NovelToon NovelToon

Gadisku Sayang Dimana Kamu

Bab.1 Pertolongan Dan Keraguan

Prolog

Yunita tak pernah tahu jika bayi dilahirkannya lima belas tahun lalu itu sebenarnya tak meninggal tapi diserahkan ke panti asuhan oleh ayahnya sendiri. Dan dia tak pernah tahu jika Risman terpaksa meninggalkannya karena dibawa ancaman, bahkan dianiaya.

Lima belas tahun kemudian dia dipertemukan lagi dengan Risman yang menanyakan bayinya ...

Yunita sedang menyetir saat dia melihat seorang gadis belia dikejar oleh dua lelaki uang tampak sangar.

Gadis itu tampak ketakutan dan dua lelaku yang mengejarnya begitu gigih ingin mendapatkan gadis itu.

Yunita sangat ingin menolong gadis itu, sebelum menepikan mobilnya, tiba tiba saja gadis itu menghadang di jarak sekitar tiga meter dari mobilnya dengan kedua lengan direntangkan.

Yunita mendadak mengerem mobilnya, spontan membuka pintu mobil di sebelahnya. 

Gadis belia yang nekat berdiri di depan mobilnya yang melaju, segera masuk ke mobilnya. Sehingga para pengejarnya kehilangan kesempatan membawa ke bos mereka karena Yunita langsung tancap gas.

"Terima kasih, Ibu telah menyelamatkan saya dari penjualan perempuan," ujar gadis itu dengan air mata berlinang 

"Alhamdulillah segala puji bagi Allah," ujar Yunita sangat bersyukur.

"Bagaimana ceritanya sampai kamu bisa ada di tangan mereka?" Yunita sangat prihatin pada nasib gadis di sampingnya.

"Ayah dan Ibu saya terlibat hutang bunga pada seseorang, karena tak bisa membayar saya yang diminta jadi pelunasnya untuk dijadikan pelacur,"

"Ya Allah tega sekali mereka ..." gumam Yunita terkejut 

"Mereka bukan ayah dan Ibu saya yang asli," 

"Maksudmu?"

"Mereka ayah dan ibu angkat saya,"

"Oh ya?" Yunita mengernyitkan alisnya merasa miris dengan nasib gadis di sampingnya.

"Ya, mereka sebenarnya orang baik. Sudah lima belas tahun mengasuh saya, tapi akhir akhir ini mereka kesulitan uang. Maka mereka meminjam uang untuk modal dan kebutuhan hidup kami. Sayangnya uang yang dipinjam bunganya tinggi makanya mereka kesulitan untuk membayar," walau dengan agak terisak gadis itu masih sanggup bercerita."Belum lagi mobil yang dibeli dari uang pinjaman yang disewakan dibawa kabur orang,"

"Hapus air matamu," Yunita mengambil tissu

dan diberikan pada gadis itu.

"Terima kasih," ujar si gadis menerima tissue dari Yunita, dan langsung menghapus air matanya. "Pemilik uang akan membebaskan hutang orang tua angkat saya asal mereka mau menyerahkan saya untuk menambah anak buahnya. Dia itu  lelaki yang menjual gadis ke om om banyak duit."

"Oh!" Bagai tercekik Yunita mendengarnya. 

"Saya tadi lari karena tak mau dijadikan pelacur," ujar gadis itu dengan polosnya.

"Kamu yang sabar, ya, semoga saja mereka mendapat hidayah dari Allah. Semoga saja disadarkan dan dikembalikan ke jalan yang benar," tampak bola mata Yunita berkaca kaca. Seandainya saja gadis di sampingnya tak berani kabur, entah lelaki hidung belang mana yang akan merusak jalan masa depannya. "Alhamdulillah kamu masih dilindungi Allah, masih diberi kesempatan untuk berada di jalan baik jalan yang selalu diharapkan pada semua umatnya ..."

Gadis belia itu menoleh pada Yunita. "Ibu seorang Ustadzah?"

Yunita menggeleng, "Bukan, aku bukan Ustadzah,"

"Oh ..." 

"Bagaimana hatimu sudah tenang sekarang?"

"Ya, tapi juga takut,"

"Takut mereka akan mencarimu?"

"Bukan,"

"Lalu takut apa dong ...?"

"Takut kedua orang tua angkat saya diusir dari rumah miliknya, atau malah disakiti karena saya kabur," lagi gadis itu menangis. 

"Mereka itu tak mau menjual saya, mereka juga tak pernah mendendam pada orang yang telah menghancurkan usahanya,,"

"Oh ya?"

"Ya," angguk gadis itu "Ibu dan ayah bukan orang jahat, bukan orang licik, tapi mereka korban penipuan teman bisnisnya, hingga kami menjadi susah dan menyewa rumah tua yang sudah tak sanggup mereka bayar sewanya. 

"Lalu saat ini mereka kegiatannya apa?"

"Selalu berusaha untuk mencari pekerjaan tapi belum berhasil,"

"Semoga saja mereka segera dapat rejeki supaya bisa melunasi hutangnya, dan kamu terbebas dari kejaran pemilik uang itu,"

"Aamiin," sambut gadis yang sangat memikirkan nasib kedua orang tua angkatnya.

"Alamat rumahmu dimana?"

Gadis itu menyebut alamat rumah sewa orang tua angkatnya.

"Lalu alamat pemilik uang itu dimana?"

"Saya tak tahu,"

"Ya sudah kamu tenang saja ya, untuk sementara tinggallah di rumahku supaya aman,"

Gadis itu menoleh pada Yunita. Ada keraguan di bola matanya. 

Yunita diam diam menatap sesaat wajah gadis di sampingnya. Ada sinar keraguan di mata gadis itu mendengar ajakannya.

"Kalau kamu kembali pada rumah kedua orang tuamu pasti kurang bagus untukmu," ujar Yunita mencoba untuk membujuk gadis di sampingnya.

"Namamu siapa?"

"Tiara, Bu, biasa dipanggil Ara,"

"umurmu?"

"Lima belas tahun, Bu,"

"Namanya bagus," ujar Yunita umurku tiga puluh tujuh tahun panggil Aku Ibu Yuni."

"Entah saya tak sampai hati jika mereka sampai ditangkap oleh mucikari itu karena saya kabur ," ujar Tiara dengan suara ibah.

"Kita doakan saja semoga orang tua angkatmu dapat rejeki untuk membayar hutangnya, dan si mucikari dibukakan pintu hatinya oleh Allah supaya tidak menyakiti  orang tua angkatmu,"

"Aamiin," gadis belia itu menyeka air matanya.

"Om dan Tante bukan menyetujui keinginan mereka untuk pembayar hutang kami, " teringat ucapan ibu angkatnya, "Cepat kamu lari. Biar saja mereka menghabisi kami asal dirimu bebas," ujar ibu angkatnya.

Yunita mendengarkan dengan cermat cerita Tiara.

"Ya kami sudah berusaha minta tempo, tapi karena yang dijanjikan belum dapat pemilik uang marah. Lalu mengancam akan menghabisi kami jika tak mau menyerahkan saya,"

"Bu Yuni kenapa mereka itu sangat kejam!" Sungut gadis belia itu.

"Nah ini kamu harus tahu sayang jika masalah uang tidak ada orang yang sudi bertoleransi berlebihan, bahkan banyak yang saling caci dan maki. Bahkan ada  yang saling membunuh," ujar Yunita.

Tiara bergidik. Separuh hatinya gembira karena bisa lepas dari tuntutan dijadikan pelacur. Tapi separuh hatinya merasa ibah pada kedua orang tua angkatnya. Pasti menghadapi kemaraan pemilik modal, dan dan separuh hatinya hatinya gembira karena berhasil lepas dari kawalan dua lelaki yang kali ini pasti pula kena hardik,  karena telah membuang harapan mereka untuk meraup uang berlebih.

Saat lampu menghadang laju mobilnya, segera Yunita memiringkan tubuhnya ke belakang untuk mengambil sebotol air mineral 

"Minumlah," 

"Terima kasih,"

"Sudah jangan dipikirkan terlalu dalam, kamu ikut aku nanti kita cari solusinya, ya,"

Gadis itu meneguk isi botol hingga tersisa separuh.

"Ya', Bu Yuni,"

"Biar nanti aku akan mencaritahu kabar kedua orang tua angkatmu," 

"Ya," angguk Tiara merasa bersyukur bertemu orang baik seperti Yunita.

Tiba tiba gadis itu teringat nasehat ayah angkatnya supaya dia jangan gampang terpengaruh orang yang baru dikenalnya. 

"Jaman sekarang banyak musang berbulu domba . Jadi jangan tergiur mulut manisnya, siapa kita sampai orang baru kenal mau nolong secara murni .."

Tiara terkejut. Aduh apakah wanita baik hati ini sebenarnya orang yang hanya pura-pura baik?

Tiara sibuk menimbang dan menebak tentang Yunita yang mau menolongnya. Bagaimana kalau dia ini bukan orang baik beneran, tapi justru berniat buruk juga padaku.

Tiara mulai ketakutan. Aduh gimana kalau dia itu sebenarnya hanya pura-pura baik?

"Kita mau kemana, Bu Yuni?" Tiara sungguh kini ragu.

Bersambung

"

Gadis Keras Kepala

"Aku mau pulang dan kamu sebaiknya ikut denganku dulu karena khawatir mereka masih mencarimu " ujar Yunita berharap Tiara mau singgah dulu di rumahnya demi keamanan gadis itu sendiri.

"Bu apa saya turun di sini saja," ujar Tiara merasa enggan ikut ke rumah Yunita.

"Bagaimana kalau dua orang lelaki itu masih mencarimu, kan lebih aman jika kamu berada.di rumahku, nah nanti aku mau tahu keadaan kedua orang tuamu sekalian ngabarin mereka kalau kamu aman,"

Si remaja hanya menatap tanpa suara. Teringat nasehat bapak dan ibu angkatnya. 

"Jangan langsung percaya pada orang yang membicarakan kebaikan, karena bisa jadi dia itu penipu yang berkedok orang baik," si ibu angkat berbicara.

"Ya jangan silau penampilan luarnya. Berkerudung seakan dia seorang yang beragama dengan baik, tak tahunya dia hanya seorang jauh lebih busuk dari penjual sahwat atau pelacur bisa jadi lebih mulia," sambung bapak angkatnya.

Nah perempuan ini persis sama seperti yang diucapkan kedua orang tua angkatnya. Penampilan rapih. Berkerudung dan yang dibicarakan adalah kebaikan.

"Tapi bukankah perempuan ini yang tadi telah menolongku dari penjualan diriku?" Batin gadis remaja itu diantara kecurigaannya pada penolongnya yang berdiri memandang dirinya itu. 

"Aku maklum kalau dirimu masih ragu padaku mengingat apa yang telah terjadi padamu tadi." Ujar perempuan itu lagi.

Tiara masih diam, tapi wajahnya jelas menunjukkan keraguannya.

"Apa kamu akan kembali kepada orang tua angkamu?" Yunita cemas jika gadis belia itu akan menjadi korban penjualan anak.

Duh kenapa sih nih anak keras kepala banget, sungut hatinya mengingat betapa dirinya cemas pada gadis belia yang cantik dan masih terkesan polos walau menunjukkan kewaspadaannya 

"Tidak," geleng Tiara, "Tapi walau begitu aku mengenal mereka selama ini sebagai orang apa adanya, tidak berpura pura. Dan sangat tulus padaku. Bahkan aku cemas pada mereka pasti kemarahan akan diterima dari Sarkim yang gagal mendapatkan aku."

"Sarkim?"

"Ya lelaki yang telah membuat ayah angkatku bangkrut dan berhutang."

"Kalau begitu masuklah,"

Terima kasih telah menolongku ..." gadis itu melangkah keluar halaman.

Yunita berusaha mengejarnya."Tunggu!"

Tapi terlambat.

Tiara sudah mencegat ojek dan langsung duduk di jok belakang, "Ayo cepat aku takut dijual ...!"

Karuan saja tukang ojol yang kebingungan langsung tancap gas.

Gadis yang berada di atas boncengan ojek online itu bingung mau diantar kemana. Tak mungkin dirinya tak turun dari boncengan motor. Tapi tujuannya kemana?

Aduh jadi semakin runyam saja. Mana tak pegang uang lagi. 

"Mbak mau turun dimana?" Tegur di pengemudi ojek online, mana naik serampangan nggak pakai aplikasi lagi? 

"Aku juga bingung, Bang," seru Tiara.

"Lho, ko!" segera saja abang ojek online menepi sekaligus menghentikan motornya.

Gadis belia itu turun. Wajah cantiknya tampak ketakutan tak berani menatap abang ojek online.

"Mbak turun di sini saja?" Walau kesal tapi si abang ojek online masih bertanya sopan.

Tiara mengangguk tak ada pilihan. Lalu membuka anting anting yang dikenakan. Diulurkannya pada si abang ojek online.

"Bang ambil aku nggak ada uang," 

Abang ojek online menggeleng. Pemuda dua puluh satu tahun merasa kasihan melihat penumpangnya. Lagi pula jarak tempuh yang tak sampai sepuluh kilometer tak pantas dibayar dengan sepasang anting emas.

"Anting emas?"

"Ya," angguk Tiara.

"Simpan saja anggap saja barusan aku ngantar Mbak ke sini," tak sampai hati menerima anting milik gadis yang tampaknya kebingungan itu.

"Terima kasih, Bang, semoga banyak penumpangnya, ya,"

"Aamiin ..." si abang ojol pun berlalu dari hadapan Tiara.

Tinggallah Tiara yang kebingungan mau melangkah kemana. Rasa takut tiba tiba menguasai dadanya. Bagaimana kalau ketahuan oleh pemilik uang yang dihutangi oleh kedua orang tua angkatnya? 

"Aku harus cari kerja, tapi kerja apa?" Tiara bingung sendiri.

Tiba tiba dilihatnya seorang perempuan sangat kerepotan dengan bawaan belanjaannya di kedua tangannya. Timbul idenya untuk mendapatkan pekerjaan dari perempuan paruh bayah yang kelihatannya biasa saja. Artinya tak semewah Yunita yang tadi meminta dirinya tinggal di rumahnya.

Gadis belia itu langsung mendekat. Menyapa dengan sopan.

"Ibu boleh saya bantu membawakan belanjaannya, kelihatannya Ibu sangat kerepotan."

Perempuan yang disapa itu tak langsung mengangguk. Tapi menatap gadis yang mengulurkan tangan untuk membantu lekat.

Tiara mengangguk dan tersenyum sebagai tanda bahwa dia tulus mau membantu.

"Baiklah," angguk perempuan itu memberikan belanjaan di tangan kirinya pada Tiara yang segera menerimanya.

Tiara meringis sesaat merasa keranjang berisi belanjaan pasar di tangannya cukup berat. Tapi selanjutnya dia mengikuti langkah perempuan itu ke sebuah mobil yang menunggu yang berjarak sekitar dua puluh meteran.

"Terima kasih ini untukmu," perempuan itu mengulurkan uang sepuluh ribu pada Tiara.

"Tidak usah," geleng Tiara. Sebenarnya ada perang batin antara mau menerima atau menolak pemberian itu. Menerima jelas dia bisa mempergunakan upah yang diberikan mengingat saat ini dirinya memang sedang kesulitan di luar rumah sendirian. Menolak karena selama ini dirinya diajari untuk tak mengharapkan upah dari pertolongannya. Maka secara spontan yang dilakukannya adalah menolak.

"Terima kasih kalau begitu," perempuan itu tak lagi menghiraukan Tiara yang masih berdiri.

Selagi Tiara dalam kebingungan, perempuan itu masuk ke mobil dan mobil itu pun langsung bergerak meninggalkan Tiara yang berdiri bengong memandang body mobil yang biasa dibuat untuk mengangkut barang belanjaan itu, menjauh.

"Hei kamu kenapa bengong memandang mobil itu?" Seseorang menepuk pundak Tiara.

Spontan gadis itu menoleh dan menatap penepuknya tak lain si abang ojek online. 

"Kamu Abang ojek tadi?"

"Ya," angguk pemuda itu tersenyum, "Dari tadi aku neduh di sana," lanjutnya menunjuk pohon rindang dimana beberapa pengemudi ojek online duduk memainkan ponselnya.

Tiara memandang kearah yang ditunjuk pemuda itu.

"Aku melihat kamu dari tadi bengong, eh nggak tahunya baik hati juga ya mau bantuin bawain barang belanjaan orang," pemuda itu tersenyum.

Tiara membatin, cowok ini tampan juga ternyata, pantasnya jadi model, kenapa juga jadi kang ojek. Tapi kang ojek juga kerjaan halal, terserah ajah deh.

"Heh kamu ngeliati aku kagum ya karena aku melebihi gantengnya aktor Korea?" Pemuda itu tertawa.

"Huh ge er," seru Tiara tapi hanya dalam hati saja. 

"Gimana?" Seru si pemuda masih menatap gadis di depannya dengan senyumnya.

"Apanya?" Tiara tanpa sadar ikut tersenyum, sehingga menambah manis wajahnya.

"Aku,"

"Kenapa dengan kamu?" Tiara mengernyitkan alisnya.

"Nggak usah seserius itu kali mikirin aku ..." tertawa si pemuda.

"Ih siapa juga yang mikirin kamu nggak ada kerjaan," sergah Tiara sedikit sewot.

"Jangan gampang marah nanti cantiknya hilang lo," 

"Ah kamu," sergah Tiara merengut tapi sesaat kemudian tersenyum.

"Nah gitu dong kan damai dunia dengan senyummu,"

"Huh kamu ternyata pemuda gombal, ya," sungut Tiara, tapi merasa terhibur hatinya dengan candaan pemuda tampan tukang ojol itu.

Pemuda itu tertawa.

"Udah," tanya Tiara.

"Apanya?" Pemuda penarik ojek online itu menatap Tiara.

"Ketawanya,"

"Oh itu," si pemuda nyengir, "Ya namanya juga lagi seneng karena hari ini aku dapat kenalan gadis seperti kamu,"

Tiara cemberut, "Memangnya aku lucu diketawain," 

"Bukan lucu jangan salah paham, tapi unik,"

"Kok Unik?"

"Ya tiba tiba ngadang aku terus naik ojekku, lalu turun di sini tapi kayak orang kebingungan," 

Ucapan pemuda itu membuat Tiara tersadarkan keadaannya yang entah mau kemana. Maka mendadak wajahnya meredup.

"Hei kamu kok jadi melamun, maaf, ya kalau ucapanku membuatmu marah dan sedih, tapi sesungguhnya kamu mau kemana, sih?"

Tiara menggeleng.

Si pemuda menatap lekat pada wajah yang kebingungan itu.

"Aku juga bingung tapi ini urusanku jangan nanya kenapa," ujar Tiara enggan untuk bercerita.

"Oke aku tak ingin ikut campur urusanmu, itu hak pribadimu, tapi sebagai sesama manusia aku memiliki kewajiban untuk menolong, ya, mungkin saja kamu butuh pekerjaan ..."

Mendadak wajah Tiara langsung berbinar memandang si pemuda. Tapi apakah pemuda ini bisa dipercaya, ya?

Mendadak rasa curiga memasuki dadanya, seperti saat dirinya ditawari Yunita untuk tinggal di rumahnya.

Terngiang lagi nasehat ayah angkatnya supaya jangan gampang terhanyut oleh kebaikan orang yang baru dikenalnya..

"Heh kok bengong?"

Gadis itu meneliti sosok dan raut muka si pemuda. Menimbang nimbang jujur tidak, ada niat terselubung tidak. Tapi sayangnya dirinya tak menemukan jawaban dari keraguannya.

"Oh lagi menilai diriku, percayalah aku sembilan puluh sembilan persen jujur dan InsyaAllah amanah. Kalau kamu mau aku anterin ke tempat langgananku yang butuh pelayan,"

"Pelayan apa?"

"Restaurant,"

"Makanan?"

"Ya masa restaurant jualan baju?" Pemuda ojol itu tertawa.

"Ya juga sih," tersenyum Tiara.

"Mau nggak kalau mau aku anterin sekarang," seru si pemuda serius menawarkan pekerjaan, "Kalau kamu masih ragu dan nggak percaya ya udah aku mau kasih tahu ma restaurantnya kalau temanku nggak mau gitu,"

"Teman?"  Tiara menatap heran pemuda itu.

"Oh maaf kalau aku kege eran ya menganggap kamu teman, baru juga ketemu ..." ralat si pemuda  membuat gadis di depannya terperangah. 

"Ya ya kita teman," angguk Tiara segera mengulurkan tangannya begitu saja. Tapi buru buru dia tarik lagi.

"Eh nggak jadi kenalan, nih," kerling si pemuda.

bersambung 

 

Bertemu Dengan Lelaki Masa Lalu

Saat bersamaan Yunita masih kepikiran dengan Tiara. Ada sedal melepaskan gadis yang ingin ditolongnya itu. Ingin lebih tahu lagi tentang gadis keras kepala yang menolak tinggal dengan dirinya, padahal posisi keadaannya sangat terjepit dan membahayakan diri gadis itu sendiri.

"Aku harus datang ke orang tua angkatnya, dia tadi menyebut alamat rumahnya," 

Yunita segera menyetir mobilnya mencari alamat rumah orang tua angkat Tiara yang kabur menolak pertolongannya itu. 

Di depan sebuah gang kecil.Yunita menghentikan mobilnya. Lalu keluar dari mobil. Menyusuri gang sempit mencari alamat yang disebut Tiara tadi.

Setelah beberapa belas menit mencari tibalah di sebuah pemandangan yang membuatnya tertegun.

Di depan sebuah rumah tua yang tertutup pintunya sepasang suami istri bersama sebuah koper besar tampak saling pandang seperti orang kebingungan.

Yang membuatnya terkejut adalah sosok lelaki yang tak pernah lekang dari ingatannya walau kini tampak ada perubahan yang sangat menyolok. Lelaki itu tak lagi semuda dulu dengan berjalannya waktu. Tampak kuyu dan lesu.

"Risman?!" Sentak batin Yunita.

"Yunita?!" Begitu pun batin lelaki bernama Risman itu langsung bergetar hebat 

Sesaat mereka saling tatap. 

Yunita yakin itu Risman.

Diperhatikannya lebih dalam lagi lelaki yang terlihat tak berdaya itu. Tetap sama tak berubah dengan rekaman raut muka yang selama ini sulit dienyahkan. Walau tersimpan dalam keadaan yang sangat membuatnya marah, tetap saja dirinya tak bisa lupa dengan sosok lelaki yang pernah dia impikan menjadi pendamping hidupnya.

Tapi sayang lelaki itu menjadi pecundang dalam kehidupannya. Pergi begitu saja saat dirinya hamil.

"Ya dia memang lelaki keparat itu!" Pekik hati Yunita yang telah menukar cinta pada lelaki itu menjadi benci.

Hatinya langsung mendidih. Tapi dia berusaha untuk tetap berdiri di tempatnya, menunggu mereka yang melangkah perlahan.

Jika enam belas tahun lalu Risman masih berupa lelaki muda tampan berumur dua puluh tiga  tahun berbadan atletis. Sekarang sudah tampak lebih tua dari umur sesungguhnya yang memasuki usia tiga puluh sembilan tahun.

Lelaki itu stroke dipapah dengan susah payah oleh istrinya yang berwajah kuyuh mata sembab seperti berjam jam menangis.

Mereka melangkah tertatih. Karena tubuh suaminya cukup besar, maka sang istri sangat kerepotan memapah suaminya, sehingga koper besar tak bisa dibawanya sekaligus.

Yunita menyaksikan pemandangan itu dengan lekat dari tempatnya berdiri.

Hatinya tiba tiba tergetar saat kedua orang itu sudah dekat di depannya. Tapi dia bertahan untuk tetap berdiam sampai lelaki itu betul betul berada di depannya.

"Benarkah mereka orang tua angkat gadis belia tadi yang ditolongnya?" Batin Yunita bertanya tanya. 

Suami istri itu menatap Yunita yang membisu. Jika sang istri merasa aneh dengan kehadirannya, namun tidak dengan si lelaki.

Raut muka yang menua dari umur sesungguhnya itu sangat yakin  jika  perempuan di depannya memang Yunita,  yang tak membuatnya pangling walau perpisahan itu sudah berlangsung hampir enam  belas tahun. Bagaimana mungkin dirinya lupa wajah cantik impian hatinya itu, yang setiap saat selalu diingatnya. Bahkan semakin berumur dia merasa Yunita semakin dewasa dan memiliki kecantikan yang tetap membuatnya terpesona. Apalagi kini penampilannya tertutup. Memenuhi kewajiban wanita muslimah..

Tapi lelaki itu segera sadar jika dirinya bukanlah yang dulu. Dan perempuan bernama Yunita yang sudah terpatri namanya di dalam sanubarinya itu, pasti sudah ada suaminya. Melihat penampilannya jelas berada di atas kasta keuangannya beberapa puluh tingkatan. Tentu saja karena mantan kekasihnya itu pewaris tunggal kekayaan Danudirja. Pengusaha yang tak menginginkan putrinya menikah dengan dirinya.

Perempuan yang membimbing suaminya itu menatap Yunita heran 

"Assalamu'alaikum," sapa Yunita menahan amarah yang ingin dia luapkan pada lelaki di samping perempuan di depannya. Tapi dia tahu adab, tak seharusnya mengamuk pada Risman di tempat umum.

Mengamuk hanya membuatnya puas merasa menang sesaat. Namun dampaknya dia akan mempermalukan dirinya sendiri jika pemicunya diketahui orang lain. Maka sebisa mungkin dia tahan amarah yang bak lahar yang telah membuat panas dadanya.

Betapa tidak, lelaki yang diharapkan kehadirannya saat dirinya dalam keadaan hidup dan mati melahirkan buah cinta mereka tak ada. Bahkan tak pernah muncul, pergi membawa janji janji suci tapi palsu itu.

"Wa'alaikum salam ..." sahut perempuan istri dari lelaki yang telah mengantarkan Yunita punya anak tanpa suami. Sungguh memalukan!

Yunita membuang muka dari tatap lelaki yang ingin membuka mulutnya, tapi ragu itu.

"Yunita kamu di sini ... Maafkan aku maafkan..." seru Risman tapi hanya dalam hati. Tak sanggup untuk menatap mata pujaan hatinya yang terpaksa ditinggalkannya dulu. Dia menunduk dengan hati perih dan sedih.

"Maaf mengganggu," ujar Yunita menekan amarah dan gusar di dadanya.

"Ya tak mengapa," sahut perempuan itu ramah. 

"Entah saya harus mulai darimana karena kita memang tak saling mengenal ..." sungguh Yunita bersikap layaknya orang asing tak mengenal salah seorang dari mereka.

"Yunita suaramu membuat aku teringat saat kita bercanda dulu ..." gumam hati Risman yang masih terpekur tanpa daya. 

Menyapa bukan pada tempatnya, walau pun disematkan berjuta maaf. Maka lebih baik diam saja mengikuti permainan Yunita yang tak mau mengenalinya. Tapi dia yakin jika perempuan itu ingat pada dirinya. Sesaat tadi saat pertama mereka bertatapan ada geliat di sepasang mata yang dulu sangat membuatnya ingin berlama lama menatapnya. Geliat itu menandakan kenal, bahkan kemarahan yang besar. Tapi dia kagum ternyata perempuan yang sesungguhnya masih belum bisa dilupakannya itu bisa membendung lahar hingga tak meledak. 

"Begini kedatanganku ingin menanyakan apakah kalian berdua memiliki anak yang kabur?" Yunita menunggu jawaban perempuan yang kini menoleh pada suaminya.

"Maksudnya?" Perempuan itu bertanya tak mengerti walau dadanya berguncang mengingat putri angkatnya entah kemana.

"Aku tadi menolong gadis belia, tapi sayang dia pergi kelihatannya dia tak petcaua jika aku mau menolongnya, namanya Tiara katanya rumahnya di sini," 

"Tiara?" Perempuan itu langsung bersemangat, berarti Tiara bisa kabur betulan dari lelaki tamak itu. Oh Tuhan maafkan kami, bersyukur Tiara bisa lolos, batinnya lega. Mendengar putrinya kabur bukan main senang hatinya. Berarti gadis itu lepas dari bandit,  lelaki yang telah menjerumuskan suaminya pada ketidakberdayaan.

"Inikah gadis yang Anda tolong?" Perempuan itu menunjukkan foto Tiara pada Yunita.

"Ya persis," angguk Yunita.

"Alhamdulillah, Yah, ternyata putri kita terlepas dari cengkeraman manusia tamak itu ..." tahu tahu air mata perempuan itu mengalir.

Yunita merasa tangisan perempuan itu tulus. Jika sampai Tiara dijadikan jaminan pelunas hutang bikan mau mereka tapi paksaan karena tiada kuasa melakukan perlawanan, seperti yang dikatakan Tiara.

"Tapi Tiara tak percaya padaku dia memilih kabur dengan naik ojek," ujar Yunita membuat perempuan itu sangat sedih.

"Oh ..." Air mata perempuan itu semakin mengalir deras.

bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!