Hai perkenalkan, nama gue Fiza. Gue anak tunggalnya pak Arbani Malik. Jenis kelamin gue? Gue adalah seorang androgini. Soalnya gue males harus menjawab pertanyaan orang - orang yang mempertanyakan penampilan gue yang mirip cowok. Selain kurus, tinggi, langsing, dada gue juga rata. Itulah kenapa gue nyaman - nyaman aja menjadi seseorang yang ambigu.
Umur gue? 24 tahun.
Pendidikan terakhir gue adalah DO Dari Fakultas Sastra jurusan Bahasa Jawa.
Pekerjaan gue? Sebenarnya gue malu untuk mengatakan jika gue adalah seorang pengangguran. Hanya kadang - kadang diajak manggung oleh Bobby and the gank untuk tampil di event SMA atau kampus, dan ngeband di sebuah klub. Tapi kami hanya tampil setiap hari Sabtu dan Minggu.
Yep, gue vokalis band lokal yang nyanyiin lagu - lagu hardcore. Kata Bobby sih karena tampang gue cocok untuk menjadi vokalis lagu - lagu cadas. Ucet dah, padahal di kampus dulu sebelum gue di DO, gue sering diminta dosen untuk tampil menyanyikan lagu - lagu karawitan.
"Yen ning tawang ana lintang... aku ngenteni tekamu."
Itulah lagu yang dulu sering gue nyanyikan.
Seperti hari ini, gue sedang latihan ngeband bersama Bobby and the gank. Gue dipaksa untuk menyanyikan lagunya Avril Lavign. Setelah satu jam berteriak - teriak, gue pun istirahat karena merasa pita suara gue mau putus. Andai gue nggak batuk - batuk karena tenggorokkan kering, Bobby pasti masih memaksa gue untuk nyanyi.
Gue istirahat dan minum sebotol air mineral yang langsung tandas dalam beberapa kali tegukkan. Tersiksa banget gue. Aslinya gue ingin keluar dari band nya Bobby, tapi dengan alasan susah nyari vokalis pengganti, mau nggak mau gue harus mau menjadi vokalisnya Bobby and the gank.
Kadang gue iri dengan para biduan dangdut. Nyanyi nggak harus teriak - teriak seperti gue, tapi duit honor manggungnya gede. Belum sawerannya. Hais...
Sayang penampilan gue kagak lulus seleksi jadi bintang pantura.
"Pantat lo tepos, dada lo rata. Bisa - bisa orkes melayu gue sepi job gara - gara lo!"
Bisa gue bayangin Pak lik OM Palapa kalap dan mengusir gue gara - gara nggak bisa mengejar target setoran. Huweee....
"Lo mau, Za!"
Bobby mengulurkan sebatang rokok yang tadi sempat dihisap bareng - bareng alias satu untuk semua. Maklum..., tanggal tua. Sepi job.
Gue mendelik ke arah Bobby. "Slompret lo Bob, tenggorokkan gue udah kesulitan nelen biji kedondong malah nawarin gue rokok. Sisa pula. Kalau masih utuh sih gue mau!"
Bobby menonyor pala barbie, eh kepala gue.
"Ngelunjak lo!"
"Maksud gue, gue nggak mau ngerokok, *****! Kecuali gue lo pensiunin dari posisi vokalis band lo!"
"Jangan menyalahkan rokok, bray! Lo tahu Krisdayanti, Almarhum Chrisye, dan Hyde? Beliau - beliau ini adalah vokalis yang juga perokok berat. Lo baru vokalis ecek - ecek aja belagu!"
Aih..., sensi banget gue dibilang vokalis ecek - ecek. Sia - sia gue berteriak - teriak dan menghafal lagunya Avril. Mending nyanyiin lagunya Soimah,Sob!
Bodyku hok'a hok'e. Suaraku hok'a hok'e.
"Beneran nih Bob? Lo ngejek gue, gue cabut dari band Lo. Terserah Lo mau cari vokalis baru atau Lo sendiri yang jadi vokalis, gue nggak peduli!"
Gue ngambek, jadi gue putuskan untuk pulang kerumah.
Bobby menarik tangan gue dan memohon - mohon supaya gue nggak sungguh - sungguh hengkang. Ya iyalah, nyari vokalis se charming gue mana ada? Tampang gue ini jadi candu plus pelet anak - anak SMA, supaya mereka selalu mengundang band kita tiap mereka ngadain pensi atau event.
"Gue mau pulang sekarang. Bokap gue sakit. Yuk ah!"
Gue menepis tangan Bobby, kemudian menuju motor bebek tahun 80 milik bokap gue.
Soal bokap gue sakit, iyep bener. Bokap gue akhir - akhir ini sering banget masuk angin. Mungkin karena faktor usia juga sih.
"Ati - ati ya, bray!"
Gue hanya melambai tanpa menolehkan kepala. Lalu segera tancap gas dengan kecepatan 20 km per jam mengendarai motor tua bokap gue. Icikiwir...
"Hai cakep, godain kita dong...!
Saat sedang dalam perjalanan, serombongan cewek - cewek yang naik jeep terbuka menggoda - gado gue.
"Abang cakep sih, sayang motornya kagak!"
Lalu terdengar suara tawa centil khas cabe - cabean yang minta gue sleding kepalanya.
Cuih...! nyolot banget ni cewek, bikin gue kezel. Bisa gue pastiin cewek yang menghina dina gue ini tipe - tipe lambe julid, mentang - mentang anak horang kayah. Gue jadi ingin menatar mereka ikut jurik malam di lawang sewu deh. Siapa tahu tawa mereka berhasil mengusir para dedemit yang bersemayam di tempat itu. Dengan syarat itu cabe - cabean menang gertak.
Mobil jeep itu masih berjalan pelan - pelan mendampingi motor tua gue.
"Hus.. hus.. hus... buruan pergi!"
Gue mengayun - ayunkan kaki kanan gue buat ganti tangan kanan yang sedang pegang gas motor. Gue seolah - olah mengusir mereka agar segera menjauh.
Akhirnya jeep itu melesat dengan tawa membahana seluruh penumpangnya.
"Gue doain mobil kalian mogok bwehhh....!"
Gue mencibir.
1 km berikutnya gue melihat mobil jeep itu berhenti di pinggir jalan dengan semua penumpang turun ke tepi jalan. Mobilnya mogok beneran, euy... Gue tertawa terkekeh.
"Sukurin...!"
Gue nyaris menabrak, ketika salah satu cewek rombongan jeep tadi tiba - tiba menghadang gue. Gue langsung ngerem mendadak.
"Slompret, lo mau bunuh gue hah!"
Gue bentak si cewek yang menghadang gue. Ternyata oh ternyata, dia adalah cewek yang tadi mulut julidnya nyinyir menghina - dina gue.
"Maafin gue, Bang! Boleh nggak kita minta tolong Abang buat manggilin teknisi?"
"Lah, Lo - Lo pada kan punya hengpong!"
"Batereinya habis semua bang, tadi dipake buat selfie - selfie di Tawangmangu."
"Minta tolong orang laen aja!" Gue menolak. Gue mesti buru - buru pulang. Sudah sore nih, gue mesti masak untuk bokap gue.
"Abang tuh, cowok cakep tapi nggak gentle. Nolongin cewe aja nggak bisa!"
Gimana gue bisa gentle coba? Gue kan cewek. Sudut bibir gue berkedut - kedut menahan tawa yang nyaris meledak. Gue kudu nabung ini untuk biaya operasi ganti kelamin.
"Okeh! Entar kalau gue ketemu bengkel, gue mampir untuk memberi tahu montirnya supaya kesini!" janji gue. Lalu gue bersiap untuk cabut.
"Gue ikut!" Si julid melangkah mendekati gue dan langsung nangkring di boncengan motor.
"Eeee... ngapain ikut!"
Gue dilanda kepanikan. Apalagi itu cewek sudah mendekap gue dengan erat di jok motor bebek yang sempit ini. Gue sempat ngerasain punggung gue menyentuh bukit kembarnya yang montok. Sumpeh... gue iri. Punya gue kan trepes.
Gue jadi galau. Oplas ganti kelamin atau gedein ***** aja ya? Ada yang mau bantu ngasih masukan? Yak polling dimulai! Haisss... kenapa gue jadi makin ngelantur ya?
Mau nggak mau, gue ngeboncengin itu cewek ke bengkel terdekat yang gue lewati.
"Tuh bengkel, Lo sendiri aja yang ngomong sama montirnya. Trus baliknya minta dianter montir. Gue cabut dulu yaw!"
"Eee... Bang, jangan ninggalin gue dong. Ntar kalau gue gimana - gimana trus gimana?"
Uluh.. uluh... bahasanya beribet amat.
"Ya terserah! Kan lo yang maksa ikut!"
Gue paksa itu cewek turun dari motor gue.
"Abang ih.... nggak gentle!" Itu cewek merajuk.
Ingin gue bilang ke itu cewek kalau merajukknya salah sasaran. Seharusnya dia merajuk sama mas - mas montir yang laki - laki tulen bukan gue yang cowok abal - abal. Gimandose?
"Gue mau pulang, serius ini gue buru - buru. Bokap gue sedang sakit, beib!"
Gue keluarkan jurus rayuan pulau kelapa gue, biar meleleh hati tu cewek.
Tuh beneran kan, wajahnya blushing. Malu dia!
"Entar, Bang! Gue bilang ke montir. Habis ini gue ikut Abang pulang buat bantuin ngerawat bokapnya abang!"
"Lah ngapain bantu gue ngerawat bokap. Gue sendirian juga bisa!"
"Namanya juga usaha, Bang. Biar lolos seleksi jadi calon mantu!"
Si cewek berkedip manjah ke arah gue.
Astaga...!
Tbc
Hai, gue Yuna anaknya pak Harsono. Gue siswi kelas X jurusan IPA di sebuah sekolahan bergengsi di kota Surakarta.
Gue anak bungsu dari dua bersaudara dan mempunyai babang ganteng bernama Laksana Bima Harsono.
Hari Sabtu ini gue di ajak hangout menjenguk sodara tua yang nggak lolos berevolusi di Tawangmangu. Biasalah, sekolah 5 hari. Setelah 5 hari sebelumnya gue dibuat bulukan dengan program one day in school nya bapak menteri pendidikan.
Sumpah, setres berat gue. Makanya setiap hari Sabtu dan Minggu, gue and the gank rajin keluyuran aja untuk refreshing alias ngademin otak. Gue nggak mau setres di usia muda, beibih!
Hari ini gue pergi naik jeepnya Wiryawan alias Awan. Dia the one and only anggota gank gue yang berjenis kelamin cowok. Lumayan bisa dijadikan sopir plus security untuk gadis - gadis abege cantik seperti gue and the gank.
Sudah bisa dipastikan, kids jaman now pasti nggak bisa lepas dari gawai dong... Meskipun kita sudah membawa powerbank, tetep aja nggak cukup. Andai ponsel kita - kita nggak langsung mati pet karena kehabisan daya, gue and the gank belum bakalan rela ninggalin sodara tua.
"Pulang yuk, Pren! Baterai gua udah habis nih. Nggak seru kalau nggak bisa foto dan uplod ke IG!"
Gue yang eksis di sosmed langsung galau waktu baterai ponsel gue habis. Percuma dong nggak bisa mengabadikan aktivitas sosialita gue buat dipamerin ke instastory.
Gue nggak jauh seperti remaja lain lah. Ingin eksis. Syukur - syukur Sean teman SMP yang sempat gue taksir tapi udah pindah ke Jakarta ikut bokap nyokapnya itu, sempat stalking gue di Instagram. Wehehehehe.... ngarep.
Ajakan gue disetujui oleh teman - teman gue. Jadilah kita pulang. Et..et..et... ternyata waktu pulang nggak semudah saat menuju air terjun sodara - sodara. Kita mesti naik tangga yang jumlahnya berapa ratus sekian. Diselingi sebentar - sebentar kita istirahat di gazebo yang sengaja dibuat untuk istirahat para pengunjung yang kecapaian di jalan. Untung baterai gawai gue udah habis, jadi gue nggak bisa nampilin wajah gue yang kusut karena kecapaian saat mendaki anak tangga. Jaim dong gue, pamer ke instagram khusus waktu gue sedang cantik - cantiknya aja, seperti kata mas Is Payung Teduh.
Sepanjang perjalanan pulang, gue dan teman - teman asyik bercanda. Inginnya sih tidur, tapi Awan sudah memberi ultimatum bakalan nerjunin mobilnya ke jurang kalau kita tinggal tidur. Emang kamvret itu orang.
"Adakudu ngadantuduk!"
(Aku ngantuk) teriak Sabila dengan bahasa alaynya.
Bahasa alay jaman jadul yang diturunkan oleh maminya. Tapi bagi Sabila, itu adalah bahasa para agen rahasia supaya orang lain nggak tahu apa yang kita omongkan. Dasar maniak Detektif Conan.
"Kelamaan Lo ngomong, mau bilang ngantuk aja rempong!
"Idayada dodong, bidiadar bededada"
( iya dong biar beda )
"Males ah dengerin lo ngomong!" Awan menegur Sabila.
"Iya, eyke juga tinta mawar denger!"
Karin yang maminya punya salon dengan salah satu karyawannya adalah seorang transgender pun, ikut - ikutan berbahasa ajib.
"Halah boso opo neh kuwi?"
(Halah, bahasa apalagi itu?)
Awan dibuat bersungut - sungut karena harus berkonsentrasi nyetir di jalanan pegunungan dan menerjemahkan obrolan kita.
"Kiditada madampidir madakadan duduludu yuduk!"
(Kita mampir makan dulu yuk!)
"Haiyah, Lo Bil. Tadi diajak makan kagak mau!" Gue menegur Sabila.
"Adakudu kadagadak tedegada madakadan sadatede kedelidincidi!"
(Aku kagak tega makan sate kelinci)
"Kan ada sate ayamnya juga, Bil!"
Melati yang sedari tadi diem akhirnya ikut urun suara.
"Udah, nggak usah bawel. Ntar ada warung makan kita mampir!"
Awan yang terusik dengan cuitan kami berempat langsung jadi penengah.
Untunglah di tepi jalan ada warung bakso yang menyelamatkan kita dari kelaparan.
Setelah kenyang makan bakso, kami kembali meneruskan perjalanan. Karena energi tubuh kita udah terisi, kita kembali ribut.
Mobil kami berjalan melewati seorang pengendara motor butut yang kalau dilihat dari belakang sih, kayaknya ganteng deh.
"Wan, tolong ntar pas deket motor di depan. Lo jalanin mobil ini pelan - pelan ya!"
"Lah ngapain?"
"Buat godain mas - mas yang naik itu motor. Menurut firasat gue, itu si mas cakep deh!"
Awan menurut. Ia pun memperlambat laju mobilnya.
"Siap, Prend! Kita pancing si mas buat ngetes tampangnya ya!"Gue mengkode Sabila, Karin, dan Melati.
Setelah mobil yang dikemudikan Awan berada di sebelah motor butut itu, kami pun pun berteriak kompak.
"Hai cakep, godain kita dong...!"
Gue melihat si abang terperangah sebentar saat kita godain. Tapi dengan cool si abang diem aja mengemudikan motor bututnya yang melaju lambat.
"Abang cakep sih, sayangnya motornya kagak!"
Ucap gue cablak. Kesal gue, karena si abang hansem jual mahal. Harusnya dia kan senang dikecengin 4 cewek cantik seperti kits. Ups, sorry! Minus Melati lo ya, soalnya si Mela sudah di indent sama Awan. Hanya gue, Sabila, dan Karin yang tahu kalau diam - diam Awan naksir sama itu anak.
"Hus... hus... hus... buruan pergi!"
Si abang hansem mengusir kami dengan mengibas - kibaskan kaki kanannya ke arah kami.
Gue and the gank langsung ngakak. Awan segera tancap gas meninggalkan si abang hansem jauh di belakang. Tapi satu kilo meter sesudahnya, mobil jeep milik Awan mogok.
"Gara - gara Lo ngajakin ngejek si abang hensem, kualat kan kita!"
Melati mengomel, saat kami berempat cewek - cewek cantik ini harus mendorong jeep Awan untuk menepi. Mana nggak ada orang yang berbaik hati menolong pula. Mereka malah tersenyum - senyum melihat penderitaan kami. Ucet dah! Kapok gue menghina - dina rakyat jelata. Karena karma itu beneran ada.
Gue menghapus keringat sambil melihat ke arah jalanan. Kemudian mata gue melihat motor butut melaju ke arah kami. Si babang hansem? Gue langsung mencegatnya.
"Slompret! Lo mau bunuh gue hah!"
Omelan si babang hansem jadi seperti teriakkan emak gue.
"Maafin gue, Bang! Boleh nggak kita minta tolong untuk manggilin teknisi?"
Gue mencoba merendahkan harga diri gue untuk minta tolong si babang hansem. Ya lah, siapa lagi yang bisa kita mintai tolong selain babang hensem. Beneran ni kata pak Ustad. Kita tidak boleh menghina orang miskin. Karena suatu saat, jika kita sedang ditimpa kesusahan, siapa tahu justru merekalah yang paling siap untuk menolong kita.
"Lah, Lo - Lo pada kan punya hengpong?"
"Baterainya abis semua, Bang. Tadi dipakai untuk selfie - selfie di Tawangmangu." Gue mencoba menarik simpati si babang hansem.
"Minta tolong orang lain aja!"
Si babang hansem tetep bersikeras menolak untuk menolong kami.
"Abang tuh, cowok cakep tapi nggak gentle. Nolongin cewek aja nggak bisa!"
Gue melihat sudut bibir si babang hensem berkedut - kedut menahan tawanya. Ucet dah, wajah hansemnya jadi naik dua kali lipat. Gue langsung meleleh aja dibuatnya. Wajah si babang, membuat gue lupa dengan Sean cinta pertama gue.
"Okeh, entar kalau gue ketemu bengkel, gue mampir untuk beritahu montirmya supaya kesini!"
Akhirnya si babang hensem luluh juga untuk bantuin kita. Tapi ada dorongan rasa penasaran di hati gue. Gue ingin kenal sama si babang hansem. Makanya gue langsung mendekati motornya.
"Gue ikut!"
Gue segera duduk di jok motor si babang hensem yang sempit. Auch.... bisa nemplokin babang hensem kayak cicak di tembok, Sob! Bahkan dada gue udah nempel ajah di punggungnya.
"Eeee... ngapain ikut!" Babang hansem memprotes.
Tapi gue nggak peduli, gue justru mendekap pinggangnya untuk berpegangan. Untunglah si babang hansem nggak banyak protes. Ia pun segera melajukan motornya dengan memboncengkan gue.
"Tuh bengkel! Lo sendiri aja yang ngomong sama montirnya. Trus lo balik minta diantar montir. Gue cabut dulu yaw!"
"Eee.. Bang, jangan ninggalin gue dong! Ntar kalau gue gimana - gimana trus gimana?"
Gue memprotes si babang hensem. Masa tega sih si babang ninggalin gue yang cantik dan imut ini di sarang penyamun?
"Ya terserah! Kan lo yang maksa ikut!"
"Abang ih.... nggak gentle!" Gue kembali merajuk.
"Gue mau pulang, serius ini gue buru - buru. Bokap gue lagi sakit, Beib!"
Alamak oi..., dia manggil gue beib,? Ih... co cuit..
"Ntar, Bang! Gue bilang ke montir. Habis ini gue ikut abang pulang untuk membantu ngerawat bokapnya Abang!" Gue bersikeras.
Pokoknya gue harus berhasil mendapatkan info lengkap siapa nama si babang hansem, alamat rumah, plus nomer hengpongnya.
"Lah, ngapain bantu gue ngerawat bokap? Gue sendiri juga bisa!"
"Namanya juga usaha, Bang. Biar lolos seleksi jadi calon mantu."
Gue berkedip manja ke arah si babang hansem. Si babang hansem terperangah.
"Ih, makin ganteng aja lo bang!"
Gue segera menemui montir untuk menjelaskan kalau mobil Awan mogok di jalan bla - bla - bla. Jenis mobilnya jeep tahun bla- bla- bla.
Sewaktu gue menoleh ke babang hansem, ternyata si babang hansem udah kabur ninggalin gue.
"Dasar kamvret...!" Gue memaki ke arah jalanan.
Tingkah absurd gue membuat abang montir melihat keheranan ke arah gue. Terpaksa gue nebeng si abang montir untuk nganter gue kembali ke mobil Awan yang mogok. Hilang sudah buruan gue. Padahal gue belum tahu namanya.
Babang hensem, masa lo tega meruntuhkan harapan gue. Sakit lo bang. Hiks!
Tbc
Hari ini gue capek berat. Seharian ini gue mewakili bokap untuk meeting rencana pembukaan hotel baru dengan para investor. Jadi malam ini gue putuskan ingin menghibur diri dengan clubing. Refreshing lah, untuk nyegerin otak dan nyegerin mata. Barangkali aja ketemu cewek cantik yang mau gue ajak ONS. Soalnya nggak cuman otak gue aja yang butuh seger - seger, junior gue juga.
Gue hubungi Lanang. Dia adalah salah satu sahabat gue yang sekarang menjadi manajer sebuah band ternama.
"Halo, Lan. Gimana nih? Lo senggang nggak?"
"Tau aja gue lagi senggang?" Suara diseberang menanggapi telpon gue sambil terkekeh.
"Ketemuan yuk!"
"Oke! Entar malam. Temui gue di club Black Cat. Soalnya gue ada perlu disana!"
Sebenarnya gue belum pernah nongkrong ke Black Cat. Setahu gue tempat itu tidak menarik karena nggak ada cewek yang cantik. Itu kata teman gue yang pernah kesana sih. Tapi nggak tahu kenapa Lanang justru mengajak gue ke tempat itu. Ya sudah lah. Kalau urusan Lanang ditempat itu sudah selesai, gue bisa mengajak dia pindah ke tempat yang lain.
Pukul delapan malam gue sudah berada di depan Black Cat. Gue kembali menghubungi Lanang, dan ia menyuruh gue untuk segera masuk ke dalam.
Gue mendapati Lanang tengah serius menatap band lokal yang sedang tampil. Biasa tuh teman gue, kalau melihat band yang sedang tampil berasa sedang jadi juri kontes bintang idola. Gue akui, mata Lanang itu sangat jeli kalau diminta menilai kualitas perform sebuah band pendatang baru atau yang masih mentahan. Gue jadi paham alasan Lanang datang kemari. Paling juga sedang mencari bibit baru untuk ia orbitkan.
"Sorry bro! gue nggak menyambit lo di depan!"
Lanang menjabat tangan gue sambil melemparkan candaan sarkasnya.
"Kita lihat mereka dulu ya!" Lanang meminta persetujuan.
Tuh kan, apa gue bilang. Lanang sedang mengamati dan menilai kualitas band yang sedang manggung di depan. Gue mengangguk dan mulai ikut mengamati.
Gue nyaris terbahak melihat penampilan band tersebut. Bayangkan! vokalisnya yang cowok itu menyanyi lagunya Avril Lavign dengan suara cewek. Hahahahaha.... lucu juga ini band. Kemampuan bermusiknya sih oke, jenis musik yang mereka bawakan juga lumayan banyak digemari. Sayangnya penampilan vokalisnya kurang menarik.
"Unik ya vokalisnya? Gue diberi tahu teman. Makanya gue penasaran trus kesini."
"Nggak unik. Tapi aneh. Cowok kok nyanyi lagunya Avril."
"Makanya gue bilang itu vokalis unik banget. Dia cewek tulen bukan cowok. Lagipula dalam industri hiburan bukan hal aneh kok menyanyikan lagu lintas gender."
Gue langsung terdiam. Schock gue mendenger penjelasan Lanang barusan. Gue amati vokalis band itu dengan seksama. Dilihat dari ujung kepala hingga ujung kaki sih nggak kelihatan cewek - ceweknya kalee.... Masa gue perlu mengecek dari apa yang berada diantara selangkangannya? Otak gue mulai ngeres.
Ah, jadi ingat kan tujuan gue clubing. Gue pun mengedarkan pandangan ke cewek - cewek yang sedang terbius pesona si vokalis. Njirr... masa gue kalah sama cewek.
Gue berasa jones, Bro! Cewek - cewek itu pada buta kali ya? Mereka justru ngefans ke cewek abal - abal yang cakep tapi nggak punya batang. Nyesel gue diajak Lanang kemari.
Untunglah dari sekian banyak wanita, ada satu wanita normal yang mendekati gue. Gue teliti dari atas sampai bawah. Yah lumayan lah, dari pada gue nganggur.
"Lo sendirian?"
"Sama teman sih. Tapi teman gue lagi headbengan di depan!"
"Lo nggak ikut ke depan?"
"Enggak. Ada yang lebih menarik disini!"
Wanita itu mulai mengeluarkan rayuannya. Ia mulai nempel ke gue.
Gue bisa mencium aroma parfum yang menguar dari tubuhnya.
Gue ajak dia duduk di sofa dan menikmati minuman yang gue pesan. Dalam sekejap saja, ia sudah menempel bak perangko ke gue. Lanang hanya melirik gue sambil nyengir.
"Nggak keganggu kan kalau gue sambil ngobrol sama Bobby and the gank?" Lanang meminta ijin ke gue. Gue hanya mengangguk aja.
Bobby and the gank selesai manggung, sekarang giliran DJ memainkan musik. Beberapa saat kemudian, Bobby and the gank mendatangi Lanang, termasuk si cewek abal - abal.
Mereka memperkenalkan diri. Ternyata si vokalis itu bernama Fiza. Gue amati Fiza lekat - lekat. Beuh... berasa saingan aja gue. Menurut gue, dia tidak cocok menjadi cewek karena tidak ada hal yang bisa menarik hati seorang lelaki.
Rupanya Fiza sadar kalau gue menatapnya dengan intens, dia langsung buang muka. Gue cuma nyengir. Ge- er amat tuh orang. Kalau disuruh memilih, gue lebih memilih cewek yang sekarang sedangmenggelendot manja disamping gue.
Gue peluk si cewek dan gue remas bokong sintalnya.
"Aw.... kamu genit ih!"
Biarpun begitu, si cewek langsung melingkarkan tangannya ke leher gue."
Gue lirik Fiza, dia masih pura - pura tidak melihat ke arah gue. Sementara si cewek ganjen yang gue nggak sempat nanyain namanya, udah mulai mencumbui gue.
"Bob, Lo aja yang mengobrol sama mas Lanang ya, gue cabut dulu. Biasa... ada jam malam!"
Gue mendengar Fiza pamitan.
"Ala! Kerja di club aja pake ada jam malam. Nanggung banget sih. Takut digodain cowo? Mana ada yang mau ganggu, Lo!" Gue nyolot, Sob. Efek gue iri melihat dia dielu - elukan para cewek saat tadi sedang manggung.
Fiza melotot ke arah gue. "Gue cuma nggak nyaman aja sama cowok yang ingin bunuh gue karena merasa iri kalau ternyata gue lebih digilai para cewek ketimbang dianya!"
Fiza menjawab dengan ketus, dan bikin gue yang sudah mulai terpengaruh alkohol jadi sedikit sensi. Anjrit, nih cewek! Belum tahu siapa gue? Gue ajakin dia ONS baru kelepek - kelepek tuh orang. Tapi sorry, biarpun dia menawarkan diri ke gue secara sukarela, gue juga kagak nafsu.
"Yuk ah, gue cabut. Apapun hasil pembicaraan malam ini gue ikut aja!"
Fiza berlalu dari hadapan kami. Sepeninggal Fiza gue ikutan jadi tidak bernafsu melayani cewek yang sedang berusaha keras merangsang birahi gue. Sialan banget si Lanang. Nyesel banget gue datang ke tempat ini. Gue juga ingin cabut untuk pindah tempat clubing.
Gue melepaskan diri dari pelukan cewek yang nggak gue tahu namanya.
"Sorry, Lan. Gue juga mau cabut!"
"Sayang... kok gue ditinggal!" Si cewek memprotes gue ketika gue mau cabut.
"Sorry, beib! Gue besok ada tugas ke luar kota. Jadi gue mau pulang sekarang untuk prepare!" dusta gue.
Tanpa menunggu jawaban Lanang, gue langsung cabut dengan meninggalkan beberapa lembar uang ke Lanang buat bayarin minuman gue dan si cewek yang nggak gue tahu namanya.
"Sayang... besok kesini lagi ya. Muach..!"
Si cewek meneriaki gue, tapi gue tetep tidak peduli.
Sampai di parkiran, gue melihat Fiza sedang menstater motornya. Kening gue berkerut, Fiza naik motor butut? Gue langsung ngakak di pelataran parkir.
"Ternyata saingan gue cuma naik motor butut!" Gue ledek Fiza habis - habisan.
"Apa urusan, Lo!" Fiza balas membentak gue. Gue berdiri di depan motornya.
"Kalau begitu, gue nggak perlu khawatir kalah saing sama, Lo!" Gue menonyor kepalanya yang sudah terlindung helem.
"Siapa juga yang mau saingan sama Lo. Nggak ada untungnya juga buat gue. Udah sana minggir, gue buru - buru mau balik!"
Gue segera menyingkir dan membiarkan Fiza berlalu. Belagu juga tuh si cowok abal - abal.
Ternyata gue searah dengan Fiza. Gue masih sempat mengejeknya, dengan sengaja tancap gas dan memepet motor butut yang dikendarai Fiza, saat mobil gue melewatinya.
Gue tertawa ketika melihat Fiza dari kaca spion. Itu cewek sempat oleng dari motornya karena gue kagetin. Hahahaha.... Rasa kesal gue karena tadi sempat tersaingi oleh Fiza mulai reda. Pokoknya gue tidak rela kalau ada yang mengalahkan kepopuleran gue. Terutama soal wanita. "Ingat itu, Za!
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!