NovelToon NovelToon

THE PERFECT GIRL

01

GRACE POV

Grace Victoria, itulah nama lengkapku. aku adalah anak pertama dari dua bersaudara dan adikku laki - laki, tetapi kami juga memiliki adik tiri (kembar perempuan). Kami berempat sangat kompak, meskipun jarak usia kami terpaut sangat jauh. Saat ini, aku berusia 22 tahun dan adik laki-laki ku berusia 21 tahun. Tapi, usiaku dengan si kembar selisih 10 tahun dengan. Saat ini, mereka sedang duduk di kelas VI-SD.

Oh, iya. Aku akan ceritakan sedikit tentang keluargaku. Mama meninggal karena penyakit komplikasi antara gagal ginjal dengan usus buntu yang dideritanya selama 5 tahun terakhir. Saat itu, aku baru berusia 12 tahun dan Mama dimakamkan bersebelahan dengan makam Kakek dan Nenek di Kampung halamannya (sesuai permintaan Mama sebelum menemui ajalnya). Pada akhirnya, Papa menikah lagi disaat aku sudah memasuki usia 16 tahun.

Aku dan adikku ikut Papa pindah ke Pematangsiantar dari Medan. Kami tinggal serumah dengan Mama tiri kami. Papa adalah seseorang dari keturunan Jepang - Indonesia yang bekerja dan tinggal di Medan. Mama adalah keturunan Tionghoa yang lahir dan tinggal di Medan. Sedangkan, Mama tiriku berasal dari keturunan Batak. Mama tiriku ini termasuk tipe orang yang sangat keras kepala dan tegas dalam mendidik anak.

Selama serumah dengan Mama, segala hal baik dan buruk sudah biasa kuterima darinya. Aku memang sesekali berbuat kesalahan, tetapi cara Mama memarahiku terkadang bisa dibilang di luar nalar. Meskipun demikian, Mama

sudah mau menerima dan mendidik kami dengan baik. Bagaimanapun sikapnya terhadap kami, dia tetaplah seseorang yang membesarkan kami. Yah, kami sudah menganggapnya seperti Mama kandung sendiri.

Barusan aku mendapat panggilan dari Sam, adikku. Samuel Viktor sebenarnya baru-baru ini dia memperoleh pekerjaan. Tetapi, karena dia masih magang, penghasilannya belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya di  Bandung. Apalagi, dia sama sepertiku, kuliah dan kerja sambilan. Belum lagi, dia adalah seorang lelaki dengan nafsu makannya yang cukup besar. Tubuhnya yang lebih besar dariku membuatnya menjadi lebih rakus dari aku.

Sam lagi-lagi minta uang tambahan untuk akhir bulan ini katanya. Aku langsung mengirimkannya sejumlah uang melalui M-Banking. Akhir-akhir ini aku sudah jarang bertemu dengannya. Biasanya, setiap bulannya, aku akan menyempatkan diri ketempatnya untuk melihat keadaannya dan memberinya uang saku. Tetapi, karena aku sedang sibuk dengan kegiatanku beberapa bulan ini, aku jadi tidak bisa bertemu dengannya.

Aku memang hanya bekerja dengan shift pertama (mulai pukul 8 pagi sampai pukul 4 sore) di Restoran yang pemiliknya adalah suami dari kakak seniorku di kampus. Oleh karena biaya sarapan dan makan siangku sudah ditanggung pemilik Restoran tersebut, gajiku masih bisa untuk memenuhi kebutuhanku sebagai mahasiswa dan untuk memberikan sedikit uang saku pada adik - adikku.

Di taman...

Suntuk, suntuk, suntuk, itulah yang terbesit dalam benakku saat ini, padahal masih pukul sembilan malam. Entah mengapa, aku hanya ingin duduk santai menikmati udara malam ini ditaman dekat kost ku. Sepulang kerja sambilan di sebuah Restoran dari pagi hingga sore, aku langsung berangkat ke Kampus. Dan disinilah aku, setelah selesai dengan kegiatan kuliah yang sangat menyebalkan.

Sepulang kerja sambilan di sebuah restoran dari pagi hingga sore, aku langsung berangkat ke kampus. Dan disinilah aku, setelah selesai dengan kegiatan kuliah yang sangat menyebalkan -bertemu dengan dosen pembimbing yang banyak memberi omelan disertai coretan merah pada lembar Skripsiku-  jangan lupakan bahwa aku sedang berada di semester akhirku.

Tidak berapa lama, kegiatan bersantaiku terganggu oleh datangnya seorang lelaki. Yah, menurutku dia agak imut dengan pakaiannya yang berkarakter kelinci, mungkin dia lebih muda dariku tuturku dalam hati. Kulihat dia dalam keadaan memerah pada wajahnya yang juga penuh dengan keringat disertai deru napasnya yang ngos - ngosan, mungkin kelelahan akibat berlari entah untuk menghindari siapa.

“Hei, kemarilah. Beristirahatlah sejenak.” Kataku yang tidak tega melihatnya kebingungan begitu. Dia mendekati dan duduk disebelahku dengan wajah lelahnya dan berkata, “Kumohon, bantulah aku bersembunyi sebentar saja.” Tidak ada sama sekali niatku untuk menanyainya.

Lihatlah dirinya saat ini, matanya agak memelas. Rambut berantakan dengan keringat yang bercucuran dari dahinya. Pakaiannya yang unik dengan warna cerah pula. Wajahnya yang imut ini membuatku teringat pada

adik kembarku, Natalini dan Natalina.

Lalu kuambil sebuah kantongan plastik dari dalam ranselku. Kupasangkan isi dari plastik tersebut kekepalanya lalu aku berkata sambil menepuk bagian pahaku, ”sini, berbaringlah dipangkuanku.” Dia hanya menuruti perkataanku, walaupun aku sempat melihat dia terlihat sedikit kaget dengan kata-kata ku tadi. Dengan sigap, kututupi bagian tubuhnya dengan jaket panjangku agar dia tidak dikenali oleh orang yang mengejarnya.

Dan benar saja, tak berapa lama, ada segerombolan orang berkacamata dan berpakaian serba hitam datang melewati kami. Namun, salah seorang dari mereka berhenti sejenak dan melirik diriku yang sedang membaca

buku dengan seseorang yang sudah terlelap dalam tidur membelakanginya dengan nyaman dipangkuanku.

Ada kemungkinan dia merasa aneh dengan keberadaanku saat ini. Tapi, biarkan sajalah, aku tak memperdulikannya dan hanya memfokuskan mataku pada buku yang kupegang sedari tadi, hingga pada akhirnya dia pergi mengejar ketinggalannya dari kelompoknya.

Tidak terasa setengah jam telah berlalu, lelaki itu telah terbangun dari tidur pulasnya dan langsung duduk tegap disampingku. Aku tidak bisa menahan rasa yang menggelitik dihatiku saat ini, aku tertawa terbahak-bahak saat melihat wajahnya yang sangat lucu dipadani dengan wig yang kupasangkan tadi dikepalanya, hingga terasa sakit perutku karena tidak bisa berhenti tertawa. Untuk sesaat, dia hanya diam terheran-heran melihat diriku yang menertawai dirinya. Dia sungguh - sungguh tidak menyadari apa yang kupakaikan dikepalanya.

Sungguh menggemaskan...

Setelah puas dengan tawaku, aku langsung menarik dan mengembalikan wig yang baru ku beli tadi sore dari teman sekampusku ke dalam ranselku. Sebenarnya aku mau mengirimkannya kepada tanteku (adik perempuan bontot mamaku sekarang ini) yang buka salon di Medan sebagai hadiah ulang tahunnya minggu depan dariku– dan aku pun langsung mengenakan jaketku yang tadi kupakaikan padanya sebagai selimut. Di saat itulah, dia baru menyadari perihal yang membuatku tertawa tadi dan langsung memalingkan wajahnya yang sepertinya sudah memerah. Wajar saja, dia merasa malu dan marah secara bersamaan.

Sangat lucu...

Saat aku sudah bersiap untuk pulang ke kost, lelaki itu langsung berdiri menghadap padaku dan mengulurkan tangannya, “Namaku Gavin, terimakasih telah membantu dan membiarkanku beristirahat sejenak tadi.”

Aku menyambut uluran tangannya dengan senyuman, “Yah, tidak perlu sungkan. Namaku Grace, senang berkenalan denganmu.”

Selesai bersalaman, aku pun langsung pamit dan pulang ke kost. Dia hanya mengangguk menerima ucapan selamat tinggal dariku. Saat ini, yang ada dalam benakku adalah kekasihku sepanjang malam, kasurku.

Hihihi...

ARION POV

Arion Gavin Melviano, aku adalah anak semata-wayang dikeluargaku. Aku tidak kekurangan apapun, termasuk kasih sayang dari kedua orangtuaku. Meskipun kami jarang bertatap-muka, kami masih sering berkomunikasi. Mereka sangat memperhatikan perkembanganku disini, walaupun mereka tidak secara langsung melihatnya.

Aku yang saat ini genap berusia 24 tahun, telah menjadi lulusan S3 (PhD) terbaik di salah satu Universitas Terkenal di London. Pada saat upacara kelulusanku, aku tidak menyangka akan memperoleh hadiah kelulusan yang terbaik dari kedua orangtuaku. Mereka mengalihkan seluruh aset Melv.Corp kepadaku, meskipun Dad masih turut mengelola perusahaan hingga aku menikah kelak -inilah syarat yang harus kupenuhi setelah menjadi penerus keluargaku-.

Mulai saat ini, aku akan disibukkan dengan dokumen-dokumen yang harus kutandatangangi. Tetapi, sebelum membubuhi kertas-kertas itu dengan tandatanganku, aku harus dengan teliti memeriksa isi dokumen tersebut. Disinilah aku, duduk di dalam ruang kerjaku yang ada di Apartemenku.

“Hal, nak. Gimana kabarmu disana, sayang? Sedang ngapain sekarang,nak? Sudah makan malamkah?” tiba-tiba saja teleponku mendapat panggilan dari Mom dan langsung saja kuangkat. Inilah yang menjadi kebiasaan Mom saat meneleponku.

“Kabarku baik, Mom. Gimana kabar Mom and Dad? Kalau sudah jam segini, Ar pasti sudah makan malam dan sedang sibuk sendiri di Apartemen, Mom.”

“Kabar kami baik, sayang. Kamu disana jangan terlalu lama memandangi dokumen yang kamu bawa dari kantor, kan masih bisa dilanjutkan besok, Ar. Lebih sekarang kamu beristirahat.”

“Mom tahu ajah, kalau Ar masih memandangi dokumen disini. Yaudah deh, Mom. Ar mau mandi dan istirahat dulu ya, Mom jaga kesehatan disana ya, titip salam sama Dad.”

“Baik sayang, kamu juga jaga kesehatanmu ya, Ar. Mom and Dad always love you, Ar.”

“Love you too Mom.” Walaupun aku jomblo, kata-kata manis seperti ini sudah biasa kuucapkan pada orangtuaku.

Setelah mata ini sudah cukup lelah memandangi tulisan-tulisan itu, aku langsung berjalan menuju ke kamar utama dan segera melangkah ke dalam kamar mandi untuk memanjakan diri.

Dung, dung, dung...

Aku mendengar suara langkah kaki banyak orang disaat aku baru saja selesai mandi dan mengenakan pakaian tidur. Padahal baru saja, aku ingin merebahkan badan ini. Aku curiga kalau Apartemenku sudah dibobol oleh

orang asing. Langsung saja, aku ke sebuah ruangan rahasia dan mematikan kontak arus listrik dan langsung menyelinap keluar Apartemen dengan langkah cepat.

Mereka itu bodoh atau apa, kenapa tidak ada yang menjaga pintu utama? Sepertinya mereka tidak menyangka aku dapat menyelinap dan keluar lewat pintu utama. Dengan terburu-buru aku pergi menjauhi gedung itu. Mungkin mereka ada yang menyadari kepergianku, banyak diantara mereka mengejarku. Meskipun jarak kami lumayan jauh, aku tidak bisa berhenti berlari.

Aku lelah sekali, lelah karena berlari menghindari kejaran orang-orang asing yang tidak kukenal yang menyusup ke Apartemenku. Tidak tahu harus berapa lama lagi aku berlari, hingga kakiku terasa kaku dan tanpa sengaja berdiri dihadapan seorang perempuan yang sedang duduk ditaman ini. Perempuan itu tidak merasa takut ataupun bingung melihat kondisiku saat ini. Dengan santainya dia berkata padaku, “Hei, kemarilah. Beristirahatlah sejenak.”

Aku melihatnya. Gadis yang duduk sambil memegang buku bacaan -kemungkinan dia seorang mahasiswa- dia memiliki paras yang cantik dengan rambut lurus panjang yang terikat rapi. Dia mengenakan kemeja dan celana

jeans panjang yang duduk dikursi taman ditemani tas ransel tebal.

Tidak tahu mengapa, aku langsung menghampirinya dan berkata, “Kumohon, bantulah aku bersembunyi sebentar saja.” Aku sudah kehabisan tenaga saat ini. Untuk berjalan pun, kurasa aku sudah tidak sanggup lagi. Aku memandanginya dengan penuh harap. Dia tidak berkata apa-apa, tetapi dia malah meletakkan sesuatu dikepalaku dan menyuruhku berbaring menyandarkan kepalaku dipangkuannya.

Sontak aku kaget melihat tingkahnya, apa dia tidak takut padaku? Itulah yang kupikirkan saat ini dan dia hanya menatapku seperti seorang anak kecil yang kehilangan arah. Tetapi, karena rasa lelahku yang sangat memburu ini, aku pun berbaring dan langsung tertidur lelap. Aku tidak mengetahui apapun yang terjadi setelahnya.

Setengah jam berlalu, aku pun terbangun dan langsung duduk menghadap dia yang telah menolongku. Aku heran, kenapa dia tertawa sangat lepas? Apa yang dia tertawakan? Apa dia sama sekali tidak mengenalku? Padahal, aku itu cukup terkenal lho, sebagai aktor dan model tentunya. Tapi apa ini? Dia tertawa begitu lama sambil melihat kearahku, apa sih yang membuatnya tertawa hingga merasa sakit perut begitu? Banyak sekali pertanyaan dibenakku saat ini, tapi kutahan hanya untuk memandangi wajahnya yang berseri saat tertawa.

Sungguh menarik...

Seandainya saja, aku dapat melihat hal seperti ini setiap hari, aku pasti akan lebih semangat lagi dalam melakukan segalanya. Pemandangan seperti ini bisa membuatku merasa nyaman. Entah apa yang kupikirkan. Itu semua mustahil bagiku saat ini.

Tiba-tiba aku tersadar dari lamunanku saat dia menarik sesuatu dari kepalaku. Oh My GOD..!! Ternyata itu wig..?? Aku memang bodoh, tidak mengingat dan mencari tahu terlebih dahulu, apa yang dipakaikannya dikepalaku tadi. Pantas saja dari tadi dia tertawa terbahak-bahak seperti itu.

Sangat memalukan...

Tanpa sadar, aku memalingkan wajahku yang menurutku sudah memerah. Memang, aku merasa kesal padanya, tapi aku merasa lebih malu saat ini. Dia melihatku dengan pakaian berkarakter dan memakai wig..?? Aku tidak tahu lagi, saat ini perasaan malu dan marah berkecamuk dalam hatiku. Keterlaluan sekali perlakuannya padaku tadi, runtukku dalam hati.

Aku merasakan ada yang berdiri dari bangku ini, seketika aku berdiri mendekat dan menghadap pada dia. Dengan segera aku memperkenalkan diri sebagai Gavin dan berterimakasih padanya. Setidaknya, rasa terimakasihku ini tulus, karena dia telah menolongku. Aku tidak menggunakan nama depanku, karena takut dia akan histeris seperti para perempuan lainnya saat tahu ada seorang aktor dan model terkenal dihadapannya. Mungkin dia memang tidak mengenalku saat ini karena gelapnya malam.

Diapun menyambut uluran tanganku dan menyebutkan namanya. Oohh, ternyata namanya Grace, sesaat hal itu yang terpikirkan olehku. Setelah sama-sama mengucapkan salam perpisahan, aku hanya terdiam melihat dia berjalan menjauh sampai dia menghilang dari pandanganku.

Di Hotel...

Aku langsung pergi ke hotel terdekat dan menekan tombol pada layar telepon selulerku untuk menghubungi asistenku. Aku mengatakan padanya untuk datang ke alamat yang sudah ku kirim lewat pesan singkat dan

membawakanku pakaian ganti.

Aku tidak berniat kembali ke apartemen, mungkin di sana masih ada orang asing yang menungguku untuk menangkapku. Steve Anderson adalah asistenku yang juga merangkap sebagai manajerku, aku membutuhkan asisten saat bekerja di Perusahaan Daddy dan manajer saat bekerja sebagai aktor sekaligus model.

Steve datang dengan tergesa-gesa ke kamar hotelku. Dia tidak menyangka aku bisa jadi buronan orang asing di apartemenku sendiri. “Segera cari tahu siapa dalang dari semua ini,” ucapku padanya. Dia hanya mengangguk mengiyakan perkataanku dan menelepon seseorang yang jelas ahli dalam bidang ini. Setelahnya, ku suruh dia untuk pulang, karena aku tahu dia pasti butuh istirahat.

Dia pergi dan meninggalkan 1 set pakaian tidur dan 1 set setelan jas untukku di atas sofa. Saat ini aku memang butuh air segar untuk menghilangkan rasa lelahku. Setalah selesai mandi, aku merebahkan tubuhku.

Di atas tempat tidur yang nyaman, aku bahkan tidak dapat tertidur padahal ini sudah pukul sebelas malam. Tanpa sadar, aku tersenyum sendiri sambil mengeleng-gelengkan kepalaku disaat aku mengingat dengan jelas wajah polos perempuan tadi, saat dia memberikan bantuan tanpa bertanya apapun padaku dan saat dia tertawa lepas melihat keanehan pada diriku, meskipun masih ada rasa kesal padanya. Tega sekali dia memasangkan wig itu padaku yang tampan ini? Apa yang dipikirkannya tadi?

Sungguh-sungguh polos..

Akhirnya, aku tertidur pulas, dengan bayang-bayang wajah polos itu.

02

ARION POV

Ring...  Ring... Ring...

Ternyata alarm ku berbunyi, aku pun langsung bangkit dan bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Steve sudah tiba di kamar hotelku dengan pakaian rapi sambil membawa sarapan untuk kami makan berdua. Aku memang sudah memberitahukannya kata sandi kamarku semalam.

Dia sudah ku anggap seperti saudaraku sendiri, dia itu seperti kakak bagiku walaupun kami tak sedarah, karena dia memang lebih tua 2 tahun dariku dan hanya dia yang mengerti diriku dibanding siapapun, selain kedua orangtuaku.

Sesampainya di kantor, Steve pergi keruangannya dan kembali dengan beberapa dokumen ditangannya. Dia menunjukkannya kepadaku dan berkata dengan mulus, “Pak Arion, mereka adalah anak buah dari Pak Budianto Wicaksana, pemilik Perusahan Elektronik pesaing kita. Dia merasa gusar karena barang-barang elektronik terutama televisi dan kulkas hasil produksinya yang terakhir launching beberapa bulan lalu mengalami kerugian  yang cukup besar dan dia ingin bergerak cepat untuk melenyapkanmu agar perusahaan ini tidak lagi memiliki ahli waris. Dia berpikir bisa menghilangkan pesaingnya dengan mudah.”

Aku tahu kemana arah pembicaraannya, aku hanya mengangguk dan melambaikan tangan untuk menyuruhnya kembali keruangannya sambil berkata, “Jangan beritahu papa tentang ini.” Dia hanya menunduk dan berbalik keluar

ruanganku.

Beginilah kompetisi dalam dunia bisnis, tidak ada yang tahu bagaimana cara setiap karakter pembisnis. Maka dari itu, aku harus bisa seperti Daddy yang bisa mengetahui dengan pasti yang mana sebenarnya kawan atau lawan. Yah, aku memang seorang pemula bisnis, tapi aku sudah belajar banyak dari cara-cara Daddy mengurus perusahaannya selama ini.

Sebenarnya, aku sudah mulai diajarkan hal-hal pengenalan perusahaan sejak kelas 1 SMA. Aku juga sudah mengenal beberapa kolega dan musuh Daddy selama ini. Kali ini aku akan menggunakan kecerdasanku sendiri untuk menghadapi musuh yang satu ini untuk menunjukkan kepada mereka bahwasannya aku bukanlah pemimpin yang lemah.

AUTHOR POV

Arion tersenyum miring ditempatnya saat ini, dia akan membalas perbuatan keji itu kepada musuhnya tersebut tanpa rasa iba. Dia memang sosok yang dingin saat bekerja dikantor ataupun di lokasi syuting. Sekali saja dia merasa diganggu, dia pasti akan membalasnya setimpal, bahkan bisa lebih parah lagi.

Sifat Arion berbanding terbalik dengan Steve. Arion tidak begitu suka berbaur dengan orang disekitarnya, tetapi Steve malah dengan leluasa berbaur dengan semua orang. Mereka memang sejoli yang memiliki perbedaan karakter.

Saat ini, dia hanya fokus pada komputer dan berkas-berkas yang ada dihadapannya. Dia memiliki meeting penting untuk beberapa hari ke depan di pagi hari dan ada beberapa jenis pemotretan sampul majalah di sore harinya.

Drrrt... Drrrt... Drrrt...

Ternyata Steve meneleponnya. Ada kabar bahwa salah seorang model wanita menerobos ingin masuk keruangannya. Tapi, dihadang oleh beberapa pengawal dan Steve mengarahkannya ke ruang tunggu. Steve ingin Arion menyelesaikan masalah mereka dengan benar di sana.

Dengan wajah dinginnya, Arion pergi ke ruangan tersebut dan menemui model itu.

“Ar sayang, kenapa aku tidak dibolehin masuk keruanganmu untuk menemuimu? Mereka orang-orang jelek itu berusaha mengusirku. Pecat saja mereka semua, mereka menggangguku, Ar.”

Arion merasa jijik dengan model yang satu ini. Dia memang cantik dan membahana, tapi dia selalu menempel pada Arion seperti wanita penggoda. Arion sudah berulangkali menolaknya, tapi wanita ini tetap saja kekeuh mendekatinya. Yah, wanita ini bernama Zesil Carmella.

“Zes, sudah berapa kali aku bilang padamu untuk tidak seenaknya mendatangiku? Aku dan kamu itu tidak memiliki hubungan apapun, aku juga tidak akan pernah mau untuk memiliki hubungan denganmu. Sudah saatnya kamu pergi dari sini. Aku muak dan jijik melihat tingkahmu itu. Sekali lagi kamu berani menginjakkan kaki mu ke perusahaanku ini, aku tidak akan segan-segan menyuruh bodyguard ku untuk mengirimmu keluar dengan kasar. Silahkan pergi dan jangan kembali lagi.”

Arion berjalan mendekati pintu keluar dan berhenti sejenak melirik ke arah Zesil yang sedang menahan amarahnya, “Oh, iya. Kuperingatkan lagi padamu, jangan sekali-sekali memanggilku dengan sebutan yang menjijikkan itu lagi.

Kalau tidak, kau akan kehilangan wajahmu yang mempesona itu dalam sekejap saja. Kau boleh mencobanya, jika kau ingin kehilangan kecantikanmu itu.”

Dengan wajah kesal, Zesil pergi dengan menghentakkan kakinya keluar dari ruangan itu. Aku tidak akan menyerah dengan mudah, lihat saja nanti, kamu akan menjadi milikku. Seperti itulah umpatan sang model saat ini.

“Kenapa kamu begitu kejam padanya, Ar? Lembut sedikit pada wanita dong. Kapan kamu bisa mendapatkan pacar kalau begini caramu memperlakukan semua wanita?” Steve menggoda seseorang yang sedang terlihat kesal di kursi kebesarannya.

Arion hanya menggeleng mendengar kata-kata Steve. Dia tidak berniat membalas perkataan Steve sedikitpun. Karena saat ini, dia teringat dengan gadis di taman itu. Sesungguhnya, dia penasaran dengan gadis itu.tapi dia percaya, kalau memang jodoh, mereka pasti bertemu kembali.

“Ar, siap-siap gih, kan udah waktunya pemotretan sekitar satu jam lagi. Kutunggu di parkiran ya.” Steve yang mengingatkan Arion akan jadwalnya hanya menerima anggukan dari orang yang diajaknya bicara. Dia langsung menuju parkiran dan menyalakan mesin mobil.

Selama perjalanan, Steve memberitahukan pada Arion, bahwa dia mengajak Arion untuk makan malam bersama di Restoran temannya. Sudah lama mereka tidak bertemu, dia juga kangen dengan masakan di Restoran itu. Arion menyetujuinya dengan cepat, karena saat ini dia sedang tidak mood setelah mengingat kalau dia akan melakukan pemotretan bareng Zesil.

Sesampainya di tempat pemotretan, Zesil langsung mendekat dan menggenggam erat lengan Arion. Meski Arion berulangkali melepaskan genggamannya, Zesil tetap bersikukuh dengan genggamannya. Dia tahu bahwa pada

saat seperti ini, Arion tidak akan bertindak kasar padanya karena dia harus menjaga image nya di depan rekan

kerjanya. Meskipun dia merasa jijik dengan tingkah Zesil dan merasa tidak nyaman dengan kontak fisik yang dilakukan Zesil padanya, Arion tetap harus profesional dalam bekerja. Dia melakukan ini hanya untuk profesinya saat ini.

Setelah selesai pemotretan, Arion hanya diam tak menghiraukan Zesil dan pergi dari tempat itu menuju parkiran. Steve mengucap salam perpisahan kepada rekan kerja Arion dan langsung mengikuti Arion.

Dia mengantar Arion ke Apartemennya. Selama di perjalanan, Steve hanya medengarkan percakapan Arion dengan orangtuanya. Hal ini sudah biasa baginya.

Sesampainya di Apartemen, Arion langsung pergi ke kamar mandi dan bersemedi didalamnya. Dia benar-benar ingin membersihkan sekujur tubuhnya yang telah disentuh oleh Zesil selama pemotretan tadi.

Steve telah memesan makanan dan menghidangkannya diatas meja. Dia dan Arion sudah merasa lapar karena ini susah pukul 9 malam, tapi mereka belum ada makan sedaritadi karena mood Arion yang sedang buruk. Arion akan menolak untuk makan apapun jika dia sedang berada didekat Zesil, karena dia tidak ingin makan semeja dengan wanita itu.

Setelah makan malam, Arion meminta Steve untuk tinggal bersamanya. Karena dia masih ragu untuk menempati Apartemennya setelah kejadian itu. Steve hanya mengangguk dan langsung pergi kekamarnya. Yah, Steve sudah terbiasa tinggal bersama Arion di Apartemennya. Sehingga, dia sudah memiliki kamar dan perlengkapan sendiri di tempat itu.

**********

“Grace, ini pesanan meja 10 ya, dan ini ke meja VIP2.” Dengan segera, Grace mengantarkan pesanan tersebut. Karena hari ini adalah akhir pekan, restoran ini sangatlah ramai. Tidak ada waktu untuk bersantai. Bahkan untuk jam makan siang saja, hanya diberikan waktu 15 menit untuk setiap anggota secara bergantian.

Meskipun demikian, karyawannya tetap aktif dalam mengembangkan senyuman ramahnya kepada pelanggan restoran. Rasa capeknya bekerja telah tergantikan oleh rasa puas dari pelanggan. Itulah alasan Grace memilih untuk bekerja disana.

Untung saja, hari ini tidak ada jadwal kuliah dan bimbingan. Jadi, dia bisa lembur untuk menambah pemasukannya. Beginilah kegiatan Grace setiap harinya tanpa libur, terkecuali saat dia sakit atau ada hal mendesak. Jatah

liburnya selalu diganti dengan gaji lembur.

“Grace, persiapkan reservasi untuk ruang VVIP-1 ya, akan ada dua orang tamu sekitar 15 menit lagi yang akan menempati ruangan tersebut,” ucap pemilik restoran, Adam Bratadikara. Yang di panggil pun segera menunduk dan mempersiapkan ruang reservasi tersebut.

Adam hanya tersenyum melihat gerak-gerik para anggotanya. Dia senang dengan kecepatan dan ketepatan mereka dalam memuaskan pelanggan restoran itu. Tidak sia-sia baginya untuk memberikan gaji yang cukup besar untuk setiap anggotanya, yang menurutnya mereka memang pantas menerimanya.

Pintu depan restoran terbuka, seluruh mata pelanggan melihat ke arah sosok dua orang yang mengenakan setelan jas. Adapula beberapa pelanggan yang dengan diam-diam mengambil foto mereka dengan handphone. Dialah sang

aktor dan model terkenal itu bersama dengan manajernya, para pelanggan tidak ingin melepas pandangannya selama sosok tersebut masih belum memasuki ruangannya.

“Apa kabar, bro? Sudah seminggu lebih kalian tidak kemari.” Kata Adam sambil memberi pelukan khas nya pada kedua temannya itu, Arion dan Steve. Arion hanya mengangguk, tetapi Steve tersenyum dan berkata, “Kamu tahu sendirilah, bro. Betapa sibuknya dunia bisnis dan entertainment. Kami tidak sempat untuk hanya sekadar keluar makan bersama. Biasanya kami akan sibuk di dalam ruangannya -sambil melirik ke arah Arion- dan pada saat jam makan, kami selalu memesan makanan siap saji.” Adam langsung mengarahkan kedua orang tersebut ke dalam ruangan yang telah disiapkan oleh Grace.

“Sebentar lagi, pesanannya akan dihidangkan.” Ucap Adam sambil duduk berhadapan dengan Steve yang duduk disebelah Arion. Beginilah mereka saat bertemu, selalu saja menghabiskan waktu bersama.

Tiba-tiba perhatian Arion mengarah pada seseorang yang memasuki ruangan dengan membawa nampan berisi pesanan mereka.

Gadis ini cukup cantik dengan dandanan seadanya diwajahnya, rambutnya hanya dicepol begitu saja -memang sudah aturan restoran bagi anggota perempuan, harus mengikat rambutnya dengan rapi- kemeja berwarna merah maroon dengan rok hitam selutut dan celemek pada bagian pinggangnya. Yah, dialah orang yang menolongnya malam itu. Meskipun sudah 3 hari berlalu setelah peristiwa tersebut, tapi dia tidak bisa melupakan sosok perempuan itu.

Grace tersenyum sambil berkata, “Selamat menikmati.” Kata-katanya membuyarkan lamunan Arion. Pikirannya kacau setelah melihat kepergian Grace begitu saja. Apakah dia melupakanku? Apa dia sama sekali tidak mengenalku? Memang gadis yang aneh. Banyak pertanyaan dalam benaknya yang menurutnya harus

diutarakannya kepada gadis itu.

Setelah selesai makan, dia izin keluar ruangan dengan alasan ingin menelepon seseorang pada kedua orang yang sedang asyik bersenda-gurau.

GRACE POV

“Maaf, Tuan. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?”, tanyaku kepada seorang lelaki yang sedari tadi mengejar dan memanggil namaku.

Lalu dia hanya menjawab dengan santai, “Grace, ternyata daya ingatmu memang tidak bagus. Ini aku, Gavin. Beberapa hari lalu, kamu membantuku bersembunyi ditaman malam itu.”

Aku hanya diam dan berusaha mengingat kejadian tempo hari. Apakah itu benar dia? Tidak mirip menurutku. Sebenarnya aku tidak memiliki banyak waktu saat ini, karena aku sedang bekerja dan akhirnya kutinggalkan saja lelaki itu untuk melanjutkan kegiatan yang tadi sempat tertunda.

Ternyata, dia masih saja ditempatnya berdiri tadi. Dia menghampiriku, “Setelah selesai dengan pekerjaanmu, bisakah luangkan waktumu sebentar untuk menemuiku diparkiran nanti? Hanya sebentar.”

Aku sedang tidak ingin diganggu, takutnya konsentrasiku dalam bekerja akan berantakan karena dia selalu menghampiriku, apakah dia tidak tahu bahwa banyak pasang mata yang melihat kearah kami? Langsung saja aku mengangguk dan meninggalkannya lagi.

Ini sudah pukul 8 malam, sudah saatnya aku mengambil gaji lemburku dan mengambil barangku di loker. Kami diberi gaji lembur secara cash pada saat itu juga. Itulah mengapa aku ingin mengambil lemburku. Tapi kalau gaji per

bulannya, beda lagi perhitungannya. Akan lebih untung jika kita memilih waktu lembur.

Oh iya, aku baru ingat, aku sudah janji akan menemuinya diparkiran. Begitu selesai dengan barang-barangku, aku langsung menemui Atasanku dan meminta izin untuk pulang. “Pak Adam, saya izin pulang ya.”

Dengan santainya, dia malah menjawab dengan lagak-tawanya itu, “Ahh, iya. Terimakasih untuk hari ini ya, Grace. Tapi, sebelumnya kan sudah kubilang, kalau hanya kita berdua saja, panggilannya diganti jadi kakak. Ckckck, kamu mengecewakanku Grace. Hahaha.”

“Yah, kan aku udah terbiasa panggil bapak, kan memang Anda sudah bapak-bapak.” Ehh, dia malah tertawa keras mendengar ucapanku. Memang aneh baget orang ini, pikirku.

“Grace, aku belum punya anak, jadi aku belum bapak-bapak. Trus usia kita hanya berbeda 4 tahun, Grace. Ayolah, anggap saja aku seperti kakakmu sendiri. Jangan sungkan gitu. Kalau aku kakakmu, tentunya Silvi akan menjadi kakak iparmu. Gimana? Gimana? Gimana?” Bujuknya padaku seperti seorang anak TK dengan puppie-eyes miliknya.

“Baiklah, kakak. Ini bukan karena keinginanku ya, dan ingat  jangan sering-sering bawa nama kak Silvi. Grace pamit ya, kak. Jangan nakal, ingat istri dirumah menunggumu,” kataku sambil berbalik dan keluar ruangannya. Yang kudengar hanya suara tawanya yang begitu keras dari dalam ruangan yang kutinggalkan itu. Dia itu orang aneh yang suka sekali tertawa.

Kak Silvi adalah kakak senior ku dikampus, dia sangat ramah dan baik. Kami sudah seperti saudara saja, kak Silvi juga lah yang merekomendasikan padaku untuk kerja sambilan disini. Tak habis pikir aja, mengapa bisa kak Silvi bisa menikah dengan orang aneh seperti Adam. Tapi, apa mau dikata? Takdir sudah mengikat mereka.

Dengan tergesa-gesa, aku langsung pergi keparkiran. Aku melihat orang itu sedang bersandar di depan pintu mobilnya. Gavin yang waktu itu kujumpai sangatlah imut, tetapi Gavin yang ini terlihat berwibawa. Apakah dia memiliki kepribadian ganda? Aku tidak ingin terlalu dekat dengannya, jadi, kubiarkan saja pemikiranku itu.

Lihatlah, saat ini dia tersenyum padaku, “Grace, aku ingin mengucapkan terima kasih dengan layak padamu. Terima kasih telah menolongku tanpa menghiraukan keselamatanmu sendiri waktu itu.” Dia mendekatiku dan menyodorkan sebuket bunga dari belakangnya padaku.

Aku terkejut melihat bunga yang didekatkan padaku, tanpa sadar aku menepis bunga itu, lalu menghindar darinya dan berbalik untuk berlari menjauh, menemukan taksi dan langsung pergi dari tempat itu.

Kenapa harus bunga? Ucapku tanpa suara.

Aku tahu aku sudah berbuat kesalahan saat ini, dengan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Tapi aku harus pergi saat ini juga. Aku tidak mau dia melihat keadaanku saat ini.

03

A**RION POV**

Aku merasa senang setelah berhasil mengajaknya bertemu nanti. Meskipun hanya sebentar. Aku langsung menelepon seseorang untuk mengantarkansebuket bungadiparkiran. Bunga itu akan kupakai sebagai hadiah ucapan terima kasihku yang tulus dan layak kepadanya.

Tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahuku. “Kampretlah, kaget aku kau buat. Kukira setan.”

“Wah, wah, ternyata adik sepupu iparku ini sudah mulai tertarik pada karyawanku ya. Aku butuh penjelasanmu Ar, bagaimana bisa kau mengenal dia.” Kata Adam sambil berbisik padaku.

Ya, Istrinya Adam, Silvia Deedra Bratadikara adalah sepupu ku, dia anak dari adik perempuan Daddy (Alm.). Kami cukup dekat, apalagi si Adam adalah sahabat Steve.

“Ayuklah, kita masuk ke dalam ruangan dulu. Nanti kuceritakan seluruh peristiwa langka itu pada kalian. Tapi, jangan ganggu aku, disaat aku sedang bercerita. Tahan segala pertanyaanmu sampai aku selesai bercerita.”

Dia hanya mengangguk sambil tersenyum dan menyambar pergelangan tanganku. Ternyata dia sungguh bukan orang yang penyabar. Sekali penasaran, pada saat itu juga rasa penasarannya tidak bisa ditahannya.

Di ruangan ini, mereka duduk bersebelahan dihadapanku, memandangiku dengan tatapan penuh makna. Steve pun merasa penasaran setelah mendengar ocehan Adam yang mengatakan bahwa aku tertarik dengan karyawannya.

Aku menceritakan peristiwa di taman pada malam itu. Mulai dari gerakan orang asing dari apartemenku hingga perpisahanku dengan Grace.

Dengan heran aku memandang kedua orang itu. Mereka tertawa. Apalagi Adam, suara tawanya sangat mengganggu pendengaran. Untung saja ruangan ini kedap suara. Jika tidak, kemungkinan besar suaranya akan menarik perhatian orang luar.

“Jadi, kau mau mengajaknya bertemu dengan alasan klasikmu itu? Hanya untuk berterima kasih? Bukan untuk meminta nomor ponselnya dan terus berhubungan baik dengannya?”

Inilah yang tidak kusukai dari Adam. Dia menembakku dengan berbagai macam pertanyaan sekaligus hanya untuk mengolok-olokku.

“Kau boleh saja, tertarik padanya dan mendekatinya. Tapi, jangan berbuat macam-macam padanya. Aku bisa langsung membunuhmu jika kau menyakitinya.”

Aku terperangah mendengar ucapan Adam dan bertanya, “kenapa begitu?”

Adam hanya menjawab dengan santai, “Grace adalah pekerja keras di restoran ini. Sudah berulang kali aku ingin mengangkat jabatannya itu dari pelayan menjadi manajer. Tetapi dia menolak dengan alasan dia masih belum bisa menerima jabatan itu sebelum dia memiliki gelar yang sepantasnya untuk menduduki jabatan itu. Aku mengenalnya dari istriku. Istriku adalah seniornya dikampus, meskipun mereka berbeda tingkatan, tapi mereka cukup dekat. Hal inilah yang membuatku dekat dengannya dan saat ini dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri.”

“Jadi, pukul berapa dia selesai bekerja?” Tanyaku padanya.

“Sekitar setengah jam dari sekarang.”

Kulirik jam tanganku, ini sudah hampir pukul delapan. Aku juga menerima telepon dari si pengantar bunga, karena dia sudah tiba diparkiran. Jadi, aku langsung berpamitan dengan Adam dan keluar ruangan diikuti oleh Steve. Aku juga sudah menerima sebuket bunga yang tadi kupesan.

Steve hanya masuk ke dalam mobil dan duduk diam di kursi pengemudi. Aku tahu bahwa dia ingin melihat bagaimana tingkat keberhasilan pertemuanku dengan Grace.

Setelah menunggu sedikit lebih lama dari perkiraan, Grace akhirnya muncul. Aku mengucapkan rasa terima kasihku dan mengarahkan sebuket bunga tersebut padanya.

Aku sangat terkejut dengan gerak-geriknya. Dia langsung menepis dan berlari tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku merasa seperti seorang pecundang yang ditolak mentah-mentah setelah mengungkapkan isi hati.

Steve juga sama terkejutnya denganku danlangsung keluar dari mobil untuk menghampiriku.

“Ada apa ini? Kenapa endingnya begini, bro? Apa kamu telah mengucapkan kata-kata yang menyinggungnya?” Steve mulai menginterogasiku.

“Tidak ada. Aku hanya mengatakan bahwa aku hanya ingin berterima kasihdengan tulus dan layak padanya saat ini. Sudahlah, ayo, kita pulang.” Dengan berat hati, ku buang bunga-bunga itu di tempat sampah yang ada di sudut sana.

Dalam perjalanan pulang, tidak ada di antara kami yang membuka suara. Steve tahu kalau pada saat seperti ini, aku sedang tidak ingin diganggu.

Di ruang tamu...

Aku duduk di sofa tengah dan langsung menelepon seseorang yang menurutku dia bisa menjawab sedikit rasa penasaranku ini.

“Halo, bro. Gimana kabarmu dengan si dia? Apakah berakhir dengan sempurna? Atau berakhir dengan romantis? Cepat ceritakan padaku, aku sangat penasaran dengan kisah seorang CEO tampan yang sangat dingin telah menemukan tambatan hatinya.” Memang sudah menjadi kebiasaannya melontarkan kata-kata yang di luar nalar di

saat dia penasaran begini.

“Aku merasa seperti dicampakkan sebelum mengungkapkan perasaanku. Dia menolak pemberianku dan langsung berlari meninggalkanku diparkiran tadi. Ada apa dengannya? Kenapa dia meninggalkanku setelah beberapa saat dengan wajah terkejut melihat pemberianku dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun?Kamu tahu apa yang salah sebenarnya? Padahal aku hanya mengucapkan terimakasih padanya. ”

“Memangnya, kamu kasih apa padanya? Apa jangan-jangan bunga?”

“Iya, kok rasanya aneh sekali caramu menyebutkan kata Bunga?”

Aku bingung mendengar Adam tak menghiraukan pertanyaanku, tetapi dia malah memanggil istrinya untuk segera menghubungi Grace. Ada apa sih sebenarnya? Aku yang didiami selama beberapa menit itu hanya diam mendengar ucapan Adam dengan istrinya.

“Sayang, coba hubungi Grace, apakah dia baik-baik saja saat ini? Sepupumu yang bodoh ini melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan.”

Hah? Aku di bilang bodoh? Dia berani mengataiku di saat seperti ini. kalau saja dia ada di hadapanku, aku pasti akan menjitak kepalanya itu. Biar saja, kalau aku di bilang tidak sopan. Aku takkan peduli.

“......”

“Oke, baiklah, sayang. Besok jangan lupa kabari aku tentang kondisinya ya. Bila perlu fotokan dan kirim padaku, aku juga tidak ingin terjadi apa-apa padanya.”

“......”

Setelah

mereka selesai, Adam langsung mengomeliku tanpa henti, “Apa yang sudah kamu perbuat? Kenapa kamu tadi tidak menanyakan padaku saja apa yang bisa kamu berikan padanya. Kalau sudah begini, akupun merasa dirugikan. Sudah pasti Grace tidak akan masuk kerja minimal tiga hari ke depan. Kuberitahukan padamu ya, dia

itu alergi terhadap serbuk buga. Kalau sudah berhadapan dengan bunga, dia akan langsung bersin-bersin dan akan merasakan gatal-gatal pada tubuhnya. Besok pagi, Silvi akan membawanya kerumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut, karena untuk saat ini, dia sudah meredakan pengaruh alerginya dengan obat alergan yang tadi dibelinya dari apotik. Pantas saja dia pergi begitu saja, kamu pula dengan bodohnya memberikan dia bunga.”

Ya, sekarang aku tahu kenapa Adam berani mengataiku bodoh. Betapa bodohnya aku, tidak mencaritahu terlebih dahulu setidaknya sedikit informasi tentangnya. Kalau sudah begini, mau gimana lagi? Aku harus bertemu dengannya dan meminta maaf.

“Aku hanya ingin berterima kasih padanya. Aku pikir dia seperti perempuan lainnya, akan menyukai bunga. Tapi ternyata seperti ini akhirnya. Bisa berikan aku kontak atau alamatnya? Aku ingin meminta maaf padanya.”

Adam tertawa, “Hahaha, usaha dong, bro. Aku tidak tahu nomornya, aku terbiasa berkomunikasi dengannya melalui Silvi. Dan hanya Silvi yang tahu keberadaannya. Silvi sudah janji padanya, untuk tidak memberikan kontak dan alamatnya kepada orang lain, termasuk diriku.”

Aku benar-benar merasa tidak ada gunanya meminta tolong padanya, langsung saja kumatikan ponselku. Aku bingung. Kenapa harus bunga? Kenapa harus bunga yang menjadi pilihan pertama yang kupikirkan sebagai hadiah ucapan terima kasihku padanya?

Pikiranku tentang kesukaannya yang sama dengan perempuan lainnya, ternyata salah besar. Dia memang perempuan yang aneh dan memiliki alergi pada serbuk bunga. Akan ku catat ini dalam ingatanku agar aku tidak membuat kekacauan seperti ini lagi.

AUTHOR POV

Tok... Tok... Tok...

Grace membuka pintu kost nya dan melihat seseorang dengan wajah khawatir menyambar lengannya dan menariknya ke kursi tamu untuk melihat keadaannya. Dia hanya diam dan mengangguk memperhatikan kekhawatiran Silvia kepadanya.

“Masih gatal kulitmu? Bagian mana yang masih terasa gatal? Lihatlah, sampai memerah begini. Haduh, yuk, buruan. Kita cek ke Dokter. Siap-siap gih, kutunggu kamu disini. Hanya 10 menit. Kamu harus mau ikut aku untuk mengecek penyakitmu ini, jangan sampai nanti tambah parah pula.” Silvia mengoceh dan mendorong Grace

masuk ke dalam kamarnya.

Setelah berganti pakaian, Grace langsung di tarik Silvia keluar kost nya dan masuk ke dalam mobil. Silvia membawa Grace kepada Dokter kulit kenalannya. Grace hanya terdiam mendengar penjelasan Dokter tersebut.

“Sebelum kejadian ini, kapan terakhir kali Grace mengalami alergi?”

“Sekitar dua tahun lalu, Dok. Saat menemani teman sekampus membeli bunga di toko bunga. Waktu itu, saya memang hanya menunggunya di luar toko bunga dan alerginya tidak separah ini, Dok.”

“Baiklah, apa saja gejala yang Grace rasakan?”

“Bersin-bersin, mata berair, dan gatal pada kulit hingga muncul ruam-ruam merah di bagian tangan, kaki, dan punggung, Dok.”

“Apakah Grace ada merasa gatal di lidah atau sakit perut hingga diare?”

“Tidak, Dok. Mungkin karena saya sudah mengonsumsi obat alergan ini, dok.” Grace pun

menunjukkan obat-obatan itu kepada Dokter.

“Oke baiklah, Grace. Ini resep obat dari saya, dikonsumsi sampai habis ya. Obat alergan yang Grace beli ini, masih harus tetap dikonsumsi sampai ruam nya hilang ya. Obat ini juga bagus untuk menghilangkan efek alerginya. Semoga cepat sembuh ya, Grace.”

Dokter itu langsung berdiri dan mengulurkan tangannya pada Grace dan Silvia. Grace dan Silvia pun menyambut uluran tangan sang Dokter, “Terimakasih, Dok.”

“Tunggu sebentar ya, Grace, ku tebus dulu obatmu ini. Percayalah, Dokter itu teman lama papaku, dia sangat berbakat.” Grace hanya mengangguk dan duduk menunggu Silvia dikursi tunggu. Beginilah sikap Silvia terhadap Grace, dia akan berusaha sebaik mungkin untuk membantu orang-orang terdekatnya.

Seharian ini, Silvia menemani Grace di kost-an. Mereka akan memesan makanan melalui aplikasi online dan menyantapnya bersama. Grace sangat bersyukur karena masih ada orang-orang yang perhatian padanya.

“Kak Sil, ini sudah sore lho, kenapa belum pulang?” Grace khawatir kalau Silvia akan kelamaan pulangnya.

“Grace, mulai tadi malam, ada seseorang yang meminta kontakmu padaku. Dia laki-laki bodoh yang sudah membuatmu seperti ini. Apakah aku harus menolaknya? Atau...”

“Biarkan saja, kak. Gak usah ditanggapin. Memangnya kakak kenal dengannya?”

“Yah, bisa dibilang kenal dekat. Dia kan teman Adam.”

“Wah, berarti suami kakak yang menyuruhnya memberikanku bunga karena tahu aku alergi

bunga?”

“Eits, jangan langsung nuduh gitu dong, Grace. Si Adam ajah baru tahu saat temannya itu menelepon dan bertanya padanya karena penasaran kenapa kamu meninggalkannya tanpa mengucap sepatah katapun setelah dia menyodorkan bunga itu. Dia memang bodoh, dia mengira bahwa semua perempuan itu sama-sama suka dengan bunga.”

Silvia jelas-jelas tidak suka saat suaminya dijadikan kambing-hitam seperti itu oleh Grace. Setelah lama berbincang, akhirnya Silvia pamit pulang ke rumah. Dia berjanji pada Grace bahwa dia akan kembali lagi besok melihat kondisinya.

Begitulah selama tiga hari berturut-turut. Grace tidak diizinkan Silvia untuk pergi ke kampus sebelum ruam-ruam pada kulitnya benar-benar menghilang.

**********

“Gimana keadaannya saat ini, bro? Apakah dia sudah masuk kerja?” Tanya orang seberang telepon Adam.

Adam hanya menjawab dengan santai, “Dia baik-baik saja, selama tiga hari ini ada Silvia yang menjaganya. Katanya sih, mulai besok dia sudah mulai bekerja dan kuliah seperti biasa.”

“Dia pulang kerja jam berapa? Tolong beritahu aku. Biar aku bisa atur jadwalku untuk meminta maaf padanya.” Tanya Arion dengan gaya memohonnya pada Adam.

Adam terkekeh dan menjawab, “Dia biasa pulang jam 4 sore dan langsung menuju kampusnya. Kau boleh menemuinya, tapi jangan pernah membawa bunga lagi untuknya. Ingat itu.”

Arion pun mengucapkan terimakasih dan menutup sambungan telepon tersebut. Dia mengetik pesan kepada Asistennya.

To Steve :

Bro, besok kosongkan jadwalku pukul setengah empat, ya. Aku ada janji dan akan mengendarai mobil sendiri. Jangan bertanya apapun.

From Steve :

Oke.

GRACE POV

“Yeay, hari ini aku sudah bisa keluar kost-an. Aku sudah merasa sangat bosan selama tiga hari ini.”

Aku gak boleh telat nih, ini juga, alat tempur selama bimbingan nanti harus benar-benar dipersiapkan. Jangan sampai ada yang ketinggalan.

Begitu tiba di pintu masuk Restoran, aku kaget setengah mati. Adam menarikku tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya dan berkata, “Grace, bagaimana keadaanmu? Kakak sangat merindukanmu. Kamu tidak tahu betapa khawatirnya aku? Silvia melarangku untuk menjengukmu.”

“Hei, jangan ucap kata rindu padaku seperti itu. Dan ini hanya sekadar alergi biasa, kak. Hanya membutuhkan tiga hari saja, aku sudah sembuh. Lihatlah, aku sehat-sehat saja saat ini.” Jawabku sambil merentangkan tanganku dan memutar tubuhku perlahan, agar dia bisa melihat bahwa aku sudah baik-baik saja.

Dia terkekeh dan berkata, “Oke, baiklah. Aku sudah yakin sekarang kalau kamu memang sudah sehat sepenuhnya setelah melihatmu berputar seperti itu.”

Langsung saja aku keluar dari ruangannya dan mengganti pakaianku dengan seragam kerja. Aku memulai hariku dengan bekerja.

Sore hari....

Sudah waktunya aku bergegas ke kampus saat ini. Tidak lupa, aku meminta izin pada atasanku, “Kak, aku pamitan ya, buru-buru ini, mau bimbingan dulu, dahhh.” Aku melambaikan tanganku keluar dari ruangannya.

Saat aku melangkahkan kakiku keluar pintu Restoran menuju halte bus, aku melihat sebuah mobil mewah berhenti tepat disebelah kananku. Aku melirik mendapati kaca spion nya terbuka secara perlahan. Aku cukup terkejut melihat wajah itu lagi.

Dia, Arion Gavin Melviano. Yang memperkenalkan dirinya hanya menggunakan nama tengahnya padaku. Hari ini aku menyadari ada kejanggalan dari pandangan rekan kerjaku, apalagi rekan kerja perempuan. Jadi, aku sempat menanyakan kejanggalan tersebut kepada rekan kerja yang baik padaku di Restoran. Dia menceritakan padaku siapa sebenarnya lelaki yang berdiri dan memanggil-manggil namaku saat aku bekerja pada shift malam empat hari lalu.

Dia memang tergolong sangat tampan dengan penampilannya yang bersetelan jas berwarna biru gelap dipadukan dengan kemeja putih pada saat ini. Aku tidak menyangka pernah menolong seorang kaya seperti dia dengan cara yang aneh pula.

Lamunanku buyar setelah dia membukakan pintu mobilnya dan menyuruhku untuk ikut dengannya.

“Grace, aku akan mengantarmu sampai kampus. Biarkan aku menebus kesalahanku untuk kejadian beberapa hari lalu. Sungguh, aku sama sekali tidak tahu mengenai alergimu itu.” Lelaki dihadapanku ini sudah menyita semua perhatian orang-orang sekitar kami.

Aku tidak suka dengan tatapan orang-orang sekitar yang seperti ingin melahapku. Selalu saja begini kalau dia berada di dekatku. Dengan segera, aku mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Yah, terlebih lagi, jangan menolak permintaan maaf seseorang pada kita.

Karena di dalam mobil terasa canggung, aku membuka pembicaraan diantara kami. Aku menanyakan hal yang membuatku penasaran, tetapi hal itu yang membuatnya sangat terkejut sampai mengerem mobilnya secara mendadak.

“Kenapa saat memperkenalkan diri padaku waktu di taman itu, kamu hanya menyebut nama tengahmu Arion Gavin Melviano?”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!