Bangun tidur, olahraga, mandi, sarapan lalu kemudian mengerjakan skripsi. Itu semua merupakan rutinitas harian yang aku kerjakan semenjak masuk semester delapan.
Dua bulan berlalu tanpa kemajuan berarti, yah....
Di malam hari aku menjelajahi internet untuk mencari tontonan atau bacaan yang bisa melepas stres.
Hmm akhir-akhir ini aku terlalu banyak menonton anime isekai, untungnya light novel yang aku pesan online dah sampai, jadi mending baca itu ajalah. Meskipun temanya juga isekai sih wkwk.
Dengan sigap aku membuka bungkusan paket yang berisi dua buku light novel berjudul Overlord yang aku pesan lima hari yang lalu. Tanpa menunggu lama lagi, aku pun langsung membaca volume pertamanya.
Setelah puas membaca beberapa bab, perutku mulai keroncongan. Aku melirik jam dinding ... uwah, sudah jam sembilan! Sebaiknya aku masak dulu baru lanjut baca lagi....
Aku pun bergegas bangkit dari kursi untuk menuju ke dapur dan membuat makan malam. Namun ... saat aku hendak keluar kamar, tiba-tiba saja pemandangan yang aku lihat sangat berbeda dari yang biasanya. Alih-alih melihat ruang tamu yang seperti biasa, aku malah melihat dinding tanah yang kasar dan bentuknya sangat tidak biasa namun terlihat alami.
Oioioi jangan bilang ini berada di isekai?
Anehnya, meskipun otakku terus berteriak 'ini gawat!', hatiku terasa lebih tenang dari biasanya. Ada yang sangat tidak beres dengan reaksiku ini. Meskipun sempat panik, aku berhasil menenangkan diri beberapa saat kemudian. Dengan tenang, aku berkeliling di tempat asing ini sembari memikirkan penyebab kenapa aku bisa tiba-tiba berada di tempat ini.
Kalau ini beneran berada di isekai, seharusnya ada peringatan sebelumnya. Contohnya di anime Tsukimichi, sang MC Makoto bertemu dengan Dewa Tsukuyomi sebelum dikirim ke isekai. Atau Satoru dari anime Tensura yang mendengar suara dunia sesaat setelah dia ditusuk kemudian bereinkarnasi ke isekai menjadi slime. Yah ... walaupun ada juga yang tiba-tiba terkirim ke isekai seperti Satoru dari Overlord, tetapi saat itu dia sedang bermain game VR dan dia terkirim ke isekai sebagai—Momonga—avatar dalam gamenya.
Sial ... aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba bisa berada di tempat seperti ini. Aku cuma keluar kamar seperti biasa dan tiba-tiba aku berada di sini. Meskipun sempat panik beberapa saat, tapi tetap saja ini terasa aneh karena aku tidak merasa cemas sedikit pun.
Setelah berkeliling selama beberapa menit, aku pun dapat menyimpulkan bahwa saat ini lokasiku berada di dalam gua atau mungkin labirin yang terbuat secara alami. Meskipun lembap dan cukup gelap, namun udaranya tidak tipis jadi kemungkinan tempat ini tidak berada di dalam tanah. Namun jika ini benar-benar berada di isekai, hal yang tidak masuk akal bisa saja terjadi. Contohnya bisa saja tempat ini berada jauh di dalam tanah atau....
Jangan-jangan ini sebuah dungeon? Tapi ... tidak ada monster di sini. Meskipun sedikit menyeramkan, anehnya tempat ini tidak begitu mencekam.
Setelah berjalan lurus secara asal selama beberapa jam, akhirnya terlihat sebuah cahaya yang sedikit terang namun....
Aku pikir ini jalan keluar dari tempat ini, ternyata cuma lumut yang bisa menghasilkan cahaya. Setelah perpindahan yang tiba-tiba ini, tidak mungkin lumut bercahaya bisa membuatku terkejut.
Aku pernah melihat lumut seperti ini, lumut semacam ini merupakan hal umum yang ada di dalam cerita isekai mainstream. Kalau tidak salah, di dunia yang sebelumnya memang ada tumbuhan yang dapat bercahaya. Aku mencoba menggali beberapa ingatan yang ada di kepalaku. Kalau tidak salah namanya—Panellus Stipticus—sejenis jamur yang bercahaya dalam kegelapan.
Sial, sudah beberapa jam berkeliling tapi tidak ada apa-apa di sini. Aku bahkan sudah tidak tahu dari mana asal aku berjalan tadi. Ohh ... akhirnya ada tumbuhan, hmm ... ini jamur, kan? Tapi ... terlihat sedikit berbeda dan warnanya juga terlihat mencurigakan. Ahh aku makan saja lah, daripada lapar gini.
Saat itu aku tidak tahu bahwa tumbuhan yang terlihat seperti jamur itu sangat berperan penting dalam meningkatkan peluang aku untuk hidup di dunia yang baru ini.
Namaku adalah Cakka Barani, usiaku sudah hampir menginjak 22 tahun. Aku seorang mahasiswa jurusan teknik di salah satu universitas yang ada di Sulawesi Selatan.
Tepat satu minggu sebelum perkuliahan ku dimulai, kedua orang tua ku menghilang tanpa jejak. Kejadian itu membuatku terpaksa untuk tinggal sendirian karena kami tidak memiliki satupun kerabat. Aku adalah anak tunggal sehingga tidak memiliki seorang kakak maupun adik.
Aku pernah diberitahu bahwa dulunya ayahku pernah tinggal di panti asuhan saat masih kecil. Ayahku pertama kali bertemu dengan ibuku di pantai. Saat itu, ayahku yang seorang nelayan baru saja kembali dari laut dan menemukan seorang wanita yang sedang terdampar di pantai. Wanita itu tampak kebingungan dan tidak mengetahui dari mana dirinya berasal, ayahku yang tidak memiliki siapapun memutuskan untuk membantunya dan membawa wanita itu ke rumahnya. Beberapa bulan kemudian mereka memutuskan untuk menikah.
Selama hampir empat tahun hidup sendirian, aku menjadikan anime sebagai pelarian saat sedang merasa kesepian. Karena aku sudah terbiasa hidup sendirian, aku mulai terbiasa dengan kejadian yang aku alami saat ini. Entah bagaimana caranya, aku yang saat itu hendak keluar dari kamarku, mendadak dipindahkan ke dunia lain tanpa adanya sebuah peringatan.
Sepertinya sudah sebulan aku berada di sini. Sejak kejadian misterius itu terjadi, entah bagaimana aku bisa bertahan dalam kondisi yang sangat kacau. Aku bahkan terkejut karena tidak menjadi gila akibat semua kejadian tidak masuk akal ini.
Aku jadi penasaran bagaimana jika diriku di masa lalu—tepatnya sebelum kejadian ini—tahu bahwa isekai benar-benar ada. Apakah dia akan bahagia atau malah sebaliknya? Yah ... karena aku yang sekarang ini mengalaminya langsung dan sangat menderita, jelas-jelas aku tidak bahagia sedikit pun.
Setelah berminggu-minggu menjelajahi setiap sudut gua yang bisa aku jangkau, dengan menggunakan kaos putih yang aku pakai sebagai pengganti kertas dan tanah yang dicampur air untuk menghasilkan warna, aku berhasil memetakan gua ini. Struktur tempat ini sangat tidak beraturan namun cukup mudah dihafal, juga terdapat banyak serangga seperti ulat dan larva yang kaya akan nutrisi—yah ... walaupun bentuk dan rasanya sangat mengerikan—sehingga aku tidak perlu cemas soal sumber energi.
Selain serangga, terdapat juga sumber mata air yang aman untuk diminum yang terletak di ujung gua ini. Yah ... aku bisa hidup sampai sejauh ini berkat serangga dan sumber mata air ini. Oh iya, ternyata bukannya tidak ada monster di sini, namun monster yang ada di sini berjenis nokturnal. Mirip dengan kelelawar tetapi ukurannya sangat tidak masuk akal, kira- kira sepanjang 30 senti dan lebar sayapnya jika dibentangkan bisa sampai 80 senti.
Ternyata persepsi ku akan waktu benar-benar salah karena mengira malam hari saat aku baru tiba di sini hanya karena sedang malam di dunia ku sebelumnya.
Di gua ini terdapat lumut yang bercahaya saat siang hari, itu sebabnya ketika pertama kali sampai di sini keadaannya tidak terlalu gelap. Namun ketika malam hari tiba, tempat ini benar-benar jadi gelap gulita. Di malam hari, aku hanya bisa bersembunyi di ujung gua yang terdapat sumber mata air ini.
Entah mengapa monster itu tidak berani mendekat ke wilayah ini. Memang sedikit aneh, tapi berkat hal itu aku bisa bertahan selama ini.
Aku memutuskan untuk langsung tidur ketika malam tiba dikarenakan tidak ada cahaya sedikit pun. Jadi tidak ada gunanya tetap terjaga di malam hari. Dan begitu saja hari pun berlalu dan aku terbangun di pagi hari berkat lumut yang menghasilkan sebuah cahaya yang menandakan bahwa matahari di luar sudah terbit.
Jika kalian bertanya bagaimana caranya aku mengetahui bahwa lumut itu bersinar bukan saat malam hari melainkan ketika siang hari, yah ... jawabannya cukup sederhana. Melihat perilaku monster mirip kelelawar yang aktif ketika cahaya dari lumut mulai hilang sepenuhnya, aku dapat membuat kesimpulan berdasarkan pengetahuan yang ada di dunia sebelumnya. Yah ... walaupun ini hanya asumsi saja.
Baiklah, sebaiknya aku coba gali saja sumber mata air ini.
Melihat aliran air yang begitu konstan selama ini, aku berasumsi bahwa ada sumber air yang jauh lebih besar jauh di dalam sana, jika hipotesis ku benar bisa jadi itu adalah jalan keluar yang aku cari selama ini.
Dengan bermodal batu berbentuk lempengan yang tepiannya cukup tajam, aku menggali dinding tanah ini, ohh ... ternyata tidak sekeras yang aku bayangkan, yah ... karna tembok ini cukup basah jadi tidak terlalu sulit untuk menggalinya. Namun tidak semudah itu, dikarenakan diperlukan waktu setengah hari untuk mencapai kedalaman 50 senti.
Benar-benar melelahkan, untungnya saja di dunia sebelumnya aku sering berolahraga. Coba bayangkan jika tidak, mungkin aku sudah mati karena kelelahan dengan semua hal tidak masuk akal ini.
Setelah menggali sedalam 50 senti, aku memutuskan untuk berhenti dan pergi mencari serangga untuk dimakan, yah ... bagaimanapun juga, mengisi ulang energi sangat penting untuk kelangsungan hidup ini walaupun bentuk dan rasanya sangat mengerikan.
Setelah menggali selama enam hari, dengan jantung berdebar-debar penuh harap, akhirnya mata lelahku menangkap secercah cahaya dan suara gemercik air yang semakin keras. Tembok tanah itu runtuh, dan pemandangan yang terlukis di hadapanku membuatku ternganga. Ini bukan lagi gua sempit yang gelap, melainkan...
Uwohhhhh akhirnyaaaaa ... penggalian selama enam hari ini membuahkan hasil yang sangat baik. Heee ... jadi itu sebabnya saat penggalian, airnya tidak menyebabkan longsor.
Tembok dari ujung gua tempat mata air itu muncul berada di tepi aliran sungai sehingga aliran airnya cukup pelan namun konstan.
Walaupun aku sudah menyangka hal ini, tapi ... tetap saja bukankah ini benar-benar luas? Sangat berbeda dengan gua yang sempit dan gelap sebelumnya. Di sini benar-benar sangat terang dan bahkan aku bisa mandi dengan air yang sebanyak ini.
Terdapat sesuatu yang bercahaya di langit-langit gua, aku tidak tahu apa itu soalnya cukup tinggi jadi sulit untuk mengidentifikasi sumber cahaya itu. Tapi aku berasumsi itu adalah mineral yang dapat menghasilkan cahaya.
Setelah menjelajahi tempat ini dengan mengikuti arah dari datangnya aliran sungai, aku akhirnya menemukan danau dan di sekeliling danau ini terdapat batu yang menghasilkan cahaya yang bersinar terang. Mungkin cahaya yang ada di atas langit-langit gua bersumber dari batu ini, sepertinya kalau ini dijual harganya sangat mahal. Batu kubus itu terlihat seperti kristal yang sangat bening bagaikan kaca transparan, berbentuk aneh—seperti beberapa kubus yang menyatu—namun simetris.
Kalau tidak salah di duniaku juga ada yang seperti ini ... ohh iya, aku ingat ini sangat mirip dengan Pyrite, sejenis mineral berbentuk kubus yang terbentuk secara alami.
Aku melanjutkan penjelajahan ku di sekitar danau ini. Selain batu bercahaya yang jumlahnya sangat banyak, ada juga beberapa tumbuhan yang tumbuh di sekitar danau. Bentuknya seperti Daun Mint, ada juga yang berbentuk seperti Daun Kumis Kucing. Mungkin tumbuhan itu sejenis herbal yang menjadi bahan utama pembuatan potion, seperti yang sering kali ada di dalam anime isekai.
Setelah mempertimbangkan banyak hal—kelelahan yang luar biasa setelah berhari-hari menggali, rasa aman yang relatif di area terbuka ini, dan potensi sumber daya yang belum ku jelajahi di sekitar danau—aku pun memutuskan untuk menetap di sini untuk beberapa waktu...
Dibandingkan dengan gua sempit yang selama ini aku tempati, tempat ini benar-benar sangat luar biasa. Akhirnya aku bisa makan sesuatu selain serangga... Yah itu benar-benar hal yang sangat menggembirakan.
Ikan sangat melimpah di danau ini dan beberapa tumbuhan yang dapat dimakan tumbuh di sekitarnya. Dengan memanfaatkan tumbuhan kering dan cahaya dari batu yang bersinar, aku memusatkan cahayanya ke arah batu transparan lainnya—yang aku temukan di dasar danau saat hendak menyelam untuk menangkap ikan—sehingga cahayanya terfokus dan dapat menghasilkan api.
Dengan pengetahuan yang aku miliki dari dunia sebelumnya, aku berhasil membuat api sehingga aku bisa menikmati makanan yang layak. Keahlian yang aku miliki sebagai anak seorang nelayan juga sangat berguna saat ini. Meskipun tidak ada benda yang bisa dijadikan pancing, aku masih bisa menangkap ikan yang ada di danau dengan cara menyelam. Pengalaman menangkap ikan sejak masih kecil memungkinkan ku untuk menangkap banyak ikan hanya dengan menggunakan tangan kosong.
Uwahhh akhirnya aku bisa makan ikan bakar lagi setelah sebulan lebih memakan serangga.
Dengan mata berkaca-kaca, aku membakar dua ekor ikan yang aku tangkap—kemudian memakannya dengan sangat lahap sambil menetaskan air mata karena saking bahagianya dapat memakan makanan yang layak.
Menggunakan tumbuhan yang memiliki rasa mint sebagai bumbu membuat cita rasa ikan bakarnya menjadi lebih unik dan langsung memulihkan energi setelah beberapa saat menyantapnya. Sepertinya itu adalah tumbuhan herbal yang bisa memulihkan energi. Aku juga menyeduh tumbuhan herbal ini dan menjadikannya teh.
Haaah ... rasa ini benar-benar membuatku bernostalgia.
Di dunia sebelumnya, setiap hari aku meminum teh di pagi hari setelah sarapan. Aku tidak menyangka dapat merasakan momen itu lagi di dalam gua yang seperti ini.
Aku sudah lama memikirkan ini tapi ... apa yang harus aku lakukan mulai sekarang? Jalan keluar dari gua ini saja aku tidak tahu apalagi cara untuk kembali ke rumah. Rumah yahh ... semenjak masuk kuliah aku sudah tinggal sendirian. Dari dulu aku penasaran kenapa kami tidak punya kerabat satu pun baik dari keluarga Ayah ataupun dari keluarga Ibu. Apa jangan-jangan ... ehhhh!?
Saat sedang memikirkan tentang keluargaku, tiba-tiba saja tempat ini bergetar hebat dan kemudian seekor monster yang terlihat seperti ular muncul dari dalam danau.
Ukurannya sebesar pesawat penumpang dengan panjang yang aku tidak tahu pasti, dikarenakan hanya sebagian dari tubuhnya yang mencuat dari danau. Pupilnya berbentuk vertikal dengan iris berwarna merah seperti batu Ruby yang sangat berkilauan. Sisiknya berwarna hijau kebiruan yang tampak begitu indah bermandikan cahaya dari bebatuan yang ada di sekitar danau dan langit-langit gua. Terdapat sesuatu yang mirip dengan sirip berwarna putih yang membentang di atas badannya, kedua tanduk putih yang tampak agung mencuat di kepalanya bagaikan mengenakan sebuah mahkota. Makhluk ini terlihat seperti Naga Asia yang sering muncul pada animasi Cina.
Melihat kejadian yang tiba-tiba ini membuat jantungku berdebar-debar namun terasa menenangkan, jadi seperti ini yah rasanya melihat makhluk mitos yang sering ada di anime... Aku terpaku dengan penampilannya yang begitu indah ini dan tanpa sadar mulutku mengucapkan sebuah kata dengan pelan.
"Naga."
Mendengar hal yang aku ucapkan, makhluk itu pun membalas.
"Apa yang kau katakan, Hjyuman?" Suara itu bergema, asing namun jelas. Aku mengerutkan kening. Hjyuman? Apakah itu sebutan untuk manusia di dunia ini? Eh aku dapat mengerti ucapannya? Apa mungkin ini kemampuan default yang didapat setelah terkirim ke isekai?
"Hjyuman? Apakah yang kau maksud adalah aku?" Tanyaku, mencoba mengeja kata itu dalam benakku.
"Kau pikir siapa lagi yang aku maksud selain dirimu, Hjyuman, yang ada di tempat ini?" Nada suaranya mengandung sedikit kejengkelan. "Apa yang kau lakukan di tempat ini? Bagaimana kau bisa sampai kesini? Tergantung dari jawabanmu, aku akan mengambil tindakan yang sesuai."
"I-itu aku juga tidak tahu kenapa aku bisa berada di sini ... lebih dari sebulan yang lalu, aku tiba-tiba saja berada di tempat ini." Aku sangat ketakutan... namun di lain sisi entah mengapa aku merasakan adanya sebuah ketenangan yang misterius.
"Apa maksudmu dengan 'tiba-tiba saja berada di tempat ini' apakah kau mempermainkan aku!?"
"Ti-tidak, bu-bukan begitu, sepertinya aku bukan berasal dari dunia ini." Tubuhku mematung, tulang belakangku terasa menggigil dan keringat bercucuran di sekujur tubuhku.
Gawat sepertinya dia tidak puas dengan jawabanku.
"Hooohh ... makhluk dari dunia lain yah, jadi kau adalah salah satu dari orang dunia lain yang dikirim oleh Dewa bodoh itu untuk melatih Pahlawan yang ada di dunia ini yah ... Apakah pelatihan itu telah selesai dan kau datang ke sini sendirian untuk mencuri artefak milikku!?"
Gawat gawat gawat dia benar-benar menakutkan, aku harus membuat dia tenang dulu. Lagi pula apa-apaan maksud dia tentang Pahlawan? Aku? Seseorang yang melatih pahlawan? Apa maksud semua itu?
"Se-sepertinya ada sedikit salah paham di sini, aku bukanlah seorang Pahlawan ataupun orang yang melatih Pahlawan dan aku juga tidak punya niat untuk mencuri artefak milikmu."
Artefak yahh ... bukankah artefak itu biasanya sesuatu yang menyimpan sebuah kekuatan yang besar? Kalau di anime sih biasanya seperti itu. Aku jadi penasaran mengenai artefak ini.
"Begitu yah, cih membosankan. Aku pikir kita akan bertarung dengan sekuat tenaga. Ternyata tidak yahh. Benar-benar membosankan."
Ehhh 'cih' kata dia? Apa-apaan sikapnya itu.
Entah kenapa dia terlihat kecewa setelah mendengar jawabanku yang tidak sesuai dengan ekspektasinya dan sekarang aku tidak tahu harus berkata apa lagi.
"Baiklah, Hjyuman. Beri tahu aku siapa namamu dan ceritakan semua hal tentang dirimu dan kenapa kau bisa sampai di sini, di wilayahku!"
Dengan sikap yang sudah agak tenang, naga itu menyuruhku menceritakan semua hal tentang diriku. Meskipun dia terlihat tenang, aku masih bisa merasakan adanya sebuah tekanan yang terkandung dari suaranya.
"Namaku Cakka Barani. Kau bisa memanggilku Cakka ... Aku berasal dari dunia yang disebut bumi...."
Aku pun menceritakan semua hal tentang diriku kepada dia—makhluk yang disebut sebagai Elder Lake Serpent—bernama Neija. Awalnya aku berpikir dia adalah naga jantan tapi ternyata aku salah. Di tengah-tengah cerita, tiba-tiba saja ada kabut tipis yang menutup sebagian naga itu. Aku terdiam sejenak, saat di hadapanku, sisik hijau kebiruan itu perlahan memudar, digantikan oleh kulit seputih susu. Ukuran tubuhnya menyusut, sirip dan tanduknya menghilang, dan dalam sekejap mata, berdiri seorang wanita cantik berdada besar dengan rambut seputih salju dan mata semerah Ruby. Kimono yang membalut badannya tampak longgar di area sekitar dadanya. Cantik sekali... tapi ini benar-benar di luar nalar. Aku benar-benar diam membisu, otakku seolah berhenti bekerja, sampai beberapa kali dia memanggil namaku untuk membuatku kembali sadar. Kontras dengan suaranya dalam wujud naga yang sangat berwibawa dan mengandung tekanan, kini yang kudengar hanyalah suara lembut dari seorang wanita yang tampak berumur akhir 20an, tapi... untuk umur pastinya aku tidak tahu.
"Kimono?" Kataku terkejut melihat pakaian yang ia kenakan.
"Aku memilih pakaian ini berdasarkan apa yang aku lihat di dalam pikiranmu. Sesuatu yang aku kenakan ini merupakan sisik ku yang aku ubah menjadi tampak seperti sebuah pakaian."
Dia bisa membaca pikiran? Jadi begitu yahh ... dia sepertinya meniru kimono yang dikenakan oleh Tomoe. Di tengah-tengah cerita, aku sempat memikirkan Tomoe karena wujud naganya Tomoe mirip dengan Neija ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!