Malam yang gelap dan sunyi, terlihat seorang gadis duduk di atas pembatas jembatan, terlihat air laut di bawah begitu deras dan sangat tinggi.
"Aku sudah tidak tahan lagi dengan dunia ini, lebih baik aku tiada dari pada menjadi beban untuk semuanya," raut wajahnya penuh dengan kesedihan, di bawah matanya terdapat lingkaran hitam dan tubuhnya kurus mengisyaratkan bahwa dirinya sudah tidak sanggup lagi menjalani kehidupan di dunia.
Dia langsung meloncat begitu saja, memejamkan matanya dengan pasrah. Memberikan senyum untuk terakhir kalinya pada dunia.
Begitu lama dia memejamkan matanya tapi tak kunjung merasakan sakit atau merasa dirinya tenggelam, dia membuka matanya karena penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sendiri.
Dia membuka matanya lebar, "Ahhhh," teriaknya dengan keras hingga seseorang di luar langsung masuk menemuinya. "Nona, bagaimana rasanya? Apakah ada yang sakit?" tanya seorang gadis berpakaian pelayan di depannya.
"Ka-kamu siapa?" tanyanya terkejut melihat begitu aneh tempat ini. "Sebentar Nona, saya panggil tabib dulu," segera berlari keluar.
Clara itu melihat tangannya sendiri, begitu lembut dan kulitnya sangat-sangat putih, kukunya yang indah serta rambut hitamnya yang sangat panjang, "Ini tubuh siapa? Kenapa aku bisa di sini?" gumamnya sambil terus melihat tubuh yang dia miliki.
Tabib memasuki tenda dan memeriksanya, "Sepertinya Yang Mulia telah kehilangan ingatannya," katanya.
"Kalian siapa?" tanya Clara dengan gugup dan takut, dia tidak pernah berada di dunia seperti ini sebelumnya. Pelayan itu mendekati dan memegang tangannya, "Nona, tenang saja, saya akan menjaga Nona dengan hidup saya sendiri," ucapnya percaya diri, mata pelayan itu di penuhi dengan keyakinan dan tekadnya yang kuat untuk melindungi sang putri.
Dia menarik nafas berusaha untuk tenang, "Huft... kalo begitu siapa namaku?" tanyanya tanpa ragu, membulatkan matanya yang lebar. "Nama anda adalah Putri Minghua, anda adalah putri dari Kaisar Longwan dan nama kerajaannya adalah Huolong," jelasnya.
Betapa terkejutnya dia ketika menyadari bahwa dirinya telah terlempar jauh dari dunia masa depan ke masa lalu, dia sedikit melamun hingga keringat membasahi dahinya. "Nona, Nona tidak apa-apa?" tanya sang pelayan dengan khawatir.
Clara segera tersadar, "Eh... iya nggak apa-apa, lalu aku ini kenapa hingga harus di periksa oleh tabib?"
Raut wajah pelayan itu terlihat sangat menyesal, "Semalam Nona berjalan sendirian di tepi sungai, saya langung menghampiri Nona, tapi saya melihat Nona sudah tenggelam di sana, hingga terbawa arus yang kuat. Ketika saya dan pengawal sudah mendapatkan Nona, tabib memberitahu bahwa Nona telah tiada beberapa saat yang lalu tapi ternyata Nona masih hidup, itu adalah sebuah keajaiban dan saya sangat bersyukur bisa menemani Nona lagi," terlihat mata pelayan itu mulai berair.
Clara merasa ada sesuatu ikatan antara dia dan pemilik tubuh ini, "Jadi, seharusnya Minghua sudah tiada sekarang," batinnya. Clara mulai penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya dan Minghua yang asli. Dia terus berpikir sambil menatap tangannya.
Pelayan itu bingung dengan yang di lakukannya, "Nona, jika masih merasa sakit silahkan istirahat dulu," suruhnya, terlihat sangat sopan dengan senyuman manisnya.
Clara tersenyum tipis, mencoba menghilangkan kebingungan di wajahnya, "Baiklah, kamu bisa keluar sekarang. Aku sedang butuh waktu untuk berpikir, siapa tau aku akan mengingat semuanya," katanya agar sang pelayan tidak mencurigainya.
Pelayan itu menangguk dan menundukkan dirinya sedikit sebagai rasa hormat padanya, "Baik Nona, jika butuh sesuatu panggil saja saya," melangkahkan kakinya menuju luar tenda.
Clara langsung bertanya dengan berteriak, "Siapa nama kamu?" Pelayan itu langsung menoleh, "Nama saya Mei, Nona," Clara segera mengangguk paham, sang pelayan segera keluar tenda agar putri bisa segera istirahat dan pulih dengan cepat.
Sementara itu, Clara terlihat sangat lesu dengan hal yang mengejutkan ini, "Huft...kenapa aku harus berakhir di negri ini sih, aku hanya ingin berada di surga."
Clara merasa agak sedih saat ini tetapi dia memutuskan untuk mencari jawaban , tidak peduli apa yang harus dia lakukan. Dengan tekad yang kuat, Clara merasa tubuhnya tidak bisa di gunakan dalam kondisi lemah seperti ini sehingga dia memutuskan untuk berbaring beberapa saat untuk memulihkan tenaganya yang sudah habis.
Clara mulai menguap, menandakan bahwa dirinya sedang berada di fase paling mengantuk, "Hoam... aku tidur dulu deh, siapa tau nanti badanku akan sehat lagi."
Pelan-pelan matanya mulai tertutup dan dia sudah berada di alam bawah sadarnya, di saat dirinya benar-benar lelap, Clara tiba-tiba masuk ke dalam lingkaran yang aneh dengan Minghua di depannya.
"Clara, aku mohon bantuanmu untuk menemukan siapa pembunuh yang sudah menghilangkan nyawaku, tolong balaskan dendamku, aku hanya ingin mati dengan tenang. Aku mohon tegakkan keadilan bagi diriku, aku berikan liontin ini padamu agar kamu bisa menggunakan kekuatanku, aku mohon lakukan balas dendam yang aku tidak bisa lakukan," jelasnya, Clara melihat Minghua menangis tersedu-sedu di dalam mimpinya.
Clara dengan mudah menyetujuinya, "Baiklah, aku akan menegakkan keadilan untukmu, Putri," menundukkan tubuhnya sebagai tanda hormat padanya.
Clara membuka matanya, terdengar suara burung berkicauan, hari sudah mulai pagi, "Tadi itu apa ya?" gumamnya, Clara merasa sedang memegang sesuatu di tangannya.
Dia mengangkat tangannya, "Ini apa?" tanyanya begitu melihat sebuah liontin batu giok di tangannya, berwarna hijau bulat dengan hiasan emas di pinggirannya.
"Ini kan yang di berikan Minghua di mimpi, wah... jaman ini sungguh hebat bisa memberi barang lewat mimpi, pasang aja kali ya siapa tau ini berguna," mengalungkan liontin di lehernya tanpa mencari tau asal asulnya.
Pelayan memasuki tenda dengan membawa makanan, "Nona, silahkan sarapan dulu, saya sudah menyiapkan makanan kesukaan Nona," meletakkan nampan di atas meja samping tempat tidurnya.
"Terima kasih," Clara berusaha mendudukkan dirinya yang memang sepertinya masih sangat lemah.
"Tidak perlu berterimakasih Nona, ini sudah tugas saya sebagai seorang pelayan, kalo begitu saya pamit," memberikan hormat padanya dan berjalan pergi.
Belum sampai di luar, Clara memanggilnya kembali, "Pelayan, aku ingin tau siapa namamu?" tanya Clara dengan polosnya.
Pelayan itu kembali, "Nama saya Mei, Nona."
Clara berpikir sejenak, "Bagaimana bisa ada anak yang di beri nama seperti nama bulan setiap tahun," bisiknya berusaha menahan tawa.
"Nona? Apakah ada yang salah?" tanya Mei dengan penasaran, "Sepertinya Putri Minghua terkena benturan batu hingga dia melupakan segalanya," ucapnya dalam hati.
"Ah tidak apa-apa, kamu mau temani aku makan di sini?" memasang senyumnya yang menawan. "Eh... jika Nona mau, saya bisa menemani Nona sepanjang waktu," jawabnya, perasaannya sungguh senang jika bisa dekat dengan sang Putri yang dia ikuti sepanjang waktu, sebelumnya sang Putri selalu menghindarinya.
Begitu selesai dengan sarapannya, Clara yang kini telah menjadi Putri Minghua mengajak pelayannya keluar ke tempat di mana Putri Minghua jatuh ke dalam sungai, "Mei, bisakah kamu mengajakku untuk melihat di mana aku terjatuh?"
Mei sedikit terkejut dengan penuturan Putri Minghua yang biasanya tidak pernah dia lihat sebelumnya. Putri Minghua tidak pernah begitu peduli bahkan dengan dirinya sendiri, "Baik, Nona."
Mei segera membantu untuk mengganti pakaian Putri Minghua, senyuman kecil terus menghiasi wajahnya, dia tidak pernah sebahagia ini sebelumnya.
Clara melihat pantulan dirinya di cermin, dirinya yang asli dan tubuh Putri Minghua sebenarnya sedikit mirip. Namun, Putri Minghua jauh lebih cantik dari pada dirinya, "Andai saja tubuhku seperti ini," gumamnya pelan sambil terus memandangi kecantikan Putri Minghua yang kini telah menjadi miliknya.
Mei memasangkan sabuk di pinggang Putri Minghua untuk membuat pakaiannya nampak sempurna, "Sudah selesai, Nona, mari ikuti saya," memundurkan langkahnya, memegang lengan Putri Minghua untuk menuntunnya berjalan.
Ketika keluar dari tenda, Putri Minghua menatap sekeliling dengan kagum. Kondisi hutan yang masih asri tanpa perubahan dari manusia begitu indah di pandang, "Hutan yang indah, tidak seperti di dunia asliku," gumamnya sangat pelan hingga tidak bisa terdengar oleh Mei.
Mereka berjalan dengan pelan hingga masuk sangat dalam ke hutan, "Memangnya aku lewat di sini kemarin?" tanya sang Putri dengan heran, berpikir bahwa mana mungkin seorang Putri bisa memasuki hutan yang dalam tanpa ada apapun yang dia cari.
Pikirannya mulai mencerna semua kemungkinan yang terjadi hingga mereka sampai di sebuah dasar sungai yang sangat tenang, pemandangan yang indah sangat memanjakan mata Putri Minghua, "Tempat ini sangat-sangat indah, Mei," ucapnya pada sang pelayan yang selalu berada di sampingnya.
"Benar Nona. Apakah Nona sudah ingat dengan kejadian itu?" matanya yang terlihat sedih menatap Putri Minghua yang masih bingung.
Putri Minghua menggelengkan kepalanya sambil menutup matanya, menghembuskan nafasnya kasar, "Tidak ada yang bisa aku ingat, Mei," jawabnya. Dalam pikirannya adalah bagaimana dia bisa mengingat kejadian jika bukan dia yang menjalaninya. Aneh, tetapi tekadnya sudah sangat kuat untuk memberikan keadilan pada Putri Minghua yang asli.
Putri Minghua membuka matanya, menatap sekeliling dengan seksama, tiba-tiba terdengar suara gemrisik dari semak-semak. Mei langsung menoleh ke arah belakang, mencoba untuk melindungi Putri Minghua, "Putri, saya akan periksa apa yang ada di balik semak, mohon tidak pergi kemana-mana."
Mei berjalan dengan pelan dan tenang, mulai sedikit merasa takut jika itu adalah ular. Pelan-pelan dia mulai membuka semak di depannya, Srek... betapa terkejutnya dia bahwa banyak sekali kelinci kecil yang lucu di depannya, "Wah... Nona, banyak sekali kelinci di sini," katanya tanpa menatap sang Putri.
Putri Minghua begitu heran dengan Mei yang sepertinya sangat terpikat sekali dengan hewan kecil itu, dia tidak menghampiri Mei dan malah berjalan sendiri melewati jalan yang menanjak karena dia menemukan jejak aneh yang nampak jelas di tanah.
Dia berjalan sedikit lebih lama untuk sampai di atas, matahari yang terlihat jelas dan hangat berada tepat di depannya, "Di sini bahkan jauh lebih indah," ucapnya, matanya masih melihat kesana kemari. Jejak itu berhenti tepat di atas tebing yang curam.
Dia berpikir, "Hm... Apa mungkin kalo Putri Minghua di dorong dari atas sini sehingga dia bisa jatuh dan tenggelam?" menundukkan badannya untuk melihat apakah benar yang di pikirkannya.
Putri Minghua menatap ke arah bawah, "Untuk ketinggian dan kedalaman itu, sudah pasti dia tidak bisa di selamatkan. Tapi... sepertinya dia memang di bunuh jika di lihat dari jejak-jejaknya.
Menggores tanah di depannya, mulai memeriksa teksturnya, tepat di pucuk tebing memang terlihat seperti bekas orang terpeleset. Pikirannya mulai berpikir keras.
Putri Minghua berdiri kembali, melihat sekeliling untuk mencoba menemukan bukti yang kuat, tiba-tiba sebuah cahaya menyilaukan matanya. Dia segera menutup matanya dengan tangan, mencoba mendekati benda itu dengan pelan, "Silau banget sih ini," kesalnya.
Dia mencoba meraih benda yang ada di samping pohon, "Ini gelang emas?" dia terkejut melihatnya, yang artinya bisa jadi jika pelakunya adalah seorang wanita. Putri Minghua menyimpan gelang itu di kantong uang yang di bawanya.
"Putri Minghua," teriak Mei yang terlihat sedang terengah-engah setelah sampai di atas. Putri Minghua menoleh ke arahnya dengan sedikit tertawa, "Mengapa kamu bisa sampai di atas sini?"
Mei mencoba mengambil banyak nafas sebelum menjelaskan, "Tadi, saya lihat Nona naik ke atas, jadi saya mengikuti saja tapi malah rasanya sangat berat dan melelahkan," mendudukkan dirinya pada akar pohon di sampingnya.
"Istirahatlah dulu, aku akan ke bawah untuk mencari buah-buahan segar," berjalan menuruni bukit dengan pelan dan anggun. "Nona, tunggu saya," Mei segera mengejar Putri Minghua meskipun rasanya dia tidak kuat tetapi sudah tugasnya untuk melayani sang Putri.
"Arghhh," terdengar suara teriakan keras di dalam hutan yang membuat Putri Minghua penasaran dan langsung berlari ke arah suara tersebut.
Mereka memasuki hutan lebih jauh hingga melihat sebuah lengan baju di belakang pohon besar dan terdengar suara merintih terus menerus di balik pohon besar itu.
Dengan pelan Putri Minghua melihat di balik pohon, dengan raut wajah yang terkejut, "Astaga!!" teriaknya. Seorang pria dengan paras yang tampan tetapi telinga kucing? dia tampan tapi memiliki telinga kucing di kepalanya, seperti siluman, Putri Minghua heran dengan wujud di depannya tapi dia tidak memperdulikan itu. Kondisinya terlihat banyak sekali darah di sekelilingnya dan juga sebuah panah berada tepat di dadanya.
"Mei, bantu aku angkat dia," sambil berusaha memegangi badan pria itu, sangat susah untuk membawanya ke tenda karena tubuhnya yang besar dan tinggi. Putri Minghua hanya bisa setinggi dadanya.
Mereka bersusah payah membawanya ke tenda dengan darah yang terus mengalir dan nafasnya yang sepertinya sudah tidak kuat lagi menahan sakit.
Sampai di sana, para pengawal membawanya masuk ke dalam tenda dan segera memanggil tabib untuk memeriksanya. Putri Minghua kembali ke tendanya dengan rasa lelah hingga dia mulai tertidur.
"Clara, jika kamu ingin menyelamatkan pria itu maka gunakanlah kekuatan yang ada di liontin itu, fokuskanlah dirimu."
Seketika dia langsung membuka matanya dan berlari ke arah tenda tabib, "Tabib, biarkan Aku yang menyembuhkannya," ucapnya sambil terengah-engah.
"Tapi Yang Mulia, ini pekerjaan yang sulit di lakukan," keraguan sang tabib terlihat jelas di wajahnya dan juga kekhawatiran jika sang Putri malah membuatnya terbunuh.
"Percayalah padaku Tabib," ucapnya dengan yakin akan kemampuannya. "Baiklah Yang Mulia, hamba akan keluar," memberikan penghormatan pada sang Putri kemudian segera pergi.
Putri Minghua melakukan apa yang di suruh oleh Putri Minghua yang asli dengan fokus dan mengerahkan semua kekuatan yang di milikinya. Mei dan Tabib menunggu di depan tenda dengan cemas, mulai mondar-mandir karena khawatir akan kondisi Putri Minghua.
Tak butuh waktu lama, Putri Minghua keluar dari tenda dengan wajah yang pucat hingga dia terjatuh tepat di depan Mei, "Nona," teriaknya dengan panik. Putri Minghua segera di bawa kembali ke dalam tenda dengan masih tidak sadarkan diri.
Suasana di dalam tenda mendadak jadi sunyi. Hanya suara napas berat Putri Minghua yang masih belum sadarkan diri terdengar di tengah kekhawatiran semua orang. Mei duduk di sampingnya sambil terus memegangi tangan sang Putri, air matanya sudah menggenang di pelupuk mata.
“Nona… kenapa harus memaksakan diri seperti ini…” ucapnya lirih sambil mengusap dahi Putri Minghua dengan kain basah.
Tabib berdiri tak jauh, matanya serius menatap sang Putri. “Apa yang dilakukan Nona tadi… bukan sesuatu yang manusia biasa bisa lakukan.”
Mei menoleh dengan mata sembab, “Apa maksudnya, Tabib?”
Tabib mendesah pelan, menatap liontin hijau yang kini bersinar redup di dada Putri Minghua. “Itu adalah kekuatan roh kuno. Jika digunakan tanpa seimbang, bisa menguras seluruh energi penggunanya. Tapi… hanya orang terpilih yang bisa memakainya.”
Mei menggenggam tangan Putri Minghua lebih erat. “Nona pasti terpilih… karena Nona sangat baik…”
Beberapa saat kemudian, tubuh Putri Minghua mulai menggeliat pelan. Jemarinya yang lemah bergerak, dan kelopak matanya perlahan membuka, menatap langit-langit tenda yang redup dengan pandangan kosong.
“Nona!” Mei langsung memeluknya pelan.
“Aku di mana…?” suara Putri Minghua sangat lemah, seperti bisikan angin.
Mei buru-buru menyeka air matanya. “Nona pingsan setelah menyembuhkan pria itu… Tabib bilang Nona sangat kelelahan…”
Putri Minghua mengangguk pelan. Tubuhnya memang terasa seperti habis direnggut semua tenaga, tapi hatinya… anehnya terasa tenang.
“Apa… dia sudah selamat?” tanyanya pelan.
Mei tersenyum sambil mengangguk. “Ya, Nona. Dia sedang tidur di tenda belakang. Lukanya sudah menutup meski belum sepenuhnya pulih.”
Putri Minghua menatap liontin di dadanya, sinarnya memang sudah tidak sekuat tadi. Tapi benda itu terasa hangat… seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Keesokan harinya, Putri Minghua bangun lebih pagi dari biasanya. Rasa penasaran tentang pria itu terus menggoda pikirannya.
Dia bangkit dengan hati-hati dan langsung disambut oleh Mei.
“Nona, tubuh Nona masih lemah, jangan terlalu banyak bergerak.”
“Aku hanya ingin melihat keadaannya sebentar,” Putri Minghua tersenyum tenang.
Mei akhirnya mengangguk, dan mereka berjalan menuju tenda tempat pria itu dirawat. Saat membuka tirai, Putri Minghua menahan napasnya. Cahaya matahari pagi menyinari wajah lelaki itu yang masih tertidur.
Dia tampak damai… meski bekas luka masih membekas di dada kirinya. Wajahnya tampannya nyaris sempurna. Garis rahangnya tegas, bulu matanya panjang, dan telinga kucingnya… bergerak sedikit seolah menangkap suara.
“Dia… tampan sekali,” gumam Putri Minghua tanpa sadar.
Mei langsung memalingkan wajah, menahan senyumnya. “Nona, apakah Nona… suka pria seperti itu?”
“Apa? T-tentu tidak… aku hanya kagum saja…” wajahnya mulai memerah. Tangannya refleks merapikan rambutnya yang tergerai, entah kenapa merasa gugup.
Tiba-tiba, mata lelaki itu terbuka pelan. Mata keemasannya menatap lurus ke arah Putri Minghua. Dalam sekejap, dunia seakan berhenti.
Putri Minghua terpaku. Jantungnya berdetak begitu keras.
Mata itu… tajam, tapi juga terluka.
Lelaki itu mencoba berbicara, tapi suaranya nyaris tak terdengar. “Kau… siapa…?”
Putri Minghua menelan ludahnya pelan. “Aku… aku yang menyelamatkanmu.”
Mata lelaki itu kembali menutup. Tapi sebelum tertidur lagi, dia sempat berbisik, “Kau… seperti cahaya…”
Putri Minghua tak bisa berkata-kata. Rasanya seperti baru saja disihir oleh kata-kata lelaki itu. Dia memegang dadanya sendiri, detaknya masih belum normal. “Mei… siapa sebenarnya dia…?”
Mei menggeleng, “Saya tidak tahu, Nona. Tapi telinga seperti itu… hanya dimiliki oleh makhluk dari ras siluman.”
“Siluman…” gumamnya pelan, “Tapi kenapa dia bisa dilukai manusia?”
Mei ikut bingung. “Mungkin… ada rahasia besar di balik kehadirannya di hutan kemarin.”
Putri Minghua menatap lelaki itu sekali lagi sebelum berjalan keluar. Hatinya campur aduk. Tapi yang pasti, lelaki itu bukanlah orang biasa. Dan dia… mungkin akan mengubah segalanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!