton siaran bola.." Sean mencoba mengalihkan pembicaraan.
Sementara Lyra masih sibuk memikirkan mereka bertiga sebab dia tidak sengaja bertemu mata dengan salah satu dari mereka. Apakah dia akan mencurigainya? Ah, semoga saja tidak. Lagipula dia tidak sengaja melakukannya.
Sorenya, sepulang sekolah, Lyra kembali mengendara sendirian dengan earphone yang terpasang di telinga, mendengar lagu July. Dia mengikuti irama gitarnya dan ikut menyanyi. Terkadang dia bertanya-tanya bagaimana rasanya hidup menjadi manusia biasa dan menghabiskan waktu dengan banyak manusia lainnya. Tidak terlalu diawasi tetapi malah takut dengan keberadaan makhluk buas di tengah malam.
Lyra langsung mandi ketika sampai di rumah dan lalu membantu ibunya menyiapkan makan malam.
"Apakah kalian akan libur musim panas ini?"
Lyra mengangguk sebentar sebelum angkat bicara, karena dia lupa tentang apa yang disampaikan kepala sekolah tadi, sebelum pulang.
"Ya, mereka hanya memesan untuk berhati-hati, karena kabarnya, hewan buas sudah-" menyadari mata ibunya berkilat sepintas lalu meski raut wajahnya biasa saja, Lyra menghentikan pembicaraan itu.
"Semoga liburan kali ini akan menyenangkan seperti tahun lalu ya." tukas ibunya dan pergi dengan punggung yang menghilang ke arah dapur.
Lyra duduk di meja makan, menyandarkan dirinya di sana sambil mencoba bernapas dengan tenang. Dalam lubuk hatinya, dia ingin membahas hal ini dengan ibu atau ayahnya, dia hanya ingin tahu soal berita itu. Hal wajar jika dia khawatir soal itu, bukan?
Lagipula Civitas tidak bisa sepenuhnya disalahkan bila Alpha-nya sudah berkata bahwa rakyat tidak pernah menginjakkan kaki di wilayah para Tetua G yang kebetulan sangat jauh dari kawasan mereka kebanyakan tinggal. Atau mungkin bisa jadi mereka yang berbulu hitam dengan keberadaan yang terisolir dan tidak terjangkau oleh Alpha Civitas.
Kenapa harus Civitas?
Sejujurnya Lyra tidak yakin dengan berita itu, apakah benar mereka pasukan manusia serigala atau memang serigala sungguhan. Atau bahkan benarkah mereka berbulu hitam pekat atau hanya salah satu dari mereka saja. Bisa saja, kan?
Tapi rasanya percuma, pemikirannya tidak bisa didengar siapapun ketika dia menjadi manusia. Dan akan lebih baik begitu, mereka tidak akan setuju dengan apa yang dia pikirkan. Orang tuanya hanya akan mengkhawatirkan soal dirinya, yang hidupnya akan terpisah dari mereka.
Pukul setengah tujuh, mereka sedang makan bersama. Bahkan ayahnya baru saja sampai sekitar sepuluh menit yang lalu. Berbincang sedikit soal pekerjaannya sebagai budak Feroces dan kegiatan sekolahnya yang begitu-begitu saja tanpa perubahan. Lyra bercerita kepada mereka bahwa di sekolah ada murid pindahan yang entah sejak kapan di sana padahal liburan sudah dekat, bahkan tinggal menghitung hari, dimulai dari hari ini, Rabu.
Ayah berdeham, "oh ya, Lyra, berhentilah berkeliaran setiap malam."
Jantungnya berdegup kencang, dia yakin mereka berdua bisa mendengar detak nya. Dia tidak berani mengangkat wajahnya dan menatap keduanya, Lyra bukannya takut kepada mereka, dia hanya merasa bersalah bila membuat mereka khawatir.
Dengan gugup Lyra angkat bicara, "maafkan aku, ayah. Aku hanya, lelah." bahunya merosot, seketika merasa lelah sungguhan.
"Kau bisa bercerita padaku, atau bahkan ibumu. Kau tidak perlu melakukan itu setiap malam, nak. Berbahaya untukmu." kata ayahnya seraya mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya.
"Tidak, aku tidak bermaksud apa-apa, aku hanya khawatir soal.. pemisahan itu." ujarnya, mengingat bahwa tidak ada yang mirip dengannya, tidak ada yang sepertinya, tidak ada golongan yang pantas untuknya.
Ibunya mencoba menenangkannya dengan mengelus punggung tangannya, "Semuanya akan baik-baik saja, jangan terlalu dipikirkan, sayang."
"Lalu kenapa harus Civitas?" tukasnya, yang mungkin membuat mereka agak terkejut.
"Kita belum tahu kepastiannya, kau tahu, Alpha Civitas sedang berusaha untuk itu. Kita hanya rakyat biasa, kita hanya bisa menunggu." ayahnya dengan segala ketenangan yang ada dalam dirinya mencoba menyalurkan hal itu kepada Lyra tapi dia rasa itu tidak berhasil sama sekali.
Lyra menggeleng, "tidak, tidak dengan hanya duduk saja dan membiarkan para Ducis terus menuding kita sebagai pelaku."
"Perlu kau ketahui, Lyra, pasukan itu sudah membunuh salah satu golongan Ducis dan beberapa penjaga di wilayah para Tetua G." ibunya langsung menaruh jemarinya di dahinya sambil memijatnya pelan. "Dan saksi melihat mereka berbulu hitam, seperti golongan Civitas. Wajar saja mereka benar-benar menaruh curiga dan menuding."
"Ayah, ibu, apakah kalian percaya begitu saja? Mereka banyak dan mungkin yang dilihat saksi hanya salah satu dari mereka yang kebetulan berbulu hitam seperti Civitas, atau mungkin mereka memang serigala sungguhan. Siapa yang tahu?" Lyra bersikeras ingin didengar oleh kedua orang tuanya pada akhirnya.
Ayah dan ibunya saling melihat satu sama lain dan menatap Lyra seolah sedih.
"Kau tahu, nak, hanya kaulah yang masih kami miliki. Kami bangga memilikimu, tapi kita memang tidak bisa melakukan apa-apa. Kita hanya bisa menunggu kepastian dan kebenaran." lagi-lagi suara tenang ayahnya tidak bisa membuat Lyra tenang seperti biasanya.
"Aku akan ke kamar." katanya pada akhirnya dan meninggalkan kedua orang tuanya begitu saja di meja makan.
Lyra takut kalau-kalau dia akan meledak dan menghancurkan semuanya. Orang tuanya memang benar, mereka hanyalah golongan Civitas yang tidak terpandang, yang tidak bisa melakukan apa-apa tetapi malah merusak keadaan yang damai.
Namun, Lyra akan tetap mencari tahu kebenaran itu sekaligus mencari tempat yang pantas untuknya.[]
Seperti yang sudah dia katakan, melakukan perjalanan malam malah membuat dirinya merasa tenang. Namun, malam ini, Lyra tidak menginginkan tubuh serigala-nya berkeliaran sebab nanti, pikiran-pikirannya yang kacau akan terdengar oleh Feroces yang sedang berburu. Itu karena dia tidak ingin melibatkan siapapun dalam urusannya sendiri.
Dengan berjalan kaki menelusuri hutan tanpa rasa takut akan sesuatu yang mengancam dari balik pohon-pohon besar dan semak belukar yang menyeramkan, Lyra hanya berupaya untuk menenangkan dirinya sendiri. Berharap Alpha Civitas mampu mempertahankan kedamaian ini dan membuang ketidakadilan yang ditimpakan Ducis kepada golongan mereka.
Terus terang, untuk terpisah dari keluarganya, Lyra tidak mempermasalahkannya. Dia hanya tidak ingin melihat ibunya sedih dan merasakan kehilangan lagi. Mereka sudah membesarkannya dan terus berharap yang terbaik untuknya, dan sebagai orang tua mereka sudah sangat cukup melakukan ini dan itu agar supaya dirinya merasa betah tinggal di rumah nan nyaman. Betapa egoisnya dia, bukan?
Malam itu semilir angin berhembus cukup kuat dan Bulan tanpa malu menampakkan dirinya yang bersinar membiru di langit yang tiada Bintang saat itu. Ketika sampai di ujung bukit, dimana biasa Para Pemburu Feroces berkemah dan untuk malam ini mereka sudah berpindah tempat, Lyra duduk sambil menikmati cahaya bulan yang sebenarnya tidak mampu menembus rimbunan pohon-pohon yang ada di depannya. Bukit diseberang sana hampir sama tingginya dengan yang sedang dia duduki, jaraknya juga tidak terlalu jauh. Mungkin di malam lain dia bisa pergi ke sana tetapi tidak dengan berjalan kaki. Sosok manusianya akan cepat kelelahan tapi semoga saja bertambahnya usianya nanti dia akan lebih kuat.
Matanya tidak sengaja memperhatikan gerak-gerik di dalam rimbunan pohon di Bukit seberang, seperti ada sesuatu yang akan keluar dari rimbunan tersebut dan ya, seekor serigala dewasa dengan warna bulu cokelat keemasan muncul dari balik rimbunan pohon-pohon tersebut. Lyra langsung terkejut ketika sosok itu melempar tatapan tepat padanya, matanya berkilat sepintas lalu dan dahinya sedikit berkerut untuk waktu yang cukup lama.
Lyra tersentak ketika teringat tatapan itu, tatapan yang sebenarnya adalah ketidaksengajaan yang ku dia lakukan saat di sekolah. Serigala tersebut mencoba melarikan diri atau dia memang ingin berlari menjauh dari bukit itu. Rasa penasarannya memuncak dan berlari mengejarnya yang masih nampak dari kegelapan malam itu. Telinganya cukup mampu mendengar suara-suara dedaunan mati yang diinjaknya dan napasnya yang menderu hebat karena batin serigala-nya. Alih-alih takut akan kehilangan jejaknya dan kakinya juga sudah lelah sekali untuk berlari, Lyra merubah dirinya menjadi serigala juga.
Kali ini dia juga bisa bercakap dengannya meski jauh dari jarak yang mampu didengar manusia pada umumnya. Sekitar enam mil jaraknya dengan serigala cokelat itu, Lyra mendengar sesuatu seraya berlari mengikutinya dari belakang. Serigala itu tentu saja tahu kalau Lyra mengikutinya dan dia mengetahui Lyra bisa berubah menjadi serigala.
Kau bisa mendengar ku?
Lyra mendengus, tentu saja serigala Amerika. Balasnya.
Apa yang kau lakukan? Kenapa ditengah malam kau di sana sendirian? Apakah kau sedang patroli?
Aku? Bagaimana denganmu? Apa yang kau lakukan diseberang sana? Kau tahu wilayah ini, sementara kau hanya serigala Amerika.
Dia terkekeh, aku, sebenarnya aku sudah lama di sini.
Oh, jadi kau hanya mengaku sebagai murid pindahan dari Amerika? Bagus sekali.
Tidak juga, aku memang serigala Amerika dan aku hanya ditugaskan. Lyra bisa mendengar serigala itu melambatkan langkah kakinya.
Dia benar-benar penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang serigala itu lakukan di wilayah ini. Apakah dia tidak takut kalau-kalau dia bertemu Feroces yang mengerikan itu dan lalu diinterogasi, kemudian diambil alih oleh Ducis. Serigala itu bodoh sekali.
Hei, aku bisa mendengar pikiranmu. Siapa itu Feroces dan Ducis?
Kau! Lancang sekali! Teriak Lyra kencang sekali agar serigala itu jera. Lagipula itu memang salahnya, kenapa dia melakukan itu saat sedang dalam rupa serigala.
Bisakah kita bertemu? Sejak tadi aku berlari-lari dan aku kelelahan.
Lyra tertawa mengejeknya, dasar payah!
Lalu mereka merubah diri mereka masing-masing menjadi manusia dan Lyra terkejut lagi dibuatnya bahwa ternyata dia tidak mengenakan baju atasan. Dadanya yang penuh peluh memantulkan cahaya bulan, bahunya lebar dan Lyra baru mengetahuinya setelah melihat dengan jelas dan sedekat ini.
"Kau bilang kau sedang ditugaskan? Siapa yang menyuruhmu?" tanyanya setelah sesi lihat-melihatnya selesai.
"Kalau aku menjawab tugasku, lalu bagaimana dengan pertanyaan ku?"
Lyra mendengus, lagi, "ya, kau bisa menjawabnya atau tidak. Itu terserah padamu." ujarnya, "lagipula aku akan kembali." dia berbalik dan berjalan meninggalkan orang itu.
"Hei, tunggu." panggilnya dan Lyra menoleh perlahan, "Kita bisa bertemu lagi di sini kan?"
Lyra mengangkat kedua bahunya dan menggeleng kecil kemudian kembali berjalan menjauh dari orang itu. Lyra tidak bisa pergi sejauh ini lagi dari rumah, untuk kembali ke rumah pun memakan waktu hampir lima belas menit. Dia khawatir kalau-kalau orang tuanya panik mencarinya yang sudah terlalu lama berjalan-jalan keluar. Dia tidak bisa lebih lama dari ini.
"Tunggu!" teriaknya lagi.
Lyra tetap berjalan dan tidak memperdulikannya.
"Kita bahkan belum berkenalan." dia berhenti bicara. "Rick, namaku Rick." katanya lagi pada akhirnya.
Mungkin Rick menimbang-nimbang akan mengatakan namanya atau tidak kala itu. Namun, diam-diam Lyra senang karena mengetahui namanya dan bisa mencarinya jika ada apa-apa atau mungkin memanfaatkannya, dia terkekeh sendirian memikirkan ide gila itu muncul dalam pikirannya.
Apakah dia perlu menaruh curiga terhadapnya? Dia rasa ya, Rick patut dicurigai karena mungkin saja dia mengetahui soal pasukan berbulu hitam itu atau malah dia biang dari pasukan itu. Siapa yang tahu? Batin Lyra.
Lalu Lyra berhenti dan melihatnya, setengah wajahnya gelap, tidak terkena cahaya Bulan. "Panggil aku Lyra. Dan kau berhutang penjelasan padaku, serigala Amerika."
"Berhati-hatilah, jaga dirimu." kata Rick.
Sebelumnya, Lyra tidak pernah dikhawatirkan oleh orang lain, apalagi seorang laki-laki. Temannya hanyalah Sean dan dia berupaya untuk selalu bisa membantunya dan dekat sekali dengannya. Namun, entah mengapa, dengan Rick, Lyra seakan bisa menangkap sinyal yang lain, yang biasa dirasakan oleh dua makhluk yang berbeda jenis. Cepat-cepat dia menjauhkan pikiran konyol itu, mana mungkin perkenalan seperti ini bisa menimbulkan rasa-rasa yang sebelumnya belum pernah dia rasakan dan begitu juga sebaliknya. Rick tidak mungkin tertarik dengannya, tentu saja.
Tanpa basa-basi lagi dan kata-kata yang lain, Lyra langsung berbalik dan berjalan semakin jauh masuk ke dalam hutan untuk kembali pulang.
***
"Benarkah?" wajah Sean kaget tidak main-main.
"Memangnya aku pernah berbohong padamu, ya?" sahutnya.
Dia cepat-cepat menggeleng, "tidak, tidak, tidak, maksudku bukan itu. Aku hanya tidak percaya kau menampakkan wujud serigala mu." dia memelankan suaranya diakhir katanya alih-alih berbisik, takut kalau-kalau manusia mendengarnya.
"Iya bodoh, aku serius."
"Kenapa kau melakukannya? Kenapa kau tidak lari? Astaga Lyra!"
Lyra bisa membaca raut wajah Sean yang berantakan dan isi pikirannya yang dibuat kacau.
"Bisakah kau jelaskan perkataan mu itu?"
"Ya! Tentu saja. Dia akan menyerang mu kapan saja, dia tahu kemana kau sering pergi dan dia sudah tahu namamu. Astaga! Kenapa kau melakukan hal bodoh itu?" Sean semakin menjadi-jadi, dia menjambaki rambutnya.
Lyra merasa bersalah karena itu.
"Maafkan aku, aku hanya penasaran dengan apa yang dia lakukan." jawabnya defensif.
"Baiklah, terserah padamu. Aku tidak mau kehilangan orang aneh sepertimu, berjanjilah nanti malam kau akan baik-baik saja." dia terdengar putus asa atau mungkin tak ingin membuat Lyra semakin merasa bersalah?
"Dengar ya," Sean menarik telinganya tiba-tiba, "kau harus berhati-hati. Dia bisa saja membawa pasukan, tidak sendirian."
Menjengkelkan sekali, berani-beraninya Sean menarik telinganya seperti itu. "Yaaaaa, aku tahu." Lyra kemudian menatapnya dengan tatapan kesal.
Sean memang teman Lyra yang paling baik, dan dia juga hanyalah satu-satunya teman manusia serigala-nya yang tidak pernah macam-macam dengannya. Sean seperti segalanya baginya, bisa menjadi kakak yang sempurna sekaligus teman yang baik sekali. Bisa dilihat bagaimana dia seolah frustrasi dengan apa yang Lyra lakukan karena sudah membahayakan dirinya sendiri. Namun, anehnya, Lyra malah santai saja, tidak berpikir bahwa Rick akan mencelakainya kala itu. Dia percaya bahwa Rick tidak sejahat itu tetapi mau bagaimanapun dia memang harus berhati-hati.
Sampai diakhir kelas hari ini, Lyra sama sekali belum melihat serigala Amerika itu. Apakah dia membolos atau dia memang tidak ke sekolah? Dia tidak tahu, tetapi dia sudah berjanji akan menemuinya malam nanti.
Di waktu makan malam, ayah dan ibunya tidak banyak berbincang, yang terdengar hanyalah suara sendok dan piring yang bertemu. Disaat yang dia rasa tepat, dia mencoba bersuara.
"Bagaimana? Apakah ada kemajuan?"
Ibunya melirik sang ayah yang sedang mengunyah makanannya dan tidak bersuara sama sekali.
"Oh, itu, belum nak. Doakan saja, semuanya segera tuntas."
Lyra mendapati mereka sedang tidak ingin membahas soal apa-apa dengannya hari ini, ya, mungkin dia membosankan sampai-sampai mereka tidak lagi ingin berbicara banyak padanya. Akan dia selesaikan lebih cepat waktu makannya, karena dia tidak sanggup berdiam diri seperti ini saja.
Sekitar pukul sembilan, Lyra mendengar seseorang mengetuk pintu rumah dan berbincang dengan ayah dan ibunya. Dia bukannya tidak mendengar tapi memang tidak ingin mendengarnya. Mereka adalah pasukan Beta yang ditugaskan Alpha untuk menyebarkan berita dan lain-lain kepada semua rakyatnya.
Menunggu mereka sudah pergi dan cukup jauh dari rumah, Lyra kemudian menunggu ayah dan ibunya kembali masuk ke dalam kamar mereka, lalu dia akan keluar dan pergi lagi ke hutan menemui serigala Amerika itu tetapi sepertinya mereka tidak kunjung masuk ke dalam kamar dan beristirahat. Mereka duduk dan mengobrol di depan televisi dimana pintu keluar harus dia melewati, mungkin dia memang harus lebih sabar lagi untuk menunggu.
Selain pergi ke sekolah, Lyra tidak pernah lagi pergi ke tempat lain, seperti mengunjungi kerabat misalnya. Bagaimana dia bisa melakukannya sementara ayah dan ibunya jarang sekali ingin bertemu saudara mereka sendiri. Entah mungkin banyak atau sedikit, bahkan dekat atau jauh, dia tidak pernah tahu. Dia juga heran sebenarnya, mengapa orang tuanya sanggup hanya di rumah saja tanpa menyapa kerabat mereka yang lain.
Saat Lyra merasa sudah cukup sepi meskipun suara televisi masih terdengar samar-samar, dia bersiap untuk pergi. Sebelum benar-benar keluar, Lyra mengintip dari celah pintu dan tidak mendapati siapa saja di sana kemudian mencoba turun melewati tangga yang untungnya tidak berderit saat dipijak, dia melihat ayahnya sendirian duduk di depan televisi dan mungkin ibunya sudah tidur di kamarnya. Sedikit demi sedikit dia melangkah alih-alih tidak ingin ayah menoleh dan mendapatinya sedang ingin kabur di tengah malam. Lyra mencoba melihatnya, apakah dia tertidur atau tidak. Kabar baik sekali bahwa sang ayah tertidur, dengan remote televisi di tangan kirinya. Secepat mungkin dia berjalan menuju pintu dan berhasil keluar dengan selamat. Dia menutup pintunya pelan-pelan agar tidak terdengar oleh ayahnya dan langsung berlari sejauh puluhan mil ke arah hutan.
Sebenarnya malam ini adalah jadwalnya untuk menelusuri hutan yang ada di Bukit seberang, tetapi ada sedikit rasa tidak aman untuk pergi ke sana sendirian saat itu. Lalu dia teringat bahwa dia harus bertemu Rick, dia ragu apakah Rick datang atau tidak dan mulai timbul rasa cemas.
Saat sudah memasuki hutan lebih dalam, sudah berhasil melihat tebing Bukit yang kemarin mereka tempati, Lyra bergegas ke sana sambil mengatur napasnya yang tersengal akibat kelelahan.
Lyra tersentak dan sedikit panik menangkap suara yang sedang berbincang, dia beranikan diri untuk mengintipnya dan malah menemui Feroces yang sering berburu. Dia mengumpat, bisa-bisanya mereka kembali berburu di sini lagi malam ini.
Saat dia ingin berbalik menjauh dari wilayah itu untuk menghindari mata para Feroces, sebuah tangan besar membekapnya kuat.
Rasanya dia ingin pingsan.[]
Bukannya teriak karena ketakutan karena sudah dibekap dengan kuat oleh seseorang yang sebelumnya tidak dia ketahui siapa, Lyra malah menahan tawa meski sebenarnya rasanya mau pingsan saja saat itu. Takut kalau-kalau mereka salah satu pemburu Feroces.
"Kenapa kau terlambat?" tanya orang itu berbisik. "Aku hampir dilihat oleh mereka karena menunggumu." lanjutnya lagi seraya melepaskan bekapan dari mulutnya.
Lyra mencoba bernapas tenang, menyadari bahwa serigala Amerika bukanlah ancaman, tetapi dia akan tetap harus waspada terhadapnya.
"Sebenarnya," Lyra menimbang-nimbang sebentar apakah harus dia katakan bahwa dia sudah tidak diperbolehkan berkeliaran malam-malam begini. Dia rasa tidak. "aku sudah berada disini sejak tadi, tapi aku berusaha menghindari mereka." katanya seraya melihat ke arah Feroces. Lyra terpaksa berbohong dan dia berharap Rick tidak mengetahuinya.
Rick melihat ke arah yang sama sekilas, "Siapa mereka?"
"Ah ya, mereka adalah Feroces, yang kemarin kau tanyakan. Mereka berburu setiap malam dan berpatroli, seperti sekelompok polisi pada umumnya." jelasnya.
"Maksudnya bagaimana? Aku tidak mengerti." tanyanya lagi.
Lyra ingin memakinya kala itu tetapi karena dia merasa Rick harus tahu bahwa mereka memiliki golongan tertentu dan tidak semua orang bisa menjadi Alpha dan Beta sesuka hati mereka.
"Begini," matanya melirik awas alih-alih mengintai Para Pemburu Feroces yang ternyata sudah menghilang entah sejak kapan. "dulu, leluhur kami diserang oleh manusia dan menghabiskan sekitar 89% dari populasi kami. Bisa kau bayangkan betapa mengerikannya hal itu, kan?" dia sendiri bahkan bergidik ngeri dengan cerita itu.
"Kalian diserang?" Rick cepat-cepat bicara sebelum Lyra melanjutkan. "Aku pernah mendengar cerita ini."
"Hei, jangan menginterupsi ku, aku belum selesai menjelaskan. Tapi sebelum ku lanjutkan, lebih baik kita pergi agak jauh dari wilayah ini. Aku takut kalau-kalau Feroces akan kembali." katanya cepat.
Rick seperti berpikir sejenak dan kemudian berjalan seraya menarik tangan Lyra.
"Aku tahu dimana tempat yang nyaman, eh, maksudku aman."
Lyra mendengus dan berjalan membuntutinya, menarik tangannya secara paksa dan Rick tidak melepaskannya begitu mudah.
Jika diceritakan sepertinya perkenalan mereka cukup aneh, mereka bertemu mata dengan tidak sengaja dan Lyra bertemu dengannya dalam rupa yang membuat manusia mana saja kalang kabut agar tidak mati konyol. Lalu bertemu lagi secara diam-diam dengan menyusuri hutan tanpa takut apapun kecuali dengan para Pemburu Feroces. Sebenarnya bukan takut, lebih kepada tidak ingin berurusan dengan mereka yang sudah mulai menaruh curiga dengan Civitas, dimana golongan itu ada Lyra di dalamnya.
"Kenapa kau diam?"
"Aku?" hampir saja Lyra tergagap menjawabnya.
Langkahnya semakin besar dan Rick melepaskan tangannya, ada sedikit rasa kecewa dengan hal itu tetapi Lyra mencoba waras bahwa semuanya hal wajar. Lagipula mana mungkin serigala Amerika sempat-sempatnya berpikir untuk hidup dengan Lycan yang jelek sepertinya ditambah lagi dia begitu berbeda dengan yang lainnya.
"Kau memikirkan apa sih?" desak Rick.
Lyra menggeleng cepat dan menggenggam tangannya sendiri. "Bukan apa-apa." balasnya.
Tak lama mereka sampai di tempat dimana Rick biasa berjalan-jalan setiap malam, Lyra belum tahu alasan dia melakukan hal itu karena apa dan sejak kapan dia melakukannya. Sebuah pohon rindang yang lumayan tinggi dengan tumbuhan merambat yang memenuhi pohonnya sehingga ketika berada di bawah pohon tersebut agak sedikit gelap karena cahaya bulan tidak mampu menembus celah sempit sebab tumbuhan merambat itu sangat rimbun dan tumbuh dengan merapat.
Entah bagaimana udaranya lebih hangat dari biasanya atau apakah tempat itu memang dekat dengan wilayah penduduk? Lyra tidak tahu.
"Biasanya aku di sini, menghabiskan waktu dengan hanya menatap tebing yang ada di sana."
Bagaimana mungkin Lyra tidak sadar dengan perjalanan mereka? Mereka sudah berada di seberang Bukit. Lantas apa yang dia lakukan ketika dalam perjalanan menuju kemari? Benarkah dia melamun dan tidak menyadari sama sekali jalan yang sudah dia tempuh dengan Rick? Oh astaga, itu aneh sekali.
"Aku melihatmu di sana," Rick menunjukkan ujung Bukit, dimana semalam Lyra duduk sendirian di sana. "Aku langsung kaget ketika melihatmu, kupikir aku pernah melihatmu tidak sengaja." katanya lagi dengan suara sedikit rendah dari sebelumnya.
"Dan kau keluar dengan rupa serigala-mu yang menakutkan."
"Tapi kau tidak lari." itu bukan sebuah pertanyaan.
Lyra tertawa, "bagaimana mungkin aku takut dengan serigala sementara aku sendiri adalah salah satunya. Aku hanya sempat berpikir bahwa kau memang serigala sungguhan tetapi ketika tatapan itu bertemu.." dia berhenti.
Apa sih yang barusan dia katakan? Kenapa dia membuat dirinya sendiri seperti ini dihadapan Rick? Memalukan! Lyra membatin.
Sementara itu Rick menatapnya aneh, seperti rasa penasaran atau dia memang benar-benar ingin tahu dengan maksud perkataannya.
"Jangan menatapku begitu!" sergah Lyra, tiba-tiba perutnya terasa mual karena itu. "Ya, aku hanya tak sengaja melihatmu dan lalu aku menyadari bahwa aku pernah melihatmu, meski sekali, hari itu."
"Bolehkah aku jujur padamu, Lyra?"
"Hah?" Lyra benar-benar terkejut. "Maksud mu?"
Lagi-lagi Rick menarik tangannya, dia mengajak Lyra duduk dibawah pohon rindang itu dan dalam sekejap dia dapat merasa nyaman berada di sana, kehangatan yang selalu dia rasakan saat berada di rumah. Sungguh aneh, Lyra seperti merasa tersihir oleh sesuatu. Mungkin hanya firasatnya saja sebagai manusia.
"Aku suka padamu. Maksudku, astaga, kau jangan salah paham." kata Rick begitu cepat menyela perkataannya sendiri.
Lyra berharap wajahnya tidak memerah kala itu, akan sangat memalukan rasanya tetapi dia menyadari bahwa Rick-lah yang memerah dan salah tingkah. Apakah dia merasa malu?
"Aku suka melihatmu tetapi aku tidak ingin kau menaruh curiga padaku, jadi aku merubah diriku menjadi serigala, dan, ya, aku memang tidak bisa berbuat hal yang benar, akhirnya aku ketahuan juga." Rick melanjutkan kalimatnya yang hampir saja merusak suasana nyaman di antara mereka berdua.
"Aku paham, tenang saja. Aku tidak akan menaruh curiga padamu, meski awalnya memang iya, tapi aku lebih penasaran dengan mu." Lyra hampir saja tidak bisa menyelesaikan pernyataannya itu karena Rick memang tidak seharusnya mendengar hal itu.
Ada kesunyian sejenak di antara mereka, hanya terdengar semilir angin dan nyanyian Tonggeret dengan kisah menyedihkan tentang hidupnya.
"Sebenarnya," sebelum Rick akan angkat bicara lagi, Lyra buru-buru ingin menjelaskan apa maksud pertemuannya malam ini dengannya. "Aku hanya ingin tahu tentang kedatangan mu kemari."
Rick membuang wajahnya ke arah tebing yang selalu diperhatikan olehnya, yang dapat melihat ke seberang Bukit sekaligus. "Aku sudah tahu sejak awal bahwa Portsmouth adalah tempat pelarian sisa Lycan dari Polandia yang dibantai habis-habisan oleh manusia."
"Kau boleh bercerita semau mu, Rick, tapi apakah aku bisa percaya padamu?"
Lyra memang tidak pintar membaca raut wajah seseorang atau apapun, tetapi manusia mana saja akan memahami kerutan di dahi yang mana itu adalah pertanda yang buruk.
"Terserah padamu, Lyra, tapi hal yang ku pelajari dari ibuku adalah kau tidak boleh percaya dengan orang yang baru saja kau kenal." tukas Rick tenang. "Dan kau boleh memakai kalimat itu kapan saja." lanjutnya.
Lyra tidak mau bilang kalau dia menyukai laki-laki ini tapi dia memang tidak bisa menyangkalnya bahwa dia menyukai hampir segala hal darinya, terutama saat dia selalu bersikap tenang seolah tanpa masalah dalam hidupnya. Lyra ingin sekali bisa begitu, rasanya iri sekali.
"Ya, teruskan." balas Lyra.
Rick melihatnya sebentar dan lalu menggulung lengan baju sebelah kanan miliknya. Lyra mendapati sebuah bekas luka cakaran sepanjang sekitar sepuluh sentimeter dan dibawah bekas luka tersebut terdapat tato bertinta hitam berbentuk huruf A. Lyra tidak mengerti maksud dan tujuannya dan dia berharap Rick segera menjelaskan semuanya.
"Seseorang bisa berubah menjadi serigala ketika dia tercakar dalam keadaan setengah hidup." katanya seraya menyentuh pelan bekas cakaran tersebut. "Mereka mengubahku menjadi manusia serigala dan menjadikan ku boneka." kemudian dia mengembalikan lengan bajunya seperti semula.
"Siapa mereka?" tanya Lyra penasaran.
"Pasukan Exchanges, mereka yang mulanya hanyalah manusia biasa dan dirubah menjadi serigala sepertiku, bukan serigala berdarah murni sepertimu. Mereka membuat pasukan mereka sendiri dan membunuh serigala berdarah murni yang mengubah mereka tersebut."
"Apa tujuan mereka sebenarnya?" Lyra semakin penasaran.
Rick menggelengkan kepalanya, dia mendengus. "Hal biasa, Lyra, mereka haus akan kekuasaan. Mereka ingin menguasai daratan dimana saja mereka menginjakkan kaki."
Lyra teringat pasukan yang masuk ke dalam wilayah Tetua G, apakah mereka yang melakukannya? Astaga, apakah dia harus memberitahukan ini kepada mereka?
"Aku hampir mati kala itu," suara Rick menyadarkannya dari lamunannya sendiri dan berusaha menyimak cerita Rick kembali. "tetapi salah satu dari mereka membantuku tetap hidup, dia membawaku kabur bersamanya dan bersembunyi dari Exchanges. Lalu kami bertemu dengan serigala lain di kawasan New Hampshire, mereka merawat kami dengan baik dan membawa kami kepada kepala suku di sana. Hidupku berubah sepenuhnya tetapi rasa ingin membalaskan dendam belum bisa hilang sampai saat ini. Jadi ketika mendengar bahwa mereka sudah berjalan ke Inggris, aku dan kedua temanku membuat identitas palsu agar tidak dicurigai. Kepala suku membiarkan kami pergi dengan harapan bisa menyampaikan ini kepada kepala suku yang hidup di kawasan Portsmouth."
Lyra memotong perkataannya cepat-cepat, "kau bisa menyampaikan hal ini kepada Tetua G, kami tidak memiliki kepala suku. Bahkan kami dibagi dalam golongan yang aku sendiri tidak tahu darimana asalnya."
"Tetapi sepertinya penjagaan mereka sangat ketat, kan? Kurasa tidak semudah itu untuk pergi ke sana dan menyampaikan ini tanpa bukti."
Lyra tertawa, "ya, tentu saja, mereka bahkan sudah menaruh curiga dan menuding kami atas apa yang pasukan Exchanges lakukan." dengan begitu yakin Lyra mengatakan hal itu.
"Sekarang aku ingin tahu darimu, bagaimana aku bisa menyampaikan hal ini tanpa membuat mereka sekalipun panik."
"Pertama, kau harus tahu bahwa warna bulu kami menentukan darimana golongan kami berasal meski tidak semuanya. Ducis, mereka adalah pemerintahan, dengan warna bulu putih cerah, kemudian Feroces, mereka adalah pemburu dengan warna bulu coklat yang dominan seperti milikmu. Lalu ada Civitas, mereka hanya rakyat biasa, berbulu hitam gelap. Dan aku ada di sana." padahal dia tidak seharusnya terbuka begitu saja dengan Rick, tapi mendengar semua perkataannya, sepertinya dia perlu memberitahukannya.
"Tapi warna bulu mu kelabu, bagaimana bisa kau berada di sana?" Rick mengerutkan dahinya.
"Aku tak tahu dan aku tidak ingin tahu mengapa, tapi yang pasti aku tidak pantas berada di golongan mana saja atau mungkin tidak dimana saja. Aku sedang mencari."
"Kau tidak mau bertanya? Kepada ayah atau ibumu?" tanyanya.
Lyra hanya membalas gelengan.
"Dan ya, warna matamu juga berbeda dari serigala berdarah murni lainnya. Aku menyukainya, Lyra." ujar Rick dan tetap menatap Lyra, rasanya semakin dalam.
Lyra membawa matanya menjauh dari tatapan mata Rick dan berusaha tetap bersikap biasa saja. Karena dia tak mau wajahnya memerah dan membuat dirinya sendiri merasa malu. Namun, setidaknya pertemuan ini cukup membuahkan hasil, dia mengetahui tentang pasukan Exchanges dan maksud kedatangan mereka kemari.[]
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!