Pernahkah anda jatuh cinta? Cinta yang benar – benar cinta. Cinta yang selama ini anda impi – impikan. Mungkin anda ingin mencintai dan dicintai tapi anda takut. Anda pernah gagal sekali, dua kali. Mengalami trauma masa lalu. Apapun masalah anda dalam hal percintaan, selesaikan dengan LOVATY. Sebuah cara menghadapi semua ketakutan dan kekhawatiran anda pada cinta, tanpa perlu mengumumkannya pada dunia. The right definition of self cure. Cure while hiding and when you are ready, go back to the society.
Demikian yang disampaikan oleh juru bicara dari Klandestin Corp pada grand launching program LOVALTY tepat pada tanggal 14 Februari tadi malam. Berbagai macam kalangan mulai dari influencer, youtube, artis hingga para pelaku bisnis terlihat menghadiri acara tersebut. Namun tidak ada tanda – tanda keberadaan pendiri yang juga pimpinan dari Klandestin Corp.
Seperti yang diketahui bahwa Klandestin Corp selalu menjaga identitas asli dari pimpinan perusahaan mereka, Meskipun publik selalu dibuat penasaran dengan sosok dibaling salah satu perusahaan tersukses di negara ini. Namun tidak ada satu orang pun yang dapat mencari tahu identitas aslinya. Sepertinya hal ini juga akan diberlakukan pada pencipta dari LOVATY, tidak ada tanda - tanda kehadiran sosok itu tadi malam. Hal ini memperkuat kabar yang mengatakan bahwa Klandestin telah mencuri ide LOVATY dari penciptanya serta melarangnya muncul di depan publik....
KLIK
Seorang wanita menekan tombol off pada sebuah remote control menyebabkan suara tersebut hilang. Sepertinya ia merasa cukup mendengar berita untuk saat ini. Ia mendekat kearah speaker bluetooth berwarna biru diatas meja dan memutar tombol volume kearah kanan. Musik mulai terdengar dan ia melangkah kearah dapur.
Playing Short Skirt and Long Jacket by Cake.
Musik terdengar dari ruang tamu hingga dapur, sementara wanita itu sibuk dengan semua peralatan memasak yang ada dihadapannya. Pukul 6.45 masih ada cukup waktu baginya untuk sekedar mengisi perut sambil mencari kabar terupdate di sosial media.
Sebelum bersiap untuk berangkat ke tempat kerja, wanita itu duduk santai disebuah meja makan. Sebuah menu sarapan sederhana telah tersaji diatas meja. Hasil olahan telur, sedikit garam dan sayuran segar dilengkapi dengan secangkir kopi hangat.
Ia menyantap tiap sendok dengan santai sambil sesekali melihat ke arah smartphone miliknya. Membuka feed instagram yang dipenuhi dengan orang – orang yang berswafoto dengan logo
LOVATY
"I’m using LOVATY."
"in LOVAWorld."
"meet my ARFriend soon."
"I’m LOVATYzen."
Dalam semalam program baru tersebut sudah diminati begitu banyak orang. Bahkan sebelum resmi diluncurkan LOVATY telah menjadi topik pembicaraan teratas di sosial media.
Hampir semua orang penasaran dan merasa tidak sabar untuk menggunakan program tersebut.Program yang digadang – gadang akan menjadi program nomor satu setelah diluncurkan. Melihat antusias masyarakat didunia maya saat ini, sepertinya itu akan segera terwujud.
Jempol jari wanita tersebut terus bergerak keatas, melewati postingan – postingan tentang tema yang sama. Ia menghentikan jarinya pada sebuah iklan milik LOVATY. Sebuah video pendek berisi logo LOVATY dengan durasi lima detik, dibawah video itu ada sebuah caption bertuliskan
"14 Februari adalah hari dimana kisah cinta mulai diciptakan. Kenapa tidak dimulai dengan dirimu? Ciptakan kisah cintamu, bersama LOVATY by Klandestin Corp."
"Menyebalkan!"
LOVATY 1
(LOve in Augmented realiTY)
Woman with a long jacket
Tap tap tap
Suara langkah kaki terdengar dari sepasang sepatu berwarna coklat muda dengan heels tiga sentimeter. Langkah santai yang menggema di sepanjang lorong lantai 7. Langkah tersebut membawanya masuk ke sebuah ruangan bertuliskan Creative Department di pintunya.
Tepat saat beberapa pasang mata melihat ke arahnya. Mereka saling bertukar sapaan dengan diiringi senyuman kecil, wanita itu terus berjalan. Dia berhenti disebuah meja diujung ruangan dengan papan nama Calya Shalitta Creative Director terpajang disana.
Meletakkan Givenchi berwarna beige miliknya diatas meja. Mengeluarkan smartphone dan beralih ke sebuah komputer disebelah kiri meja. Wanita lain datang menghampiri meja itu. Wanita berusia sekitar 27 tahun dengan tinggi 160cm, duduk di sebuah kursi di seberang meja dan mulai berbicara.
“Did you see?” tanyanya. Calya melirik kearah wanita itu sambil kembali bertanya “See what?” Wanita itu, Qeiza terlihat sangat bersemangat saat menjawab “LOVATY.”
Namun sang lawan bicara tidak terlihat terlalu bersemangat dengan topik yang mereka bicarakan, terdengar dari nada bicaranya saat menjawab “Yeah. Mereka menolak proposal kita dan memilih menggunakan iklan yang sederhana itu. Such a wise decision, doesn’t it?”
“Really!” Qeiza menghela nafas. Menyadari bahwa mereka membahas topik yang sama tapi dengan poin yang berbeda. Sementara Calya tidak menyadari perbedaan itu dan terus berbicara
“Mungkin Klandestin menghabiskan hampir seluruh anggaran pada LOVATY, makanya mereka menghemat anggaran untuk iklan?” dia bersandar pada kursi sambil meletakkan lengan kiri diatas pegangan kursi.
“Yah, siapa peduli dengan anggaran mereka. Hey Cal! Bukan itu yang aku maksud!” wanita itu menjawab sekenanya, sungguh tidak tertarik dengan kata – kata Calya yang berbau kerja.
Mendengar respon Qeiza membuat Calya kembali bertanya “So?” katanya sambil menengadahkan tangan kirinya. Mulai tak mengerti dengan arah pembicaraan rekan kerjanya ini.
“LOVATY!” Qeiza kembali menegaskan, berharap Calya mengerti. Tapi tidak “Ya, lalu?” wanita itu mulai terlihat tidak sabar.
Qeiza menyondongkan badannya kearah meja. Mengangkat kedua tangan dengan kedua siku menempel di atas meja dan melanjutkan pembicaraan.
“Udah liat di sosial media? Instagram, Twitter, Facebook, semuanya pada rame bahas LOVATY. Ni ya pokoknya kita.. kamu dan aku.. kita.. itu nga boleh ketinggalan,” dia terus berbicara sambil menggerak – gerakkan kedua tangannya, terlalu bersemangat.
“Seriously? Kamu masih bisa bahas itu sementara kita udah gagal satu tender sama perusahaan lawan?” kali ini Calya yang dibuat kesal, sepertinya hanya dia yang menanggapi pekerjaan ini dengan sungguh – sungguh.
“Kita baru kalah satu kan, perusahaan belum runtuh. Lagi pula proyek kita juga masih banyak,” Qeiza menyandarkan kembali punggungnya ke kursi, terlalu santai.
“Oke. Karena poject kita masih banyak, Art Director ibu Qeiza Oksana silahkan kembali bekerja,” Calya mengakhiri perbincangan mereka dengan sebuah perintah. Qeiza sangat mengerti dengan aba – aba yang diberikan, dengan cepat ia menjawab “Oke bos!” dia beranjak dari kursi dan kembali ke meja kerjanya.
Setiap suasana pagi di Creative Department selalu diawali dengan obrolan tentang topik - topik hangat. Mengapa? Pertama, sebagai karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan periklanan sangat penting bagi mereka untuk tahu perkembangan trend yang terjadi di sekitar mereka.
Kedua, sebagai manusia biasa yang normal mereka pasti butuh komunikasi atau lebih tepat disebut –ngerumpi-. Tapi itu hanya terjadi di sela – sela jam kerja mereka. Sementara untuk perusahaan sekelas Parama Ad, sela – sela jam kerja tersebut terkadang bisa sangat sedikit.
“Semuanya kita meeting 10 menit lagi.”
Kalimat yang sudah sering kali didengar oleh para staf itu menjadi pertanda bagi mereka untuk mempercepat apapun yang sedang mereka lakukan. Mengetik lebih cepat, mencetak lebih cepat, menggandakan lebih cepat, atau atau apapun itu semua dilakukan lebih cepat.
Tak terkecuali untuk Calya sendiri, ia sibuk menyiapkan semua berkas – berkas yang akan dibahas saat rapat. Ia tak sadar sepuluh menit telah berlalu dan semua orang sudah meninggalkan ruangan kecuali dirinya.
Di ruang rapat semua staf bergantian menyampaikan ide yang sudah mereka persiapkan untuk proyek – proyek mendatang. Saat semua sudah selesai suasana berubah menjadi hening.
Mereka semua secara gugup melihat kearah seseorang yang ekspresi wajahnya terlihat datar. Calya, sang Creative Director. Wanita itu menghela nafas berat.
“Di awal bulan saya sudah umumkan daftar proyek yang harus kita menangkan, sekarang sudah hampir dua minggu dan dimana progress-nya? Layout yang kalian serahkan ke saya dikritik habis – habisan oleh manajemen.”
kalimat awal yang ia ucapkan menjelaskan suasana hening yang telah terjadi.
“Sekarang tolong jelaskan kenapa sembilan orang staf di Creative Department hanya bisa menyerahkan satu ide untuk masing–masing proyek?”
Semua staf terdiam dan hanya menunduk. Beberapa terlihat curi pandang ke sisi kiri dan kanannya.
“Haruskah saya ulangi lagi apa hal terpenting yang harus kita lakukan agar dapat memenangkan klien?” Calya yang tidak direspon kembali berbicara “Davidya, sudah berapa lama kamu intern disini?”
Semua staf sudah paham arah pembicaraan ini, itulah mengapa mereka hanya diam. Keheningan yang membuat Davidya semakin gugup, dengan ragu – ragu dia menjawab “Tiga bulan mbak.”
Calya kembali bertanya “Apa jawaban kamu?”
Davidya mencoba menjawab “Ide segar yang sesuai dengan keinginan klien.”
“Ide – ide segar yang sesuai dengan keinginan klien. Hal paling penting yang harus diingat untuk memenangkan klien adalah ide, lebih dari satu ide. Jika bukan ide yang pertama mereka bisa pilih ide yang kedua atau seterusnya, intinya adalah tidak membiarkan klien tersebut lolos ke perusahaan lain. Tapi bukan berarti karena kuantitas kalian melupakan kualitas idenya!”
Dengan cepat Calya menambahkan jawaban Davidya yang tidak sepenuhnya salah itu. pertanyaan itu bukan tes tapi jembatan untuk menghubungkan kalimat selanjutnya yang akan dia katakan.
“Wikan, ide seperti apa yang harus kita berikan?” jembatan selanjutnya ia tujukan kepada karyawan magang lainnya.
“Ide yang unik, sesuai dengan trend dan dapat menarik minat pasar,” Wikan menjawab secepat mungkin.
“Bukankah orang – orang di ruangan ini punya kualifikasi yang sesuai untuk itu? Atau saya salah menilai kalian?”
Calya mengakhiri rangkaian pembicaraan panjangnya dengan sebuah kalimat penegasan. Itu mungkin terdengar seperti pertanyaan, tapi tak ada satupun di ruangan itu yang ingin menjawabnya.
“Ingat bahwa department kita adalah mesin dari perusahaan. Jika kita bergerak lambat perusahaan akan jatuh. Jika kinerja kita tidak maksimal perusahaan akan jatuh. Kita punya tugas penting untuk menjaga perusahaan tetap unggul, dan itu bukan hanya tugas untuk beberapa orang tapi semua. Mau itu staf lama atau intern, kalian semua wajib kerja secara aktif disini. Mengerti?”
Entah untuk keberapa kalinya Calya harus mengingatkan mereka tentang hal ini dan dia sangat berharap ini akan menjadi yang terakhir kalinya.
“Mengerti!” jawaban semua staf itu membuat wanita itu menghela napas lagi. Rapat kali ini juga berat untuknya. Dengan beban kerja yang mereka miliki ditambah dengan nama besar perusahaan mereka, dia tidak ingin membiarkan para stafnya mengalami penurunan kinerja. Memastikan semua orang tetap bekerja sebagaimana mestinya adalah tugasnya sebagai Creative Director.
“Kalau begitu silahkan kembali bekerja dan saya ingin lihat progress kalian akhir minggu ini.”
Semua staf keluar dari ruang rapat dengan suasana hati yang tidak baik. Semua orang tidak akan merasa senang setelah menghadiri rapat yang dipenuhi dengan -kicauan-.
Setidaknya sebagian mengerti, para staf lama yang sudah sering menghadapi situasi seperti ini. Tapi tidak bagi para karyawan magang, mereka berkumpul dan mulai mengeluh. Satu diantaranya mulai menghela nafas yang panjang.
“Suasana rapat yang buruk!” Davidya mulai mengeluh.
“Mereka bilang hal seperti ini sudah biasa terjadi, terutama saat kita kehilangan proyek,” Rana menanggapi keluhan Davidya dengan memberinya informasi, mungkin saja temannya itu akan mengerti.
“Bukannya kita cuma hilang satu proyek ya? LOVATY itu kan?” tanya Davidya yang masih belum memahami situasinya.
“Tetap aja, she’s not gonna miss even one small thing!” jawab Rana menegaskan.
“Emangnya mbak Calya selalu se-strict itu ya?”
"Kalian mau dengar sesuatu?” Satu – satunya karyawan magang pria itu mulai menyela pembicaraan mereka.
Satu kalimat dari Wikan berhasil membuat kedua gadis itu tertarik “Apa?”tanya mereka berdua.
Pria itu mendekat dan mulai bercerita. “Kalian tahu Mbak Calya dulu juga mulai kerja disini sebagai intern, sama seperti kita. Tapi keadaan saat itu beda, Creative Director saat itu jauh lebih killer,” dia berbicara dengan hati – hati, seakan itu adalah sebuah informasi rahasia.
“Ah masa?” kedua gadis itu tidak percaya.
“Emang ada yang lebih killer dari mbak Calya?” Rana menambahkan, dia ragu sosok seperti apa yang bisa menjadi lebih tegas dan menyeramkan dari Calya.
“That’s what I’m heard from them. Sejak awal sampe sebulan pertama intern, mbak Calya cuma disuruh bolak – balik ke department lain, nganterin berkas, bikin kopi, ambil pesanan. You know, those kind of stuff!”
Wikan kembali menambahkan, seolah dia yakin bahwa sumber ceritanya bisa dipercaya.
“Kita disini nga pernah diperlakukan seperti itu, ya nga sih?” Davidya mulai membandingkan keadaan mereka dengan cerita yang Wikan sampaikan.
“Bener banget!” jawab temannya.
“Eiit! Belum selesai. Bulan berikutnya ada rapat pembahasan kompetisi ide proyek buat provider internet dengan batas waktu dua minggu. Saat itu mbak Calya dan mbak Qeiza daftar sebagai satu tim. Saat pengumuman nya keluar ternyata ide mereka terpilih but guess what? Nga ada satupun nama mereka tercantum disitu,” pria ini tahu betul bagaimana membuat orang kaget dan penasaran dengan informasinya.
“*What?”
“No way! They stole it*?” kedua gadis itu berusaha memastikan apakah mereka tidak salah mendengar informasi.
Wikan kembali bercerita “Mereka pada bingung dong, cause everyone acted like nothing happened. Mereka juga nga bisa apa – apa karena posisi mereka cuma intern saat itu. Tapi ternyata, it happened again and again. Akhirnya mereka nga bisa diem aja dan ngelapor ke para petinggi perusahaan.”
Cerita itu membuat kedua gadis itu terhanyut, Davidya merespon “Terus urusannya beres?” Gadis itu berharap langsung sampai pada akhir cerita, “Nga segampang itu. Para petinggi nga percaya sama mereka,” tegas jawaban Wikan memutuskan harapannya.
“Kok bisa?” tanya gadis itu lagi
“Well ada tiga alasan. Pertama, para petinggi menanyakan kenapa mereka baru mengajukan protes sekarang padahal seharusnya mereka lakuin dari pertama case terjadi. Kedua, posisi mereka yang cuma intern. Ketiga, orang – orang yang mereka gugat saat itu adalah para team leader. Singkatnya situasi dan posisi mereka sangat tidak menguntungkan saat itu,” tegas Wikan, sepertinya dia telah mencari tahu dengan baik tentang kejadian itu.
“Jadi gimana?” Rana lanjut bertanya, satu lagi gadis yang merasa penasaran dengan kelanjutan kisah itu.
“Mereka terancam dipulangkan,” jawab Wikan dengan santai.
“What! That’s insane!” mereka kembali dibuat terkejut dengan apa yang mereka dengar, tapi Wikan tidak berhenti sampai disitu.
“Yeah, the tension went even higher after that!” membuat keduanya semakin penasaran .“Why?” tanya Rana.
Wikan kembali menjelaskan “Gosipnya menyebar sampe para investor. Salah satu perwakilannya datang ke kantor. Langsung ngadain pertemuan dengan para petinggi, the longest one ever. Setelah itu mereka berdua dipanggil.”
Kedua gadis itu semakin mendekat, mereka merasa akan mendengar akhir kisah itu sebentar lagi “Lalu?” tanya Davidya.
Tapi jawaban tak terduga yang diberikan “That’s it!” Kedua gadis itu bingung dengan apa yang mereka dengar.
“That’s it? Selanjutnya gimana?” tanya Rana mencoba memastikannya kembali.
“That’s the only info that I got!” Wikan menyelesaikan kisahnya tanpa akhir yang jelas. Membuat kedua pendengar itu kecewa.
“Nanggung banget!”
“Penasaran nih!”
“Yah mau gimana lagi!”
Sssttt.. ssstt.. ssstt..
Salah satu dari mereka mencoba membuat suasana tenang saat menyadari ada yang akan memasuki pantry, mereka semua terdiam. Itu Qeiza dan Calya yang masuk ke pantry untuk membuat minuman.
Qeiza melihat kearah para karyawan magang “Udah selesai?” tanyanya. Heran mendapati mereka semua terdiam, seakan kedapatan
mencuri sesuatu. Dia bertanya sekali lagi “Udah selesai minumnya?” tanyanya lagi.
Kali ini mereka semua menjawab sudah. “Kalo gitu balik kerja sana!” sedikit perintah, dan ketiga karyawan magang itu langsung bergerak satu persatu para karyawan magang meninggalkan pantry kembali ke meja kerja mereka.
Tinggalah Calya dan Qeiza disana sedang menyeduh dua bungkus kopi instans, mengaduknya dan menikmati nya bersama cemilan. Sejenak mereka berdua terdiam, membayangkan masa lalu mereka.
"Anak intern sekarang enak ya Cal?" Qeiza mulai berbicara.
"Kenapa?" Calya mempertanyakan apa yang ada dibenak teman kerjanya itu.
"Mereka diperlakukan dengan baik walaupun sering dimarahi olehmu. Pekerjaan mereka dihargai dengan baik walaupun sering stress karena mu. Mereka juga.." perbandingan itu awalnya terdengar seperti pujian tapi sebenarnya tersisip keluhan disana.
"Qei.." Calya langsung menghentikan kalimat Qeiza sebelum dia semakin menjadi. Qeiza tertawa
“Hehe.. mereka juga bisa bebas keluar masuk pantry buat minum dan ngemil. Beda banget sama kita dulu.”
“How come you still remember those days?”
Calya tidak percaya Qeiza memilih untuk membicarakan hal itu, topik yang ingin mereka lupakan.
“How come you forget those days! Terutama hari itu, waktu kita dipanggil sama perwakilan investor. Tangan aku keringetan, jantung aku deg degan dan kita di intro…” tapi sebenarnya topik itulah yang tidak mungkin terlupakan, termasuk bagi Calya sendiri.
“Di introgasi panjang lebar mirip tersangka. Inget kok, nga usah dibahas lagi.”
Calya mengerti betul kemana arah pembicaraan itu bahkan sebelum wanita itu
menyelesaikannya, itu sebabnya ia menghentikannya.
Qeiza berhenti bicara, kembali menyantap cemilannya. Namun ada ekspresi kesal disana, bukan pada temannya yang menyela kata - katanya tapi pada ingatan tidak menyenangkan yang tadi ia bicarakan.
Sama halnya dengan Calya yang sibuk mengaduk - aduk cangkir kopi dengan tatapan kosong. Otaknya membuka ingatan tentang hari itu, memutar kembali hingga ke setiap kalimat percakapan yang terjadi saat itu.
Dihari perwakilan investor datang, dimana Calya dan Qeiza yang saat itu masih menjadi karyawan magang dipanggil. Percakapan panjang terjadi, meski lebih tepat disebut interogasi.
Setiap pertanyaan terasa seperti teror yang menakutkan bagi keduanya, namun tidak membuat Calya bisu. Dia menjawab hampir semua dari pertanyaan tersebut.
“Jadi kalian mengatakan bahwa ide kalian telah dicuri?” sang investor bertanya.
“Lebih tepatnya hasil kerja keras kami tidak diakui pak” jawab Calya dengan berani.
“Bisa kalian tunjukkan buktinya?” pria paruh baya itu meragukan ucapannya.
“Maksud bapak? kami berbohong tentang ide proyek tersebut?” Bagi Calya kata – kata pria itu terdengar seperti tuduhan baginya, dan pria itu juga tidak menyangkal.
“Ya, jika kalian tidak memiliki bukti.”
Calya mulai kesal, takut temannya itu akan emosi Qeiza menjawab pertanyaan pria itu “Semua bukti proses pengerjaan ide ada didalam komputer dan akun e-mail kami masing - masing. Silahkan bapak periksa,” Melihat rasa percaya diri kedua wanita didepannya, pria itu mulai percaya.
Namun bukan berarti ia berhenti bertanya “Baik, kalau begitu. Lalu kenapa kalian baru berbicara setelah dua bulan?”
Qeiza mencoba menjawab sesuai apa yang dia rasakan. “Kami adalah karyawan magang baru pak, kami tidak yakin bagaimana peraturan di kantor ini.”
“Kenapa harus tidak yakin jika kalian sendiri tahu mana yang benar dan mana yang salah.”
Suasana hening untuk sekejap. Namun, Calya kembali membuka suara “Boleh saya bertanya pak?” dia berbicara dengan santai sekarang.
“Silahkan,” pria itu siap mendengarkan dan Calya tanpa ragu langsung bertanya.
“Menurut bapak apakah benar jika pegawai tetap mengganti nama di proposal proyek dengan nama mereka? dan para karyawan magang yang diperlakukan berbeda dari para karyawan tetap.. tidak.. tapi karyawan magang yang tidak diperlakukan seperti karyawan, apakah itu benar untuk dilakukan?”
Untuk kedua kalinya suasana diruangan itu kembali hening. Kedua wanita itu menunggu sang perwakilan investor untuk menanggapi pertanyaan – pertanyaan tersebut.
“Calya Shatilla!” pria itu kembali berbicara.
“Ya, Pak,” jawab Calya ada ketegangan di sela – sela percakapan itu.
“Bagaimana menurut anda sendiri, apakah itu salah?” mereka tidak menyangka alih – alih menjawab pria itu malah bertanya kembali.
Bagai melemparkan sebuah bola pada Calya, wanita itu menangkapnya tanpa ragu “Iya pak!” jawabnya.
“Lalu menurut anda sendiri, bagaimana seharusnya karyawan magang diperlakukan?” pria itu melanjutkan pertanyaannya.
“Karyawan magang harus diperlakukan sama seperti karyawan lainnya. Tentu saja karena karyawan magang belum memiliki pengalaman, dalam proses belajarnya karyawan magang perlu dibimbing oleh karyawan lain. Tapi setiap karya, ide dan kerja kerasnya juga harus dihargai seperti karyawan lainnya!”
Pertanyaan itu berubah menjadi kesempatan bagi Calya untuk menyampaikan pemikirannya, dia menjelaskan tentang kedudukan karyawan magang di sebuah perusahaan sesuai dengan apa yang dia yakini.
“Jadi menurut anda cara karyawan disini memperlakukan karyawan magang adalah salah?” pria itu menarik kesimpulan dari jawaban yang Calya sampaikan dan menunggu respon dari wanita itu.
“Iya!” Calya menjawab pertanyaan dengan penuh keberanian. Pria paruh baya yang sedang duduk di depan mereka mulai tersenyum kecil “idealis,” ucapnya lagi “Kita lihat apakah anda bisa membuktikan kata - kata anda saat menjabat nanti?”.
Keduanya tidak mengerti maksud dari kata – kata itu. bahkan mereka tidak mengerti maksud pria itu memanggil mereka berdua kemari. Tadinya mereka berpikir akan dihukum karena telah menimbulkan keributan, tapi kata – kata terakhir yang keluar dari mulut pria itu membantah asumsi mereka “Kalian boleh pergi!”
“Cal, look!”
Calya tersadar dari lamunannya. melihat Qeiza yang sedang menyodorkan smartphone ke arahnya. Ia mencondongkan badannya, mencoba melihat apa topik pembicaraan temannya kali ini.
Qeiza memperlihatkan sebuah postingan di Instagram. Sebuah animasi pendek diawali dengan logo LOVATY yang mengecil hingga memperlihatkan gambar sebuah smartphone dengan jari yang menyentuh tombol ‘IN’.Selanjutnya gambar beralih menunjukkan gambar dengan tema monokrom dimana terdapat seorang wanita dengan ekspresi datar di dalamnya, ia menggunakan AR Glasses.
Gambar memperlihatkan arah pandangan wanita itu, sebuah taman tanpa warna. Tak ada apa - apa disana kecuali sebuah bangku taman kosong. Tiba - tiba terlihat seorang pria sedang duduk di bangku taman tersebut, tersenyum kemudian melambai.
Wanita tanpa ekspresi tadi mulai tersenyum, dan semuanya terlihat berwarna. Animasi ditutup dengan kalimat ‘Every Lovatory to inspire are here.’
“What is this?” tanya Calya.
“You don’t know, do you? Klandestin itu ngumpulin cerita - cerita pengguna LOVATY trus di share di website itu,” jawab Qeiza menjelaskan.
“Aaa.. another campaign,” Calya memberi respon dengan nada suara yang datar.
“Ini bukan hanya sekedar promosi Cal, but to inspire,” sementara Qeiza yang jatuh hati pada LOVATY menjelaskan semuanya pada temannya dengan mata yang berbinar.
“Itu promosi Qeiza!” Calya membantah ucapan Qeiza, mencoba menghentikannya dari kekagumannya terhadap hal baru itu.
Namun Qeiza bukanlah wanita yang mudah dihentikan “Bukan, Cal!” dia kembali mengelak.
“Qei, you are an Art Director in an Advertising Company yet you can’t see it?” Calya mulai merasa kesal.
“I am an Art Director in Advertising Company so i know it well mana yang money oriented mana yang pake cinta,” itulah ciri khas Qeiza, jika itu tentang sesuatu yang ia suka maka dia akan berbicara dengan penuh ekspresi. Seperti sekarang, tersenyum, mata terpejam dan kedua tangan diletakkan di dada.
“Makan ni cinta!” Calya yang sering melihat ekspresi itu menghentikannya dengan suapan cookies coklat. “Hmm.. sweet,” dia tersenyum sambil terus mengunyah, mereka berdua tertawa.
“Kerja!”
“Siap boss!”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!