NovelToon NovelToon

Salahkan Mencintainya

Acara Pesta

Regina, 27 tahun, seorang Sekretaris dari Samuel Raygan. Seorang pengusaha besar yang bergerak di bidang property. Sebelum bekerja disini, Regina pernah pergi ke Luar Negara untuk bekerja juga. Namun, dia malah mendapatkan kemalangan disana. Dan ketika dia bingung harus kemana di Negara orang ini, seorang Samuel datang memberikan bantuan agar dia bisa pulang ke Tanah Air.

Ternyata sebuah kemalangan masih belum selesai menimpanya. Regina harus menerima kenyataan jika orang tuanya telah meninggal karena kecelakaan, dan adiknya yang menikah dengan musuh Samuel.

Semua hal itu tetap bisa dia lewati, ketika dia mengetahui jika diantara Samuel dan suami dari adiknya hanya sebuah salah paham. Akhirnya, semuanya bisa terselesaikan juga, bahkan sekarang Samuel sedang mendekati adik sepupu dari pria yang dulu menjadi musuhnya.

Malam ini, ada sebuah acara pesta salah satu rekan kerja dari Perusahaan Samuel. Dan Gina sebagai Sekretarisnya harus menyiapkan semuanya.

"Temani Arin untuk mencari gaun untuk acara malam ini"

GIna mengangguk tanpa membantah apapun, sementara gadis yang duduk di atas pangkuan Samuel, terlihat cemberut. Tentu akan merasa kesal dengan sikap posesif yang dilakukan oleh Samuel.

"Padahal aku punya banyak gaun, tapi kenapa harus beli baru" gerutu Arina yang sekarang mereka sudah berada di dalam mobil.

Gina yang mengemudi hanya tersenyum, bersama Arina dia memang cukup akrab. Selain dia adalah adik sepupu dari suami adiknya, tapi Arina sendiri memang perempuan yang sangat ceria.

"Sudahlah, turuti saja. Lagian kalau sampai tidak di turuti, kamu akan kena masalah' ucap Gina sambil terkekeh pelan.

Arina menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Beberapa kali menghembuskan napas kasar. "Iya Gin, aneh bangat ih. Padahal ya aku juga tidak akan berani selingkuh, mana berani. Baru dia melihatku bertegur sapa dengan teman saja, langsung marah besar"

Gina terkekeh, mengingat kejadian itu. Atasannya ini memang begitu posesif jika tentang perempuan yang dicintainya.

"Tuan Sam seperti itu karena dia begitu mencintaimu, Rin. Bahkan aku saja tidak pernah melihatnya sampai sebesar ini mencintai"

Arina mengangguk, meski merasa cukup terkekang. Tapi tidak bisa membohongi jika dia juga bahagia. Sikap Samuel seperti ini karena memang dia begitu mencintainya dan takut kehilangannya.

*

Setelah menemani Arina memilih gaun, Regina langsung kembali ke Apartemennya. Dia sedang bersiap juga untuk menghadiri acara itu.

Sebuah acara yang cukup mewah, di adakan di sebuah Gedung. Regina masuk ke dalam acara ini. Melihat banyak orang yang berdatangan dari kalangan atas. Berpenampilan dengan berbalut kemewahan. Jika tidak pernah bekerja dengan Samuel, maka dia tidak akan pernah berada di dalam situasi seperti ini.

Gina jadi mengingat pertama kali datang ke acara seperti ini, dia cukup gugup dan tidak sepercaya diri sekarang. Tidak terasa, sudah hampir dua tahun Regina bekerja dengan Samuel, dan membuat dia mendapatkan banyak pengalaman baru.

Regina menatap sekelilingnya, semua orang hadir dengan segala kemewahan ditunjukan. Dunia yang sebenarnya berbanding terbalik dengan Regina, hanya saja sekarang dia mulai terbiasa dengan orang-orang yang menunjukan sikap ramah hanya karena melihat posisinya.

Regina menghembuskan napas kasar, dunia kalangan atas memang seperti ini. Lebih banyak seorang penjilat daripada seseorang yang benar-benar tulus.

Memutar-mutar gelas berisi minuman di tangannya, Regina terus memperhatikan setiap orang. Sampai tatapan matanya tertuju pada seseorang yang baru saja masuk seorang diri. Pria tinggi tegap dengan berbalut jas mahal yang semakin membuatnya bersinar diantara yang lain.

"Arian" Tanpa sadar bibirnya bergumam pelan, melihat lagi pria itu sejak hampir satu tahun.

Pertemuan pertamanya adalah ketika adiknya mengalami kecelakaan dan mengalami koma. Arian adalah saudara kembar dari Arina, yang juga sepupu dari suami adik Regina. Dan saat itu Regina diantar pulang olehnya. Debaran pertama yang Regina rasakan ketika tatapan mata saling bertemu ketika saat itu Arian memasangkan sabuk pengaman di tubuhnya.

Dan sejak saat itu, selama adiknya di rawat di rumah sakit, Regina lebih sering bertemu dengannya. Tapi, setelah adiknya kembali sadar dah sehat, maka tidak pernah lagi Regina bertemu dengannya.

Hanya sering melihat di berita saja tentang keluarga Demitri yang selalu menjadi berita utama tentang apapun itu, sama seperti keluarga Raygan.

Tatapan mata biru itu selalu terlihat tajam, dan Regina selalu merasa tenggelam dengan tatapannya. Sampai dia menyadari jika pria itu berjalan mendekat padanya, Regina segera memalingkan pandangan, takut ketahuan jika dia begitu menatap lekat padanya.

"Aduh, kenapa dia datang kesini? Apa dia sadar jika aku menatapnya"

"Kau datang sendiri?"

Regina langsung menoleh, dia tersenyum canggung. Sudah hampir satu tahun tidak bertemu dan berbicara lagi dengan pria ini, tentu membuat Regina begitu gugup.

"Ah, i-iya. Menunggu Tuan Sam yang sepertinya belum datang"

Arian mengambil minum di atas meja dekat Regina. Berdiri di dekatnya. "Arina juga akan datang bersamanya?"

Regina mengangguk. "Ya, tentu saja. Arina pasti akan datang dengan Tuan Sam"

"Cih, sekarang udah resmi berpacaran sampai semakin lengket saja Sam pada saudaraku"

Regina hanya tersenyum saja, memang semua orang bisa melihat bagaimana Samuel yang semakin terikat dengan Arina.

"Ya begitulah, Tuan Sam memang tidak bisa jauh-jauh dengan Arina. Em, Rean dan Alea belum datang ya?" tanya Gina, Alea adalah adiknya dan Rean adalah suaminya.

"Mereka tidak akan datang, makanya aku yang datang mewakilkan" ucap Arian dengan wajah sedikit malas.

Regina hanya mengangguk pelan, melirik pria disampingnya yang selalu memasang wajah datar. Namun, entah kenapa Regina sama sekali tidak merasa takut, dia malah merasa jika Arian mempunyai daya tarik tinggi.

Ah sial, jantungku berdebar lagi. Berada di dekatnya benar-benar tidak aman.

"Aku pergi kesana dulu" ucap Arian yang menyimpan kembali gelasnya di atas meja. Lalu dia berlalu menemui rekan kerja yang lain.

Sebenarnya Regina tidak terlalu senang berada di keramaian seperti ini. Tapi karena sebuah tuntutan pekerjaan, jadi dia mulai membiasakan. Meski dia lebih sering seorang diri daripada bergabung dengan orang-orang.

*

Acara utama sudah selesai, berakhir dengan minum-minum dan pesta bebas. Semua orang menari dan berdansa dengan pengaruh alkohol. Regina hanya duduk sendirian, tapi dia ikut minum juga. Selain untuk merilekskan pikiran yang kacau beberapa hari ini karena pekerjaan yang menumpuk.

Semua orang menikmati saat ini, berpesta dengan minum-minum dan menari sepuasnya. Samuel dan Arina sudah pulang lebih dulu, tentu Samuel tidak akan membiarkan Arina minum.

Regina mulai hilang kendali, tatapan matanya mulai mengabur, bahkan semua terlihat berputar-putar. Berjalan sempoyongan dengan menenteng tas. Sampai, seseorang berdiri di depannya, Regina menyipitkan matanya, memperjelas tatapannya yang mengabur.

"Ah, Arian ya" ucapnya sambil tersenyum.

"Kau mabuk parah, cepat ikut aku"

Regina merasa tubuhnya melayang, ternyata Arian menggendongnya di bahu, Tubuh mungil Regina begitu mudah dia bawa.

"Mau membawaku kemana Arian?"

"Sudah, kau diam saja"

Arian memasukan Regina ke dalam mobilnya, dan dia pun ikut masuk.

"Ke Apartemen, Pak" ucapnya pada Pak Sopir.

Bersambung

Yuhuu.. Akhirnya Arian dulu yang aku Rilis ya.. Kenapa? Karena plot cerita Arina dan Sam, masih aku pikirkan ya.. Masih proses.

Selamat membaca.. Jangan lupa dukungannya.. See you..

Malam Bersama?

Arian menatap perempuan yang sekarang berada dalam gendongannya. Wajah yang memerah karena efek mabuk, membuatnya sedikit merasa gemas. Apalagi ketika dia selalu bergumam tidak jelas.

Arian membawanya ke Apartemen, menidurkan Regina di tempat tidurnya. Menatapnya dengan menggelengkan kepala pelan.

"Sudah mabuk begini, bagaimana bisa dia berniat pulang sendiri dengan mengendarai mobil. Benar-benar perempuan keras kepala"

Arian membuka sepatu hak tinggi yang di pakai Regina, melihat beberapa bagian kakinya merah karena lecet. "Ck, bahkan kau masih bisa memaksakan menggunakan sepatu ini di saat kakimu terluka begini"

Arian menoleh kembali ke arah wajah Regina, hanya bisa menghela napas melihat kelakuannya ini. Arian berdiri dan ingin pergi ke ruang ganti, tapi tangannya di tahan.

"Jangan pergi, apa kamu tidak suka bersamaku?"

Arina menatap wajah Regina yang memerah, matanya sedikit terbuka dan dia tersenyum. Seketika itu membuat jantung Arian berdebar tak karuan. Apalagi ketika Regina mengerucutkan bibirnya, itu terlihat ... sangat mengemaskan di mata Arian.

"Kau menghilang selama satu tahun ini, sama sekali tidak menghubungiku. Apa tidak merindukanku? Ah sial, sepertinya hanya aku yang merindukanmu dan terus memikirkanmu"

Arian terdiam, detak jantungnya semakin kencang, melihat wajah yang memerah, bibir yang cemberut dan yang terus mengoceh mengatakan dia yang merindukannya.

Sial, apa ini? Dia bisa membunuhku.

Arina memegang dadanya yang berdebar, tangan satunya masih di pegang erat oleh Regina. Bahkan gadis itu memeluk tangan Arian di dadanya, mengecupnya seolah dia memang sedang memeluk boneka.

"Kamu tidak merindukanku, hanya aku yang merindukanmu"

Kalimat itu terus berulang-ulang terucap di bibirnya yang cemberut. Arian mendongak dan menghembuskan napas berat, memejamkan matanya sejenak. Tapi, sepertinya itu tidak mempan. Apalagi ketika Regina mengecup jemari tangannya dan menggigitnya. Meski gigitan itu tidak berarti apa-apa bagi Arian.

"Kau yang mulai ya"

Arian naik ke atas tempat tidur, mengukung tubuh Regina. Gadis itu membuka matanya, dia tersenyum melihat wajah Arian yang berada dekat dengannya. Regina menangkup wajah pria itu dan tersenyum padanya dengan sedikit meneliti wajah Arian.

"Kamu merindukanku juga? Tidak hanya aku yang merindukanmu 'kan?"

Cup... Regina yang memulai, ini benar-benar dia yang memulai. Mengecup bibir Arian membuat pria itu tidak bisa lagi menahannya. Langsung memberikan ciuman yang cukup menuntut untuk Regina. Tangannya mulai memberikan sentuhan seringan bulu di tubuh Regina. Mulai membuka tali pita gaun yang di pakai oleh gadis ini.

Kecupan mulai turun ke arah leher dan dadanya, meninggalkan beberapa bekas kemerahan disana. Menunjukan tanda kepemilikan. Regina sedikit meringis dan mengeluarkan suara saat Arian memberikan kecupan keras di lehernya. Dan itu cukup membuat Arian semakin bergairah.

Semua pakaian mulai terlempar satu persatu, berserak di atas lantai. Suasana menjadi semakin panas, meski pendingin ruangan tetap menyala. Tangan Regina mencengkram seprei dengan begitu kuat, hampir menjerit kesakitan saat bibirnya di tutup oleh bibir Arian. Air mata tidak sadar mengalir di sudut pipinya, menahan sakit yang baru pertama kali dia rasakan.

"Tenang, aku akan melakukan dengan pelan" bisik Arian.

Sejenak hanya memberikan ciuman pada Regina agar membuatnya kembali rileks. Setelah di rasa cukup, Arian mulai bergerak dan itu menimbulkan suara memalukan di dalam kamar ini. Udara di sekitarnya seolah berubah menjadi sangat panas. Keringat bercucuran di tubuh keduanya, saling bersatu. Pergerakan yang membuat tempat tidur ikut bergoyang di iringi suara memalukan yang semakin keras memenuhi ruangan. (Udah ah, aku tidak sanggup lagi)

*

Suara ponsel membangun seseorang yang bergelung di bawah selimut tebal. Matanya masih terpejam, tapi tangannya meraba-raba atas nakas untuk mencari ponsel yang berdering itu. Mendapatkannya, dan tanpa melihat siapa yang menelepon, langsung menekan ikon hijau dan menempelkan di telinga.

"Hallo, Arian kau dimana? Pagi ini kau ada meeting penting. Kenapa kau tidak datang? Kakek yang harus datang menggantikanmu. Dimana kau sekarang?!"

Seketika bola mata Regina langsung terbuka, rasa kantuk lenyap seketika. Mendengar suara seseorang di seberang sana, membuatnya terkejut. Lalu, Regina menatap ponsel di tangannya, baru sadar jika itu bukanlah miliknya.

Apa yang terjadi? Regina masih merasa linglung, dia menundukan pandangan dan menyadari jika tubuhnya dalam keadaan polos. Segera menarik selimut sampai ke dada dan Regina masih mengerjap kaget. Apa ini mimpi? Apa yang terjadi dengannya?

"Hallo, Arian!" teriakan dari seseorang yang masih tersambung ke telepon, membuat Regina tersadar dari keterkejutan. Dia menoleh dan melihat seseorang tidur disampingnya. Matanya langsung terbelalak, hampir berteriak jika tidak langsung menutup mulutnya sendiri dengan tangannya. Sadar jika masih ada seseorang yang menelepon.

Kenapa ini? Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa tidur dengan Arian? Ya Tuhan.

Ketika Regina masih merasa terkejut, dia menyadari Arian sudah bangun dan mengambil ponsel dari tangannya ketika Arian sadar jika ponsel di tangan Regina adalah miliknya.

Arian bangun dan duduk bersandar, membiarkan dada polosnya terpampang nyata di depan Regina sekarang. Sementara gadis itu masih begitu terkejut dengan situasi ini, dia menarik selimut untuk menutupi wajahnya sendiri. Mendengarkan percakapan Arian dengan seseorang di telepon.

"Aku ada urusan, Kakek bantu aku di Perusahaan untuk hari ini. Sudah dulu ya Kek, aku tutup teleponnya"

Arian langsung memutuskan sambungan telepon tanpa menghiraukan Kakeknya yang pasti sekarang sedang menggerutu kesal karena ulahnya ini.

Arian menyimpan ponsel, menoleh dan menatap gadis yang menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Hanya ujung kepalanya yang terlihat. Arian tersenyum, dia kembali berbaring dan memeluk Regina yang terbalut selimut tebal.

Regina terbelalak, dia langsung membuka selimut yang menutupi wajahnya. Melihat Arian yang menatapnya dari jarak begitu dekat sambil tersenyum.

"Aku juga merindukanmu"

"Hah?" Regina terdiam dengan bingung, kenapa Arian tiba-tiba mengatakan jika dia juga merindukannya. Tapi sesaat kemudian, wajah bingung itu berubah merah dan malu. Regina baru mengingat apa yang terjadi semalam. Apa yang telah dai lakukan pada Arian, dia mengingatnya sekarang.

"Apa kita semalam telah..." Regina bahkan malu untuk mengatakannya. Dia menarik kembali selimut untuk menutupi wajahnya.

Arian terkekeh lucu, dia membuka selimut yang menutupi wajah Regina. Mengecup keningnya. Hal itu membuat Regina semakin merasa malu. Kenapa juga Arian tiba-tiba mengecup keningnya tanpa berkata apapun dan menjawab ucapan Regina barusan.

"Telah apa?" tanya Arian dengan tatapan mengejek.

Regina terdiam, tidak berani menatap mata Arian karena cukup malu dengan situasi saat ini.

"Terus gimana?"

Arian mengerutkan keningnya, merasa lucu dengan ucapan Regina dan wajah bingungnya. "Gimana apanya? Kita hanya melakukan malam bersama, bukankah itu biasa? Apalagi semalam kita sama-sama mabuk"

Tidak, Arian tidak begitu mabuk hingga dia masih sadar seutuhnya. Apalagi dia adalah pria yang cukup kuat minum.

Hanya melakukan malam bersama? Dan itu biasa?

Bersambung

Hanya malam bersama dia kata? Dih, Arian benar-benar ya!

Apa Pakai Pengaman?

Regina baru saja selesai mandi, seluruh tubuhnya terasa remuk redam. Dia berdiri di depan cermin dan melihat banyak tanda kemerahan di leher dan dadanya. Regina mengusapnya pelan.

"Aduh, bagaimana aku akan menutupi bekas ciuman ini"

Regina merutuki dirinya sendiri karena terbawa suasana semalam hingga dia terus minum dan mabuk parah. Dan sekarang berakhir seperti ini dengan Arian.

Hanya bermalam bersama, bukankah itu biasa.

Ucapannya masih terus berputar dalam ingatan Regina. Entah kenapa itu terdengar cukup menyakitkan bagi Regina yang baru pertama kali melakukannya. Arian adalah yang pertama baginya.

Regina melihat sepasang pakaian lengkap di atas sofa di ruang ganti ini. Sepertinya Arian yng menyiapkan. Dia sudah pergi keluar saat Regina masih berada di kamar mandi.

Setelah selesai berpakaian, Regina segera mengambil ponsel dan tasnya. Lalu menenteng sepatunya dan keluar dari kamar. Regina sudah berada di depan pintu keluar, memakai sepatunya dan ingin keluar dari Apartemen ini. Tapi, ketika dia membuka pintu di depannya sudah berdiri Arian dengan kantong plastik ditangannya. Regina terdiam melihat tatapan tajam dari Arian.

"Kau mau kemana?"

"Em, aku mau pulang"

Tatapan Arian semakin tajam menusuk, membuat Regina terdiam dan mulai menciut. Hanya diam membeku di tempatnya, menundukan wajahnya karena takut menatap wajah Arian.

Arian menarik tangan Regina dan membawanya masuk kembali ke dalam Apartemen. Menutup pintu dengan kasar.

"Setelah yang terjadi semalam, kau akan pergi begitu saja? Iya? Kau menganggap ini hanya kesalahan satu malam? Iya?"

Regina terdiam melihat kemarahan Arian saat ini. Tangannya masih di cengkram kuat oleh pria di depannya ini. Sekarang Regina bingung harus bagaimana menyikapi sikap Arian padanya.

"Lalu, kita harus bagaimana? Diantara aku dan kamu tidak pernah ada hubungan apapun. Jika ini bukan kesalahan semalam, lalu aku harus menganggapnya apa?" ucap Regina sedikit tergugu.

Arian menghembuskan napas kasar, dia melepaskan tangan Regina. Berjalan ke arah meja makan. "Makanlah, aku sudah beli makanan untukmu. Kita bahkan melewati sarapan, jadi sekarang sudah waktunya makan siang"

Regina menatap Arian dengan bingung, melihat sikap pria ini yang benar-benar tidak jelas apa yang dia inginkan. Regina menghela napas, lalu berjalan ke arah Arian di meja makan.

"Mobilmu masih di Gedung, nanti aku minta seseorang untuk mengambilnya. Berikan saja kunci mobilnya" ucap Arian.

"Em, aku ambil sendiri saja. Sekarang juga harus ke Kantor, pasti Tuan Sam akan mencariku"

Arian tidak menjawab lagi, dia mengambilkan makanan untuk Regina. "Makanlah, nanti aku antar kau"

Regina tidak berkata apapun lagi, dia memakan makanannya dengan tenang. Begitu pun dengan Arian, meski sesekali dia melirik perempuan di depannya ini.

Selesai makan, Arian mengantar Regina ke Kantor. Sepanjang perjalanan tidak ada lagi percakapan diantara mereka berdua. Regina yang juga bingung harus berbicara apa dengan pria disampingnya ini.

"Berikan kunci mobilmu, biar orangku mengambilnya" ucap Arian setelah mereka sampai di depan Perusahaan Raygan.

"Em, aku bisa mengambilnya sendiri. Tidak perlu repot-repot"

Arian menengadahkan tangannya di depan Regina, tatapannya begitu tajam. "Berikan padaku. Kau tidak bisa membantah!"

Regina menghela napas pelan, kenapa Arian begitu memaksa dan benar-benar sulit untuk dibantah. Akhirnya Regina memberikan kunci mobilnya pada Arian. Membantah pun percuma, karena pria itu benar-benar sulit untuk dibantah setiap ucapan yang sudah dia putuskan.

"Em, kalau begitu aku turun dulu. Terima kasih sudah mengantar"

"Hmm"

Regina turun dari mobil, berjalan masuk ke Perusahaan. Ketika dia baru sampai di depan Lift, seseorang berteriak memanggilnya, Regina menoleh dan melihat Arina yang berjalan ke arahnya.

"Gin, kamu baru datang juga?" tanya Arina.

Regina mengangguk, dia tersenyum pada Arina, untuk menutupi kegugupannya. Berpikir jika Arina mungkin melihatnya pergi dengan saudara kembarnya.

"Oh, tumben sekali datang siang. Oh ya, tadi di depan aku juga seperti melihat mobil Arian, untuk apa dia kesini ya?"

Tubuh Regina seketika membeku, sudah seperti dugaannya jika Arina mungkin melihat mobil saudara kembarnya. Regina meremas celana panjang longgar yang dia pakai. Tiba-tiba dia berubah gugup dan panik.

"Ah, mungkin kamu salah lihat. Tidak ada pertemuan diantara Perusahaan kalian dan Perusahaan Raygan. Lagian kalaupun ada, yang datang biasanya Kak Rean"

Arina mengangguk pelan, dia merangkul lengan Regina dan ketika itu pintu lift terbuka. Mereka masuk bersamaan ke dalam kotak besi itu.

"Mungkin iya aku hanya salah lihat" ucap Arina, dia menoleh pada Regina dan melihat sesuatu yang aneh. "Gin, itu leher kamu kenapa merah-merah?"

Bukannya bodoh, Arina juga tahu bekas apa itu. Tapi dia tidak mau langsung berpikir terlalu jauh atas apa yang telah terjadi pada Regina. Jadi, dia bertanya seolah dia tidak tahu.

Regina panik, dia segera memegang lehernya dengan sedikit panik. Menarik kerah bajunya semakin atas untuk menutupi bekas kemerahan itu. Meski tetap tidak tertutup semuanya.

"Ah, ti-tidak papa. Ini tadi ada serangga"

Arina hanya mengangguk saja, dia tidak akan mendesak Regina untuk bertanya kenapa bisa ada tanda itu di lehernya. Arina tidak ingin terlalu ikut campur juga.

"Jika ingin menjalin hubungan, harus tahu dulu bagaimana pria itu, Gin. Bukannya aku menyamakan, tapi aku takut apa yang terjadi pada Alea juga terjadi padamu. Lihatlah, Kak Athan memang sangat pecundang dengan tidak mau bertanggung jawab. Meski sekarang semuanya sudah baik-baik saja, tapi tetap saja cerita itu akan selalu melekat pada setiap keluarga yang tahu kisahnya"

Regina terdiam, detak jantung begitu cepat. Mengingat semalam, apa Arian menggunakan pengaman untuk itu, atau tidak? Jika tidak, maka Regina akan celaka. Bagaimana jika dia hamil seperti adiknya dulu, hamil diluar nikah. Aa... itu tidak boleh terjadi.

Aku akan bertanya padanya nanti, karena aku tidak ingat apa dia menggunakan pengaman atau tidak semalam.

Meski tidak cukup fokus hari ini, Regina tetap menyelesaikan beberapa pekerjaan. Pikirannya terus dipenuhi dengan ucapan Arina tadi, dan juga kejadian semalam diantara dirinya dan Arian.

"Aaa... Regina, kenapa kau begitu bodoh semalam"

Dia mulai frustasi memikirkan yang telah terjadi semalam. Mengacak rambutnya lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja. Benar-benar cukup frustasi.

"Bagaimana jika dia tidak memakai pengaman, dan aku bisa .... aaa tidak boleh, aku tidak boleh seperti Alea"

Mengingat adiknya juga hamil diluar nikah karena dia mabuk semalam. Lalu menikah dengan Rean yang sebenarnya bukan Ayah kandung si bayi, Rean adalah Kakak dari Ayah kandung si bayi. Meski sekarang semuanya sudah selesai. Tapi, jika Regina mengalami hal yang sama seperti Alea, maka dia harus bagaimana?

Bodoh! Kau terlalu bodoh Regina, kenapa tidak bisa menahannya semalam. Kenapa harus mabuk begitu parah.

Hanya bisa merutuki kebodohannya tadi malam. Namun, semuanya sudah terlanjur.

Bersambung

Aa... Author masih polos ya..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!