NovelToon NovelToon

Chronos Medica: Legenda Tabib Agung

Chapter 01: Perjalanan Waktu

"Jadi... kapan aku akan bisa bertemu dengan jodohku? Apa bisa dipercepat? Aku benar-benar harus menikah tahun depan." Mei Lin, seorang dokter pengobatan tradisional Tionghoa, duduk merengek didepan seorang ahli dalam membaca takdir dan masa depan. Orang-orang menyebutnya, Madam Huang.

Madam Huang melemparkan koin-koin di atas meja yang menjadi pembatas antara dirinya dan Mei Lin. Kemudian ia mulai membaca garis takdir di tangan Mei Lin, dan saat dia melakukannya dia menunjukkan ekspresi keterkejutan yang sangat nyata.

"Kenapa? Ada apa? Apakah ramalannya bagus? Jujur saja... aku benar-benar putus asa untuk bertemu dengan jodoh yang sempurna. Selama ini aku hanya bertemu dengan pria-pria brengsek. Mereka tidak berguna. Tapi, kali ini bagus 'kan?" Mei Lin tampak tak sabar mendengar penjelasan dari Madam Huang.

Wajah Madam Huang tampak sangat serius, dan kemudian dengan suara yang rendah dia berkata, "Tahun ini akan menjadi tahun yang luar biasa untukmu. Kehidupanmu yang selama ini kamu jalani akan berubah total dan kamu juga akan bertemu dengan laki-laki yang akan menjadi takdirmu," ungkap Madam Huang.

Mei Lin yang mendengar hal itu sontak merasa kegirangan. Mei Lin berpikir jika ia akan dipertemukan dengan pria baik dan sempurna. Mendengar ramalan yang baik tentang dirinya membuat Mei Lin ingin bertanya lebih jauh. Mei Lin kembali mengajukan pertanyaan tentang bagaimana sifat laki-laki yang akan berjodoh dengan dirinya.

Madam Huang tersenyum tipis. "Dia adalah laki-laki yang luar biasa. Dia adalah seorang penguasa, seorang pejuang, dan seseorang yang akan mengorbankan apa saja untuk dirimu."

Terus mendengar hal baik dari Madam Huang membuat Mei Lin merasa terbang di atas angin sampai tiba-tiba Madam Huang mengatakan sesuatu yang membuat dirinya serasa jatuh dari gedung pencakar langit yang tinggi.

"Jangan terlalu merasa bahagia dengan hal itu karena kau tidak tahu apa yang akan terjadi pada hubungan kalian. Hubungan yang dibuat oleh takdir yang rumit, selalu meminta tumbal darah yang terus berjatuhan. Jika kau tidak mampu menghadapi semua itu, kau akan kehilangan satu-satunya takdirmu!"

Perkataan Madam Huang membuat Mei Lin langsung terdiam dan tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Kata-katanya yang sangat horor membuat Mei Lin ingin langsung pergi dari tempat itu, dan sebelum dia pergi dengan rasa hormat ia memberikan uang yang menjadi imbalan atas bantuan yang diberikan oleh Madam Huang.

Madam Huan tidak menerima uang yang diberikan Mei Lin, ia berkata, "Sungguh sebuah anugrah luar biasa bagiku bisa membaca garis takdirmu. Tidak perlu memberikan imbalan. Teruslah berjalan di jalanmu, dan berhati-hati dengan wanita berbaju merah!"

Setelah uangnya ditolak oleh Madam uang, Mei Lin kembali ke mobilnya dan kemudian bersiap untuk ke klinik miliknya di mana di sana ia memiliki banyak pasien yang harus diobati.

Di dalam mobil Mei Lin menggerutu, "Harusnya aku tidak mendengarkan omong kosong Yu Na. Kenapa aku harus repot-repot datang ke tempat seperti ini? Ramalannya benar-benar buruk!"

Mei Lin kemudian menyalakan mesin mobilnya dan langsung berangkat menuju kliniknya. Dan sesampainya ia di klinik, Mei Lin langsung dihadapkan dengan pasien yang sudah menumpuk. Para perawat yang bertugas di sana pun sudah kewalahan menangani semua pasien itu.

Dengan penuh kehati-hatian Mei Lin mulai memeriksa setiap pasien yang datang untuk diobati. Dia melayani semua orang dengan sangat ramah dan juga baik. Dan pekerjaan itu pun memakan waktu yang cukup lama sampai pada akhirnya semua pasien berhasil diobati oleh Mei Lin.

"Dokter sudah bekerja keras hari ini," kata salah seorang perawat, menaruh secangkir kopi di meja Mei Lin.

"Hari ini pasien benar-benar membeludak. Semoga saja besok tidak seramai ini."

Mei Lin tersenyum, menyeruput kopi di meja itu. "Hei jangan bicara seperti itu. Bukankah akan jauh lebih baik jika kita memiliki banyak pasien? Hal itu akan meningkatkan pendapatan kita dan suster pun bisa mendapatkan uang lebih banyak. Apakah suster tidak suka uang?" tanya Mei Lin dengan senyuman hangatnya.

"Mana mungkin saya tidak suka uang. Saya sangat menyukainya."

"Nah kalau memang suster menyukai uang, maka mulai sekarang berharap dan berdoalah klinik kita selalu kedatangan banyak pasien agar pendapatan kita semakin meningkat," ucap Mei Lin.

"Baiklah, Dok."

Tiba-tiba di sela-sela pembicaraan antara Mei Lin dan juga perawat itu, telepon di meja Mei Lin berbunyi dan seketika saja Mei Lin langsung mengangkat telepon itu dan kemudian mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh orang yang menelpon dirinya.

Suara sang penelpon tidak terlalu jelas membuat Mei Lin mengulang beberapa kali memanggil sang penelpon untuk bertanya apa yang bisa ia bantu. Tetapi hasilnya tidak ada apa-apa. Penelpon itu tidak berbicara. Dan sekali Dia berbicara, suaranya tidak terlalu jelas dan tidak bisa dipahami oleh Mei Lin.

Tidak kunjung mendapatkan penjelasan jelas dari sang penelpon, Mei Lin hanya menganggap jika itu adalah telepon iseng saja dan langsung menutup panggilan itu.

"Kurasa itu hanya panggilan iseng saja. Orang-orang zaman sekarang benar-benar kekurangan kerjaan!" Mei Lin mendengus kesal.

Tidak berselang lama setelah telepon itu terputus, telepon itu kembali berdering dan membuat Mei Lin terpaksa menjawab telepon itu lagi, dan sekali lagi suara dari sang penelpon tidak terlalu jelas. Hal itu membuat Mei Lin merasa geram, dan ia pun mulai mengoceh dan memarahi sang penelpon.

Di saat Mei Lin tengah mengoceh dan memarahi sang penelpon, tiba-tiba suara sang penelpon terdengar jelas walaupun masih sedikit samar-samar. Dari suaranya terdengar jika sang penelpon sangat panik dan sangat membutuhkan bantuan sesegera Mungkin. Dia meminta Mei Lin untuk segera menolong dirinya. Dia tidak memberikan informasi yang jelas, hanya sedikit deskripsi tentang tempat di mana dia menunggu Mei Lin. Dan tempat itu jaraknya tidaklah lumayan jauh dari kliniknya.

"Aku rasa aku harus pergi. Dia perlu bantuan," kata Mei Lin, mengambil tas ranselnya, memasukkan beberapa alat medis dan beberapa obat-obatan. Bersiap untuk berangkat menemui pasien yang butuh bantuannya.

Suster Yi Ran, yang sejak tadi mengobrol dengan Mei Lin berusaha melarang, berpikir jika mungkin telpon itu adalah modus kejahatan. Takut terjadi sesuatu yang buruk kepada Mei Lin.

Namun, Mei Lin tak mendengarkan. Ia tak bisa membiarkan seseorang yang butuh bantuan begitu saja. Dan dengan penuh keberanian, ia pun berangkat dengan mobil pribadinya, berangkat menuju tempat yang tadi sempat ia dengar dari sang penelpon.

"Dekat hutan bambu..." Mei Lin mengatur navigasi di mobilnya, mulai bergerak dengan lancar. Melintasi kemacetan dan kemudian masuk ke tempat sepi.

Mobilnya berjalan di atas jembatan yang gelap, dan entah kenapa, tetapi tiba-tiba lampu mobilnya berkedip tak menentu, dan mesin mobilnya terasa aneh... selanjutnya, Mei Lin tiba-tiba memutar mobilnya sampai akhirnya mobil itu jatuh terguling dari jembatan itu.

Mei Lin yang masih di dalam mobil berusaha untuk keluar. Saat ia berhasil keluar dari mobil, tubuhnya semakin jatuh ke dalam lautan, dan matanya pun mengabur tak bisa melihat dengan jelas sampai pada akhirnya kedua matanya tertutup dan entah apa yang terjadi selanjutnya, Mei Lin tidak tahu apapun.

Beberapa saat setelah itu Mei Lin membuka kembali kedua matanya dan mendapati dirinya terdampar di tengah hutan dan di sampingnya ada seseorang yang terluka parah, pakaiannya terlihat sangat kuno dan juga dia membawa pedang. Itu pedang asli yang berlumuran darah.

"Apa yang terjadi?!"

***

Bersambung.

Chapter 02: Menjadi Penyelamat

Mei Lin sangat ingat. Sebelumnya mobilnya sangat aneh, kemudian mobilnya terguling ke laut dan Mei Lin pun ikut tenggelam. Tapi, bagaimana mungkin sekarang Mei Lin berada di tengah-tengah hutan bersama dengan seorang pria dengan pakaian seseorang yang ingin berperang dengan luka tusuk dibagian perutnya.

Masih dalam kebingungan, Mei Lin berusaha untuk tetap tenang: prioritas utamanya saat ini adalah menyelamatkan pria yang ada di depan matanya. Seorang pria asing dengan wajah yang tampan. Matanya terpejam, napasnya terdengar berat. Semua itu adalah efek dari luka yang ada pada tubuhnya.

Mei Lin mengeluarkan beberapa alat dari dalam ranselnya. Beberapa kali ia terdiam, mematung sambil berpikir, "Apa yang sebenarnya terjadi? Sebenarnya dimana aku? Apakah ini semacam lokasi syuting drama kolosal? Tapi... bukankah ini terlalu sepi?"

Mei Lin menghela napas berat. Kemudian dengan hati-hati ia ingin membuka baju pria itu. Tapi, belum sempat ia melakukannya, tangan Mei Lin dicengkram kuat oleh pria itu. Matanya sayu, menatap langsung kepada Mei Lin. Membuatnya takut dan membeku di tempat.

"Ternyata kau sadar dari tadi? Lalu... kenapa pura-pura? Apa ini benar-benar lokasi syuting? Kau sedang syuting?" tanya Mei Lin.

Dengan suara yang berat, pria itu menjawab, "Siapa kau?! Kau dari pihak musuh? Ingin membunuhku?"

Mei Lin memutar bola matanya, merasa tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Wah! Sungguh pemikiran yang luar biasa. Bisa-bisanya kau berpikir aku ingin membunuhmu." Mei Lin hanya bisa tertawa hambar. "Aku bukannya ingin membunuhmu, tapi... aku ingin menyelamatkan nyawamu! Jadi, jika masih ingin hidup, biarkan aku melakukan pekerjaanku."

Mei Lin kembali berusaha membuka baju pria itu. Walaupun terus mendapat penolakan, Mei Lin tetap melakukannya. Sampai akhirnya ia bisa melihat dengan jelas luka yang ada pada tubuh pria itu.

"Ya Tuhan! Bagaimana bisa kau terluka seperti ini? Bukankah seharusnya syuting itu memakai barang-barang palsu? Kenapa kau terluka sungguhan?"

Mei Lin membersihkan luka yang ada pada tubuh pria itu, kemudian dengan hati-hati ia memasangkan perban untuk menutupi luka itu. Dan tak butuh waktu lama, pria itu merasa jauh lebih baik setelah lukanya dibersihkan dan ditutup oleh Mei Lin.

"Nah, sekarang sudah jauh lebih baik 'kan?" tanya Mei Lin.

Pria itu mengangguk pelan. "Jika boleh tahu... siapa namamu? Setidaknya aku harus tahu nama orang yang telah menyelamatkan diriku, agar nanti aku bisa membalas budi."

Mei Lin merapikan kembali alat-alat medisnya, memasukkan semua ke dalam ranselnya. "Namaku, Mei Lin. Aku seorang dokter. Dokter pengobatan tradisional Tionghoa."

Wajah pria itu tampak bingung. "Dokter? Apa itu dokter?" tanyanya dengan wajah serius.

Mei Lin menatap pria itu dengan tatapan tak percaya. "Kau sedang berakting? Bagaimana bisa seseorang tidak tahu apa arti dokter. Jangan bercanda seperti itu! Daripada bercanda, lebih baik katakan kepadaku, dimana jalan besarnya dan dimana aku bisa menemukan halte bus? Aku harus pulang."

Sekali lagi, ekspresi wajah pria itu tampak bingung. Benar-benar bingung. "Jalan besar? Halte bus? Apa itu?"

"Wah! Orang ini benar-benar mendalami perannya. Selamat, kau bisa saja memenangkan penghargaan Oscar suatu hari nanti." Mei Lin bertepuk tangan. Wajahnya tampak frustasi.

Beberapa jam kemudian, Mei Lin belum bergerak. Dia tidak bisa sembarangan bergerak, takut akan tersesat ditempat itu. Sedangkan pria yang baru saja diselamatkan oleh Mei Lin, terlihat sedang mengalami demam tinggi. Tubuhnya mengeluarkan banyak keringat, wajahnya pucat dan tubuhnya terasa dingin.

"Ini benar-benar gawat. Dia harus dibawa ke rumah sakit sesegera mungkin!"

Mei Lin, sekali lagi memeriksa luka pria itu. Mei Lin melihat jika luka itu semakin memburuk. Panik, Mei Lin membuka ranselnya kembali, mencari, apakah ada obat yang bisa membantu pria itu.

Setelah mencari sampai ke dalam, akhirnya Mei Lin berhasil menemukan obat pereda nyeri. Mei Lin mengambil satu obat itu dan kemudian memasukkannya ke dalam mulut pria itu, memerintahkannya untuk menelan obat itu.

Tepat pada saat Mei Lin sedang memasukkan obat ke dalam mulut pria itu, tiba-tiba, beberapa orang dengan baju yang kuno—seperti baju perang, lengkap dengan pedang asli di tangan mereka, mengarahkan pedang itu langsung ke leher Mei Lin.

"Racun apa yang baru saja kau berikan kepada pangeran mahkota?!" teriak salah seorang prajurit itu, dengan pedang yang mengarah langsung kepada Mei Lin.

Mei Lin menelan air liur. Tangannya gemetar, keringat dingin membasahi tubuhnya. "Racun? Apa maksud Anda? Aku tidak memberikannya racun. Sebaliknya, aku memberikannya obat. Lihatlah, kondisinya sedang kritis. Dia harus segera dibawa ke rumah sakit. Ini bukan waktunya untuk drama. Ini masalah serius. Dia harus segera mendapatkan penanganan serius. Jika tidak... dia mungkin bisa saja mati!"

Mendengar perkataan Mei Lin, prajurit itu langsung memerintahkan prajurit lain untuk mengangkat pria yang terluka itu. Sedangkan sisanya, mengikat tangan Mei Lin dengan tali, merebut tas ranselnya, menariknya dengan seutas tali, seakan-akan dia adalah hewan!

Mei Lin benar-benar tidak tahu. Bukankah dia hanya terjebak di sebuah lokasi syuting drama kolosal? Lalu, kenapa para pemain ini terlihat sangat serius dalam mendalami peran mereka. Sekeras apapun Mei Lin berpikir, dia tetap tak bisa mendapatkan jawaban yang memuaskan atas segala pertanyaannya.

***

Berjalan cukup jauh. Rasanya sangat melelahkan. Satu-satunya hal yang ada dipikirkan Mei Lin hanyalah berbaring di kasurnya yang nyaman dan tenang. Tetapi, kenyataan tidak seindah keinginan. Bukannya bisa menikmati waktu istirahat di kasur yang nyaman, Mei Lin justru harus menerima kenyataan pahit. Kenyataan bahwa dirinya kini terpenjara didalam sangkar yang ukurannya kecil—seperti reban ayam.

Di tempat lain, di dalam tenda besar, di dalamnya ada pria yang tadi diselamatkan oleh Mei Lin. Dia terbaring di tempat tidur yang nyaman. Dan tak lama setelah itu, pria itu pun tersadar. Ia melihat, lukanya telah tertutup. Ia mengingat jika wanita aneh yang ia temui di hutan tadilah yang telah menyelamatkan dirinya.

"Harusnya, ada seorang wanita berpakaian aneh yang ada bersama denganku saat itu. Apa kau melihatnya?" tanyanya kepada salah seorang prajurit.

"Benar, pangeran. Di sana memang ada seorang wanita berpakaian aneh. Kami sudah mengamankannya."

Pria itu menghela napas lega. "Baguslah. Kalau begitu, bawa dia ke hadapanku sekarang. Katakan, pangeran mahkota, Rong Sheng, ingin bertemu dengannya!" titah sang pangeran mahkota—Rong Sheng.

"Laksanakan, pengeran."

Rong Sheng, seorang putra mahkota Dinasti Xianhua. Seseorang yang dikenal sebagai pejuang yang tangguh dan pemberani. Memimpin pasukan yang kecil untuk menghalau serangan musuh yang tertubi-tubi, tetapi tetap bisa mempertahankan posisinya. Dia adalah pejuang sejati dan calon pemimpin Dinasti Xianhua.

Dan, Mei Lin. Dia tidak mengerti apapun. Sebelumnya dia dipenjara, dan kemudian kini diperlakukan dengan hormat, dibimbing untuk menemui Rong Sheng, pria yang telah ia selamatkan hidupnya.

"Penyelamatku...." Rong Sheng berlutut di hadapan Mei Lin, membuat Mei Lin merasa tidak nyaman dan berpikir....

"Dunia macam apa ini?!"

***

Bersambung.

Chapter 03: Dinasti Xianhua

Mei Lin Dan Rong Sheng duduk berhadapan. Suasana di antara mereka terasa sangat canggung dan juga berat. Tidak ada yang bersuara diantara mereka berdua.

Diwaktu yang sama, mata Mei Lin sibuk mengamati sekitarnya, berusaha untuk memahami dimana dia berada saat ini dan apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya.

"Apakah aku sedang bermimpi? Atau mungkin saat ini tubuh asliku sedang kritis di rumah sakit dan jiwaku terbang ke sini...?" Mei Lin mulai berbicara sendiri, mengatakan semua kemungkinan yang bisa terjadi kepada dirinya. Karena, kenyataan yang ia hadapi saat ini sangatlah tidak logis! Benar-benar diluar nalar!

Rong Sheng, melihat Mei Lin tampak sedang bergelut dengan dirinya sendiri. Rong Sheng tampak ragu untuk menganggu pergelutan itu. Hingga pada akhirnya seorang pelayan masuk ke dalam tenda itu dengan membawakan dua cangkir teh herbal untuk Rong Sheng dan Mei Lin.

"Silahkan dinikmati minumannya. Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasihku atas jasa yang telah kau berikan. Kau telah menyelamatkan hidupku, yang artinya kau juga telah menyelamatkan masa depan dinasti ini," ucap Rong Sheng.

Mei Lin semakin bingung. "Dinasti? Apa maksudmu? Apakah kau masih tenggelam dalam peranmu? Jujur saja, saat ini kau sedang syuting kan? Untuk drama kolosal? Benar?"

Sekarang giliran Rong Sheng yang terlihat bingung setelah mendengar kata-kata Mei Lin. "Syuting? Drama kolosal? Apa itu?"

"Kau benar-benar tidak tahu, atau sedang pura-pura tidak tahu? Apakah ini prank? Kalian sedang mengerjai aku kan? Jika benar, lebih baik, hentikan sekarang. Aku benar-benar sudah sangat frustasi dengan segala hal aneh yang ada di sini!" Mei Lin mengacak-acak rambut panjangnya.

"Sejujurnya, aku pun merasakan hal yang sama. Aku benar-benar penasaran dengan dirimu. Kau terlihat aneh dengan pakaian itu... dan, benda hitam itu, yang kau bawa di pundakmu. Sebenarnya, dari mana asalmu?" tanya Rong Sheng.

"Aku? Aku dari Shanghai!"

"Shanghai? Daerah mana itu? Apakah daerah barat?" Rong Sheng tampak serius, tak mengerti dengan penjelasan Mei Lin.

Mei Lin semakin frustasi. "Lalu, apakah bisa kau katakan... dari mana asalmu?"

"Biar aku perkenalkan diri. Namaku, Rong Sheng. Aku adalah putra mahkota dari Dinasti Xianhua. Saat ini, aku bertugas menjaga perbatasan daerah, menghalau serangan musuh. Dan saat aku melakukannya, aku terluka parah, dan untungnya aku bertemu denganmu. Kau membantu menyembuhkan diriku. Kau seorang tabib yang sangat hebat," jelas Rong Sheng.

Sistem di kepala Mei Lin tiba-tiba saja tidak berfungsi dengan baik. Putra mahkota? Seorang pangeran? Dinasti Xianhua?

"Wah... aku benar-benar bisa gila!" Mei Lin sedikit berteriak. "Baiklah. Sekarang biar aku simpulkan semuanya. Jadi, kau adalah seorang pangeran... seorang putra mahkota dari Dinasti Xianhua. Benar begitu?"

Rong Sheng mengangguk.

"Jadi... saat ini aku sedang berada di perbatasan Dinasti Xianhua?"

Rong Sheng kembali mengangguk.

Tiba-tiba Mei Lin ingin menangis. "Lalu... apa yang sedang aku lakukan di sini? Bagaimana bisa aku berakhir di Dinasti Xianhua? Harusnya aku tidak di sini. Ini benar-benar tidak benar!"

"Asal kau tahu... aku ini... aku ini seorang dokter yang penuh rasa tanggung jawab. Sebelumnya aku dalam perjalanan menuju tempat dimana ada pasien yang menungguku. Lalu, tiba-tiba mobilku mengalami kecelakaan dan aku berakhir di tempat aneh ini. Bagaimana bisa semua ini terjadi?!"

Rong Sheng tak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Mei Lin. Tetapi satu hal yang pasti, Rong Sheng sangat berhutang budi kepada Mei Lin.

"Kukira perjalanan melintasi waktu itu hanya ada di novel fiksi saja. Tapi, kenyataannya aku melakukan hal itu. Sekarang... apa yang harus aku lakukan? Aku sekarang berada di Dinasti Xianhua... tempat dimana tidak ada tempat bagiku. Sekarang, apa yang akan terjadi kepadaku? Apa aku akan mati?"

"Mati? Tidak akan aku biarkan hal itu terjadi. Kau adalah penyelamatku. Sudah menjadi kewajibanku untuk menjaga dan memastikan kau aman serta terlindungi dari bahaya," ucap Rong Sheng. "Jadi, karena itulah, aku ingin mengajakmu kembali ke istana. Di sana, aku akan memberikan posisi terbaik untukmu. Kau bisa mulai menjalani kehidupan baru di sana."

Entahlah. Apakah hal itu adalah hal terbaik atau terburuk untuk saat ini. Tetapi yang jelas, Mei Lin tidak akan mungkin bisa bertahan di dunia asing ini sendirian tanpa bantuan. Jadi, mungkin ikut dengan Rong Sheng adalah pilihan terbaik untuk saat ini.

Mei Lin akan ikut dengan Rong Sheng untuk saat ini. Untuk ke depannya, ia akan berusaha untuk mencari cara agar bisa kembali ke dunianya. Tetapi untuk sekarang, ia harus bersikap baik agar Rong Sheng tidak membuang dirinya. Ia harus bisa bertahan di dunia baru ini. Ia harus mempunyai pegangan yang kuat, dan pegangan itu adalah Rong Sheng.

Setuju untuk ikut dengan Rong Sheng, Mei Lin merapikan ranselnya. Para prajurit lain merasa jika Mei Lin aneh. Hal itu wajar. Mereka mungkin tidak pernah melihat pakaian seperti yang dipakai oleh Mei Lin. Dan, ransel? Hal itu juga hal yang baru bagi mereka. Bagi mereka, Mei Lin adalah alien yang sangat aneh. Dan begitulah juga Mei Lin melihat mereka.

***

Setelah semua persiapan siap, Rong Sheng datang dengan kudanya, meminta Mei Lin untuk naik kuda yang sama dengan dirinya.

"Naiklah," kata Rong Sheng.

Mei Lin awalnya ragu dan juga takut, tetapi pada akhirnya ia memberanikan diri untuk naik ke kuda itu. Duduk di depan, dan jarak antara wajahnya dan wajah Rong Sheng sangat dekat sampai ia bisa mendengar suara napas Rong Sheng.

Mei Lin terlihat bingung. "Apa kita akan pergi dengan kuda?" tanya Mei Lin.

"Iya, benar."

"Apa tidak ada transportasi lain? Aku takut naik kuda. Bagaimana kalau aku sampai jatuh?"

Rong Sheng sedikit tersenyum. "Tidak. Tidak akan. Kau tidak akan jatuh. Percaya kepadaku, dan naiklah. Berikan tanganmu."

"Apa benar seperti ini?" tanya Mei Lin tanpa berani menatap Rong Sheng.

"Iya. Benar," jawabnya. "Sekarang kita akan berangkat." Dengan satu gerakan tangan, kuda pun mulai berjalan. Berjalan melewati hutan yang sunyi, dan beberapa desa kecil sampai pada akhirnya mereka sampai di depan gerbang Dinasti Xianhua.

Sebuah kerajaan yang berdiri kokoh dan juga terlihat sangat luar biasa dari luar. Rong Sheng, turun dari kuda, kemudian membantu Mei Lin untuk turun juga. Dan kemudian Rong Sheng memerintahkan kepada penjaga untuk membuka gerbang itu.

Tidak butuh waktu lama, gerbang terbuka dan sebuah pemandangan luar biasa pun terlihat oleh mata Mei Lin. Sebuah kerjaan yang terlihat sangat luar biasa dan mengagumkan.

"Aku benar-benar berada di Dinasti Xianhua. Aku... benar-benar telah melakukan perjalanan melintasi waktu?!"

***

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!