an : Cerita ini di buat awal tahun 2016 dan sudah tamat pada tahun 2016 juga, mohon maaf bila kalian menemukan banyak typo ;)
Salam APL ;)
Satu
_____
_____
Prilly pov.
"Hey...."
Aku terjengkit kaget saat merasakan seseorang memepuk pelan pundakku. Aku melihat ke samping, ternyata seorang lelaki yg tidak aku kenal sudah duduk di sampingku dan memperhatikanku.
"Tumben sendirian..." Ucapnya lagi.
Aku masih diam memperhatikan nya, kali aja aku pernah bertemu dengannya namun aku lupa dimana. Tapi tidak, aku sama sekali tidak mengenal dan merasa pernah bertemu dengan lelaki ini.
Seperti menyadari kebingungan ku lelaki ini mengulur kan tangan kanannya padaku. "Oh kita belum berkenalan ya, aku Rasya." Ucapnya memperkenalkan diri.
Dengan ragu aku pun membalas uluran tangannya, tidak sopan juga kalau aku tidak membalas uluran tangannya. "Aku Prilly." Kataku singkat seraya tersenyum tipis.
"Nama yang cantik, secantik orangnya." Ucapnya dengan tersenyum lebar.
Aku hanya bisa menunduk, menyembunyikan pipiku yg merona karna malu. Sudah banyak orang yg mengatakan hal itu, tapi kenapa aku bisa sangat malu hanya dengan kata cantik dari orang yg baru ku kenal.
"Hey kenapa kau menunduk.." ucapnya. Rasya mengangkat dahuku agar tidak menunduk dan menatapnya.
"Kau blushing hahahhaa...." ucapnya dan langsung tertawa. Apa nya yg lucu?
"Tidak lucu!." Ucapku ketus.
Menatap lurus kedepan, melihat menara Eiffel. Hari sudah mulai gelap dan lampu menara Eiffel pun sudah menyala. Terlihat sangat indah.
"Maaf, maaf maaf.." Ucapnya setelah selsai dengan tawanya.
Aku hanya diam dan terus memperhatikan merana Eiffel. Ini sudah menjadi kebiasaanku, setiap sore aku akan duduk di taman ini dan memperhatikan menara Eiffel dari kejauhan. Menurutku dari jauh lebih indah dari pada dari dekat, apalagi kalau malam hari.
Aku pernah membayangkan bagaimana jika aku duduk di sini menikmati indahnya menara Eiffel di temani seorang kekasih. Pasti akan menyenangkan, tapi itu hanya gambaranku saja dan tidak akan pernah bisa menjadi kenyataan.
"Kau melamun.."
Aku mendengus kesal saat Rasya melambaikan tangannya di depan wajahku. Membuyarkan khayalan indahku saja.
"Ada apa sih?" Tanyaku sebal.
"Tidak ada, kau kenapa melamun?" Tanyanya.
"Bukan urusanmu."
"Owh baiklah, nona Prilly sedang marah ternyata. Omong omong kau sendirian disini, biasanya kau selalu di temani seorang pelayan dan juga dua orang bodyguard mu itu..." Ucap Rassa panjang lebar seraya melihat ke sekeliling.
Aku mengeryitkan dahiku bingung. "Bagaimana kau tau?" Tanyaku penuh selidik. Jangan jangan dia ini penguntit lagi.
Oh ya namaku Prilly Bie Takashi, setiap sore memang aku selalu duduk di bangku taman dekat menara Eiffel di temani dua bodyguard dan satu pelayan. Namun hari ini aku menyuruh mereka menunggu di mobil karna aku hanya ingin sendiri.
"Aku hanya sering melihatmu dari kejauhan, setiap hari kau kan datang ke tempat ini bersama seorang pelayan dan dua bodyguard mu itu. Jadi aku tidak berani untuk mendekatimu, dan karna hari ini aku melihat mu seorang diri makanya aku berani mendekatimu." Ucap Rasya panjang lebar disetai dengan senyum manisnya.
"Aku sengaja menyuruh mereka untuk menunggu di mobil. Tunggu! Kau sering memperhatikan ku dari jauh." Balasku.
"Iya, habis bodyguard mu itu terlihat sangat menakutkan sih." Ucapnya di akhiri dengan kekehan.
Aku memperhatikan Rasya yg tertawa, sangat tampan. Apalagi dengan cahaya yg minim karna matahari yg sudah tenggelam hanya ada lampu dari menara Eiffel yg menerangi kami.
"Kau seorang fhotografer?" Tanyaku menyadari dia membawa kamera yg menggantung indah di lehernya.
"Hanya cita-cita saja." Jawabnya.
Rasya mengangkat kameranya dan klik... aku mendelik saat tiba tiba saja Rasya mengambil gambarku. Pasti terlihat sangat jelek sekali.
"Apa yg kau lakukan, hapus tidak."
"Tidak."
"Pasti sangat jelek sekali." Ucapku sambil mencebikkan bibirku.
Klik...
Rasya kembali mengambil gambarku lagi.
"Rassya...!" Pekikku kesal.
"Apa? Kau tetap cantik dengan ekspresi apapun kok..." ucap Rasya seraya melihat lihat gambarku yang ia ambil barusan.
"Sini aku mau lihat.." ucapku berusaha merebut kamera dari tangannya.
"Tidak. Nanti kau akan menghapusnya." Ucap Rassya, ia bangkit dari kursi dan menjauhkan kameranya dariku.
"Kenapa kau tidak menjadi fhotografer saja." Ucapku.
Rasya kembali duduk di sampingku. Menatap lurus kearah menara Eiffel yg berkerlap kerlip indah.
"Maunya sih gitu, tapi kakakku ingin aku membantunya mengurus perusahaan nya." Balasnya sambil menghembuskan
nafas panjang.
"Kenapa kau tidak menolak dan menjadi fhotografer saja kan nanti bisa anak kakakmu saja yang membantu mengurus perusahaan itu.?" Tanyaku.
"Anaknya belom lahir." balas Rasya.
"Apa?"
"Kau kepo juga ya." Balasnya seraya terkekeh pelan.
"Aku hanya bertanya saja, jika tidak di mau jawab juga tidak apa-apa." Balasku kesal.
Mengalihkan pandangan ku yg tadinya memperhatikan nya dan kembali memperhatikan menara Eiffel.
"Aku tidak bisa menolak keinginan kakakku. Dia sudah seperti Ayah bagiku, dia selalu menuruti apapun yg aku mau." Balas Rasya, masih dengan menatap Eiffel di depan kami.
____
Bukan pernikahan impian.
____
"Jadi bagaimana Ali, kau menerima tawaranku?" Tanya seorang pria paruh baya.
Ali menghela nafas berat. "Kau tau kan jika aku sudah mempunyai seorang istri." Balas Ali.
"Ya aku sudah tau."
"Aku tidak perduli akan statusmu, Ali. Aku hanya ingin kau menikahi putriku, tidak masalah menjadi istri keduamu. Karna aku tau kau pasti akan bersikap adil pada mereka." Lanjut pria paruh baya yg ada di depan Ali.
"Bagaimana jika adikku saja yg menikah dengan putrimu. Dia masih single." Ucap Ali.
Pria paruh baya itu menghela nafas panjang. "Kau tau Ali, aku ini sudah semakin tua. Aku ingin melihat putriku bahagia bersama suaminya. Dan aku juga sudah menganggap kau sebagai putraku sendiri. Aku hanya ingin kau menikah dan membahagiakan putriku saja, bukan adikmu atau orang lain. Apa kamu mengerti?"
Ali hanya diam menatap pria paruh baya yang berada di depannya. Lagi dan lagi, Ali hanya bisa menghela nafas berat mendengar permintaannya untuk menikahi putrinya.
Padahal pria paruh baya itu tau jika Ali sudah beristri tapi pria paruh baya itu tetap tidak peduli dengan statusnya, yang ia inginkan hanya Ali harus menikah dengan putrinya atau perusahaanya terancam hancur.
Ali sudah merekomendasikan adiknya sebagai gantinya, Ali tau adiknya masih single, jadi tidak masalah jika menikah dengan putri pria paruh baya yg ada di hadapannya ini. Tapi sayangnya pria paruh baya itu keukeh dialah yg harus menikahi putrinya bukan orang lain.
"Aku akan memberimu waktu seminggu untuk memikirkannya. Selamat malam...." Ucap pria paruh baya itu bangkit dari kursinya dan meninggalkan Ali yg frustasi sendiri di ruangannya.
'Ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan? Bantu aku Tuhan.' Batin Ali frustasi, ia memijit pangkal hidungnya dan mendesah frustrasi. Sepertinya memang tidak ada jalan lain.
mohon maaf bila menemukan banyak typo ;)
Dua : Bosan, Sedih dan Bahagia.
______
______
Author pov.
"Ada apa dengan putri Papa, malam ini kelihatan ceria sekali?" ucap Haidar yang melihat putrinya itu terus tersenyum.
"Ah tidak ada apa-apa kok Pa...." Balas Prilly masih dengan senyuman yang mengembang di bibir mungilnya.
"Yakin?" Tanya Haidar memastikan, tidak biasanya anak gadisnya itu tersenyum dan terlihat begitu ceria, 'pasti terjadi sesuatu saat mengunjungi Eiffel. Batinnya.
"Iya, Pa. Memangnya tidak boleh kalau aku tersenyum terus." Ucap Prilly.
"Tidak boleh, nanti Papa di kira punya putri yang gila." Canda Haidar menggoda putri semata wayangnya dan juga satu satunya keluarga yang berada di sisi nya.
"Papa!!" Pekik Prilly kesal.
"Hahaha, sudah lanjutkan makannya." Ucap Haidar.
____
Bukan pernikahan impian.
____
"Papa pergi dulu, jangan bandel di rumah." Ucap Haidar.
Prilly mendengus kesal. "Aku bukan anak kecil lagi Papa. Prilly sudah dewasa, sudah 22 tahun."
"Oh ya, tapi kelakuannya kok masih seperti anak kecil ya?" goda Haidar.
"Isshh, Papa! Sudah sana cepat pergi. Nanti telat ke kantornya." Ucap Prilly kesal. Ia berusaha mendorong badan Ayahnya keluar rumah.
"Memangnya Papa anak sekolahan? Takut telat! Lagi pula Papa ini pemimpinnya, jadi tidak masalah jika Papa telat." Ucap Haidar santai.
Prilly memutar bola matanya kesal dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Putri Papa jelek kalau lagi merajuk gitu. Ya sudah Papa pergi ke kantor dulu. Ingat nanti akan ada orang datang untuk mengajarimu untuk memasak, suapaya kamu bisa jadi wanita sungguhan." Ucap Haidar panjang lebar. Mengacak acak rambut Prilly sekilas lalu berlalu dari hadapan putrinya itu dan berjalan memasuki mobil yg berada di garasi, sudah ada seorang bodyguard yg membukakan mobil untuknya.
"Memangnya aku bukan wanita sungguhan apa?" ucapnya kesal.
Prilly melambaikan tangan saat mobil sang Ayah mulai berjalan meninggal kan rumahnya. Dengan langkah gontai, ia mulai memasuki rumahnya.
"Shanti aku mau mandi sekarang gerah." Ucap Prilly pada pelayan pribadinya.
"Baik nona, saya akan segera siapkan air mandi nona." Ucap pelayan itu dan berlalu dari hadapan Prilly.
"Ck, membosankan.." gumamnya sebal.
Tidak ada orang lain selain dirinya dan para pelayan serta para bodyguard di rumah ini. Bosan sekali rasanya setiap hari harus terkurung di rumah besar ini sendirian, tidak ada kegiatan yg bisa ia lakukan.
Prilly tidak pernah di izinkan keluar rumah lagi semenjak lulus kuliah. Hanya sore hari saja ia keluar rumah untuk melihat menara Eiffel. Prilly bosan dengan semua peraturan yang Ayahnya miliki, Prilly ingin bebas seperti gadis gadis seusianya. Berjalan - jalan di mall dan menghabiskan waktu bersama teman temannya ataupun pacarnya.
Teman? Heh! Prilly tak pernah punya yang namanya teman. Bagaimana dia bisa punya teman, saat kuliah saja dulu dua bodyguard selalu ada di sampingnya. Siapa yg berani mendekati nya jika seperti itu. Apalagi saat SD,SMP dan SMA dia hanya belajar di rumah dengan guru yg datang ke rumahnya, atau bahasa kerennya Home Schooling.
Prilly di izinkan kuliah di tempat umum saja ia harus merengek mati matian, sampai tiga hari tidak mau makan agar ia di perbolehkan kuliah umum. Dan pada akhirnya memang di izinkan juga walau peraturan nya sangat ketat.
Prilly bukan putri Raja, hanya saja dia memang anak seorang yang kaya. Bahkan terkaya no 3 dari 20 pengusaha sedunia {dalam imajinasi author}. Itulah yg membuatnya terkekang akan peraturan Ayahnya. Ayahnya tidak mau hal buruk menimpanya, karna pasti banyak musuh Ayahnya yang berkeliaran di luar sana yang mengincarnya.
Prilly menuruni tangga dengan langkah hati hati, setelah selesai membersihkan diri tadi di bantu dengan pelayan pribadi nya tentunya.
"Diah, kau tau tidak orang yg akan mengajariku memasak itu akan datang jam berapa?" Tanya Prilly saat sudah berhasil mendarat kan diri di sofa panjang ruang santai.
Diah, atau salah satu pelayan yg sedang mengelap prabotan dekat Prilly pun menolehkan kepalanya kearah Prilly. "Sepertinya sekitar jam sepuluh nona, memangnya ada apa?"
Prilly menghela nafas panjang, jam sepuluh dan ini baru jam setengah sembilan, berarti masih satu jam setengah lagi. "Aku bosan." Gumam Prilly lirih.
Namun Diah masih dapat mendengar gumaman Prilly. Diah mengerti apa yg di rasakan Prilly, selama dua tahun dia bekerja menjadi pelayan di sini. Diah cukup mengerti ke bosanan yang melanda Prilly. Jika ia jadi Prilly pun ia akan merasakan hal yg sama.
"Diah, ada usul tidak bagaimana cara menghilangkan rasa bosan?" Tanya Prilly.
Diah menghentikan kegiatannya sesaat lalu kembali menatap nonanya yg sedang duduk di sofa sambil memencet mencet remot tv. Mengganti ganti chanel tv tanpa minat melihat tayangannya.
"Bagaimana kalau nona melanjutkan belajar merajut biar tidak bosan." Usul Diah, hati hati.
Prilly mendesah frustasi, ia mengacak acak rambutnya sebal. Tidak perduli jika rambutnya akan berantakan.
"Selain itu Diah...."
Andai saja jika sang Mama masih ada mungkin tidak akan sangat membosankan seperti ini.
"Hmm tidak tau nona." Ucap Diah lirih, ia kembali pada pekerjaannya semua.
_____
Bukan pernikahan impian.
_____
"Kak, kakak kenapa dari tadi senyam senyum begitu." Dahlia menyenggol lengan kakaknya.
"Tidak apa-apa kok..." Balas Rasya masih dengan senyum lebar menggiasi wajah tampannya itu.
"Ehmm...... ada apa dengan kalian?"
Ali mendehem saat melihat kedua adiknya sedang asik main senggol senggolan saat sarapan pagi ini. Ali bisa melihat wajah Rasya yg terlihat berbeda pagi ini, sepertinya adiknya itu sedang fall in love. Jatuh cinta.
"Tidak ada apa-apa kok kak." Balas Rasya.
"Bohong, kakak Rasya sedang jatuh cinta ya.... hayo ngaku." Tuding Dahlia.
"Eh, apaan sih tidak kok." Balas Rasya.
Ali tersenyum melihat kedua adiknya yang sedang berdebat ringan. "Sudah selesaikan sarapannya nanti kalian telat loh."
"Siap kak!!" Jawab kedua adik Ali serempak. Mereka memang selalu kompak, saling menyayangi dan menjaga satu sama lain.
Ali beralih menatap istrinya yang ada di sampingnya itu hanya diam di sebelahnya, menatap sarapannya tanpa ada minat memakannya. Ali tau apa yg membuat istrinya seperti ini, istrinya pasti sedang memikirkan perkataannya semalam.
Ya, Ali sudah memberitahukan pada istrinya perihal ia akan menikah lagi dengan putri rekan bisnisnya, namun ia tidak mengatakan bahwa ia menikah lagi untuk menyelamatkan perusahaannya yg di ambang kehancuran.
Istrinya memang tidak mengatakan apapun, tapi Ali tau jika istrinya tidak ingin Ali menikah lagi. Coba katakan istri mana yang rela jika suaminya menikah lagi, apalagi usia pernikahan mereka belum terbilang lama baru satu tahun setengah.
"Kak Nikita kenapa kok dari tadi aku lihat kakak murung. Apa kakak lagi sakit?" Tanya Dahlia yang melihat dari tadi kakak iparnya itu tidak memakan sarapannya sama sekali.
"Ah, tidak kok." Jawab Nikita sedikit kaget dengan pertanyaan adik iparnya itu.
Nikita masih memikirkan ucapan Ali tadi malam, yang mengatakan bahwa dirinya akan menikah lagi. Tapi tidak memberitahukan alasannya kenapa Ali mau menikah lagi? Apa karna sudah satu tahun lebih ia menikah dengannya namun belum di karuniai anak? Pikir Nikita.
Dahlia hanya mengangguk anggukkan kepalanya, walau dalam benaknya ia tau bahwa ada hal yg sedang kakak iparnya itu pikirkan.
"Oh ya, hari ini ka Rasya yang antar aku kan?" Tanya Dahlia.
Rasya hanya mengangguk singkat. Ia memperhatikan kedua orang yg duduk di hadapannya ini dengan serius. Pasti sedang terjadi sesuatu. Batinnya.
"Ya sudah kakak pergi ke kantor dulu ya, kalian juga cepat berangkat sekolah dan kuliah ya. Sayang aku berangkat kerja dulu ya, hati hati di rumah atau kalau mau ke toko juga harus hati hati ya jangan ngebut kalau bawa mobil..." ucap Ali, mengecup puncak kepala istrinya singkat.
Nikita pun menyalami Ali, " kamu juga hati hati di jalan, jangan ngebut bawa mobilnya." Ucap Nikita.
Setelah Ali pergi, Rasya dan Dahlia pun bergegas untuk pergi.
"Kak kami pergi dulu ya..." Ucap Rasya dan Dahlia setelah menyalami tangan kakak iparnya itu.
____
Bukan pernikahan impian.
____
Mohon maaf bila menemukan banyak typo ;)
Mohon maaf bila masih menemukan banyak typo ;)
Tiga : Belajar Memasak dan Rassya
_____
_____
Author pov.
"Aku merasa kalau ada sesuatu yg terjadi pada kak Ali dan kak ipar." Celetuk Dahlia tiba - tiba.
Rasya yang sedang menyetir pun menoleh kearah Dahlia. Ternyata apa yang dia fikirkan sama dengan apa yang Dahlia fikirkan.
"Aku rasa juga seperti itu..." balasnya kembali fokus menyetir.
"Apa kak Rasya tau apa yg terjadi pada mereka?" Tanya Dahlia, ia menatap Rasya yg sedang fokus menyetir.
"Aku tidak tau." Jawab Rasya, ia mengangkat bahunya sekilas.
"Oh ya, omong omong siapa perempuan yang kau sukai itu?" Tanya Dahlia mengalihkan pembicaraan mereka.
"Apa? Tidak ada." Balas Rasya.
"Jangan berbohong padaku kak, aku tau kau sedang jatuh cinta. Ayo katakan padaku siapa perempuan yang tidak beruntung itu." Ucap Dahlia menggoda Rasya.
"Oke oke, aku kalah kau memang selalu tau. Harusnya dia sangat beruntung karna di sukai lelaki tampan seperti ku." Ucap Rasya bangga.
Dahlia memutar bola matanya malas, kakaknya ini memang pede akut. Walau pada kenyataan kakaknya memang tampan. "Terserah kau saja, ayo cepat katakan saja siapa nama perempuan itu."
"Kepo :p...." ucap Rasya, ia menjulurkan lidahnya pada Dahlia.
Dahlia mendengus kesal lalu memukul lengan Rasya pelan. "Hey, aku sedang menyetir, nanti kalau kita kecelakaan bagaimana?" Ucap Rasya.
"Biarkan saja. Palingan juga besok akan ada di berita seorang kakak dan adik meninggal karna kecelakaan mobil, di koran." Celetuk Dahlia asal.
"Enak saja, aku masih ingin hidup." Balas Rasya.
"Ya sudah katakan siapa nama calon kakak iparku itu." Paksa Dahlia. Dia sudah sangat penasaran, siapa sih perempuan yang sudah membuat kakak keduanya ini tersenyum sepanjang pagi.
"Namanya Prilly. Lagian aku juga tidak tau apakah dia juga menyukaiku atau tidak. Kita juga baru kenalan kemarin." Gumam Rasya pelan.
Rasya sudah mengagumi sosok Prilly sejak pertama kali dia melihatnya duduk di taman dengan dua orang bodyguard dan satu orang pelayan di dekatnya.
Diam diam Rasya selalu mengambil gambar Prilly dari ke jauhan. Ia tidak berani mendekat, bukanya ia takut, tapi melihat dua orang bodyguard di sampingnya dengan badan yang tinggi besar sudah membuatnya bergidik ngeri.
'Sama saja dengan takut, Rasya **** ih 😁' (Author)
Baru kemarin sore, Rasya berani mendekatinya. Itu saja karna tidak ada pelayan serta dua bodyguard nya, jika ada mana Rasya berani mendekati dan berkenalan dengan Prilly.
"Heh! Malah bengong." Ucap Dahlia membuyarkan lamuman Rasya.
"Kau beneran mau mati hah!"
Rasya tergelak di tempat duduknya. Menatap tajam kearah sang adik yang membuyarkan lamunannya tentang Prilly.
"Apa??" Tanya Dahlia, ia tidak mau kalah. Dahlia juga membalas tatapan tajam sang kakak.
"Tidak! Sudah sampai cepat turun sana." Ucap Rasya.
Dahlia memutar bola matanya kesal. Tapi dia turun juga dari mobil Rasya, sebelum ia menutup pintu ia berkata. "Jangan lupa kenalkan kakak ipar padaku, siapa tadi namanya... ahh ya Prilly."
"Ck, baru saja juga kenalan." Gumam Rasya kembali menjalankan mobilnya menjauh dari sekolah Dahlia.
______
Bukan Pernikahan Impian.
______
"Bagaimama enak tidak?" Tanya Prilly, harap harap cemas. Pasalnya ini adalah masakan kedua yg ia pelajari dari cheff Arnold.
Cheff Arnold yang sedang mencicipi masakan buatan Prilly manggut manggut. Membuat Prilly geram sendiri.
"Aku bertanya dan kau malah mengangguk anggukkan kepalamu seperti marmut. Itu tidak lucu." Ucap Prilly yang berdiri di sebelah cheff Arnold sambil berkacak pinggang.
"Lumayan...." ucap cheff Arnold seraya tersenyum.
"Lumayan apa?" Tanya Prilly masih tidak puas akan jawaban cheff Arnold.
"Lumayan enak." Balas cheff Arnold santai.
Prilly mendelik sebal mendapat jawaban itu. Itu artinya ia harus mengulang lagi, memasak lagi. Papanya bilang, ia harus memasak hingga cheff Arnold bilang bahwa masakannya enak.
"Jangan seperti itu, tampangmu terlihat sangat meyeramkan." Ucap cheff Arnold.
Prilly mendengus kesal. "Aku tidak mau belajar lagi denganmu, kau sangat menyebalkan."
Dengan itu Prilly melangkah pergi meninggalkan dapur, tapi sebelum ia benar benar keluar dari area dapur ia mendengar cheff Arnold berteriak.
"Tidak masalah, paling juga nanti tuan Haidar yang akan memarahimu karna tidak mau belajar menasak!" Teriak cheff Arnold.
Prilly menghentikan langkahnya, ia berbalik menatap cheff Arnold sebal. Dengan langkah malas ia kembali berjalan mendekati cheff Arnold untuk belajar masak lagi. Prilly tidak mau kena marah Papanya. Karna jika Papa Prilly sedang marah, ia akan mengomel sepanjang hari hampir mirip seperti ibu ibu gosip.
_____
Bukan Pernikahan Impian.
_____
"Mencariku heh!"
Prilly berjengkit kaget saat ada seseorang tiba tiba duduk di sampingnya dan sesuatu yang dingin menempel pada pipi kanannya.
"Apaan sih? Siapa juga yang mencarimu." Dengusnya kesal.
Rasya terkekeh melihat Prilly kesal karnanya. "Lalu kenapa kau dari tadi celingak celinguk seperti mencari sesuatu?"
"Ini untukmu." Lanjutnya memberikan es krim yang sedari tadi ia pegang. Memang tadi ia sempat melihat Prilly yang seperti mencari sesuatu.
"Aku-aku hanya melihat lihat saja, siapa tau bodyguard atau pelayanku menguntitku." Ucap Prilly dengan gugup.
"Tidak usah berbohong begitu, kau tidak pandai berbohong nona. Ini es krimnya mau tidak, keburu meleleh di tanganku." Ucap Rasya.
"Tidak ada racunnya kan?" Tanya Prilly curiga. Tapi tetap menerima es krim pemberian Rasya.
Rasya mengeryitkan dahinya. "Ada, tadi aku beri racun tikus." Ucapnya asal.
Prilly mendelik pada Rasya yg ada di sampingnya. "Tidak mau, aku belum mau mati!"
"Hahaha, aku hanya bercanda. Kau ini seperti anak kecil saja." Ucap Rasya terkekeh geli.
"Tidak lucu!" Sunggut Prilly kesal. Ia mengerucutkan bibirnya sebal. Rasya suka sekali menggoda nya, baru kemarin mereka kenal tapi sudah seperti sudah lama saling kenal.
"Kenapa tuh bibir, minta di cium eh?"
"Rasya!!"
"Hahaha tidak tidak, aku hanya bercanda Prilly. Itu es krim nya tidak dimakan? Nanti ke buru meleleh di tangan loh." Ucap Rasya.
Masih dengan perasaan kesal, akhirnya Prilly mulai membuka bungkus es krim dan memakannya. Agak takut memang, karna sebenarnya ia tidak pernah menerima pemberian orang asing. Ckck Rasya orang asing ya?
"Tenang tidak ada racun di dalamnya kok." Ucap Rasya, seakan ia tau apa yg ada di pikiran Prilly.
Prilly hanya diam menikmati manis nya es krim dengan melihat pemandangan indah di depannya, menara Eiffel Walaupun sudah setiap hari ia melihatnya, tapi Prilly tidak pernah bosan memandang menara Eiffel.
"Kau tidak bosan apa setiap hari hanya memandang menara Eiffel dari sini?" Tanya Rasya, setelah sekian menit mereka diam.
"Tidak." Balas Prilly singkat tanpa menoleh kearah Rasya.
"Tidak berniat melihatnya dari dekat?." Tanya Rasya lagi.
"Tidak juga." Balas Prilly masih fokus pada menara Eiffel
"Jika aku menemanimu ke sana, apa kau mau?" Tawar Rasya.
Prilly menatap Rasya dan mengendikkan bahu.. "Memangnya ada apa disana?"
"Sesuatu yang tidak pernah kau lihat."
____
Bukan Pernikahan Impian.
____
"Aku memberimu waktu satu minggu Ali, jadi tidak usah terburu buru."
"Tidak apa apa, aku bersedia menikah dengan putrimu. Asalkan dia mau menjadi istri kedua seperti katamu kemarin, karna aku tidak mau jika harus menceraikan istri pertamaku." Ucap Ali mantap.
"Itu tidak jadi masalah. Pernikahan di adakan dua minggu lagi."
"Secepat itu kah?" Tanya Ali.
"Ya, lebih cepat lebih baik bukan."
_____
Bukan Pernikahan Impian.
_____
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!