Senin. Banyak orang yang bilang kalau hari Senin itu hari sibuk, hari terburu-buru, hari yang membuat malas, hari yang membuat badmood.
Banyak orang juga yang bertanya kenapa hari Minggu ke hari Senin begitu cepat, sedangkan hari Senin ke hari Minggu sangat lama. Tidak bisa kah ditukar?
Itu semua adalah pemikiran orang-orang yang enggak bisa move on dari hari Minggu. Masih ingin berlibur atau beristirahat dari segudang kesibukan yang telah dilalui dari hari Senin hingga Sabtu.
Sama seperti aku. Aku juga merasa hari Senin itu adalah hari yang horor. Aku harus bangun lebih pagi karena harus ikut upacara disekolah. Dihari biasa, aku bisa bangun di jam setengah tujuh. Bel masuk jam setengah delapan. Tapi tidak untuk hari Senin. Aku harus bangun lebih awal karena upacara dimulai pukul tujuh.
Entah rejeki atau memang sial, hari ini aku terlambat mengikuti upacara. Petugas pengibar bendera sudah bersiap menarik benderanya dan aku baru datang.
"Hey, kamu!"
Suara bariton itu otomatis menghentikan langkahku yang mencoba untuk masuk kedalam barisan secara diam-diam.
"Saya, Pak?" Tanyaku memastikan, sambil menunjuk diriku sendiri.
"Siapa lagi? Yang terlambat hanya kamu."
Aku menunduk. Menggigit bibir dalamku sambil menunggu hukuman apa yang akan diberikan kepadaku.
"Masuk barisan. Setelah ini kamu keruangan saya."
Aku menurutinya.
Dia Pak Angga. Angga Raditya. Guru olahraga yang merangkap sebagai guru BP. Masih muda. Saat perkenalan dulu dia bilang umurnya masih dua puluh tiga tahun.
Pak Angga adalah orang yang tegas. Berwajah dingin, jarang tersenyum, dan galak. Matanya setajam elang. Saat melihatnya, rasanya bulu kudukku berdiri semua. Serem.
Enam bulan Pak Angga mengajar di sini, belum pernah sekalipun aku melihatnya tersenyum. Entahlah, mungkin dulu waktu Allah membagikan urat senyum dia terlambat atau bahkan dia tidak datang.
"Awas nanti naksir. Enggak usah ngumpat dalam hati gitu."
Aku refleks menyenggol pinggang Karina sampai dia memekik, "aww"
"Sstt!! Berisik banget kamu!" Tegurku sedikit berbisik.
"Ehmm!!"
Ku tengok ke belakang. Ternyata Pak Angga masih berdiri di belakangku. Masih dengan wajah dinginnya. Bahkan terlihat lebih menyeramkan.
Gawat. Bisa jadi hukumanku akan ditambah. Semua gara-gara Karina.
🌺🌺🌺
"Farhana Aghnia,"
"Iya, Pak?"
Aku menunduk menghindari tatapan Pak Angga yang begitu menusuk seolah akan menerkamku setiap saat.
"Kenapa terlambat?"
"Ehmm.. Bangun kesiangan, Pak."
Matanya memicing kearahku.
"Tidak sholat subuh? Harusnya, setelah sholat subuh jangan tidur lagi."
"Saya lagi halangan, Pak."
"Saya nggak tanya!"
Rasain kamu, Hana! Malu nggak kamu, Hana?!
"Berdiri di lapangan dan hormat bendera sampai jam istirahat pertama!"
"Tapi.."
"Sampai istirahat kedua,"
"Sampai jam pulang!!"
Putusnya saat melihatku hendak memprotes ucapannya.
"Istirahat pertama aja, Pak."
"Now!!"
🌺🌺🌺
Cuaca pagi menjelang siang ini terasa begitu terik. Aku merasa begitu haus dan lapar. Tadi pagi aku belum sempat untuk sarapan karena sudah terlambat.
Salahku memang. Semalam terlalu asyik menonton drama Korea sampai larut malam.
Akhirnya, disinilah aku sekarang. Berdiri ditengah lapangan dan hormat kepada bendera.
Begitu kejamnya Pak Angga yang membiarkan aku seperti ini. Aku tidak akan memaafkanmu, Pak.
Tunggu, kenapa aku melihat kunang-kunang di pagi hari menjelang siang begini?
Tubuhku dan kepalaku rasanya juga berputar-putar. Ini kenapa ya Allah?
Kenapa semakin lama semakin gelap?
"HANA!!"
POV : Angga
Sudah menjadi tugasku di setiap hari Senin sebagai guru BK. Memastikan para siswa masuk tepat waktu, dan memastikan pakaian mereka rapi dan sesuai peraturan sekolah.
Setiap hari Senin pula aku harus datang lebih awal agar aku bisa meneliti penampilan para siswa dengan teliti. Banyaknya siswa di sekolah ini membuat aku harus memutar otak bagaimana mereka bisa tertib.
Tak sedikit siswa yang melanggar. Ada yang mengenakan sepatu berwarna putih atau warna lain di hari Senin. Ada juga yang tidak membawa topi maupun dasi. Ada yang datang terlambat dengan alasan yang bermacam-macam. Ada yang rambut mereka yang tidak tertata dengan rapi. Dan masih banyak lagi.
Upacara hampir di mulai, tapi ada salah satu siswi yang menyita perhatianku. Dia sedang berjalan mengendap-endap dan berusaha masuk ke barisan kelasnya.
Tanpa ampun, aku langsung menegurnya dan meminta dia untuk datang ke ruang BK setelah upacara selesai bersama siswa lainnya yang melanggar tata tertib pagi ini.
🌺🌺🌺
Untuk gadis yang tadi berusaha masuk ke dalam barisan dengan cara mengendap-endap, aku memberinya hukuman untuk berdiri ditengah lapangan dan hormat kepada bendera sampai jam istirahat pertama selesai. Itu karena dia sudah datang paling akhir.
Pagi ini aku tidak ada jadwal mengajar. Jadi aku bisa mengawasinya meskipun dari kejauhan.
Sebenarnya aku merasa kasihan. Pagi menjelang siang ini cuaca terasa begitu terik. Matahari tidak tanggung-tanggung memancarkan panasnya. Aku yang dibawah pohon saja merasakan panas. Apalagi gadis itu yang berdiri ditengah lapangan.
Tak apalah, aku hanya ingin memberikan efek jera untuknya. Hukuman seperti ini masih terbilang ringan.
"HANA!!"
Aku menoleh ke asal suara. Kulihat teman gadis itu berlari ke tengah lapangan.
Gadis itu pingsan?
Tanpa berfikir lagi aku langsung berlari mendekati mereka.
"Dia kenapa?" tanyaku pada teman gadis itu. Kulihat nametagnya tertulis nama Karina Larasati disana.
"Ini gara-gara bapak menghukum dia panas-panasan begini."
"Kenapa saya yang salah? Dia terlambat. Jadi harus dihukum."
"Udah. Pokoknya Pak Angga yang salah. Sekarang angkat Hana ke UKS, Pak."
Aku membawa gadis yang ternyata bernama Hana itu ke UKS. Membaringkan tubuhnya diatas ranjang UKS lalu memanggil petugas kesehatan.
"Dia belum sarapan Pak, sepertinya. Perutnya kosong, jadi dia merasa lemas."
Aku menghembuskan napas lega. Untunglah, pingsannya hanya karena belum sarapan, bukan karena sakit yang serius.
Aku merasa bersalah. Tapi mau bagaimana lagi? Dia juga bersalah karena terlambat.
🌺🌺🌺
"Kamu sudah sadar?"
Syukurlah dia sudah sadar. Baru saja aku kembali dari membelikan bubur dan teh hangat untuknya. Semoga setelah makan tenaganya bisa pulih, jadi dia bisa kembali mengikuti pelajaran.
Dia tidak menjawab. Mungkin dalam hatinya dia berkata, 'sudah tau kok nanya!'.
Aku meletakkan bungkusan bubur ayam dan teh hangat itu di atas meja.
"Makan!" Perintahku pada gadis itu.
Dia mencoba bangun, lalu menatapku dengan tatapan kesal.
"Bapak nyuruh makan orang apa ayam?"
Aku tersentak mendengar nada bicaranya yang terdengar ketus. Berani sekali gadis ini berbicara ketus pada gurunya sendiri. Ada dendam pribadi atau bagaimana?
"Menurut kamu?"
"Bapak makan aja sendiri."
Aneh sekali gadis ini. Dia yang salah karena terlambat kenapa dia yang marah? Bukannya aku yang harusnya marah dengan dia. Maaf, bukan marah. Maksudnya aku harus lebih tegas dengan dia.
Apa dia marah karena hukuman yang aku berikan? Rasa-rasanya bukan hanya dia saja yang aku hukum kalau ada yang terlambat saat upacara.
Tapi seingatku memang aku baru pertama kalinya menghukum gadis ini. Namanya siapa aku juga belum tahu. Aku tidak sempat memperhatikan name tagnya.
Dengan tertatih dia mencoba turun dari ranjang dan berjalan keluar. Tapi baru saja kakinya melangkah...
"Aduuhh.."
To be continue...
POV : HANA
Hal yang pertama aku rasakan saat membuka mata adalah pusing. Rasanya seperti ditimpa belasan kilo beras.
Bau obat-obatan juga tercium olehku. Sudah pasti aku berada di UKS.
Hal yang terakhir aku ingat adalah, aku melihat kunang-kunang di siang hari dan juga semuanya berputar-putar. Setelah itu, aku tak ingat apa-apa lagi.
"Kamu sudah sadar?"
Sebuah suara membuatku menoleh ke arah pintu. Ku lihat Pak Angga berjalan membawa satu kantong plastik dan satu gelas plastik berisi teh.
Dih, memangnya tidak lihat aku sudah membuka mata? Pakai tanya aku sudah sadar segala.
"Makan!" Perintahnya sambil meletakkan kantong plastik di atas nakas samping ranjang UKS.
Heran, ini guru tidak ada sedikitpun empatinya sama murid. Dia nyuruh makan orang kayak nyuruh makan ayam?
Aku memang belum sarapan. Mungkin itu penyebab aku bisa pingsan saat menjalani hukuman. Tapi aku masih punya harga diri. Aku juga tidak mau guru menyebalkan ini menjadi besar kepala karena aku menerima pemberiannya yang cara memberikannya saja sudah tidak sopan.
Ku coba bangun meskipun kepala masih terasa pusing. Semakin pusing saat melihat wajah menyebalkan guru satu ini.
"Bapak nyuruh makan orang apa ayam?" Seruku sambil menatap tajam ke arahnya.
Kulihat air mukanya berubah. Mungkin dia kaget melihat aku yang berani meninggikan suaraku dihadapannya.
"Menurut kamu?"
Serunya tak mau terlihat salah. Dia menantang pemirsaah..
"Bapak makan aja sendiri!"
Mungkin aku kurang sopan dengan guru satu ini. Tapi dia sebagai guru juga tidak ada lembut-lembutnya sama murid.
Menyebalkan! Heran, kenapa juga banyak siswi yang mengidolakan sosok satu ini?
Aku mencoba turun dari ranjang meskipun dengan tertatih.
"Aduuhh.."
Baru saja aku maju satu langkah tapi kakiku tersandung kaki kursi yang ada di samping ranjang.
Pak Angga menahan tubuhku yang hampir terjatuh dengan melingkarkan tangan kanannya ke perutku. Tangan kirinya memegang pundakku.
Sungguh, posisi ini benar-benar tidak nyaman. Bisa-bisanya jantungku berdebar di saat-saat seperti ini.
"Aww.. sakit, Pak." Aku memekik saat Pak Angga melepaskan tubuhku yang sudah pasti membuatku terjerembab ke lantai. Mungkin dia tersadar dari keadaan yang tidak seharusnya terjadi.
Alhasil, siku dan pinggulku yang jadi korban.
"Kenapa dilepasin, sih?" Protes ku sambil mencoba berdiri.
Ehm.. maksudku, kenapa aku tidak dibantu buat berdiri saat dia sadar sudah setengah memelukku. Bukan malah dilepas dan akhirnya aku jatuh.
"Kamu mau cari kesempatan biar saya peluk?"
Tuh kan, dia kepedean jadinya.
"Bapak kali yang cari kesempatan. Maksud aku kenapa harus dilepas, bukannya dibantu berdiri. Kan saya jadi jatuh, Pak."
"Salah kamu sendiri tidak memperhatikan jalan. Lagian kamu juga sok-sokan, belum pulih saja sudah gaya-gayaan mau jalan sendiri."
Oke. Pak Angga memang selalu benar. Jangan sampai 'salah' itu ada pada dirinya.
🌺🌺🌺
Setelah kejadian di UKS tadi, Pak Angga tetap memaksaku untuk makan.
Sebenarnya aku ingin menolak. Tapi ternyata perutku tak bisa diajak kerjasama.
Dan hal yang begitu memalukan, perutku berbunyi pertanda para cacing sedang dangdutan didalam sana meminta jatah. Dan hal itu didengar oleh Pak Angga.
Ku yakin dalam hatinya dia tertawa terbahak walaupun wajahnya tetap datar tak ada ekspresi sama sekali.
Perutku benar-benar lapar dan membuat kepalaku bertambah pusing. Jelas saja, selain drama Korea membuatku lupa tidur, drama Korea juga sukses membuat lupa makan.
Pak Angga juga mengingatkan aku untuk tidak menonton drama Korea lagi. Tidak ada faedahnya, katanya.
Entah darimana dia tahu penyebab aku terlambat. Mungkin dia asal menebak saja walaupun tebakannya 100% benar.
Sekarang, disinilah aku. Diruang kelas, hanya sendiri.
Setelah istirahat pertama adalah jadwal mengajar Pak Angga. Itu artinya mereka sedang berada di lapangan untuk praktek. Entah materi apa, aku tak tahu. Kali ini dia berbaik hati memberikan izin untukku. Jadi aku bisa memanfaatkan waktu untuk tidur menggantikan jam tidurku semalam.
🌺🌺🌺
"Heh! Enak banget tiduran dikelas. Yang lain tuh pada olahraga berburu nilai."
Aku tersentak mendengar meja tempatku merebahkan kepalaku digebrak oleh seseorang.
Kalian tahu rasanya saat tidur nyenyak tiba-tiba dikagetkan oleh sesuatu? Jantung rasanya berdebar-debar yang kencangnya lima puluh kali lipat.
Sudah ku tahu, pelakunya pasti Vera and geng. Berarti dan kedua temannya, Ega dan Amel. Mereka adalah ketua Angga fans club. Kumpulan orang-orang yang nge-fans berat sama Pak Angga.
Hebat itu Pak Angga. Tampang garang tak ada senyumnya saja bisa punya fans club.
"Kepalaku pusing, Ver. Tadi Pak Angga udah kasih ijin, kok. Kamu ngapain datang-datang bikin orang kaget?" Jawabku serak khas orang baru saja bangun tidur.
"Alah.. itu sih alasan kamu aja biar dapat perhatian dari Pak Angga. Pake pura-pura pingsan segala biar digendong-gendong Pak Angga."
Itu suara Amel.
Apa tadi dia bilang? Aku pura-pura pingsan agar bisa digendong Pak Angga?
Enak saja! Aku tak semurahan itu biar dapat perhatian dari Pak Angga.
Lagian buat apa aku cari perhatian Pak Angga?
"Ngaku kamu!" Gertak Ega.
Aku menghembuskan nafas pelan. Menghadapi makhluk-makhluk fanatik ini memang butuh banyak kesabaran. Harus main cantik.
"Kalian pengen ya digendong Pak Angga?" Godaku sambil memutar-mutar telunjukku didepan wajah mereka.
"Pastilah!" Jawab Amel spontan. Kulihat Vera menyenggol pinggang Amel pelan. Ku yakin itu karena Amel keceplosan.
Aku tertawa keras.
"Gampang, kok. Kalian tinggal datang terlambat, terus sama Pak Angga dihukum buat hormat bendera. Habis itu terserah kalian mau pingsan beneran apa bohongan. Tapi kalau kalian terlambat, aku yakin hukumannya bukan hormat bendera. Paling suruh bersihin kamar mandi sampai kinclong."
Aku langsung beranjak dari kursi dan berjalan keluar dari kelas tanpa menghiraukan mereka yang sudah berwajah kesal.
Masih bisa ku dengar dari luar kelas saat mereka mengumpat panjang lebar.
Memangnya aku peduli!?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!