Hujan turun deras malam itu. Langit gelap seolah sedang berkabung atas nyawa yang diambil secara tidak seharusnya. Di sebuah bangunan tua yang sepi, dua sahabat berdiri saling berhadapan, namun hanya satu yang akan pulang hidup-hidup.
Letusan peluru memecah kesunyian.
Tubuh Aryanto ambruk, darah mengalir dari pelipisnya, mata nya masih terbuka, dia melihat sahabat nya Ahmad, berdiri tepat di hadapan nya,
Tangan Ahmad gemetar, masih menggenggam pistol yang panasnya belum hilang. Ia tak pernah berniat membunuh sahabat nya sendiri, tapi semuanya sudah terjadi, akibat rasa cemburu dan kurang senang, kepada Aryanto yang lebih unggul dalam segala hal, dibanding dirinya,
Ahmad menyembunyikan apa yang terjadi malam itu, hanya dia dan tuhan yang tahu, mayat Aryanto di pulangkan kerumah keluarga, tangis suka dari keluarga Aryanto pecah, saat sang kepala keluarga pulang dengan tubuh yang terbaring tak bernyawa lagi,
Bertahun-tahun kemudian, luka itu tetap terbuka.
Leon, putra tunggal Aryanto, tumbuh tanpa dendam di hatinya, hanya saja ada pertanyaan-pertanyaan yang menghantuinya, pertanyaan tanpa jawaban. Dokter hanya berkata bahwa ayahnya tewas karena tembakan. Tapi siapa pelakunya? Mengapa dia melakukan itu kepada ayah nya ?
Hari-hari Leon dipenuhi kehampaan, sampai ia bertemu Liora,seorang perempuan yang sinarnya mampu menembus gelapnya masa lalu. Bersama Liora, Leon membangkitkan kembali bisnis warisan ayahnya, mereka hidup bersama, berjanji akan selalu bahagia dan tidak saling meninggalkan, Bahagia perlahan mulai menyatu dalam hidupnya, Leon,
Namun, takdir tak pernah sebaik kelihatannya,
Beberapa hari sebelum pernikahan mereka, Leon menerima pesan dari pamannya, Alex. Isinya adalah satu kalimat yang mengubah segalanya:
"Aku tahu siapa yang membunuh ayahmu."
Liora membaca pesan itu tanpa sengaja, dia kaget, seolah paham maksud dari pesan itu, didalam pesan tidak di sebutkan siapa nama pelaku, tetapi dikirimkan sebuah foto, yang membuat Liora merasa masa lalu gelap nya kini kembali, Liora dengan pakaian pengantin nya melarikan diri, dia pergi dan tak ada seorangpun yang tahu kemana dia pergi,
Ditinggal saat harapan hampir tergapai, Leon kembali kehilangan segalanya, cahaya yang sudah ada di hadapan, kini kembali menjadi gelap, bahkan gelap kali ini lebih dalam dari sebelumnya,
Hingga suatu malam, ia diculik oleh pria misterius, ia di seret, di bawa dengan paksa ke suatu tempat yang bahkan tidak pernah ia kunjungi selama hidup nya, dan saat sudah sampai, kain penutup yang digunakan untuk menutup matanya dilepas, betapa terkejutnya Leon, saat melihat pria yang berdiri di hadapannya adalah pria yang sama, yang membunuh ayahnya.
Ahmad.
Sahabat ayahnya.
Orang yang kini menjadi musuh berdarah.
Namun, lebih mengejutkan dari itu adalah rencana besar di baliknya. Ahmad tidak hanya ingin menyembunyikan masa lalu, ia ingin memperbaikinya dengan cara yang lebih gila:
Menikahkan putrinya yang masih di bawah umur, dengan Leon,
Sebuah konspirasi antara cinta dan pengkhianatan pun dimulai.
Akankah Zelena, gadis yang tumbuh dengan bayang-bayang dosa ayahnya, menyerahkan hati pada pria yang keluarganya hancur karena darah keluarganya sendiri?
Atau justru berpaling pada Arman, ajudan ayahnya yang setia namun menyimpan rahasia dan rasa yang tak pernah ia ucapkan?
Dalam kisah ini, cinta dan dendam menari dalam satu irama.
Karena tidak semua luka bisa sembuh dan tidak semua cinta bisa dipercaya
Hai teman-teman, selamat membaca karya aku yahh, jangan lupa like kalau kalian suka, share juga ke teman-teman kalian yang hobi baca novel, dan jangan lupa tungguin terus update selanjutnya, salam hangat, author :)
Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26
Langkah-langkah cepat bergema di antara gang-gang sempit kota tua. Seorang pria berperawakan kekar, mengenakan hoodie hitam, wajahnya nyaris tak terlihat di bawah kerudung dan bayang-bayang malam. Matanya awas, menatap tajam ke segala arah. Ia tahu, ia sedang diburu.
Namanya Leon. Pemuda itu tak lain adalah anak dari pria yang dibunuh Ahmad. Dalam diam, ia telah lama menyelidiki siapa dalang di balik kematian ayahnya. Dan kini, ia datang dengan satu tujuan: membalas dendam.
Awalnya, beberapa anak buah Ahmad mencoba mendekatinya secara halus—menawarkan pekerjaan, akses, dan uang. Tapi Leon menolak mentah-mentah. Ia tahu apa maksud mereka.
Itulah kesalahan mereka.
Dua pria berbadan besar kemudian mencoba menangkapnya. Namun Leon tak gentar. Ia melawan, menghantam salah satu dari mereka dengan pukulan kuat hingga jatuh tersungkur. Tapi jumlah mereka terlalu banyak. Tubuh Leon dihajar, pukulan bertubi-tubi menghantam wajah dan perutnya. Hingga akhirnya, sebuah jarum tajam menancap di lehernya.
Suntikan itu mengakhiri semua perlawanannya.
“Tiket pesawat sudah kami siapkan. Penerbangan pribadi. Tidak ada penumpang lain,” ujar Arman, tangan kanan Ahmad, dingin dan penuh perhitungan.
“Apakah dosisnya cukup?” tanya seorang pria sambil menyeret tubuh Leon yang tak sadarkan diri.
Arman mengeluarkan suntikan tambahan dari saku dalam jasnya, menyuntikkan cairan ke leher Leon, lalu berbisik dingin, “Pastikan dia tidak membuka matanya. Dia tidak boleh tahu rencana kita.”
*
*
*
Markas Ahmad – Dini Hari
Markas besar Ahmad terletak jauh dari kota, di sebuah area pegunungan yang sunyi dan tertutup. Udara dini hari begitu dingin, menusuk hingga ke tulang, membuat sekujur badan merasa merinding, Sebuah ruang utama dengan desain modern namun atmosfer mencekam menjadi tempat pertemuan rahasia mereka, semua anggota Ahmad,
Ahmad duduk di atas kursi kulit berwarna gelap, menyilangkan kaki dengan elegan. Asap rokok mengepul dari tangannya. Ia masih mengenakan kacamata hitam, meski cahaya matahari belum menyapa dunia, wajah sombong nya terlihat jelas, karena sikap dan pergerakan nya,
“Hari ini, sandera kita akan tiba. Siapkan tong lalu isi dengan air es. Kita harus membangunkannya, tidak baik jika tidur terlalu lama ” perintahnya, masih dengan rokok yang menyala di tanggan kanan nya,
Tong besar berisi bongkahan es diletakkan tepat di depan kursi Ahmad. Beberapa anak buahnya berdiri siaga, menunggu instruksi berikutnya.
Terdengar suara mobil dari kejauhan, dan beberapa anak buah Ahmad yang ikut serta dalam rencana kotor nya, turun dari mobil dengan membawa leon yang masih dalam keadaan tertidur dengan pulas, dia sama sekali tidak sadar, obat tidur itu berguna dengan baik,
Saat Leon dibawa masuk, tubuhnya yang masih lemas, ia di dorong dan langsung dilemparkan ke dalam tong yanh berikan bongkahan es yang bahkan belum mencair,
BYUR!
Tubuhnya langsung menggigil hebat. Nafasnya memburu, matanya terbuka lebar, tubuhnya meronta namun tangan dan kaki terikat kuat, berusaha sekuat tenaga namun semua usaha nya sia-sia, tidak ada yang bisa ia lakukan,
“Siapa kalian?! Mengapa kalian membawaku ke sini?!” teriak Leon, suaranya bergetar antara marah dan kedinginan, tanggan dan bibir Leon membiru, tanda air itu sangat dingin, dan menusuk ke dalam tulang-tulang,
Ahmad berdiri perlahan, melangkah mendekat dengan ketenangan yang mengintimidasi. "Aku adalah Ahmad. Nama yang selama ini kau buru. Aku dan ayah mu kau pasti tahu kisah kami, tidak perlu ku jelaskan lagi, karena itu hanya masa lalu yang akan membuat mu merasa semakin emosi " menatap Leon yang masih terletak di dalam tong berisikan es,
Leon mencoba bangkit, napasnya memburu, matanya menyala penuh amarah. Tapi tali yang membelenggu membuatnya tak berdaya, usaha nya sia-sia, lagi dan lagi, tenaga nya sama sekali tidak berguna, karena tali yang mereka gunakan untuk mengikat Leon, bukan sembarangan tali,
“Aku akan menebus kesalahanku,” ucap Ahmad tenang, sambil mengisap rokok yang belum juga habis,
“Tapi ada satu syarat.” sambung nya, lalu membuang puntung rokok ke lantai, kemudian menginjak nya dengan sepatu kulit malah yang ia kenakan,
Leon menatap tajam, ada banyak amarah di dalam mata nya "Aku tak percaya padamu! Lebih dari setahun aku mencari mu, dan sekarang kau ingin menebus dosa-dosa hanya dengan ucapan?!" Leon berteriak, ruangan yang hening kini menjadi lebih mencengkram karena suara teriak nya,
Ahmad menghela napas. “Nikahi putriku… dan lindungi dia.” Ahmad kembali duduk setelah mengatakan hal itu, lindungi Putri nya dari siapa, Leon juga tidak tahu, karena sudah pasti, bahwa Ahmad mempunyai banyak musuh di dunia ini,
Satu ruangan, Hening, semua orang tahu bahwa Ahmad mempunyai satu-satunya putri, yang berparas cantik, namun anak buah yang sudah lama bekerja dengan nya saja tidak ia biarkan menyentuh putri nya, tetapi kali ini, dia malah meminta anak sahabat nya, untuk menikahi putri nya,
Leon membeku di tempatnya. Ia berpikir itu lelucon. Tapi tatapan Ahmad begitu serius, begitu dalam hingga terasa menusuk ke sanubari.
“Aku tidak akan pernah melindungi darah dagingmu,” desis Leon.
“Aku akan membunuhnya seperti kau membunuh ayahku!” sambung Leon dengan teriakan yang sangat kencang,
Ahmad tetap tenang. “Zelena tidak tahu apa-apa tentang dunia ini. Dia polos, bersih, dan satu-satunya harapanku yang tersisa. Lindungilah dia.”
Entah apa yang Ahmad takuti sampai dia meminta Leon untuk menikah dengan putri nya, apakah ini adalah sebuah konspirasi? Atau memang murni karena keinginan nya,
Tiba-tiba terdengar suara tergesa dari balik pintu.
“Ayah!”
Seorang pria seumuran Leon masuk dengan langkah cepat. Wajahnya tegang. Itulah Kenzo, putra sulung Ahmad.
“Kenapa kau bawa dia ke sini? Dan... kau serius ingin menikahkan Zelena dengan pria ini?!” tanyanya penuh protes, sambil menatap Leon yang sangat berantakan,
Ahmad memandang Kenzo sejenak. “Zelena harus dilindungi. Dan dia... adalah satu-satunya pilihan.” menatap putra nya itu, penuh makna dan rahasia
“Dia musuh kita, Ayah! Lagipula, Zelena masih duduk di bangku SMA! Ini gila!”
Leon menyimak setiap percakapan itu. Dalam benaknya, muncul strategi. Jika ia bisa mendekati putri Ahmad… maka ia akan lebih dekat dengan pembalasan dendamnya.
Beberapa detik kemudian, Leon menunduk, lalu berkata dengan nada tegas, “Aku siap, Tuan. Aku akan menikahi putrimu. Aku akan menjadi bagian dari keluargamu. Asal kau tepati janjimu.”
PLAK!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Kenzo menarik kerah baju Leon, hendak memukul lagi.
“Berani sekali kau bicara seperti itu! Kau pikir siapa dirimu?!”
“Cukup, Kenzo!” tegas Ahmad. “Jangan bersikap kasar kepada calon adik iparmu.”
Ia menatap Leon dalam-dalam, tatapan penuh makna dan arti,
Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,
salam hangat author, Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26
"Maaf, Pak, mengganggu waktunya. Saya Tamara, wali kelas Zelena. Saya ingin memberi tahu bahwa Zelena mengalami cedera dan perlu segera dibawa pulang," ucap Bu Tamara dengan nada cemas melalui telepon.
Ahmad yang menerima telepon tersebut langsung panik. Ia berdiri dari kursinya, bingung harus berbuat apa. Dalam keterburuannya, ia melirik Leon yang sedang bersamanya, lalu menoleh ke arah anak buahnya.
"Kenzo, daripada kamu marah-marah di sini, lebih baik kamu ke sekolah adikmu. Lihat kondisinya dan bawa dia pulang," perintah Ahmad dengan suara tegas namun penuh kekhawatiran. Ia mengemasi barang-barangnya dengan cepat dan meminta salah satu anak buahnya untuk ikut bersamanya.
Kenzo menatap Leon dengan sinis. Tatapannya tajam, seperti elang yang bersiap menerkam mangsanya. Namun tanpa sepatah kata, ia segera melangkah pergi.
*
*
*
Di Sekolah, Siang Hari
Zelena duduk di bangku taman sekolah, mengenakan seragam olahraga dan rambutnya dikuncir satu. Sinar matahari menembus dedaunan, menciptakan bayangan di wajahnya yang sedang fokus pada layar ponsel. Meskipun luka di pelipisnya masih terasa perih, ia tampak biasa saja.
Lima belas menit berlalu, Kenzo akhirnya datang. Ia menghampiri adiknya dan menyerahkan sebotol susu dingin.
"Lain kali, bisa hati-hati nggak?" ucap Kenzo, suaranya terdengar datar namun jelas mengandung kekhawatiran.
Zelena menatap kakaknya dengan malas, menyipitkan matanya. "Apa sih, Kak? Ini cuma luka kecil, jatuh waktu main voli. Cuma dua jahitan doang," ujarnya santai sambil meminum susu pemberian Kenzo.
Kenzo menatap luka adiknya yang telah dibalut perban putih. "Kamu ini kenapa sih? Luka begini tuh parah, Zelena. Kalau Papa sampai tahu… ini bisa jadi masalah besar, sekolah kamu ini bisa di tuntut, semua guru kamu akan dalam bahaya zel "
Zelena menatap Kenzo malas, " kak? ini cuman masalah kecil, aku aja bisa selesaikan sendiri, lagian ini aku jatuh sendiri "
Kenzo masih saja khawatir kepada adik kecil nya itu " iya tapi sama aja Zelena, ini di sekolah, kamu nih ya, kalau gak ada yang ngawasin ada aja yang luka, heran kakak sama kamu "
Zelena bangkit berdiri, mengambil tasnya. "Kak, aku udah besar. Luka kayak gini tuh biasa. Lagian sebentar lagi aku kuliah. Kakak nggak perlu datang ke kampus terus-terusan, hanya karena masalah sepele, dan aku gak mau itu terjadi "
Kenzo menarik tali tas yang hendak disandang Zelena. "Iya, kamu udah besar. Tapi mana ada orang besar jatuh gara-gara main voli doang?"
Zelena tersenyum kecil. "Yah, lain kali nggak bakal jatuh lagi. Oh iya, Kak. Arman ke mana? Biasanya dia yang datang kalau aku kenapa-kenapa."
Kenzo menarik napas dalam dan tersenyum tipis. "Mungkin dia lagi sibuk. Sekarang, kita pulang. Papa bilang ada sesuatu yang ingin dia berikan untukmu."
Kedua nya masuk kedalam mobil yang sudah terparkir di depan gerbang Zelena, semua orang menatap mobil mahal milik siapa yang sejak tadi terparkir di depan sekolah mereka, sampai ada murid yang mengira presiden datang ke sekolah mereka,
*
*
*
Di Rumah, Sore Hari
Zelena sampai di rumah mewah mereka yang bergaya klasik Eropa. Seperti biasa, segala kebutuhannya sudah tersedia bahkan sebelum ia memintanya. Di rumah itu, ia diperlakukan layaknya putri kerajaan.
"Zelena," panggil Ahmad yang ternyata sudah ada di ruang keluarga.
Zelena mendekat sambil bertanya, "Papa nggak kerja hari ini?"
Ahmad menatap luka di pelipis putrinya. Meski terlihat kecil, luka itu dalam dan cukup serius hingga harus dijahit. Ia menahan amarahnya, namun suaranya tetap tegas. "Kamu ini kenapa, sih? Papa sudah bilang, jangan sampai terluka. Besok kamu pindah sekolah saja."
Zelena mendesah pelan. "Pa, nggak usah pindah sekolah. Zelena udah nyaman di sana. Teman-temanku juga semua ada di sana. Ini luka kecil, Papa."
Ia kemudian beranjak ke kamar dengan langkah ringan, seolah tidak peduli. Tapi sesungguhnya, di dalam hatinya, ia lelah dengan segala kemewahan yang selama ini ia terima. Semuanya terasa hampa. Ia rindu hidup yang sederhana, yang penuh makna.
Leon memandangi gadis yang baru saja naik ke lantai atas. Calon istrinya. Namun siapa sangka, gadis itu masih duduk di bangku sekolah?
"Dia... yang akan aku nikahi?" batin Leon, tak percaya.
Ahmad berdiri di samping Leon dan menatap tangga menuju kamar putrinya. "Itulah putriku. Aku membesarkannya seorang diri tanpa kehadiran seorang ibu. Luar biasa manja dan terlihat dingin, tapi dia sesungguhnya sangat lembut, dia memang bersikap acuh kepada orang yang baru ia kenal "
Leon memutar bola matanya, tampak tidak tertarik. "Jadi, apa rencana Anda sebenarnya? Bukankah saya hanya perlu menikah dengannya?"
Ahmad tersenyum samar, lalu menyodorkan nampan berisi makan siang untuk Zelena, ada sebotol obat juga di atas nya "Sebelum menikah, kalian harus saling mengenal lebih dalam. Terutama kau. Kau harus tahu betul siapa Zelena. Karena kelak, kaulah yang akan menjaganya."
Leon menatap nampan itu dengan enggan. "Saya ini calon suaminya atau pembantunya? Ini di luar perjanjian kita."
Ahmad menatapnya tajam. "Antar makanan itu... atau kau tak akan pernah melihat cahaya lagi."
Ancaman itu membuat Leon tidak berkutik. Ia mengambil nampan tersebut dan melangkah ke lantai atas.
Sebelum sampai ke kamar Zelena, Leon menatap botol obat itu, dan juga menu makan siang Zelena, terlihat sangat sehat, dia mengira bahwa botol obat itu untuk luka Zelena tadi siang,
*
*
*
Di Depan Kamar Zelena
Tok... tok...
"Iya?" sahut Zelena dari dalam.
Beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka. Zelena menatap Leon dari ujung kaki hingga kepala. "Siapa kau? Aku tidak pernah melihat mu di rumah kami" tanyanya dengan alis terangkat.
Leon juga menatapnya tanpa kata, lalu mengangkat nampan. "Makan siang," ucapnya singkat.
" Kau tidak akan menjawab ku? Aku bertanya kau siapa? " Zelena bersikap sangat dingin, dia sama sekali tidak suka jika ada orang asing yang dekat dengan nya terlebih lagi berdiri di depan kamar nya
" Terima saja makanan nya, kamu gak perlu tahu aku siapa, repot ya mau makan aja " Leon kesal, karena sejak awal perjanjian mengantar makanan tidak ada Ahmad ucapakan
Zelena mengambil nampan itu dari tangan Leon. "Terima kasih. Seharusnya nggak perlu diantar ke kamar. Aku bisa ambil sendiri."
Leon memperhatikan perban di pelipis Zelena. Dengan perlahan, ia merapikannya. "Semoga cepat sembuh," ucapnya dengan suara lembut.
Zelena tersenyum sekilas dan segera menutup pintu. Ia menghilang dari pandangan Leon, seolah tak peduli.
Leon berdiri beberapa detik di depan pintu yang kini tertutup. Hatinya sedikit berguncang.
"Ternyata… dia sangat cantik kalau dilihat dari dekat." ucapnya lirih, sebelum melangkah menuruni anak tangga.
Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,
salam hangat author,
Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!