NovelToon NovelToon

Rasa Cinta Tak Pernah Hilang

Bab 1 Pertemuan Tidak Menyenangkan

Seorang gadis duduk menyendiri menikmati makan siangnya. Seolah-olah dunia hanya miliknya seorang diri, walaupun kantin ramai para karyawan lain. Dia tidak menghiraukan, suap demi suap makanan masuk ke rongga mulutnya. Mengunyah dengan beban di kepala terus berpikir. Sontak dia terkejut tatkala seseorang duduk di sampingnya.

"In, aku duduk di sini ya?" meletakkan piring.

"Yah, di sana masih banyak meja kosong, kamu ke sana aja, aku mau sendiri."

Jawaban ketus Indah ke luar dari bibir kecilnya sambil menatap tajam pria lawan bicara.

"Oke-oke, kamu memang tidak mau digangu."

Bangun dengan berat hati dan melangkah meninggalkan Indah.

Dari jauh seseorang memperhatikan mereka berdua. Dengan tatapan heran, menebak apa yang terjadi dengan sahabatnya. Dia tahu betul perangai gadis bernama lengkap Indah Larasati. Lebih memilih diam, apabila masalah menerpanya. Tidak mau diganggu dan akan bercerita kalau dipaksa orang yang dekat dengannya.

"Nona cantik, aku temani ya? Ngak baik sendirian nanti jodohnya jauh." Goda Yanti duduk saling berhadapan.

"Hemm...' jawaban singkat Indah sambil menunduk.

Yanti menatap penuh rasa ingin tahu. Masalah apa yang sedang berkecamuk di kepala Indah. Permasalahan besar tergambar jelas di wajah Indah.

"Indah, kamu sakit?" Yanti memulai pembicaraan.

Indah hanya menggelengkan kepala dan mengaduk-aduk makanan di hadapannya.

"Ada apa In, cerita dong. Mungkin aku bisa bantu. Wajahmu sangat tidak enak dilihat lo In, sayang wajah secantik itu ditekuk terus,"

Yanti berusaha memilih kata-kata tidak menyinggung sobatnya.

"Tidak Yan, kamu bakalan tidak bisa bantu aku." Jawab Indah dan masih mengaduk-aduk makanannya.

"Loh-Loh-Loh, belum cerita, kok udah langsung bilang begitu. Ada apa In, cerita dong?" Mengelus bahu Indah berusaha merayunya.

"Udah Yan, aku bilang ngak bisa, ya ngak bisa." Sambil berdiri, suara Indah terdengar meninggi dan melangkah pergi berlari meninggalkan Yanti.

Dengan wajah bengong, Yanti menatap punggung Indah yang terus hilang dari pandangannya.

Semua orang menjadi terkejut dengan peristiwa itu. Yanti memandang sekeliling.

"Maaf-maaf, lanjutkan makannya, tidak terjadi apa-apa," mencoba mencairkan suasana yang seketika beku.

Yanti pun beranjak pergi, berusaha menyusul Indah.

Kaki Indah terus berlari, kedua tangan mengusap cairan bening mengalir di pipi yang keluar dari matanya.

"Bukk"

Tubuh Indah menubruk seseorang di hadapannya. Dia tidak menyadari ada seseorang berjalan dari arah berlawanan. Keduanya terjatuh, mata Indah terpejam. Telinganya tanpa sengaja mendengarkan irama detak jantung kencang tidak beraturan. Perlahan Indah membuka mata, betapa terkejutnya dia sedang bersandar di dada seorang laki-laki. Indah pun gegas berdiri.

"Maaf Pak, maafkan saya." Suara Indah gemetar dengan wajah tertunduk dalam.

Hatinya membatin, betapa cerobohnya dia sampai menubruk Pimpinannya. Terasa hawa dingin menerkam seluruh tubuhnya.

Laki-laki itu bernama Denny Prasetyo, seorang Direktur muda. Putra tunggal Alm.

Bapak Prasetyo dan Nyonya Ratih Kumala Prasetyo. Pewaris perusahaan terbesar dan ternama di Jakarta bergerak di dunia stasiun pertelevisian. Denny terkenal pekerja keras, disiplin dan berhati dingin. Memang kebanyakan karakter para pemimpin perusahaan besar seperti itu. Mereka dituntut berjiwa keras layaknya seorang kesatria perang. Harus siap bertempur di medan perang. Apalagi menyandang pewaris tunggal.

Denny berusaha berdiri dibantu para pengawalnya.

"Dasar ceroboh, apa kamu mau dipecat haa?" suara Iqbal sekretaris Denny terdengar keras.

Denny menyentuh bahu Iqbal, dan berjalan meninggalkan Indah. Para pengawal mengiringi dari belakang dan juga Iqbal berlalu sambil melirik tajam wajah Indah.

Indah gemetar dan kaki penopang tubuhnya lemas, dia pun kembali jatuh terduduk. Indah menghamburkan tangisnya sambil menutup mulut dengan kedua tangan. Tak ingin orang lain mendengar. Hatinya kesal mengingat kejadian tadi, apalagi ucapan sekretaris Iqbal.

Untungnya tidak ada yang melihat kejadian itu, para karyawan masih beristirahat ke luar makan siang dan sebagian memilih berdiam diri di kantin perusahaan. Yanti berhasil menemukan Indah. Segera dia menghampiri dan merangkulnya. Dengan gontai Indah berdiri dalam pelukan Yanti.

"Ayo kita sholat In, biar kamu lebih tenang."

Dua sahabat itu berjalan. Mereka melangkah menuju ruang sholat.

Bab 2 Kakak Lelaki yang Menyusahkan

Di ruang direktur, Denny duduk di belakang meja kerjanya. Beberapa dokumen menjadi perhatian dengan menatap lama. Kemudian pandangannya beralih ke laptop dan jari-jarinya bermain di sana. Seseorang mengetuk pintu dan pintu terbuka lebar. Tampak Iqbal berdiri lalu melangkah masuk.

Melihat Denny sibuk dengan laptopnya, Iqbal pun tidak ingin mengganggu. Dia lebih memilih duduk di sofa dan juga membuka laptop mengerjakan pekerjaannya.

Ruangan sepi dan hanya terdengar hentakan jari menari-nari di atas papan laptop. Selang tiga puluh menit berlalu, Denny terlihat lelah dan merenggangkan tubuhnya dengan mengangkat kedua tangan ke atas. Iqbal melirik dan menutup laptopnya. Lalu berjalan ke luar ruangan. Kemudian kembali dengan membawa dua cangkir kopi di tangannya.

"Apa itu Bal?" tanya Denny saat ingin melangkah ke arahnya.

"Kopi tuan, kelihatannya tuan akan lembur lagi malam ini. Aku bawakan kopi, sekalian juga untukku. Karena aku akan menemani tuan di sini."

"Yah, letakkan di meja itu, aku akan ke sana." Menunjuk meja yang ada di sofa.

Iqbal mematuhi perintah atasannya, dia meletakkan cangkir kopi di atas meja lalu kembali duduk di sofa.

Denny berjalan mendekat dan duduk di sofa sambil melepaskan nafas beratnya.

"Tuan, besok investor dari **** jadi datang, setelah kita membatalkan kedua kali perjanjiannya."

Tatapan Iqbal khawatir memandang Denny.

"Ya, aku tahu, mereka memang sangat gigih." Jawab Denny sambil menyeruput cangkir kopinya.

"Apa perlu kita tunda saja?" tanya Iqbal.

"Mereka sudah merubah semua dokumen sebagai usaha membujukku, mereka kira aku tidak tahu? Biar saja mereka datang, kita lihat usaha mereka kesekian kalinya." Pandangan tajam ke depan.

Di lain sisi, Indah berada di ruang kerjanya. Beberapa kali dia melirik jam melingkar di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan jam sebelas malam. Tapi pekerjaannya menyeleksi beberapa informasi sebagai sumber berita belum selesai. Sedangkan informasi itu akan disiarkan besok pagi. Sepertinya malam ini dia akan lembur. Di seberang meja kerja yang lain, Indah melihat masih ada Hendrik. Pria yang diusirnya minta duduk bersama saat makan siang. Mereka teman satu tim.

"Ngaaah," Indah pun menutup mulutnya menahan reaksi kantuk yang ke luar.

"Ini minum, kita sama lemburnya malam ini," Yanti menyodorkan secangkir kopi.

Indah melihat sobatnya itu dan mengambil cangkir kopi dari tangannya.

"Terima kasih" ucap Indah.

Lalu bersama menyeruput kopi hangat.

"In, kamu sudah baikkan sekarang?" tanya Yanti khawatir.

Indah hanya menganggukkan kepalanya.

"Oke, kalau sudah kelar, Kita pulang sama ya? Aku antar kamu," Yanti melempar senyum.

"Yan, terima kasih ya?" senyum kecil tergambar di bibir Indah.

Yanti melihat wajah Indah dan tersenyum, lalu kembali ke meja kerjanya.

Saat Yanti duduk di kursi kerja, Hendrik datang menghampirinya.

"Kenapa Indah, Yan? Wajahmya kelihatan sangat bersedih begitu, apa putus sama pacarnya?" Hendrik bertanya dengan suara pelan merapatkan wajahnya kepada Yanti.

" Jangan urus masalah orang, kerjakan pekerjaanmu. Sebentar lagi kami akan pulang? Kamu mau sendirian di sini?" Ucap Yanti dengan mata melotot.

"Huh, ngak enak kamu Yan, ngak bisa diajak curhat.

"Hikk-hikk- hikk, " Yanti tertawa melihat wajah kesal Hendrik melangkah pergi meninggalkannya kembali duduk ke tempatnya.

Akhirnya, mobil Yanti sampai di depan kontrakan Indah. Melihat Indah tertidur di sampingnya, dia tidak tega membangunkan

sobatnya itu. Yanti mengasihani Indah, karena dia tahu hidup Indah sangat sulit, dikarenakan ulah kakak laki-lakinya. Kakak yang seharusnya menjadi pelindung setelah kedua orang tua mereka meninggal dunia, malah membuat susah hidup Indah.

"In..Indah, bangun, udah sampai say." Mengoyangkan tubuh Indah.

"Hemmm... udah sampai ya? Maaf aku ketiduran." Indah memicingkan matanya dan berusaha memulihkan kesadarannya.

Iya, ngak apa-apa. Mandi air hangat

ya, sebelum tidur biar segar." Senyum menatap Indah.

"Muah, sampai ketemu besok. Terima kasih." Mengecup pipi Yanti dan beranjak ke luar mobil.

Indah telah berada di dalam rumah, mengunci pintu dan menghidupkan lampu. Rumah kontrakan Indah hanya memiliki satu kamar. Tidak begitu besar, tapi nyaman bagi Indah. Dan tidak terlalu jauh dengan tempatnya bekerja.

Indah membuka sepatu dan berjalan ke kamarnya. Meletakkan tas di atas meja kecil. Membuka pakaian yang sudah sangat lengket di tubuhnya, hanya berbalut pakaian dalam saja. Indah tinggal sendiri, dia bebas tidak takut ada yang melihatnya tanpa pakaian di dalam kamar. Lalu berjalan meraih baju handuk yang tergantung di belakang pintu. Kaki jenjangnya melangkah ke kamar mandi. Indah mengguyur seluruh tubuhnya. Air hangat mengalir deras dari shower, menyirami dari kepala hingga kaki Indah. Seketika, dia teringat kembali kejadian memalukan saat terjatuh.

"Ah, sial...kenapa juga harus jatuh di tubuhnya." Guman Indah kesal.

Indah telah ke luar dari kamar mandi. Mengeringkan rambut panjangnya dengan handuk. Mengenakan pakaian tidur.

Terasa perutnya lapar, dia pun melihat jam. Tidak mungkin dia memasak tengah malam begini pikirnya. Karena jam sudah menunjukkan pukul dua malam. Dia putuskan hanya meminum segelas susu sebelum tidur. Indah pun berjalan ke dapur, membuka pintu lemari dingin dan meraih kotak susu. Menghangatkannya di atas kompor. Setelah hangat menuangnya ke dalam sebuah gelas. Berjalan ke kamar kembali dengan segelas susu hangat di tangannya. Meletakkannya di atas meja. Selagi menunggu sedikit dingin, Indah meraih ponsel di dalam tas. Dan membuka beberapa pesan di laman WhatApp.

"Tidak ada yang pentintg" bisiknya.

Indah meletakkan ponsel di atas meja riasnya. Meraih susu dan meneguknya hingga habis. Indah naik ke tempat tidur dan membaringkan tubuh.

"Grekk...Grekk...Grekk," suara ponsel.

Indah bangun dan meraihnya. Terlihat nama Kak Dino di layar. Indah membenamkan wajah di tempat tidur dan menutup dengan bantal. Panggilan tidak terdengar lagi. Suara pesan masuk terdengar dari ponsel. Indah pun meraih dan membaca pesan itu.

Dino: Aku tahu kau sengaja mengac

uhkan panggilanku. Kalau kau tidak menjawab panggilanku kali ini, besok aku akan datang ke kantormu dan membuat keributan.

Indah langsung menggosok-gosokkan rambutnya dengan kedua tangan. Terlihat rambut panjangnya berantakan.

"Tuhan, hilangkan dia dari muka bumi ini." Pekik Indah kesal.

Kembali ponselnya berbunyi, kali ini Indah dengan berat hati terpaksa menjawab panggilan itu.

"Apa maumu lagi, jangan ganggu hidupku?" terdengar keras suara Indah.

"Kalau kau tidak mau diganggu, turuti kata-kataku. Besok malam kau harus datang, bawakan aku uang 20 juta. Tunggu kabar dariku." Ponsel langsung terputus.

"Dasar sinting," membating ponsel ke tempat tidur dengan kesal.

Bab 3 Rasa Penasaran Pak Direktur

Indah telah sampai di depan kantor perusahaannya bekerja, dengan menumpang kendaraan ojek online. Bergegas dia masuk ke bangunan bertingkat itu. Dia sudah hampir terlambat, karena bangun kesiangan akibat tidak dapat tidur semalam. Ucapan kak Dino menghantuinya sepanjang malam. Hingga menjelang subuh mata Indah bisa tertidur.

Tapi tak beberapa lama, matanya kembali terbuka. Suara azan shubuh menarik tubuhnya bangun untuk mengerjakan sholat. Setelah sholat, Indah ingin mengulang tidurnya kembali. Dia pun tertidur, lalu terbangun menatap langit-langit kamar dipenuhi cahaya matahari. Dia sontak bangun dan melompat turun dari tempat tidur. Menyadari dirinya telah kesiangan dan akan terlambat masuk kerja.

“Tunggu-tunggu, jangan tutup.” Indah menjerit sambil berlari masuk ke dalam lift.

Mata Indah melotot saat kakinya berhenti tepat dengan wajah berhadapan ke wajah Denny. Kedua mata mereka saling menatap. Denny dapat melihat jelas manik hitam bulat. Wajahnya terlukis di sana. Terasa nafas Denny berhembus ke wajah Indah.

Rombongan Denny telah lebih dulu masuk. Karena mendengar suara seseorang, tangan Iqbal menahan pintu lift. Dan secara mendadak Indah langsung masuk. Hampir tabrakan terjadi kedua kalinya. Langsung Indah membalikkan tubuh.

"Mengapa bisa berjumpa lagi dengan laki-laki ini, Indah?" Hatinya mengutuk untuk kesekian kalinya mengenang peristiwa semalam.

Rasa gemetar kembali menyerang tubuh Indah. Itu tidak dapat disembunyikan. Denny dapat melihat jelas gadis di depannya berdiri dengan tubuh gemetaran.

“Dasar ceroboh, gadis ini memang hobi berlari.” Gerutu Iqbal.

Walau pelan Iqbal berujar, Denny dapat mendengar dengan jelas kata-katanya. Awalnya, dia tidak mengerti maksud ucapan itu. Tapi seketika dia terpikirkan tentang kata ceroboh yang diucapkan Iqbal. Denny pun teringat peristiwa tadi malam yang membuat bokongnya terasa sakit belum hilang sampai sekarang.

Terdengar irama denting lift pun berhenti dan terbuka, Indah langsung bergegas melangkahkan kaki ke luar.

Melihat sikap Indah, Iqbal menggeleng-gelengkan kepalanya. Denny tidak memperdulikan, pintu lift kembali tertutup. Melanjutkan perjalanan menuju ke tingkat selanjutnya.

Sampai di ruangan, Iqbal melaporkan beberapa pertemuan yang harus di lakukan hari ini hingga malam.

“Malam, jam berapa?” tanya Denny.

“Mereka minta jam sebelas, karena pesawat mendarat di bandara pukul sepuluh.” Jawab Iqbal.

“Kenapa malam sekali mereka tiba?” tanya Denny heran.

“Investor yang datang kali ini bukan perwakilan tapi bosnya. Setelah pertemuan di London, langsung terbang kemari.” Jelas Iqbal.

“Seserius itukah mereka pada proyek ini?” Wajah Denny dingin.

“Ini langkah awal pembuka mereka ke Indonesia kalau berhasil membujuk kita.”

“Persiapkan dengan benar, jangan ada kesalahan sedikit pun.” Perintah Denny.

“Baik,” Iqbal menjawab dengan mantab.

Denny menyandarkan tubuh ke kursi kerjanya dengan mengeluarkan napas berat.

“Ada masalah apa tuan?” Tanya Iqbal cemas.

Denny tidak menjawab pertanyaan Iqbal, pikirannya sepintas terbayang wajah gadis yang bertemu di lift. Denny berdiri dan meraba-raba bokongnya yang masih terasa sakit. Lalu berjalan ke luar, dengan pandangan heran Iqbal mengikutinya.

“Kita mau ke mana tuan?” tanya Iqbal bingung melihat sikap diam bosnya.

“Sudah ikuti saja aku.” Perintah Denny.

Sampailah Denny dan Iqbal di ruang keamanan. Di sana terdapat banyak monitor dan diawasi beberapa petugas keamanan. Semuanya berdiri dan membungkuk hormat tatkala Denny mendadak masuk ke ruangan.

Iqbal pun menggerakkan jari telunjuknya, bertanda mereka sudah boleh kembali bekerja.

Denny mendatangi seorang petugas pengawas kontrol monitor. Berbisik ke telinga petugas, berbicara sesuatu.

Petugas pun langsung berdiri dan pergi ke ruangan lain. Denny terlihat mengedarkan pandangan serius memerhatikan monitor. Matanya berhenti pada sebuah monitor dan menatap serius. Iqbal memperhatikannya dan terlihat jelas apa yang dicari oleh bosnya itu. Senyum tipis mengaris di bibir Iqbal. Dia paham apa keinginan bosnya.

Tak lama petugas keamanan datang dan menyerahkan sebuah benda kecil.

“Ini Pak.” menyodorkan tangan.

Denny mengambilnya dan melangkah pergi meninggalkan ruangan. Para pengawal mengikuti Denny dari belakang. Sedangkan Iqbal masih di sana dan membisikkan sesuatu kepada petugas yang diperintah Denny. Petugas itu seketika berwajah pucat mendengar bisikan Iqbal dan tertunduk dalam. Lalu Iqal beranjak pergi meninggalkan ruangan.

Di ruangannya, Denny menatap layar laptop dengan tangan memegang dagu. Dia sangat serius menatap yang ada di layar tersebut. Ternyata mata Denny memperhatikan hasil rekaman tatkala dirinya jatuh ditabrak seorang gadis. Dia melihat keanehan di rekaman tersebut. Tatkala Indah menangis sejadinya setelah sepeninggalannya.

Pertanyaan menggantung di kepalanya. Kenapa Indah menangis seperti itu, sedangkan yang merasakan sakit adalah dirinya. Denny merasa sangat heran.

Terdengar pintu diketuk dan Iqbal melangkah masuk lalu duduk di sofa.

“Apa harus aku buat surat pemecatan untuk dirinya?” tanya Iqbal dengan santainya.

“Jam berapa kita mulai rapat?” tanya Denny

“Sepuluh menit lagi.” Menjawab sambil melihat jam di tangan.

“Oke, kumpulkan semua divisi termasuk team gatekeeper.” Berjalan melangkah ke luar ruangan.

Iqbal menggelengkan kepala melihat sikap bosnya yang tidak bisa dia tebak. Lalu bangun dan berjalan menyusul Denny.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!