NovelToon NovelToon

Dark Knight

Bab 1 Penjaga malam

Hujan turun sejak sore, membasahi atap rumah kontrakan kecil dua lantai yang setengahnya telah diubah menjadi ruang praktik fisioterapi sederhana. Plakat kayu bertuliskan “Mahaputra Fisio Center” tergantung miring di dinding depan, sebagian hurufnya telah pudar, seolah ikut lelah bersama pemiliknya.

Nolan Mahaputra duduk sendirian di ruang praktik, memandangi berkas-berkas yang tak lagi ada artinya. Meja kayunya penuh dengan tagihan—listrik, air, sewa rumah, bahkan sisa cicilan alat terapi yang belum lunas. Tak satu pun pasien datang hari ini. Seperti kemarin. Dan kemarin dulu.

"Ini bukan salahmu, Ayah..." gumamnya lirih, menatap foto usang di meja—seorang pria paruh baya berkacamata dengan senyum tenang, menggenggam tangan seorang wanita elegan dengan tatapan lembut.

Mereka. Dokter pasangan suami istri paling dihormati di tempatnya dulu magang. Dan sekarang... hanya kenangan yang kabur.

Kematian mereka dua tahun lalu—katanya karena kecelakaan—masih menusuk seperti pisau berkarat. Terlalu banyak yang janggal. Terlalu banyak yang hilang. Termasuk surat warisan dan semua aset. Dalam semalam, nama keluarga mereka berubah dari “teladan” menjadi “terbebani utang.”

Klinik ini pun berdiri dari sisa pinjaman kecil dan tekad yang mulai retak.

Dan kekasih yang dulu bersumpah akan mendampingi, pergi begitu saja. Tak ada pesan. Tak ada alasan. Meninggalkan lubang yang bahkan lebih dingin dari malam hujan ini.

“Huh...” Nolan mengusap wajah. Rasanya lelah. Lebih dari sekadar fisik. Hati yang penuh luka tak bisa dipijat seperti otot. Tidak ada terapi untuk kehilangan.

Suara pintu depan berderit.

Langkah masuk pelan. Basah. Berat.

Nolan bangkit. "Maaf, sudah tutup—"

“Masih sama... seperti dulu,” suara itu serak, tenang, dan penuh nostalgia.

Di ambang pintu berdiri pria dengan jaket hitam basah, tubuhnya bulat dengan perut buncit, mengenakan topi malam bertuliskan "SECURITY". Nolan menatap tajam sesaat, lalu matanya membesar.

“Pak Yana...?”

Pria itu tersenyum tipis. “Lama nggak ketemu, Lan.”

Nolan cepat menghampiri, membantu melepas jaket hujan pria itu. “Penjaga malam di kampus... dan teman Ayah.”

“Masih inget juga,” kata Pak Yana sambil duduk di kursi ruang tunggu. Wajahnya tak banyak berubah—hanya sedikit lebih lelah dari terakhir Nolan melihatnya.

"Ayahmu orang hebat," katanya pelan. "Tapi orang hebat pun kadang nggak bisa menang lawan takdir."

Nolan terdiam. Perkataannya menghantam langsung ke dada.

“Aku ke sini bukan cuma buat nostalgia,” lanjut Pak Yana. “Aku mau menawarkan pekerjaan.”

Nolan tersenyum kecut. “Saya bahkan nggak bisa mempertahankan pekerjaan saya sendiri, Pak. Klinik ini tinggal nunggu waktu.”

“Justru karena itu,” kata Pak Yana, membuka tas kecil dari kulit usang dan mengeluarkan jam saku tua berwarna hitam pekat, dengan ukiran simbol mata dan bulan sabit.

“Jadi penjaga malam,” katanya singkat, “di tempat lain.”

Nolan mematung. "Maksudnya?"

“Tempat yang bukan dunia ini. Tapi sangat nyata.”

Nolan menghela napas, mengira ini semacam guyonan spiritual atau lelucon. “Pak... saya lagi nggak mood bercanda.”

Pak Yana berdiri dan menyerahkan jam itu ke tangannya. “Jam ini akan berdetak saat waktunya tiba. Kalau kau setuju... jabat tanganku.”

Entah karena lelah, hampa, atau setengah gila, Nolan mengangkat tangannya.

Tangan mereka bertemu.

Dunia langsung terdiam.

Hujan berhenti di udara. Lampu klinik berkedip satu kali, lalu padam. Nolan terpaku. Tak bisa bicara. Tak bisa bergerak.

Suara Pak Yana terdengar dari arah yang tak terlihat.

"Selamat datang di tugas malam terakhirmu, Nolan..."

"Mulai hari ini... kau adalah Penjaga Malam."

[Sistem Terhubung: Sistem Penjaga Malam Diaktifkan]

[Sinkronisasi Dunia 2: Dimulai...]

Matanya terbuka.

Langit ungu.

Udara hangat.

Dan suara tangisan bayi… dua bayi.

Tapi hanya satu yang berada dalam pelukan ibunya.

Dan yang lain...

adalah dirinya.

Diselimuti bayangan.

Tersembunyi dari dunia.

Namun ditakdirkan untuk melindunginya.

Arthur Leywin… saudaraku.

Bab 2 Hukum spiritual

Langit ungu menyambut kesadarannya.

Nolan membuka matanya—atau lebih tepatnya, matanya yang baru. Tubuhnya mungil, nyaris tak bisa digerakkan. Napasnya pendek. Sekitarnya sunyi, kecuali satu suara yang menusuk jauh ke dalam nurani:

Ia menoleh—pelan, berat. Di kejauhan, samar, terlihat seorang wanita tengah menggendong bayi di pelukannya, penuh kasih. Pria berjubah berdiri di sisinya, mata mereka menatap anak itu dengan kehangatan luar biasa.

Arthur... bisik hati kecil Nolan.

Ia tak tahu bagaimana, tapi ia tahu. Bayi itu adalah Arthur Leywin—saudaranya. Dirinya sendiri... adalah saudara kembarnya.

Namun saat Arthur dipeluk dan diterima oleh dunia ini, Nolan justru tersembunyi.

Tubuhnya berada di tengah hutan berkabut ungu, berselimut daun dan kabut. Tidak ada ibu. Tidak ada ayah. Hanya... suara.

 

[Sistem Penjaga Malam – Aktif]

Selamat datang..

Protokol penjaga malam Dimulai...

Tubuh Sinkronisasi Level 1 Diaktifkan.

Lokasi: Dimensi Peralihan

Mentor Penjaga Malam: Tersummon...

 

Cahaya ungu berputar di atas langit hutan. Dari sana, muncul siluet manusia bertudung, tubuhnya dibalut bayangan hidup yang mengalir seperti kabut malam. Ia melayang turun, wajahnya tidak terlihat.

“Nolan Mahaputra,” suaranya berat namun teduh. “Kau telah terpilih. Kau bukan lagi manusia biasa. Kau... adalah Penjaga Malam.”

Nolan, dalam tubuh bayinya, hanya bisa menatap dalam diam. Tapi pikirannya... tetap sadar, matang dan sangat bingung.

“Aku tidak paham...” suara itu hanya dalam benaknya.

Siluet itu mengangkat tangannya, dan kabut di sekitar mereka menyusut, membentuk ruang pelatihan dimensi mini: seperti dojo kuno yang digantung di antara bintang dan kegelapan.

“Waktumu terbatas, dunia ini berjalan berbeda dari dunia aslimu, kita akan melatih mu. Membentuk tubuhmu dan mengaktifkan potensi terpendam mu.”

“Kenapa aku?”

“Karena kamu begitu tolol sampai mau menerima tawaran orang itu."

"Maksud mu pak Yana?"

Pria itu tertawa terbahak bahak sebelum menjawab. "Siapa lagi orang iseng di alam semesta ini yg akan mengirim mu ke dunia lain, aku yakin dia pasti sedang menikmati harinya dengan bersantai di tempat tidur sambil tertawa kecil mengingat rencana jahilnya pada mu berhasil."

Nolan mengutuk pak Yana dalam pikirannya tapi dalam tubuh bayi dia menunjukannya dengan menangis kencang yg membuat mentor sangar di depannya kembali tertawa terbahak bahak.

Waktu berlalu dengan aneh di dimensi itu. Tubuh bayi Nolan tumbuh lebih cepat dari normal, namun pikirannya tetap utuh. Ia menjalani latihan dari berbagai aspek:

Fisik penjaga malam: bagaimana bergerak tanpa suara, bersembunyi tanpa terdeteksi, dan bertarung tanpa jejak

Penyembuhan Gelap: teknik terapi unik berbasis energi malam yang bisa memperbaiki luka dalam waktu singkat, kemampuan ini tersinkronisasi ke dunia nyata

Perpindahan Dunia: sistem mengajarkan cara keluar masuk antara dunia TBATE dan dunia aslinya — hanya bisa dilakukan saat tidur dan stabil

 

Suatu malam dalam pelatihannya, sebuah cermin muncul di tengah ruang kabut. Di sana... terlihat Nadia.

Adiknya.

Sedang duduk sendiri di kamar kecil, menangis dalam diam. Nolan yang menyaksikannya, mengepalkan tangan.

“Aku... harus kembali.”

Sistem menjawab.

 

[Fitur Sinkronisasi Dunia Aktif – Mode dua Arah]

Penguasaan dan pemahaman energi: 100%

Kembali ke dunia asli: Diizinkan

Transfer kemampuan: Penyembuhan Dasar disinkronkan

Tubuh Nolan bergetar, dunia mulai berputar, cahayanya berbalik, suhu hutan kabut menipis dan dirinya... terbangun.

Nolan tersentak dari tidurnya, Jam di dinding menunjukkan pukul 03:03 dini hari. Ruangan gelap, tapi tubuhnya... terasa berbeda. Lebih ringan, lebih tajam, ada kekuatan mengalir di balik kulitnya.

Ia turun ke lantai bawah dan menemukan Nadia tertidur di sofa, wajahnya sembab. Ia menggigil dalam tidur.

Tanpa berpikir panjang, Nolan duduk di sampingnya dan menyentuh bahunya. Tangannya menyala sedikit kehitaman, hangat, seperti bayangan yang hidup.

Nadia terdiam, nafasnya stabil, Nolan menggenggam tangan adiknya lebih erat.

"Kalau aku bisa bawa kekuatan ini ke dunia asli..." pikir Nolan, "maka aku bisa... mengubah semuanya."

 

Pagi itu, sinar matahari menerobos jendela rumah kontrakan kecil milik Nolan Mahaputra. Ia terbangun dengan perasaan asing—tenang, tapi dalam. Ada sensasi seperti ruang terbuka luas di belakang matanya, seolah dunia spiritual mengintip dari balik dunia nyata.

Pertemuannya dengan Pak Yana baru terjadi tadi malam di dunia ini tetapi di dunia lain dia sudah merasakan bertahun tahun hidup dari bayi kecil sampai menjadi bocah 10 tahun dan sejak malam itu… ia bisa melihat energi.

Nolan berdiri, berjalan ke depan cermin. Matanya memandangi wajahnya sendiri tapi di balik itu, ada kilatan bayangan halus, seperti arus air berpendar ungu. Bukan pantulan. Tapi lapisan energi yang tidak bisa dilihat sembarang orang.

“Segala sesuatu yang padat… bermula dari halus,” suara sistem menggema samar di pikirannya.

“Segala penyakit, luka, dan derita lahir lebih dulu dalam bentuk energi di dimensi spiritual.”

Nolan turun ke bawah, dan seperti biasa, Nadia sudah bangun lebih dulu. Adiknya itu sedang memasak bubur sederhana.

“Kak, kamu kelihatan lebih… bersinar pagi ini,” ucap Nadia sambil mengaduk perlahan.

Nolan tersenyum. “Mungkin karena tidur tanpa celana dalam.”

"Pffftt..." Nadia hampir tertawa, dia secara refleks melempar spatula kayu ditangannya ke arah Nolan yg dengan santai di tangkap tanpa menoleh.

Bagi Nolan hal ini biasa biasa saja mengingat bagaimana pelatihan yg dia alami di dunia lain tapi beda halnya dengan Nadia.

"Apa otong mu di gigit laba laba karena tidur tanpa celana dalam?"

"Apa maksud mu?" Nolan jelas bingung dengan ekspresi Nadia yg terlihat sangat terkejut tetapi Nadia menjawabnya dengan melempar berbagai hal yg ada di sekitarnya ke arah Nolan yg tentu saja di tangkap dengan mudah olehnya.

"Lihat sendiri, kamu sudah menjadi spider Otong." kata Nadia dengan tatapan berbinar binar.

"Maksud mu Spiderman?"

"Spiderman digigit di bagian bahunya, karena yg di gigit Otong mu maka jadi spider Otong."

Nolan kesal, alisnya berkedut dan bergegas menangkap Nadia untuk di beri pelajaran. Canda singkat di pagi hari sedikit meredakan masalah yg mereka hadapi.

Mereka makan bersama, hening, tenang tapi Nolan tahu, masa sulit belum usai. Tagihan masih menumpuk, Klinik masih sepi, harapan belum cukup.

Namun kali ini, dia punya alat baru—sebuah sistem yang memberinya kekuatan untuk melihat apa yang tak kasat mata, dan menyembuhkan bukan hanya tubuh... tapi akar spiritual penyakit.

Sekitar jam sebelas siang, seseorang mengetuk pintu depan klinik.

Pria tua dengan tongkat kayu dan tubuh membungkuk perlahan masuk. “Maaf, saya dengar dari Pak Roni… klinik ini bisa bantu sakit yang susah sembuh?”

Nolan tersenyum ramah. “Silakan duduk, Pak.”

Begitu pria itu melepas jaket dan duduk di bangku periksa, Nolan langsung melihatnya.

Punggung bawah pria itu dililit energi hitam kusam, seperti akar luka yang membusuk. Tidak terlihat oleh orang biasa, tapi bagi Nolan, bentuknya sangat jelas. Ia tahu… ini bukan hanya “sakit saraf” biasa.

'Ternyata benar, segala hal di dunia fisik merupakan cerminan dari dunia spiritual. Energi hitam ini sudah lama memadat hingga akhirnya mewujudkan penyakit secara fisik.' Gumam Nolan dalam hati

Nolan menutup mata sejenak, lalu membuka tangannya di atas punggung itu. Ia tidak menyentuh kulit tapi energi dari telapak tangannya bergerak menyerap, menetralisir, membersihkan energi gelap tersebut.

Pria itu mengerang pelan lalu mendesah.

“Seperti ada aliran hangat yg masuk ke tulang.”

Nolan menyelesaikan sesi dengan teknik fisioterapi manual, kombinasi itu membuat rasa nyeri pasien hilang dan kondisi sedikit membaik.

 

Dua hari kemudian, dua pasien baru datang lalu tiga lalu lima.

“Istri saya bisa tidur nyenyak lagi padahal udah langganan migrain.”

“Saya cuma terapi sekali, langsung enak napasnya…”

Nolan tetap tenang tapi dalam hati ia tahu: ia sedang membangkitkan kembali warisan ayahnya.

Namun kali ini… dengan kekuatan yang bahkan ayahnya pun tak punya.

Nadia memperhatikan semua itu sambil tersenyum bangga. Ia juga merasa sedikit lega, untuk pertama kalinya dalam setahun terakhir harapan mulai tumbuh.

Malam harinya, Nolan membuka kembali tumpukan arsip tua milik orang tuanya. Ia mulai mencari rekam medis yang aneh atau kasus yang terlalu rumit untuk ditangani secara medis biasa.

Salah satu folder berjudul “Laporan Internal - Kasus Energi Tersumbat (Privat)” membuatnya penasaran.

Di dalamnya: laporan tentang beberapa pasien dengan gejala kronis misterius—tidak ditemukan gangguan fisik, tapi secara klinis menderita berat.

Ada satu kasus yang menarik:

“Pasien menunjukkan respons positif setelah dilakukan pendekatan dengan alat alat biomekanik terutama terapi menggunakan gelombang mikro yg kemungkinan besar akar masalah berada di lapisan energi.”

“Catatan lapangan: pembacaan energi dilakukan bersama asisten—Arya Prasetyo.”

Nolan menegang.

Arya Prasetyo.

Teman kuliah, Sosok ambisius, cerdas, tapi dingin. Terakhir Nolan tahu, Arya bekerja di bidang biomedis dan penelitian. Mereka sempat dekat, tapi kemudian jarang berhubungan.

Namun yang paling mengejutkan… Arya dulu sering berada dekat dengan mantan kekasihnya. Perempuan cantik, pintar, dan memesona—lulusan ekonomi bisnis yang berhasil memikat banyak pria. Termasuk… Arya.

Nolan menutup map itu dengan rahang mengeras.

“Apa Arya… pernah bekerja dengan ayah dan ibu?

"Kenapa dia tak pernah bilang?”

“Dan kenapa laporan-laporan ini disembunyikan… tidak masuk dalam berkas resmi klinik?”

Kecurigaan mulai tumbuh. Bukan hanya tentang Arya… tapi tentang tragedi yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.

Di teras rumah sore itu, Nadia duduk bersila sambil menyeruput teh. Nolan duduk di sebelahnya, masih memikirkan nama itu Arya Prasetyo.

“Klinik makin rame,” kata Nadia pelan.

“Iya dan itu baru awal,” jawab Nolan.

“Kak… kalau nanti kita sukses, kamu mau cari tahu soal orang tua?”

Nolan menoleh. “Iya Aku janji, kita bakal tahu siapa yang bikin keluarga ini hancur.”

"Kak, apa kamu sudah tahu cara menembakan jaring dari tangan mu?" Tanya Nadia dengan tatapan polos.

"Jangan mulai, jelas tidak mungkin." Nolan menjawab tegas tetapi Nadia menunjukan reaksi terkejut seakan dia tahu sesuatu.

"Kak, mungkin saja jaringnya keluar dari lubang yg lain. Kamu kan spider Otong bukan spider man."

Nolan merasa adiknya perlu di beri beberapa pelajaran jadi dia dengan santai menjawab. "Jika kamu tahu caranya, silahkan tunjukan."

"Dasar kakak mesum!!!" Nadia langsung melarikan diri membuat Nolan tertawa puas.

Bab 3 Pertemuan

Tiga minggu telah berlalu sejak pasien pertama mulai datang. Klinik kecil Nolan perlahan-lahan berubah. Masih sederhana, masih menyatu dengan rumah kontrakan, tapi kini tidak lagi sunyi.

Ada ketukan pintu hampir setiap pagi. Pasien datang bergantian, sebagian besar dari rujukan mulut ke mulut. Nadia sampai membuat sistem pendaftaran di Google Form sederhana agar antrean tidak kacau.

Tapi siang ini berbeda. Seorang pria paruh baya dengan setelan jas datang diantar sopir. Wajahnya tirus tapi bersih. Sikapnya tenang dan dari cara ia memegang tongkat, Nolan langsung tahu: ini bukan pasien biasa.

“Selamat siang,” sapa Nolan sambil mempersilakan masuk.

Pria itu duduk perlahan. “Saya dengar banyak dari rekan saya… dan dari putri saya. Pinggang saya tidak pernah pulih meski sudah terapi di rumah sakit besar.”

Nolan mengangguk, Ia tidak langsung menyentuh. Matanya menatap punggung pria itu dan… seperti biasa, ia melihatnya.

Energi mengendap pekat, seperti batu lumpur hitam yang tertanam di dasar sumur.

“Boleh saya mulai?”

Pria itu hanya mengangguk. Terapi dimulai.

Dan tiga puluh menit kemudian, pria itu berdiri walaupun masih dengan tongkat tapi pijakannya terlihat lebih stabil seakan tongkatnya kini hanya memberi sedikit bantuan.

Ia menoleh, matanya sempat berkaca-kaca.

“Terima kasih. Saya belum pernah merasa ringan seperti ini.”

Beberapa jam setelah pria itu pergi, Nolan sedang merapikan alat terapi ketika pintu depan berbunyi lagi.

Seorang wanita berdiri di sana. Rambut hitam sebahu terikat rapi. Setelan blouse putih dan celana panjang formal mempertegas posturnya yang tegap dan penuh wibawa. Di balik kacamata tipis, mata tajamnya mengamati ruangan kecil itu.

“Maaf. Ini tempatnya Nolan Mahaputra?” tanyanya sopan.

“Iya, saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?”

Wanita itu tersenyum singkat. “Saya Karisa. Karisa Prameswari. Ayah saya baru saja dari sini.”

Nolan membungkuk ringan, sedikit terkejut. “Pak Daryono?”

“Ya. Beliau pulang dan berkata jika tubuhnya terasa lebih ringan… itu kejutan bagi saya. Lebih dari semua biaya pengobatan kami sebelumnya.”

Nolan tidak tahu harus merespons bagaimana. Karisa melangkah masuk tanpa diminta, memperhatikan setiap sudut ruangan.

“Maaf, klinik kami masih sangat sederhana,” ujar Nolan.

“Saya justru kagum” kata Karisa. “Anda menyembuhkan orang tanpa alat canggih tapi... apakah Anda punya rencana jangka panjang?”

Nolan menatapnya sejenak. “Saya... ingin membesarkan tempat ini. Menambah ruang, alat dan tenaga bantu tapi, saya belum punya modal.”

Karisa mengangguk. Lalu ia mengeluarkan tablet dari tasnya dan mulai mengetik sesuatu.

“Saya pemilik PT Prameswari Abadi, salah satu penyedia bahan baku medis dan farmasi untuk rumah sakit swasta.”

Nolan terdiam. Nama itu... pernah ia dengar dari berita bisnis.

“Dan saya tertarik untuk berinvestasi pada klinik Anda.”

Karisa duduk berhadapan dengan Nolan dan Nadia di ruang tamu klinik. Di atas meja kecil, Karisa membentangkan proyektor mini yang menampilkan grafik, rencana renovasi, dan potensi ROI (Return on Investment) dalam 6 bulan ke depan.

“Dengan peningkatan fasilitas, tambahan ruang, dan sedikit sentuhan manajemen, klinik ini bisa melayani 30 pasien per hari. Itu berarti... peningkatan penghasilan 400% dalam tiga bulan,” jelas Karisa.

Nolan mengangguk pelan. Ia paham bisnis, tapi tak pernah menyangka harus terlibat sedalam ini.

Nadia menatap kakaknya. “Kalau Kakak bisa nolong lebih banyak orang dan tetap jadi diri Kakak... aku dukung.”

Karisa lalu menatap Nolan langsung. “Tapi saya punya satu syarat.”

Nolan mengangkat alis.

“Jika saya berinvestasi, Anda tidak boleh bekerja sama dengan rumah sakit atau perusahaan mana pun tanpa persetujuan tertulis dari saya.”

Nolan termenung. “Kenapa?”

Karisa tersenyum samar. “Karena saya tahu apa yang terjadi jika kekuatan seperti ini jatuh ke tangan yang salah. Dunia medis kadang... bukan dunia penyembuhan. Tapi bisnis.”

Nolan menatap wanita itu dalam-dalam. Kata-katanya... seolah mengandung pengalaman pribadi yang dalam.

“Ada banyak yang ingin menguasai sesuatu yang tidak mereka mengerti, Pak Nolan . Jangan biarkan kemampuan Anda jadi alat komersil yang menghilangkan makna dibalik ilmu kedokteran.”

Dan di saat itulah Nolan merasa: Karisa bukan hanya investor.

Dia adalah seseorang yang tahu sesuatu.

Dalam waktu kurang dari dua minggu, renovasi dimulai. Ruang terapi diperluas, meja depan diganti, bahkan sistem antrean dan pembayaran mulai menggunakan aplikasi buatan tim Karisa sendiri.

Pasien semakin banyak. Sebagian datang dari luar kota. Dan semuanya merasa… aneh tapi nyaman. Beberapa bahkan menyebutkan bahwa saat terapi, mereka merasa seperti “beratnya hidup ikut terangkat.”

Nolan menyimpan semua itu dalam hati. Ia tak pernah menjelaskan soal penglihatan spiritual atau energi gelap. Tapi yang ia tahu, semakin banyak orang sembuh, semakin terasa bahwa dunia ini… benar-benar butuh cahaya.

Malam itu, Nolan menatap langit dari atap klinik yang baru saja direnovasi. Di sebelahnya, Nadia duduk membawa dua gelas teh jahe hangat.

“Kayak mimpi, ya?” gumam Nadia.

Nolan mengangguk. “Tapi ini baru permulaan.”

“Kamu percaya sama Bu Karisa?”

“Aku percaya... dia tahu lebih banyak dari yang dia katakan. Tapi selama dia jujur dan niatnya baik, aku akan pegang kerja sama ini.”

Nadia menatap langit. “Kamu nggak takut?”

Nolan tersenyum tipis.

“Aku lebih takut... kalau aku berhenti.”

 

Sistem Penjaga Malam – Ringkasan Sederhana

Konsep Dasar Penjaga Malam

Sebuah sistem yang hanya aktif saat pengguna tertidur di dunia nyata.

Menghubungkan dua dunia: Dunia Nyata dan Dunia TBATE.

Komponen Utama Sistem

Antarmuka (HUD)

Menampilkan Level Kekuatan, Level Mana, dan Notifikasi Sinkronisasi.

Skill Tree

Physical: Serangan bayangan, kecepatan.

Stealth: Siluman, penglihatan jarak jauh.

Healing: Penyembuhan spiritual.

Magic: Perisai bayangan dan area kontrol.

Inventory

Menyimpan item spiritual: Shadow Dust, Healing Orb, Fragmen Artefak.

World Link

Sinkronisasi transfer skill dan item antara dua dunia.

Level dan Progression

Level Kekuatan (1–100)

1–10: Novice Knight

11–20: Knight Apprentice

21–30: Knight Adept

31–40: Knight Elite

41–50: Shadow Warrior

51–60: Dark Blade

61–70: Phantom Knight

71–80: Warden of Dusk

81–90: Silent Sentinel

91–100: Dark Knight Master

Level Mana (1–100)

1–10: Mage Pemula

11–20: Mage Dasar

21–30: Mage Menengah

31–40: Mage Lanjutan

41–50: Caster Elite

51–60: Arcane Adept

61–70: Arcane Warrior

71–80: High Arcanist

81–90: Shadow Sage

91–100: Spirit Dominator

Cara Mendapatkan XP dan Mana

XP Kekuatan diperoleh saat Nolan :

Melakukan latihan fisik atau bela diri

Bertarung atau membunuh makhluk di dunia lain

XP Mana diperoleh saat Nolan :

Menggunakan kemampuan spiritual untuk penyembuhan atau proteksi

Meditasi atau belajar energi spiritual

Menghadapi kondisi tekanan mental atau spiritual tinggi saat berjaga

Skill & Mekanik Sederhana

Physical : Shadow Strike » Abyss Strike

Stealth : Shadow Step » Invisibility Shroud

Healing : Night Cleanse » Soul Restoration

Magic : Phantom Shield » Nightfall Embrac

Batasan & Risiko

Sistem aktif hanya saat pengguna tertidur.

Skill berlebihan di dunia nyata menyebabkan kelelahan.

Transfer item misterius memerlukan ruang penyimpanan sistem.

Nama pengguna rahasia: identitas tidak boleh terungkap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!