NovelToon NovelToon

Golden Bride

Kegalauan Tasya

새로운 세상 문이 열려있죠

그대 안에 있네요

한걸음 넘어 눈이 부시게

펼쳐진 세상이 날 반기죠

그대 곁에 다가가 안기고 싶어요

머물고 싶죠 그대라는 세상에

I owe you, I miss you

I need you, I love you

영원토록 그대 품에

하루하루가 새롭게 다가와

내 맘 설레게 하죠

꿈에 그리던 그대 있으니

두려운 떨림도 웃게 하죠

그대 곁에 다가가 안기고 싶어요

머물고 싶죠 그대라는 세상에

I owe you, I miss you

I need you, I love you

영원토록 그대 품에

난 아직 모르는 게 많죠

그대 세상 그대 맘을 보여줘요

내 곁으로 다가와 손잡아 줄래요

사랑할게요 이 세상이 변해도

I owe you, I miss you

I need you, I love you

영원토록 그대 품에

(You Are My World by Yoon Mi Rae)

Alunan musik dari earphone seorang gadis manis dan semampai, terdengar melow di telinganya sambil menatap ke arah seorang cowok yang sedang di kelilingi oleh para cewek, dan mereka sedang ngobrol dan sesekali bergurau. Ia menatap sedih dan terluka, lalu menghela napas lelah.

"Daarr..." Seru seorang cewek tiba-tiba mengejutkannya dan membuatnya mendelik tajam ke arah temannya, yang hanya cengar-cengir polos. 

"Ck..., Kalau gue jantungan gimana," gerutunya kesal.

"Habis, siapa juga suruh siang-siang bolong gini melamun. Ra," mengambil minumannya dan menyesapnya tanpa ngomong dulu sama yang punya. "Kesurupan baru tau loh."

"Punya siapa yang lo ambil tuh, asal nyosor aja," gerutunya sambil bersedekap menatap Tasya yang mengangkat bahu cuek. ini nie, salah satu keburukan Tasya, asal comot aja kalau ada makan atau minuman di depannya. kalau ditanya, pasti jawabannya. "Sorry, gue kelaparan" atau "Sorry lagi kehausan, hehhe," sambil tersenyum bodoh padanya.

"Sorry, Ra. Gue lagi kehausan, hehehe," tersenyum polos ke arah Tiara.

Tiara hanya bisa menggeleng kepala karena geli dan apa yang ia pikirkan tadi ternyata tepat, dy mau marah juga percuma. Pasti orang yang kita marahin ini, pura-pura tak sadar juga. "Ck, alasan aja," decaknya kesal, yang hanya dijawab cengiran oleh Tasya. Dan mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing

******

"Sya," panggil Tiara tiba-tiba sambil menyesap minumannya.

"Hmmm," gumamnya tanpa menoleh, masih menguyah makanan yang penuh di mulutnya.

"Jadi apa rencana lo sekarang, beneran mau izin lagi siang ini? " tanya Tiara sambil terus memperhatikan reaksi Tiara.

"Iya," jawabnya singkat dan tegas.

"Apa gue harus ikut juga?" tanya ragu-ragu. "Gak enak, Sya. Izin terus beberapa kali dalam seminggu ini, takut nanti kena SP gara-gara nemeni lo."

"Gak bakalan deh," sahutnya yakin. "Nyantai aja, nanti gue akan ngomong sama Bram," sambungnya enteng.

Tiara hanya menghela napas panjang, ia tahu kalau Bram pasti mengizinkannya. Secara ia itu sepupu Tasya sekaligus direktur tempat mereka kerja sekarang. Dan perusahan itu juga punya keluarga mereka. Walaupun begitu Tiara merasa berdosa izin terus tanpa alasan yang kuat. Tapi bagi Tasya, ini demi masa depan dirinya juga. Dirinya merasa makan gaji buta, terlalu sering izin, dengan alasan yang tidak berkaitan perkerjaan kantornya.

"Kenapa harus gini sih, Sya? Kenapa gak langsung aja lo bertindak, berbelit-belit amat sih," gerutunya kesal.

"Biar mendapat bukti yang jelas."

"Emang bukti yang selama ini belum cukup?" tanyanya lagi.

"Belum," sahutnya tajam.

"Walaupun bukti itu belum kuat tapi gue yakin dalam hati lo, pasti tau apa yang harus dilakukan," memperhatikan Tasya yang menghela napas panjang dan melamun. "Gak usah ragu, Sya. Bukannya lo selama ini bersikap tenang dan tegas dengan yang terjadi sekarang. Dulu aja gak pernah ragu dan gak perlu bukti banyak untuk membuat keputusan. Sekarang apa yang membuat hati mejadi bimbang," menyakinkan Tasya dengan kebimbangannya.

"Gak tau gue, Ra?" menatap Tiara dengan sedih.

"Gue merasa harus menyakinkan diri sendiri kalau hal yang terburuk itu benar, sebelum nanti udah mengambil keputusan, maka-nya nanti gak akan merasa bersalah lagi pada hati ini."

"Gue akan selalu dukung lo, Sya," mengenggam tangan Tasya dan menepuk-nepuk tangannya. "Harus selalu tetap optimis karena lo punya segalanya," sahut Tiara sambil tersenyum hangat.

"Jangan bilang begitu, Ra. Gue gak suka," deliknya geram. "Lo juga sama kayak gue, gak baik terlalu merendahkan diri gitu," melirik jam tangannya.

"Udah jam satu, buruan kita cabut, lo tunggu aja di luar, gue mau bayar dulu." Sambil berdiri "Gak usah protes," sambungnya tegas ketika Tiara mau protes.

Melihat Tasya yang menuju meja kasir, ia hanya menghela napas pendek lalu keluar dari resto sambil menunggu Tasya datang.

******

Thuuth... Thuuthh..

Bunyi suara getaran ponselnya, menghilangkan konsentrasinya, saat ia sedang mengerjakan laporannya di komputernya. Dilihatnya ada WA dari Tasya.

📱Syasyamut

Gw tggu lo di bwh 15 menit lg

Menghela napas panjang, menggerutu akan sikap seenaknya Tasya. Ia melirik jam nya, ternyata terlalu fokus dengan kerjaannya, sampai lupo kalau nanti mau menemani Tasya. Untung saja pekerjaannya sudah sebagian dikerjakan, kalau tidak, bisa-bisa pekerjaannya menumpuk.

📱 Raralek

Ok,  pake mobil lo or motor gw?

📱 Syasyamut

Mobil gw aja, tp lo yg nyetir. Hehehe

📱 Raralek

Yeee... Sm aja bo'ong kale😝

📱 Syasyamut

Gk usah cerewet, tggu gw di parkiran😠👊

📱 Raralek

👌😜

Tiara tersenyum sendiri, setiap melihat nama ID nya yang mereka buat. 'Syasyamut' itu Tasya sendiri yang menulis di ponselnya dan sudah di warning nya tidak boleh diganti. Sedangkan untuk ID nya di ponsel Tasya, itu seenak jidatnya aja dibuatnya, pernah protes, malah diomelin. jadi terpaksa mengalah deh. Mereka sudah bersahabat sejak lama, jadi tahu akan karakter mereka masing-masing. Walaupun Tasya dari luar terlihat sombong dan angkuh tapi sebenarnya baik dan penyayang. Orang yang baru kenalan harus banyak berinteraksi dulu dengan Tasya, agar benar-benar bisa mengenal karakternya.

Pertama kali mengenal Tasya saat MOS, ia melihatnya yang berdiri agak menjauh dari yang lain, karena saat hari pertama MOS. Tasya sudah ribut dengan anggota lain, gara-gara ada salah satu cowok dianggotanya, memiliki bau badan yang membuat dirinya mual, kemudian menegurnya di depan semua murid baru, sehingga membuat teman cowoknya itu malu dan mendapat cibiran. Sejak itu dia dianggap sombong, kalau ngomong tak disaring dulu, tanpa memikirkan perasaan yang diomongi. Tiara, awalnya juga mikir begitu, tapi ketika mau ke toilet, melihat Tasya meminta maaf pada cowok itu, yang baru diketahuinya bernama Bayu. Walaupun Bayu marah dan tak mau memaafkannya, melihat ketulusan darinya, akhirnya dia memaafkan Tasya. Sejak itu mereka berteman dekat, Tasya selalu membantu Bayu, yang terlahir anak yatim dan menjadi tulang punggung keluarganya. Tanpa diketahui Bayu, Tasya selalu membantu Bayu, disaat temannya itu sedang membutuhkan bantuan.

Detektive Sehari

Vasa Hotel Parking,  di sinilah sekarang kami berada. Tiara melirik Tasya yang bimbang, mengenggam tangan serta menyalurkan 

support dan semangat padanya.

"Kalau lo gak yakin, lebih kita batalkan aja,  Sya," mengajuk Tasya melalui matanya.

Tasya Menghembus napas keras. "Gak, apapun hasil yang kita dapat, gue harus melakukannya," tersenyum dengan yakin.  "Ayo kita turun." Sambungnya dengan mantap

Mereka berjalan dengan pikiran sibuk masing-masing,  langsung menekan lift tombol 9 yang mereka naiki. Tiara menepuk-nepuk tangan Tasya untuk menguatkan.

Tiiing... Mereka tiba dilantai 9 dan mencari nomor kamar yang dicari sambil menunggu adik sahabatnya yang diminta untuk menyamar sebagai room service. Dua menit kemudian datanglah orang yang ditunggunya. Mereka mengenal Fery karena adik sahabatnya, Monic, temannya yang sekarang telah menjadi manager di Vasa Hotel. Dan dari Monic inilah, Tasya menjadi tahu semuanya lalu meminta tolong untuk memata-matai seorang yang ada di dalam sana.

Tiing tong... Suara bell berbunyi yang mengagetkan mereka. Tiara mengintip sebentar, melihat siapa yang datang dan membukakan pintu.

"Maaf, Mba udah nunggu lama ya," ucap Fery menyesal dan masuk ke dalam.

"Gak kok baru aja datang, ini," ujarnya  sambil memberikan seperti voice recorder berbentuk pena. "Mereka sudah memesan makanan kan?" sambil memperhatikan kereta makanan dorong yang di depannya,  dan anggukan kepala Fery.

"Berapa lama mereka di dalam? " menahan sakit perih dihatinya.

"Sudah 40 menit yang lalu, Mba," jawabnya ragu, melihat raut wajah Mba Tasya yang sedih.

"Baiklah kalau gitu, lo langsung aja mengantarkan pesenan mereka,  jangan lupa letakan di tempat yang gak dicurigai, sehingga pembicaraan mereka terekam," ujar Tasya melirik voice recorder penanya itu.

Fery menganggukan kepala. "Tenang aja Mba, gue gak akan mengecewakan kok," sahutnya yakin dan mengundurkan diri untuk mengantarkan pesanannya.

Setelah Fery keluar, Tasya melirik dari lubang intip di pintunya. Saat Fery masuk mengantarkan pesenan seseorang di dalam sana. Sakit itu lah yang di rasakannya saat ini, melihat pemandangan di depannya. Seorang wanita yang membuka pintu dan menggunakan bathrobe hotel.  Pintu pun tertutup,  lalu menyandarkan diri di pintu menahan sesak di dadanya. 

"Kalau mau nangis, gak usah ditahan, Sya," gumam Tiara sedih dan menepuk pundak Tasya dengan sayang.

"Gak," sahutnya tegas, walaupun hatinya sakit.  "Rugi air mata gue, gak akan ada lagi air mata yang terbuang sia-sia mulai sekarang," cetusnya tajam dan tegas.

" Ya udah, Bagus lah kalau gitu, gue dukung kok apapun keputusan lo, Sya. Kalau perlu gue datangi kamar depan lalu menl1cincang-cincang habis mereka. " Mengepalkan tangan geram dan marah.

"Gak usah, Ra. Rugi lo, buang tenaga aja," tersenyum dan duduk sambil menunggu Fery.

"Makasih yah, Ra. Udah bantu selama ini. Walaupun lo sering sewot dan capek. Tapi tetap selalu ngertiin gue."

"Gak usah lebay deh, merinding disko nie gue," pura-pura merinding, yang dijawab kekehan dari Tasya.

Tiing... Suara pesan whatsapp masuk ke ponsel Tasya.

"Sapa, Sya?" tanya Tiara penasaran.

"Fery"

"Apa katanya?"

"Sudah beres, tugasnya. Sekarang kita mau ngapain, sambil tunggu Fery," tanya Tasya dan meminta ide pada Tiara.

"Lo masih butuh foto mereka lagi gak?" tanya Tiara.

"Kayaknya masih perlu deh," menimbang-nimbang sejenak.

"Yah kalau gitu, kita tunggu aja di tangga darurat. Mungkin 10 menitan lah, mereka udah keluar. Berhubung posisi tangga darurat gak terlalu dekat dengan lift, kita bisa bersembunyi di sana dan mengambil fotodiam-diam," menatap Tasya dengan yakin.

"Tumben lo pinter," cetusnya pura-pura berpikir dan tertawa melihat Tiara yang sewot padanya.

"Yaa elah, Sya. Itu pujian atau sindiran ya. Gak bagus-bagusnya lo jadi teman," pura-pura marah. "Jadi selama ini gue bodoh yah," menatap Tasya sebal.

"Tuh lo tau, hahahah," tertawa lepas setelah hatinya tadi merasa sedih.

Tiara terseyum bahagia melihat Tasya tertawa, raut wajah sedihnya kini menghilang. "Udah deh, kelamaan kita di sini, nanti orangnya pada cabut atau saat keluar malah ketahuan ama mereka. Rencana yang telah disusun bisa kacau semuanya,  buruan," ujarnya sambil mengintip dulu keluar dan membuka pintu pelan, sambil melirik hati-hati ke depan. Dan nggak lupa menyuruh Tasya memasang masker wajahnya, biar nggak ketahuan. Mereka berjalan cepat menujuh tangga darurat, mencari posisi aman, strategis untuk mengambil foto dan menunggu mereka keluar

******

Tok.. Tok.. Tok.. suara ketukan jendela mengagetkan mereka yang sibuk dengan ponsel masing-masing.

"Masuk, fer," ujar Tasya setelah tahu siapa yang mengetuk kaca mobilnya. "Gimana hasilnya," langsung to the point menatap Fery.

"Beres Mba, ini gue balikin," tersenyum bangga dan mengembalikan voice recorder itu ke tangan Tasya.

"Coba ceritakan sekarang, Fer. Di mana lo naruh ini pena,  sampe gak ketahuan. " Tanya Tiara penasaran.

"Oh itu, hhm," jawabnya ragu dan menatap Tasya.

"Lo ngomong aja, gak perlu merasa serba gak enakkan, Fer," tersenyum menenangkan. "Mba juga penasaran kok."

#Flashback#

Ting tong.. Semenit kemudian pintu dibuka.

"Silakan masuk dan taruh di sana," menunjukan meja di depannya.

"Siapa, Yang?" tanya seorang cowok yang hanya sedang menggunakan handuk dipinggangnya. 

"Room service, Yang. Buruan pesanan kita datang, nanti keburu dingin." menatap room service. "Sebentar yah, gue ambil tips buat lo dulu," berjalan ke kamar.

Tidak menunggu lama lagi, Fery mengambil kesempatan itu dengan cepat sambil bertindak hati-hati biar tak ketahuan. Mengambil pena yang ada di saku kantongnya, lalu meletakan di dalam pot bunga yang terletak di atas meja, yang berada di depan kamar,  posisinya strategis sekali. Sekali-kali melirik ke dalam.

"Gak ada malu sekali nie cewek, fix murahan banget," ujar kesel dalam hati. Soalnya ia melihat mereka berciuman, seakan lupa dengan dirinya yang sedang menunggu.

"Ehhemm.. Maaf Mba," katanya agak keras yang mengagetkan mereka. Melihat cowok di depannya menatap tajam padanya.

"Kenapa masih di sini, ngintip lo," cetusnya tajam dan marah, karena kesenangannya diganggu.

"Maaf Mas, Mba yang di dalam menyuruh saya menunggu di sini," jawabnya polos. idih males juga lama-lama di sini, gerutunya dalam hati.

"Udahlah, Yang. Gue lupa, lo juga sih buat kita lupa diri," kekehnya genit dan bergelayut manja ditangan cowoknya.

Mendengar itu, Fery mau muntah. Masih berdiri dengan wajah polos dan pura-pura mengejar waktu, sambil menatap jam tangannya. Harus mandi tobat sepulang ini, biar nggak terkena sial akibat melihat mereka, gumamnya dalam hati.

"Ini tipsnya," memberikan uang selembar seratus ribu padanya.

"Makasih Mba, saya permisi," katanya sopan.

Fery nggak habis pikir, cantik dan kayaknya baik tapi sayang banget, kalau melihat kelakuannya yang merebut pacar orang. Sama saja cewek ini mempunyai hati busuk, yah itu lah pepatah mengatakan 'rambut boleh sama tapi isi kepala siapa yang tahu'.  Menggeleng-gelengkan kepala. Apa coba kurangnya Mba Tasya yah, sampai harus diselingkuhin oleh pacarnya. Selingkuhan nya biasa-biasa aja, gak ada bagus-bagus sama sekali, pikirnya heran.

Kembali Ke kantor

Setelah diceritakan, hening suasana di antara mereka. Fery merasa bersalah, menceritakan semua itu pada Mba Tasya, melihat raut wajahnya yang sedih. "Mba gak pa-pa."

"Ya, Fer," terseyum dan memberi isyarat dari matanya kepada Tiara kalau ia baik-baik saja. 

"Makasih banyak loh, Fer. Maaf selalu merepotkan lo."

"Sama-sama Mba, gue juga senang bantu Mba. Kalau nanti perlu bantuan lagi, tinggal hubungi aja yah Mba" sahutnya hangat.

"Maaf Mba, gak bisa lama, gue izinnya hanya sebentar doang tadi," sambungnya cepat dan buru-buru.

"Iya gak pa-pa, Fer. Makasih sekali lagi atas bantuannya ya," ucapnya bersyukur dan melihat Fery keluar dan menjauh.

"Sekarang apa tindakan lo, Sya" tanya Tiara hati-hati sambil memperhatikan emosi Tasya.

"Gak ada," mengerti arah omongan Tiara, mengangkat bahu cuek. "Kita ikuti aja permainan mereka."

"Gak mau gue bikin mereka bonyok." Serunya marah.

"Udah gue bilang, gak usah buang tenaga lo sia-sia," menepuk pelan menenangkan. "Kita tunggu aja tanggal mainnya, biar mereka gak curiga."

"Masih tetap ingin melakukan ide gila lo itu, Sya," mendapat anggukan kepala yakin dari Tasya.

"Resikonya bukan hanya lo aja yang terluka."

"Gak masalah biar semuanya tau kebenarannya tanpa gue yang di salahkan," sahutnya tajam dan cuek.

"Percayalah lo kuat melalui ini, gue selalu di samping lo kalau butuh tempat sampah buat semua caci maki dan curhatan, hehehe."

"Hahaha," menatap Tiara terima kasih. "Makasih banyak yah saudara gue," memeluk Tiara dengan sayang.

Bagi mereka berdua, persahabatan mereka sudah seperti saudara yang saling butuh, saling mendukung dan membantu. Apalagi disaat salah satu mereka sedang ada masalah. Walaupun mereka dari golongan berbeda, keluarga Tasya termasuk salah satu keluarga yang terkaya di negaranya. Tapi kedua orang tuanya hanya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing dan selalu mendikte kehidupannya.  Sedangkan dirinya hanya dari keluarga sederhana yang hangat dan dilimpahi kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Tasya sering datang ke rumahnya dan selalu bersikap manja kepada Bundanya. Kedua orang tua dan adik-adiknya sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri. Walaupun selama persahabatan mereka dari SMA, ia baru beberapa kali bertemu dengan orang tua Tasya, itupun juga pada saat-saat tertentu. Tasya anak bungsu dari 3 bersaudara. Kakak dan Mba-nya juga, gak terlalu deket dengannya dan terus sibuk dengan urusan mereka sendiri. Hanya Bram, sepupu yang selalu ada untuknya dan benar-benar menyayanginya.

******

"Dari mana kalian berdua?" Tegur Bram tajam, ketika mereka tiba di depan ruangan Tasya. Menatap Tasya yang berdiri di depannya dengan tatapan sedih.

"Maaf Bang, kami tadi ada urusan urgent mendadak, jadi izinnya kelamaan," jawab Tasya menyesal.

"Izin?" Tanya Bram mendelik tanda tanya.

"Lo, beneran sudah izin sama Bang Bram tadi, Sya?" Bisik Tiara heran, menatap Bram yang masih menatap mereka tajam. Yang dijawab anggukan kepala oleh Tasya. "Kenapa Bang Bram seakan mau menelan kita hidup-hidup, gue masih ingin hidup, masih belum nikah," candanya pelan, membuat Tasya terkekeh.

"Ehem..." Tegur Bram.

"Tenang aja, kita gak akan ditelan hidup-hidup cuma dicincang sampai habis." Bisik Tasya ditelinga Tiara. "Emang lo udah punya gebetan pake ngomong nikah-nikah segala lagi," cibir Mengejek status Tiara yang ngejomblo

"Sama aja Neng, sama-sama koit alias wasalam," candanya dengan pura-pura takut. "Kurang asem lo, ngehina banget," memasang raut pura-pura tersinggung. "Tapi  its ok. I'm single and happy,  weekk..."

Tasya mengangguk-angguk kepala paham. "Yaa, yang jomblo happy beda.sama dengan orang jomblo tapi gak happy," sindir pelan, seakan-akan Bram nggak ada di sekitar mereka.

"Ehhemm." Gumam Bram mendekat lalu menjitak kepala mereka berdua.

"Awww...," seru mereka kaget dan kesakitan.

"Aiss.. Kbja lo Bang," seru Tasya kesel.

"Apaan tuh, Sya. Baru denger gue," tanya Tiara penasaran.

"Kekerasan Boss jomblo akut," ujar Tasya dengan pura-pura berbisik tapi masih kedengaran Bram.

"Upphh..," Tiara menawan tawa, takut Bram meledak mendegarnya. Memalingkan wajah ke arah lain, takut melihat raut wajahnya yang semakin menajam.

"Kayaknya lagi bahagia banget ya, memuji Boss segitunya," sindir Bram kecut, bersidekap kedua tangan di dadanya. "Sebagai hadiannya kalian berdua lembur hari ini. Boss pulang, begitupun dengan kalian," sambungnya dengan senyum lebar.

Tasya dan Tiara saling menatap horor, karena lembur versi Bang Bram itu beda menurut mereka. Karena kalau sedang lembur, bossnya bisa pulang jam 1 atau 2, sedangkan batas lembur karyawan sampai jam 8 malam.

"Aduh jangan gitu donk Boss kami yang tampan," puji Tasya dengan merayu. Tapi dalam hati mengutuknya. "Gak kasihan apa wajah cantik adik-adikmu ini harus begadang karena lembur," memegang kedua tangan Bram, dan memasang wajah puppy face andalannya.

"Gak usah masang wajah gitu, kagak ngaruh," tolak Bram gemes sambil menjempit hidung Tasya.

"Awww...," memukul tangan Bang Bram kesel dan mengusap-ngusap hidungnya.

"Hobi banget sih Bang cubit hidung Tasya. Gak kasihan apa, nanti tambah mancung. Hahaha," gurau Tiara melihat kekesalan Tasya.

"Dasar kalian berdua ini. hobi banget lihat Abang sensara." Serunya geram dan menjauh.

Bram dan Tiara tertawa, tapi terdiam  melihat air mata Tasya menetes. Tiara paham dengan moodnya yang buruk, sedangkan Bram menatapnya heran.

"Lo kenapa, Sya?" Tanya Bram heran, menepuk pelan pundak Tasya.

Tasya heran dengan mood nya sendiri, ia tahu kalau mereka berdua hanya bercanda dan menanggapi candaan itu dengan nyantai tapi tiba-tiba air mata yang tanpa diundang, menyeruak keluar tanpa disadarinya. Mungkin sesak didadanya tidak bisa ditahannya lagi sehingga membuatnya menetes, dengan cepat mengapusnya.

"Gak pa-pa," tersenyum lebar. "Cuma kelilipan. Gue ke toilet dulu ya, Bang" ujarnya cepat tanpa meminta jawaban dari mereka.

"Kenapa tuh anak?" Tanya Bram heran, mengeryitkan alisnya bingung sambil menatap Tasya menjauh.

"Gak kenapa-napa kok Bang." Tersenyum menenangkan. "PMS kale."

"Gak mungkin." Menatap Tiara tajam.

"Beneran kok." Yakin Tiara polos.

"Mau jujur atau.." Ancam Bram terputus.

"Bukan hak gue buat cerita, Takut salah ngomong, jadi fitnah lagi," ujar Tiara lembut. "Gue ngerti kalau Abang khawatir melihat Tasya nangis. Sabar aja, kalau Tasya udah siap cerita, pasti Abang menjadi orang pertama yang akan diceritakannya." Tersenyum sambil menepuk-nepuk tangan Bang Bram untuk meminta pengertiannya. "Tenang aja ya, Tasya baik-baik aja kok."

"Ya udah kalau gitu, buruan lo ikuti Tasya. Takutnya kenapa-napa lagi," menghela napas kesal dan menyuruh Tiara menyusul Tasya.

"Oke, Bang." Berjalan menyusul Tasya ke toilet. Menoleh ke belakang, melihat Bang Bram, bossnya masuk kembali ke dalam kantornya, dengan raut wajah yang khawatir akan keadaan Tasya, yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!