"Ingat, Vexana. Ini adalah kesempatan terakhirmu. Kamu tidak bisa lagi melakukan operasi wajah. Jika kamu nekat, struktur wajahmu bisa rusak permanen," ucap Monica, sahabat sekaligus dokter yang menanganinya.
Ruangan ini sunyi, hanya suara mesin pendingin udara yang mengisi sela-sela keheningan.
Vexana menatap pantulan dirinya di cermin besar yang tergantung di dinding. Untuk pertama kalinya dia memandangi wajah yang mungkin harus ia terima sebagai satu-satunya. Wajah baru ini cantik, mata besar seperti mata kucing, terlihat memikat dan tajam. Hidungnya mancung sempurna, bibir tipis dan merah muda alami, seperti tak butuh sentuhan lipstik sedikit pun. Tapi di balik semua keindahan itu, ada beban masa lalu yang berat.
Vexana menghembuskan napas panjang, seolah mencoba mengusir bayang-bayang identitas lamanya.
Vexana bukan wanita biasa, Ia adalah seorang Queen Mafia. Nama yang begitu ditakuti sekaligus diburu. Dan untuk tetap bertahan, ia kerap mengganti wajah. Setiap kali musuh mulai mengenali, setiap kali hukum mulai mendekat, operasi wajah menjadi pelariannya.
Tapi kini, dunia itu telah sampai pada ujungnya, Vexana tak ada lagi jalan untuk kembali lagi.
"Jadi sekarang aku harus taubat?" Vexana bertanya pelan, hampir seperti bercanda meski sorot matanya menunjukkan ketidakpastian.
"Iya, lagipula, uangmu sudah banyak, kan?"
"Banyak sih, tapi kadang aku selalu merasa kurang." Vexana menghela napas.
"Itu manusiawi. Yang penting, kamu belajar mengendalikan rasa itu.
Sejenak hening, lalu Vexana menatap cermin lagi. "Menurutmu, nama apa yang pantas untuk wajah ini?"
Monica berpikir sejenak, "Anna, Ambil dari belakang namamu"
Vexana tersenyum kecil, senyum yang belum terbiasa ia lakukan. Senyum tanpa ancaman, tanpa maksud manipulatif.
Wajah ini mungkin benar-benar bisa membawanya pada kehidupan baru.
"Semoga aku tidak khilaf," bisiknya lirih. Karena jauh di dalam lubuk hatinya, insting gelap itu masih ada.
Jiwa mafia yang ia sandang di dunia kriminal masih berdenyut. Baginya membunuh adalah seni, merampok adalah strategi, dan menjual obat-obatan terlarang hanyalah cara cepat mendapatkan uang dan kekuasaan.
Semua itu dulu terasa wajar. Tapi sekarang? Harus berhenti.
Setelah Monica menyatakan kondisinya stabil, Vexana akhirnya diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.
Hari ini langit kota Servo nampak mendung. Angin lembut menyapu pipinya yang kini tampak lebih lembut dan segar. Setiap langkah di koridor rumah sakit terasa seperti langkah pertama bayi yang baru lahir.
Dia harus membeli rumah baru, baju baru, hidup baru, semua dimulai dari nol.
Tapi satu hal yang paling penting, dan selalu ia ingat, ini kesempatan terakhirnya untuk hidup. Jika musuh sampai tahu bahwa Anna adalah Vexana maka tamatlah sudah riwayatnya.
Vexana menarik napas panjang. Dia mencoba tersenyum di hadapan pantulan kaca lift, senyum manis, bukan senyum bengis yang selama ini menjadi ciri khasnya.
Tapi di balik senyum itu, masih tersimpan pertanyaan yang belum terjawab, apakah seorang pembunuh berdarah dingin bisa benar-benar menjadi orang baik?
"Bisa, bisa. Aku pasti bisa, yang penting jangan pegang pisau," gumam Vexana pelan, hampir seperti mantra yang ia paksa untuk diyakini.
Tangannya menggenggam erat gagang koper kecil warna abu-abu metalik. Di dalam koper itu hanya ada beberapa pakaian, sepasang sepatu dan dompet tipis berisi black card.
Langkahnya menyusuri lorong rumah sakit menuju lobi terasa asing. Dunia di luar kini benar-benar aneh dengan wajah baru ini. Tanpa pasukan, tanpa pengawal pribadi, tanpa senjata dan tanpa kekuasaan.
Begitu tiba di lobi Vexana mengangkat tangan untuk memesan taksi daring. Tapi sebelum jari-jarinya menyentuh layar ponsel, tiga pria berjas hitam tiba-tiba menghampirinya dari sisi kanan.
"Nyonya Anne, mari pulang. Tuan Arga sudah menunggu Anda," ucap salah satu dari mereka secara tiba-tiba.
Vexana mengerutkan alis. "Apa? Nyonya Anne? Aku tidak kenal_"
"Tuan Arga berpesan untuk tidak membuat keributan, mari pulang sekarang," Pria yang lain bicara, seolah tak memberi ruang untuk penolakan.
Vexana mendadak siaga, detak jantungnya sedikit melonjak seperti sebelum baku tembak. Ia menimbang kemungkinan untuk kabur, tapi siapa Arga?
'Jangan-jangan identitasku bocor?' pikirnya mulai panik. Tapi tidak, Monica adalah satu-satunya orang yang tahu.
'Atau ini adalah bagian dari identitas baru? Apakah rumah sakit menjual dataku untuk menyamar sebagai orang lain?' pikirannya mulai berkelana, sebab hidup Vexana selama ini selalu seperti roller coaster.
Orang-orang itu tidak kasar, bahkan membuka pintu mobil hitam mengilap di depan rumah sakit dengan sopan. Tapi justru itulah yang mencurigakan, kesopanan yang terlalu rapi biasanya menyimpan jebakan.
"Maaf... siapa Tuan Arga itu?" tanya Vexana, mencoba menggali informasi dengan nada kalem.
"Beliau suami Anda."
"Apa? Suami?" Vexana mendelik, pandangannya menyapu ketiga pria berjas hitam di depannya dengan tatapan tak percaya.
Ini pasti karena wajah barunya, Identitas baru yang belum ia kenali sepenuhnya. Wajah cantik hasil operasi terakhir itu ternyata bukan sekadar topeng, tapi pintu masuk ke kehidupan orang lain. Seseorang bernama Anne.
Namun belum sempat Vexana bisa bertanya lebih lanjut atau sekadar memutar badan, salah satu pria mendorongnya pelan tapi tegas ke arah mobil hitam mengilap.
"Hei, jangan sentuh aku sembarangan!" bentak Vexana, refleks menepis tangan si pria. Jika saja dia masih jadi dirinya yang dulu, orang itu pasti sudah kehilangan gigi.
Tapi sekarang dia bukan lagi Vexana si Queen Mafia.
Sekarang dia Ana atau entah siapa, karena rupanya wajah barunya telah membawanya ke dalam kehidupan seorang wanita yang telah menikah dan memiliki suami bernama Arga.
'Gila, siapa sih sebenarnya perempuan ini?' pikir Vexana sambil duduk di kursi belakang mobil. Tangannya mencengkeram koper kecilnya erat, seperti berpegangan pada sisa-sisa kendali dirinya.
Perjalanan berlangsung tanpa suara, Kota Servo tampak seperti biasa, ramai, penuh lalu lintas, dan hujan gerimis mulai turun membasahi kaca mobil. Tapi di dalam mobil itu dunia Ana terasa seperti bom waktu yang menunggu ledakan berikutnya.
Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah rumah besar berpagar hitam, megah.
Vexana melangkah keluar, tumit sepatunya menyentuh lantai marmer teras dengan bunyi klik klik pelan.
Pintu rumah dibuka oleh seorang pelayan wanita tanpa banyak bicara ia dibimbing masuk, melewati lorong panjang menuju ruang utama.
Dan di sanalah dia.
Seorang pria berdiri di depan jendela besar dengan punggung menghadapnya. Tubuhnya tinggi dan tegap, mengenakan setelan jas abu-abu gelap yang mahal. Hanya dari posturnya saja aura dingin terpancar kuat.
Begitu pria itu menoleh, mata mereka bertemu.
"Sudah kukatakan," ucap pria itu dengan suara dingin. “Kamu bisa lari sejauh apa pun, Anne. Tapi aku akan tetap menemukanmu.”
Suara itu membuat Vexana bergidik. Bukan karena takut, tapi karena kata-katanya seperti jebakan.
"Aku bukan_" Vexana nyaris protes, tapi segera menutup mulutnya sendiri. Otaknya bekerja cepat, jika dia mengatakan bukan Anne, siapa yang akan percaya? Apalagi dengan wajah seperti ini.
"Jika kamu kabur lagi, aku tidak akan semudah ini mengampunimu.” Arga berjalan perlahan mendekat.
Vexana hanya diam, Ia tidak bodoh jelas pria ini bukan orang biasa. Ia tampak seperti seseorang yang terbiasa memerintah, seperti dirinya dulu. Tapi bedanya,pria ini masih memegang kekuasaan dan Vexana tidak.
'Ah, ternyata wanita asli bernama Anne kabur... dan mereka malah menemukanku. Sial… kenapa harus wajah ini yang kupakai?'
Arga kini berdiri tepat di hadapan Vexana, menatap tajam sosok wanita yang diyakininya sebagai Anne, istri keduanya. Namun ada yang aneh, biasanya Anne selalu menunduk setiap kali berada di dekatnya.
Tak pernah berani menatap mata Arga lebih dari satu detik, apalagi berdiri dengan dada terangkat seperti sekarang.
Tapi hari ini ada sesuatu yang berbeda.
Mata wanita itu membalas tatapannya seolah menantang, bukan ketakutan yang terlihat di sana, melainkan keberanian.
Alis Arga menurun tipis, gerak-gerik Anne terasa asing. Tatapan matanya seolah menyimpan sejarah panjang yang tak pernah ia ketahui. Bukan seperti istri yang dulu ia kenal penurut, pemalu, dan mudah dibaca.
"Ada yang berubah darimu," ucap Arga, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Vexana diam, Ia menahan diri untuk tidak tersenyum sinis. Jika pria itu tahu siapa yang sebenarnya berdiri di hadapannya, mungkin ekspresi tenangnya akan berubah jadi ngeri.
Tapi sekarang bukan waktunya untuk mengungkap apa pun.
'Apa yang harus aku lakukan sekarang?’ batin Vexana. Dia tahu betul permainan ini berbahaya.
Vexana sedang berpura-pura menjadi seseorang yang tidak ia kenal. Dia hanya tahu nama wanita itu, Anne. Tahu bahwa ia adalah seorang istri. Tapi selebihnya kosong.
Vexana tak tahu bagaimana Anne berbicara, berjalan, tidur, makan, atau bahkan bagaimana Anne memandang suaminya.
Sedikit saja kesalahan Arga bisa mencium kebohongannya. Dan jika itu terjadi maka tamat semuanya.
Dalam pikirannya Vexana mencoba mengingat detail kecil yang bisa menyelamatkan situasi. Tapi ia benar-benar tak tahu apa-apa.
Vexana butuh informasi tentang kebiasaan Anne, masa lalunya, dan bagaimana wanita itu menjalani hidup dalam rumah besar ini. Jika tidak cepat atau lambat penyamarannya akan retak. Dan pria di hadapannya ini tidak terlihat seperti seseorang yang memberi kesempatan kedua.
Namun saat ini satu-satunya jalan adalah tetap bertahan.
Vexana menurunkan pandangannya sedikit, tidak terlalu patuh tapi cukup untuk menurunkan ketegangan. Sementara Arga masih mengamatinya dalam diam, seolah mencoba membaca isi pikiran sang istri.
Vexana menahan napas. Dalam diam ia tahu permainan baru saja dimulai. 'Wanita biasanya lemah lembut, jadilah seperti itu Vex.'
Arga mengesampingkan keanehan yang sempat ia tangkap dari sang istri. Meski tadi sorot matanya berbeda, namun saat Anne sedikit menunduk semua terasa kembali seperti semula.
Sekarang Arga sudah terlalu lelah menghadapi sikap Anne yang terus-menerus kabur, ia tak ingin membuang waktu lagi.
"Malam nanti persiapkan dirimu, jangan kembali membuat ulah," ucapnya datar, tapi suaranya terdengar penuh tekanan. Kalimat itu terdengar seperti perintah, bukan permintaan.
Arga tak ingin tahu apa yang terjadi pada Anne selama kabur satu bulan ini. Meski awalnya cukup terkejut saat salah satu pengawal mengatakan mereka menemukan Anne di rumah sakit.
Melihat tubuh Anne tanpa lecet sudah membuatnya merasa cukup, dia tak perlu bertanya lebih.
Setelah mengucapkan itu, Arga berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Anne sendirian di ruang utama.
Pintu tertutup dengan bunyi klik yang halus, namun gema dinginnya masih menggantung di udara.
"Apa yang harus aku persiapkan?" gumam Vexana pelan, bingung sendiri dengan keadaan yang sedang ia alami.
Vexana menatap sekeliling, lalu mulai melangkah santai dengan langkah khasnya yang tegas dan percaya diri, petantang-petenteng.
Ruangan ini luas penuh dengan furnitur mahal, tapi tak sedikit pun terasa hangat bagi Vexana . Malah merasa seperti orang asing di dalam hidup orang asing. Tapi faktanya memang seperti itu.
Ini bukan dunianya tapi sekarang dunia inilah yang harus Vexana mainkan.
Vexana kemudian menarik napas panjang, lalu memanggil seorang pelayan wanita yang tadi menyambutnya di pintu masuk.
"Maaf," kata Vexana dengan suara dibuat lemah. Entahlah, dia merasa Anne memang wanita yang lemah. Rasanya di dunia ini hanya dia seorang wanita yang paling kuat.
"Iya Nyonya, ada yang bisa saya bantu?"
"Sebenarnya ... aku mengalami kecelakaan kecil, tapi berhasil membuatku mengalami gegar otak ringan, aku kehilangan sebagian ingatan." Vexana membuat sebuah kebohongan.
Pelayan itu langsung terkejut, bola matanya membesar.
"Beberapa orang membawku ke sini tadi. Tapi semuanya terasa asing. Aku, Aku bingung harus bagaimana."
Raut wajah si pelayan berubah jadi iba. Ia segera mendekat dan menggenggam tangan Vexana dengan lembut. "Ya Tuhan, Nyonya Anne. Syukurlah kini Anda baik-baik saja dan bisa pulang."
Vexana hanya menunduk, memainkan peran sebagai wanita rapuh yang kehilangan arah. Sebenarnya dia merasa jijik harus bersikap seperti ini, tapi ya sudahlah.
"Bisakah... Anda ceritakan sedikit saja tentang hidupku? Maksudku... siapa aku sebenarnya?" tanyanya hati-hati, memancing informasi tanpa membuat curiga.
Pelayan itu mengangguk pelan. "Tentu, Nyonya. Saya adalah pelayan pribadi Anda di rumah ini."
Vexana mengangguk paham.
"Nyonya Anne, Anda adalah istri dari tuan Arga. Anda sangat baik, Lembut, sopan, dan selalu memperhatikan orang lain. Maaf jik saya lancang, tapi Anda tidak pernah sepenuhnya bahagia di rumah ini."
Vexana menahan senyum miring, tentu saja tidak bahagia, siapa juga yang waras mau hidup seperti tahanan? Arga jelas pria yang sangat dominan.
"Kenapa aku menikah dengan pria itu?" tanya Vexana pelan, sengaja menghindari menyebut nama Arga karena belum tahu sejauh mana hubungan mereka berdua.
Pelayan tersebut menarik napas. "Paman Anda yang mengatur pernikahan ini, Nyonya. Tuan Arga menyelamatkan perusahaan keluarga Anda dari kehancuran. Sebagai balas budi Anda dijodohkan dengan beliau."
'Menjijikkan' batin Vexana.
"Tuan Arga sebelumnya telah menikah, namun belum dikaruniai keturunan. Anda dinikahi untuk meneruskan garis keturunan keluarga Dewangga."
Penjelasan itu cukup membuat Vexana paham. Jadi bukan hanya dijebak dalam pernikahan yang tak diinginkan, Anne bahkan dijadikan alat untuk melahirkan pewaris keluarga kaya?
Vexana mengernyit dalam hati. 'Bodoh sekali. Kenapa aku ... eh, kenapa Anne mau menerima hidup seperti ini?'
"Dan... aku kabur?" tanya Vexana pelan, mulai memasang wajah sedih.
Pelayan tampak menyesal. "Beberapa kali, Nyonya. Tiap ada kesempatan Anda pasti mencoba kabur."
Vexana menghela napas panjang. 'Sial. Gara-gara Anne adalah wanita yang lemah, kini hidupku harus jadi lemah juga.' pikirnya geram.
Rasanya ia pun tak bisa menyelamatkan hidup Anne. Karena kini hidupnya sendiri pun sedang dalam pertaruhan.
Untuk bisa bebas dari masa lalunya, Vexana harus bertahan dalam kehidupan ini. Ia harus memainkan peran Anne dengan sempurna, agar tak satu pun jejak masa lalunya kembali mengusik.
Dan itu berarti Vexana harus menahan diri.
'Pria itu memintaku untuk bersiap malam ini.' batin Vexana, tiba-tiba bergidik. 'Apa maksudnya membuat anak? Hii... menjijikkan sekali.'
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!