Minggu pagi yang tenang saat orang memulai aktivitas masing-masing dikacaukan oleh suara seorang gadis yang cukup nyaring.
"Aku terlambat, aku terlambat."
Gadis itu membuka pintu kasar dengan roti di mulutnya dan tangan yang masih memakaikan sepatu di kaki kecilnya.
Gadis itu bernama Serena. Serena adalah seorang gadis tomboy penyuka seni beladiri yang sekarang kelas 3 SMA. Bahkan Serena juga belajar menggunakan pistol, anggar, dan panahan ia salah satu murid paling
berbakat di perguruan-perguruan yang ia ikuti. Serena juga seorang yatim piatu sedari kecil ia tinggal di panti asuhan namun saat SMA ia memilih hidup sendiri. Serena bersekolah sambil bekerja paruh waktu di sebuah mini market dekat kontrakannya.
Saat ini Serena sedang berlari menuju tempat kerjanya. Sesampainya di sana ia berpapasan dengan sahabat sekolahnya sekaligus teman
kerjanya Serena langsung mendekati sahabatnya itu.
"Momo apa kau terlambat juga?" ucapnya tanpa
basa basi.
"Terlambat? Tentu tidak.”
“Apa tidak mungkin aku berangkat jam 07.30 loh,” ucap Serena.
“Serena, coba kau lihat ponselmu.” Momo tersenyum kecil. Serena menatap ponselnya dengan cepat kemudian...
“AH! Kurasa jam kamarku rusak.”
“ Kurasa kau harus berterimakasih pada jam rusak mu itu Serena."
Serena melihat jam pada ponselnya yang baru
menunjukkan jam 07.30 sedangkan mereka masuk jam 08.00. Serena hanya tersenyum
tanpa dosa.
"Serena kau harus sering sering merusak jam
dinding mu itu." Mereka akhirnya masuk kedalam untuk bekerja.
skip
Jam menunjukkan pukul 20.30.
Waktu pulang bagi Momo dan Serena.
"Serena ayo pulang." Ajak Momo.
"Maaf Momo aku ambil sif tambahan jadi Momo pulang sendiri tak apa kan?"
"Ya sudah. Tapi hati hati ya awas perawan pulang sendirian malam-malam." Momo mencoba menakut nakuti.
"Momo kau lupa, aku pandai bela diri." Momo hanya tersenyum.
"Ya sudah aku duluan Ren." Momo meninggalkan mini market. Saat berjaga
Serena melihat sebuah novel di meja.
"Novel siapa ya?" Ucapnya sambil mengambil buku itu.
"Lovely princess."Serena membaca judul novel itu. Karena merasa tertarik Serena mulai membaca Novel itu.
Tak terasa jam menunjukkan pukul
23.30 waktunya Serena pulang bahkan Serena sudah selesai membaca Novel itu.
Serena berpamitan pada beberapa orang yang memang bekerja pada jam itu.
Serena merebahkan diri di kasurnya yang tak seberapa namun sangat nyaman bagi Serena
"lelahnya~" Setelah berucap Serena tertidur tanpa mengganti pakaiannya bahkan tidak melepas sepatu yang dipakainya.
☆☆☆☆
"Serena bangun sayang sudah siang."
"Lima menit lagi," ucap Serena setengah sadar.
"Cepatlah Serena ibu tunggu di meja makan."
"Iya." ucap Serena lagi.
Setelah itu terdengar suara
pintu dibuka dan di tutup kembali.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Serena langsung bangun layaknya
orang bangun tidur terkejut karena mimpi buruk.
"Apa tadi? Ibu?" Serena bertanya pada dirinya sendiri dan tentu seharusnya tidak perlu di jawab karena Serena seorang yatim piatu.
Pandangannya jatuh pada kamar
yang sekarang ia tempati. Ruangan kamar itu sangat besar. Hampir seluruh bagian
kamar dihiasi dengan ornamen berwarna emas dan batu batu yang tampak
berkilauan.
Ranjang yang ia kenakan saat ini
juga besar dan empuk sangat nyaman dengan lemari besar, meja rias, meja dan
beberapa kursi ikut meramaikan ruangan. Sangat jauh berbeda dari kamarnya yang
berukuran kecil dan didominasi warna hitam dan abu abu.
"I...ini...ini dimana?"
Serena bangkit dari ranjang.
Serena melihat dirinya mengenakan baju tidur berwarna baby blue yang menurutnya cantik.
"Bukankah aku tak memiliki baju seperti ini?"
Tiba tiba pintu terbuka dan masuk seorang gadis dengan baju pelayan seperti di Novel atau komik yang pernah
ia baca.
"Nona ayo cepat, tuan, nyonya dan nona pertama sudah menunggu," ucap gadis berpakaian pelayan itu.
'Apa yang dia katakan?' batin
Serena.
'*Kenapa aku merasa ini seperti*...' Serena mencoba mengingat sesuatu.
'*Tunggu jangan-jangan novel itu*....'
Serena langsung berlari menuju cermin di meja rias "Nona jangan berlari," ucap gadis pelayan itu namun di abaikan oleh Serena.
Benar saja pandangan Serena langsung terpaku pada sosok wanita cantik dalam cermin.
Rambut pirang panjang, mata aqua
sejernih permata, hidung mancung dan bibir tipis yang merah alami 'cantik' gumam Serena. Nyawanya seakan meninggalkan tubuhnya.
Gadis pelayan itu membawa Serena
duduk. Gadis itu mulai menyisir rambut Serena. Sedangkan Serena tak bereaksi apapun pikirannya masih jatuh pada gadis dalam cermin yang kini tengah disisir. Hingga seorang gadis yang memakai baju kesatria berambut pirang panjang di ikat
ekor kuda masuk.
"Serena apa belum siap? lama sekali kau ini."
Serena langsung melihat gadis itu dan satu nama langsung melintas si pikiran Serena kala manik aqua miliknya melihat sebuah lambang di baju gadis itu.
'Mungkinkah dia Berlin lexus.'
~☆~
Sebenarnya apa yang terjadi pada
Serena? Dimana dia Sekarang? Bukankah tadi ia sedang tidur di kasur miliknya?
Bukankah dia tak memiliki keluarga?
Tapi mengapa tadi ada seorang
yang menyabut dirinya ibu Serena? Mengapa saat ia bercermin bukan pantulan
gambar dirinya yang tercetak? Mengapa malah seorang gadis cantik seperti tokoh
Novel yang dia baca?
Dan mengapa ia melihat seorang
tokoh Novel lovely princess di sini?
Bisa seseorang menjelaskan padanya?
Hampir seminggu Serena berada di tempat asing ini. Setelah perjuangannya menganalisis dan mengingat, ia tau bahwa sekarang ia tengah berada dalam dunia novel yang ia baca beberapa waktu yang lalu. Novel itu
berjudul ‘LOVELY PRINCESS’ dengan heroine atau pemeran utama bernama Arianda
Idrus sepupu dari sang karakter antagonis Serena Lexus.
Berterimakasih lah pada otak jenius yang ia miliki. Karena ia berasal dari luar dunia novel dan mengingat jalan ceritanya, tak butuh waktu lama untuk dirinya beradaptasi dalam dunianya sekarang ini.
Serena juga masuk ketubuh dengan nama yang sama dengan kehidupan sebelumnya. Hanya saja sialnya kini ia menjadi tokoh antagonis yang ditakdirkan hancur diakhir cerita.
Cerita novel dimulai ketika Arianda datang ke ibu kota. Ketika itu ayahnya naik pangkat dari Baron menjadi seorang Marquis. Tentu saja pangkat itu didapat karena dianggap telah
berjasa untuk kekaisaran.
Saat itu Serena berusia 14 tahun. dan sekarang ia baru berusia 10 tahun. Setidaknya ia masih memiliki waktu sekitar 4 tahunan sampai
kehancurannya datang mengambil nyawanya.
‘’Serena udara sudah mulai dingin, tak baik berdiri diluar tanpa mantel mu. kau bisa terkena flu.’’ seorang gadis cantik berambut pirang
dan menggunakan pakaian kesatria menghampiri Serena.
Dia adalah kakak perempuan Serena, Berlin Lexus. Berlin adalah salah satu kesatria yang memiliki nama besar di kekaisaran.
‘’Kak Lin sudah pulang? kenapa tak beri tau aku?’’
Berlin mengusap poni Serena ‘’sekarangkan sudah tau. Ayo masuk, udara semakin dingin diluar.’’
‘’Tidak mau. Perkiraan akan turun salju hari ini, aku mau jadi yang pertama melihatnya,’’ ucap Serena sedikit merengut karena poninya
dirusak oleh kakaknya itu.
‘’Baiklah, kakak akan mengambilkan mantel untukmu dulu.’’
Diam-diam Serena memperhatikan punggung kakaknya yang perlahan menjauh. Serena meremas roknya dengan kuat hingga menyisakan garis-garis kusut. Ia membalikkan badannya menatap hamparan pepohonan tanpa daun.
Air matanya lolos begitu saja tanpa aba-aba. Serena sangat bersyukur di kehidupan ini ia memiliki sebuah keluarga utuh yang sangat
menyayanginya. Ia berjanji akan melindungi keluarganya, dan ia bersumpah akan
menjadi antagonis yang sesungguhnya jika ada yang melukai keluarganya.
Sebuah mantel hangat terasa mendarat di tubuh Serena. ‘’Terimakasih ka...kak, Oh selamat datang pangeran Dean.’’ Serena langsung memberi hormat melihat siapa yang datang.
Yang datang bukan Berlin kakaknya melainkan Dean Phanes, pangeran ketiga yang sekarang dersetatus tunangan Serena. Dalam novel Dean sangat membenci Serena. Ia bertunangan
dengan Serena karena membutuhkan dukungan dari bangsawan berstatus tinggi
seperti ayah Serena yang merupakan seorang duke untuk naik tahta di masa depan.
Serena tau betul itu dan Serena membencinya. Bodohnya Serena dalam novel sangat mencintai Dean dan memohon kepada ayahnya untuk bertunangan dengan Dean. Meskipun ia mengetahui semua itu.
Permintaan itu tentu saja langsung disetujui ibu Dean karena menguntungkannya sebagai permaisuri sekarang agar bisa menjadikan Dean sebagai raja dimasa depan.
Kekaisaran dalam cerita novel saat itu memang dalam perebutan kekuasaan. Dean dalam cerita berebut kekuasaan dengan pangeran ke dua
Herlis Phanes. Herlis merupakan anak dari permaisuri sebelumnya yang kini sudah
meninggal.
Dean mendapat dukungan dan bantuan penuh dari ibunya, sedangkan Herlis mendapat dukungan dari ibu suri. Namun ibu suri tak
melakukannya secara terang terangan.
Dean merasa terganggu awalnya. Namun untuk mencapai ambisinya, ia kemudian memanfaatkan sang antagonis. Tapi saat sang Heroin muncul, Dean mulai menganggap Serena sebagai pengganggu besar dan memutuskan pertunangan mereka saat debutante adiknya puteri ke empat Nathasya Phanes yang usianya berjarak satu tahun dengan Serena. Dean juga mempermalukan Serena.
Di akhir novel, gelar kebangsawanan Serena di cabut karena mencoba membunuh sang heroine dengan racun yang diketahui oleh Dean dan pengawal Arianda.
Serena tersenyum paksa melihat tunangannya yang kini berada di hadapannya. Dalam hati ia mengutuk kehadiran Dean.
‘’Kenapa kau berada diluar saat cuaca dingin? tanpa mengenakan pakaian hangat pula. Apa kau berniat membuat semua orang cemas
dengan tingkah konyol mu sekarang ini?’’ Terdengar jelas nada tak suka dari Dean.
‘’Maafkan saya pangeran. Saya tak bermaksud begitu. Hanya saja, saya sedikit bosan berada di dalam.’’
‘’Apa bosan menjadi alasan keluar tanpa pakaian tebal dan berakhir kau berbaring di ranjang karena terkena flu?’’
Mungkin orang yang mendengar itu akan berfikir Dean sangatlah perhatian. Namun tidak dengan Serena. Serena jelas tau sebenarnya Dean hanya malas menjenguknya ketika sakit. Bagi Dean itu sangat merepotkan.
Dalam hati Serena sudah tersimpan sumpah serapah untuk tunangannya itu. ‘tenang Serena, dia hanya anak kecil berumur 11 tahun. Jangan
sampai termakan emosi kau memiliki mental berusia 17 tahun. Ingat Serena ingat, ia hanya anak kecil.’ Batin Serena menenangkan diri.
‘’Ngomong-ngomong kepribadianmu menjadi lebih halus belakangan ini. Apa kepalamu terbentur sesuatu?’’ Dean berucap dengan nada mengejek.
Ingin rasanya Serena menenggelamkan Dean di kolam lumpur. Namun ia masih sayang nyawa dan keluarga.
‘’Terimakasih atas pujiannya pangeran.’’ Serena menjawab seadanya.
‘’Pangeran ke-3 anda disini, ada perlu apa kiranya hingga pangeran datang kemari?’’ Berlin datang dengan sebuah mantel ditangannya.
‘’Ah! Berlin. Aku datang untuk menemui duke Lexus.’’
‘’Ayah berada di ruangannya, apa perlu saya antar?’’
‘’Tidak terimakasih. Aku pergi dulu.’’ Dean pergi dengan seorang pengawal yang keberadaannya sama sekali tidak Serena sadari.
Serena dan Berlin membungkuk hormat mengantar kepergian sang pangeran.’’ Apa hubunganmu dengan pangeran ke-3 masih tak baik?’’ Kata Berlin sambil menyerahkan mantel ditangannya pada seorang pelayan.
‘’Ya begitulah kak. Sepertinya kami memang tak ditakdirkan bersama.’’
Berlin memasang wajah bingung. Ia sebenarnya sadar seminggu belakangan sikap Serena sangat berubah. Serena yang biasanya berisik menjadi pendiam. Yang biasanya setiap pagi ke toko untuk membeli pakaian baru mendadak malas pergi ke toko. Yang biasanya malas belajar mendadak menyukai buku dan
masih banyak perubahan lainnya yang membingungkan untuk di pahami oleh
orang-orang di kediaman mereka.
‘’Kenapa kau jadi pesimis begini?’’
‘’Entahlah. Hanya saja aku merasa pertunangan ini salah.’’
‘’Salah?’’
‘’Lupakan saja. Kak Lin boleh aku meminta sesuatu?’’ Serena memasang wajah paling imut yang iya bisa. Berlin yang memang lemah dengan adiknya itu hanya bisa mengangguk. ‘imut’ batinnya.
‘’Bisa kakak mengajariku bertarung?’’
Berlin melongo tak percaya dengan apa yang baru ia dengar. Meskipun di kehidupan dulu Serena sangat mahir bela diri dan menggunakan senjata, tetap saja dia perlu mengukur kemampuannya di dunianya sekarang.
‘’Untuk apa kau belajar bertarung? saat kau menikahi pangeran, kau punya banyak kesatria yang menjagamu dan tak ada yang bisa
menjamin kau memiliki sihir. kakak tak mau kau kecewa.’’
Ya! Di daratan ini, mereka yang memiliki kekuatan sihir tidak jarang namun untuk pengguna sihir cahaya dan kegelapan sangatlah langka. Berlin salah satu dari orang yang memiliki kekuatan langka itu. Dengan sihir
kegelapan yang ia miliki ia menjadikannya salah satu kesatria terkuat kekaisaran.
Bahkan bergelar jendral.
‘’Walaupun aku tak memiliki sihir seperti kakak, aku ingin menjadi kuat seperti kak Lin.’’
‘’Jika Serena belajar bertarung, waktu Serena untuk belajar tata krama wanita terhormat akan terganggu sayang.”
‘’Aku tak peduli. Aku tak berniat menjadi istri dari pangeran. Aku ingin menjadi kesatria hebat seperti kakak.’’
Berlian benar-benar tak percaya dengan apa yang ia dengar. Sungguh kah itu. Beberapa bulan yang lalu Serena sendiri yang memohon untuk dicarikan seorang guru tata krama agar bisa menikah dengan Dean. Sekarang ia
bilang tak berniat apa Berlin tidak salah dengar.
‘’tak berniat? kesatria?’’
‘’Iya. Aku mau menjadi seperti kakak. Tekat dan keputusanku sudah bulat tak bisa diganggu gugat.’’
‘’Serena jangan bercanda, bagaimana dengan....‘’
‘’Aku akan membatalkan pertunangan ku dengan pangeran ke-3.’’
‘’APA??’’
Berlin terkejut bukan main ‘’Serena kau jangan main main. Pertunangan itu bukan permainan yang bisa kau manipulasi sesukamu.’’
‘’Dan kelakuanmu ini jika didengar anggota kerajaan bisa-bisa kau dihukum.’’ Berlin menjadi sangat panik.
‘’Kak tenanglah.’’
‘’Tenang kau bilang.Serena dirimu sudah membuat kakak tidak tenang. Dalam kondisi seperti in-‘’
‘’Dengarkan Serena dulu. Aku tak mungkin membuat keputusan tanpa pertimbangan.’’
‘’Ya tapi kan....‘’
‘’Kak, percaya dengan ku. Semua akan baik baik saja ok?’’
Serena memeluk Berlin.’Percayalah kak. Aku takkan membiarkan Dean bahkan kekaisaran menyentuh keluarga kita. Meski aku bukan bagian dari keluarga ini, setidaknya tubuh ini bagian dari kalian.’
Berlin membelai pucuk kepala Serena lembut. ‘’Oke! kakak akan percaya. Tapi.... jika ada kesulitan jangan ragu mengatakannya pada
kakak.’’
‘’Baik.’’
Serena tersenyum manis ‘sayangnya aku takkan melibatkan keluarga ini sedikitpun
dalam rencanaku.’
‘’Serena coba lihat! salju sudah turun.’’
Serena langsung membalikkan badan. Matanyana berbinar’’ Kakak lihat saljunya sangat indah’’. Serena berputar-putar sambil sesekali menadahkan tangannya untuk menangkap butiran salju.
‘ Aku tak ingin ini berakhir dengan cepat. Aku masih ingin menikmati kasih sayang keluarga ini walau harus membohongi mereka. Maaf sudah egois.’
Serena menarik Berlin untuk bermain bersama. Udara dingin tak menjadi halangan untuk mereka bermain, terlebih lagi Serena ini adalah
salju pertama yang ia habiskan dengan sebuah keluarga.
‘Aku akan membuat keluarga kekaisaran membatalkan pertunangan dengan sendirinya tanpa melukai martabat keluarga kita.’
‘Berhati-hatilah lawan mu sekarang adalah kekaisaran Serena.’
Setelah puas bermain salju Serena dan Berlin masuk ke dalam rumah. Saat makan malam nanti Serena bermaksud mengutarakan maksudnya kepada kedua orang tuannya.
Dan kini hal yang ditunggu tunggu Serena tiba.
Matahari sudah lelah bertahta digantikan bulan dan bintang yang tertutup tebalnya awan salju. Dan di sinilah Serena duduk dimeja makan bersama keluarga barunya itu.Beberapa saat hanya keheningan yang ada hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan piring keramik hingga Serena membuka suara.
"Ayah, Serena mau berhenti belajar tata krama."
Duke yang sedang makan tersedak, duchess yang sedang minum menyemburkan minumannya sedangkan Berlin terlihat santai karna sudah mengetahui ini akan terjadi.
"Serena apa maksudmu?"Dukes bertanya kepada Serena dengan tatapan horor pada Serena.
“ Serena mau berhenti belajar tata krama ayah. Serena mau belajar bertarung dengan kak Berlin saja bolehkan?"
Serena menggunakan senjata paling ampuhnya yaitu memasang wajah se imut mungkin dengan nada memohon. Sedangkan ke dua orang tuanya memandang Berlin dengan tatapan membunuh sedangkan yang ditatap menggelengkan kepala seolah berkata 'Bukan aku'.
"Serena sayang medan pertempuran bukan sesuatu yang lucu. Ini bukan permainan. Resikonya sangat besar sayang." Duke Lexus
mencoba membujuk Serena.
"Itu benar. Bagaimana kalau kamu terluka?"
"Ayah, ibu Serena udah besar. Serena ingin bisa
jaga diri Serena sendiri gak harus dikawal kemana mana 'karna aku juga ingin
melakukan banyak hal rahasia gak mungkinkan aku bawa bawa pengawal yang ada
nanti kacau'. "Dan kalimat terakhir hanya terucap di pikiran Serena.
"Kalau aku sih bu setuju aja dengan Serena, sudah saatnya mengambil jalan yang dia mau. Bukan hanya kesenangan sesaat saja tapi
juga untuk kebahagian jangka panjang."
"Tapi Berlin kasus Serena ini berbeda. Serena itu masih suka main-main."
"Serena janji ayah. Kali ini Serena gak akan main main lagi."
Terdengar nada keseriusan saat Serena bicara. Duke menatap Serena berusaha mencari kebohongan dari tatapan Serena namun nihil.
Duke hanya bisa menghela nafas. jika sudah begini ia akan kalah telak.
"Baiklah Serena. Ayah izinkan. tapi... dengan
syarat patuhi semua kata- kata kakakmu."
"Baiklah, kalau sudah begini ya sudahlah ibu ikut saja."
"Terimakasih ayah, ibu!"
Serena turun dari tempat duduknya dan berlari kearah ayah dan ibunya di ciumnya pipi kedua orang tuanya. Lalu memutar meja ke arah
Berlin dan di cium juga pipi kakaknya itu.
"Kak Lin juga. Terimakasih!"
"Baiklah Serena habiskan makanan mu," ucap
duchess.
Serena kembali ke kursinya dan makan dengan lahap. Keluarganya bersyukur bisa melihat wajah ceria Serena lagi setelah seminggu di
gantikan wajah dingin dan murungnya itu. Setelah makan malam Serena kembali
ke kamarnya dan mengambil sebuah buku dan alat tulis.
"Rencana awal ku sudah berhasil. Sekarang aku
tinggal mengingat-ingat seluruh alur dan isi cerita." Monolog Serena.
Ia mengetuk ngetuk meja dengan degan alat tulis yang ia pegang sambil mengingat ingat part mana saja yang penting untuk kelangsungan hidup dirinya.
"Ah! Aku ingat dalam kilas balik cerita Arianda
dari umur 10 tahun belajar bertarung di kediaman pamannya bersama putri pertama
pamannya. Hal itu membuat iri putri kedua karena kedekatan Arianda dengan kakaknya,"ucap Serena sambil menulisnya di buku yang ia siapkan.
"Bukannya yang dimaksud itu keluarga Lexus?
Jadi kurasa aku akan punya teman tidak lama lagi."
Ucap Serena sambil tersenyum namun terdengar jelas nada dingin dan tak bersahabat dari ucapannya. Tiba tiba pintu kamar Serena
terbuka menampakkan Berlin dan seorang gadis pelayan yang pertama kali di temui
Serena.
"Kakak, Ane ada apa?"
Berlin masuk dan duduk berhadapan dengan Serena. Dengan secepat kilat Serena langsung menutup bukunya.
"Apa yang kau tulis?"
"Tidak ada. Hanya kegiatanku hari ini saja. Jadi
ada apa kak?"
"Kakak cuma mau bilang besok Ria akan datang dan belajar bela diri bersamamu. Ayah Ria Baron Idrus sudah meminta kakak untuk
melatihnya dan ayah menyetujuinya. Kamu tidak keberatan kan?"
'Sudah kuduga.'
"Tidak. Mungkin kalau aku berlatih sendiri akan
membosankan aku senang kalau aku punya teman berlatih." Lain di hati lain di lidah itu yang Serena rasakan sekarang. Hatinya menolak tapi keadaan tidak memungkinkan.
"Ya sudah kalau begitu istirahatlah mungkin dia
akan tiba esok pagi."
Berlin keluar kamar diikuti Ane namun sebelum itu Serena menahan Ane.
"Ane bisa tinggal sebentar?" Ane berbalik dan menghampiri Serena.
"Ya nona ada apa?"
"Bisa kulakukan sesuatu untukku?"
"Tentu nona." Serena mengkode Ane mendekat dan membisikkan sesuatu.
"Bisakan Ane?"
"Tapi nona untuk apa? Apakah ini perlu dilakukan? Ini cukup berbahaya untuk berhubungan degan mereka nona." Raut cemas
tergambar di wajah Ane.
"Percaya padaku. Kirimkan saja ini."
Serena menyerahkan sebuah surat pada Ane. Surat ber amplop coklat itu tampak sedikit lusuh namun tercium wangi parfum Serena
yang lumayan pekat.
"Baik nona akan saya laksanakan."
Ane keluar dari kamar Serena. "Mereka sangat
mudah ku mengerti karena aku berasal dari luar dunia ini. Asal aku sedikit bersabar dan mungkin sedikit pemaksaan jika diperlukan semua akan berjalan mudah. Aku tak boleh Sampai lengah sedikitpun."
"Tapi aku sungguh tak menyangka Arianda datang secepat ini. Aku harus memikirkan cara lagi menghadapi karakter utama ini."
Pagi telah tiba sebuah kereta kuda berlambang keluarga Baron Idrus memasuki pekarangan rumah Duke Lexus. Di depan pintu duke dan duchess Lexus sudah menunggu.
Dari dalam kereta kuda turun seorang gadis cantik di ikuti 2 orang pelayan wanita. Gadis itu berambut coklat lurus panjang, mata gadis itu berwarna biru langit yang indah, bibir gadis itu dilapisi perona bibir berwarna pink yang membuat wajahnya tampak sangat manis.
"Arianda memberi salam pada duke dan duchess," Ucap gadis itu membungkuk diikuti dua pelayan tadi.
"Tidak usah terlalu formal Ria kita keluarga panggil saja aku bibi Charon."
"Yasudah kita lanjutkan di dalam ayo Ria masuk."
"Terimakasih paman."
Merekapun masuk kedalam rumah. Serena memperhatikan kejadian itu dengan poker face miliknya dari jendela lantai dua 'memang benar-benar heroine, dia sangat cantik' batin Serena.
"Serena ayo turun sepupu kita sudah datang."
Berlin menepuk pundak Serena.
Serena langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi ceria lalu mengangguk. Berlin berjalan terlebih dahulu sedangkan Serena mengekor di belakang. Ekspresi wajah Serena kembali datar dan tatapannya penuh kebencian.
'Tak kan kubiarkan kau menghancurkan keluargaku Idrus.'
Flashback
Sepeninggalan Ane Serena menyimpan bukunya dan bersiap tidur. Ia merebahkan
badan di ranjang lalu menatap langit.
"Sebenarnya apa tujuan Baron Idrus meminta
putrinya berlatih di kediaman ini?"
Serena menutup matanya sejenak. Pikirannya melayang entah kemana hingga otaknya mengingat sesuatu yang janggal. Serena langsung terduduk.
"Tunggu. Aku ingat saat part kilas balik. Setelah
kedatangan Arianda di ibu kota bukankah keluarga Lexus selalu dalam keadaan genting mulai dari bocornya rencana pembangunan kerajaan yang di percayakan kepada ayah. Itulah awal mula Serena membenci Arianda sampai turunnya pangkat kak Berlin.
Saat itu kakak gagal memberikan intel lokasi perang. Kenapa bisa ya?"
Serena berfikir keras "tunggu saat itu kakak
bukanlah gagal hanya saja putra pertama keluarga Idrus Raphael idrus lebih
dulu datang memberi intel.
Saat itu Raphael lah yang di pilih menggantikan kakak dan Baron idrus naik pangkat. Jadi mengirim Arianda kemari adalah rencana Baron Idrus."
Serena memasang wajah mengerikan " Jadi sedari awal Arianda bukanlah heroine protagonis melainkan antagonis. Jadi kalaupun Serena dalam Novel membencinya itu bukan sesuatu yang salah. Salahnya sekarang kau
bermain kotor dengan ku Baron Idrus maka akan ku ikuti permainanmu Alphe Idrus.
Dan akan ku tunjukkan bagaimana cara menjadi antagonis yang sesungguhnya."
Serena menyeringai.
Flashback off
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!