NovelToon NovelToon

Gomen, Aishiteru

Chapter 1 : Tetangga Baru

Tokyo merupakan ibukota Jepang dengan segala hiruk pikuk kemegahan malam. Saat ini, jalanan dipadati pejalan kaki karena telah memasuki jam pulang orang-orang kantor. Terlihat di videotron seorang lelaki gagah rupawan dengan berbalut seragam polisi, tengah menerima penghargaan dan kenaikan pangkat karena telah berhasil memecahkan kasus kematian salah satu pejabat penting di Jepang.

Dia adalah Jun Megumi. Seorang detektif dari kepolisian Jepang yang telah berhasil memecahkan kasus kematian misterius di negaranya. Pria berusia dua puluh sembilan tahun itu adalah seorang yang disiplin, pekerja keras, tetapi tetap rendah hati dan ramah kepada semua orang.

Seorang pemuda yang tengah mengendarai motor sport berwarna merah, terpaksa harus berhenti ketika rambu-rambu lalu lintas dialihkan untuk pejalan kaki. Pria berkulit putih dan bertubuh tinggi ramping itu terlihat jengah dan mengalihkan pandangannya ke videotron yang sedang meliput rekam jejak Detektif Megumi. Dia menarik sudut bibirnya ke atas ketika melihat sosok detektif yang sedang dielukan masyarakat Jepang.

Pria itu melajukan motornya ketika rambu telah berganti untuk pengguna kendaraan. Dia menuju ke sebuah perumahan elit di kawasan tengah kota.

Begitu tiba di depan rumah minimalis dengan tampilan modern, pria itu melangkah masuk sambil memegang kunci rumah yang berbentuk kartu. Ia menggesek kartu tersebut di mesin pembuka pintu otomatis, lalu membuka kenop pintu. Anehnya, pintu rumah tetap terkunci. Ia kembali menggesek kartu, dan lagi-lagi pintu tersebut tak bisa terbuka.

Tiba-tiba sebuah pukulan dari arah belakang mendarat ke kepalanya hingga membuat pria itu terhenyak. Ia memutar kepalanya ke belakang dan tertegun ketika melihat seorang gadis cantik berambut pendek dengan mata bulat yang indah berdiri di depannya sambil menjinjing kantong plastik berisi bahan makanan. Gadis itu memukulnya kembali dengan menggunakan kantong plastik yang berisi bahan belanjaan.

"Apa yang kau lakukan di depan rumahku? Apa kau ingin mencuri?" seru gadis tersebut dengan tatapan melotot tajam sambil terus menghujaninya dengan pukulan.

"Hah?"

Pria itu hanya melongo ketika gadis yang ada di hadapannya menuduhnya seorang pencuri. Dia menangkis pukulan terakhir gadis itu dan memegang erat pergelangan tangannya. Kemudian menengok ke belakang untuk melihat nomor rumah, lalu menoleh ke samping kiri.

"Oh, aku salah alamat. Kupikir ini adalah rumahku, ternyata rumah yang di sebelah itu." Dia tersenyum kecut sembari mengarahkan dagunya ke samping. "Aku adalah penghuni baru di perumahan ini, dan akan menempati rumah di sebelah rumahmu," ucapnya sembari melepas tangan gadis itu.

Gadis itu terdiam sembari menunduk. Namun, bola matanya tampak mencuri pandang ke arah pria dengan rambut tak beraturan itu. Pria itu lalu melangkah ke samping, tepatnya ke rumah aslinya.

"Summimasen."

Gadis cantik itu tiba-tiba membungkuk sambil meminta maaf hingga membuat pria tadi berhenti melangkah. Ia memutar badannya seraya memicingkan mata.

"Kenapa?"

Masih tetap menunduk, gadis itu berkata dengan raut sungkan. "Summimasen, aku telah memukul dan menduga kau sebagai pencuri. Ternyata kau adalah tetangga baruku."

Mendengar ucapan gadis itu, dia malah membuang muka seraya tertawa tanpa suara.

"Hanya meminta maaf?" tanya pria itu sambil tersenyum miring. "Apa kau pernah mendengar kutipan komik terkenal Hana Yori Dango yang berbunyi: untuk apa ada polisi jika masalah bisa diselesaikan dengan kata maaf?" lanjutnya sambil bersedekap dengan santai.

"Eh?" Gadis itu tampak kebingungan.

"Kau memukulku di kepala dengan barang belanjaanmu. Dan sampai sekarang masih terasa sakit," keluhnya sambil memegang kepala.

"Jadi ... aku harus bagaimana?" Pertanyaan polos bercampur kepanikan keluar dari mulut gadis itu.

Pria yang belum diketahui namanya itu melangkah maju mendekatinya, hingga membuatnya ketakutan dan berjalan mundur seiring dekatnya pria itu.

Satu langkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

Langkah terakhir membuat punggung gadis itu menabrak pintu. Sementara, pria tadi telah berada di hadapannya sambil menyangga satu tangan ke pintu tepat di samping kepalanya. Dia mendekatkan wajahnya ke gadis itu, lalu menarik sudut bibirnya ke atas.

"Sebagai permintaan maaf, bagaimana kalau kau menciumku?" Lelaki itu meletakkan ujung jari telunjuk di bibirnya sendiri.

Si gadis berambut pendek terhenyak ketika mendengar permintaan tak sopan dari pria yang ternyata merupakan tetangga barunya. Dia menelan salivanya sendiri ketika wajah pria itu makin mendekat. Matanya yang bulat makin membesar, hingga wajahnya yang dibingkai poni tebal tampak semakin imut.

Untungnya, gadis itu terselamatkan ketika suara perempuan terdengar memanggil sebuah nama.

"Ren!"

Seketika, pria itu langsung berbalik. Tak jauh dari mereka, seorang gadis berambut panjang dengan tatapan dingin tengah berdiri.

"Hei, Emi. Kau sudah datang rupanya."

Pria bernama Ren itu kembali menatap gadis berambut pendek, tersenyum menggoda sambil berbisik di telinga gadis itu dengan nada seksi.

"Aku akan menagihnya kapan-kapan."

Setelah mengucapkan kalimat ambigu, dia melangkah pergi meninggalkan gadis yang masih tersandar di pintu, dan langsung merangkul gadis yang baru saja memanggil namanya. Sebelum melangkah menuju rumahnya, pria tadi sempat kembali menoleh ke belakang. Ia mengedipkan sebelah mata, lalu meletakkan telapak tangan di bibirnya dan mengirim sebuah ciuman jauh ke gadis berambut pendek yang memukulnya tadi.

Ren Nakajima. Itulah namanya. Seorang pria tampan, berhidung mancung, wajah tirus dengan rahang tegas, bibir sensual bervolume layaknya idaman para wanita, dan kulit putih seperti orang Jepang pada umumnya. Usianya dua puluh enam tahun, dan dia seorang yatim piatu.

Merasa hidupnya sangat monoton, membuatnya senang melakukan hal-hal yang menantang. Sehari-hari dia bekerja part-time sebagai Host di kelab mewah kawasan Shinjuku. Dengan bermodal tampan dan pandai merayu, membuatnya mudah memperalat wanita-wanita kaya agar bisa menghidupi dirinya dengan segala kemewahan.

Ya, dia adalah Ren Nakajima, si lelaki pecinta uang dan penakhluk wanita. Dia siap mengobrak-abrik hati wanita manapun yang diinginkannya.

URUTAN KARAKTER UTAMA

Ren Nakajima

detektif Jun Megumi

Sachi Megumi

Emi Hayase

Shohei Yamazaki

_________________

CATATAN PENULIS :

Mina san,

ketemu lagi kita di novel ketigaku yang kupersembahkan khusus untuk para pecinta setia karyaku. Aku sengaja mencari nama karakter yang mudah untuk kalian ingat. Novel ini pemenang hasil pilihan pembaca setiaku yang masih ingin aku berkarya di aplikasi ini. Semoga karya ketigaku bisa klik di hati kalian yaa...

aku butuh respon kalian di chapter perdana novel ini.

Arigatou gozaimasu 🙏🙏🙏

Chapter 2 : Pria Penghasut

Di kepolisian Metropolitan Tokyo, para polisi muda berkumpul dan mengajak Jun untuk minum bersama. Sayangnya, Jun menolak dengan halus dan mengatakan jika adiknya telah membuat makan malam untuknya.

Pria yang berprofesi sebagai penyelidik di kepolisian itu, mempunyai adik perempuan berusia dua puluh tahun. Mereka hanya tinggal berdua karena orangtua mereka tinggal di kota kecil di pulau Shikoku. Dia kerja di kepolisian Tokyo dan adiknya kuliah di Tokyo Metropolitan Universitas.

Di antara polisi-polisi muda itu, ada salah seorang polisi berwajah tampan yang bekerja satu devisi dengannya. Pria itu mendekat ke arah Jun dan langsung membungkuk di hadapannya.

"Opsir Megumi, angkat aku jadi anak buahmu. Aku ingin ikut memecahkan kasus dan mengambil ilmu detektif darimu," ucapnya semangat.

Jun tersenyum lalu memukul pundak pria itu hingga membuatnya kembali tegap, di saat bersamaan, Jun langsung merangkulnya sambil berjalan.

"Dibanding mengangkatmu sebagai anak buah, aku lebih memilih mengangkatmu sebagai adik ipar, bagaimana?"

"Eh?" Pria itu terkejut. "A–adik ipar?"

"Ya."

"Kenapa kau ingin aku menjadi adik iparmu?" Dia berbicara dengan gugup.

"Karena aku menyukaimu," jawab Jun spontan.

"Eh?"

Pria itu batuk tersedak karena kaget. Namun, Jun buru-buru berkata, "Aku punya adik perempuan. Dia cantik. Cantik ... sekali. Baru saja putus cinta dan setiap hari dia menghabiskan waktunya menangis di kamar. Itu membuatku frustrasi!"

"Lalu apa hubungannya denganku?" tanya pria itu dengan mengernyit.

"Kupikir, obat patah hati adalah jatuh cinta lagi. Jadi ...." Jun melirik pria itu dari ujung kaki hingga ujung kepala, menyunggingkan senyum dan berkata kembali, "aku ingin kau mendekati adikku. Buatlah ia jatuh hati padamu!"

"Ta–tapi ... aku belum pernah bertemu dengannya!"

"Baka!" Jun memukul kepala pria itu. "Makanya aku akan mengajakmu makan malam di rumahku sekarang. Dia sangat pandai memasak dan kau pasti akan ketagihan memakan masakannya."

Jun langsung menarik pria yang merupakan juniornya itu pergi menuju ke rumahnya. Sekitar sepuluh menit, mereka tiba di kediaman Jun yang terletak di perumahan yang tak jauh dari kepolisian metropolitan. Begitu tiba di depan pintu rumah, Jun menekan tombol bel. Tak menunggu waktu lama, pintu itu terbuka.

"Konbanwa!" Seorang gadis cantik berambut pendek menyambut mereka dengan senyum hangat.

Pria yang pergi bersama Jun tadi, tiba-tiba mematung. Ia terpana. Matanya melebar. Tak berkedip. Bagaimana tidak? Pemandangan di hadapannya saat ini adalah seorang gadis cantik, bermata bulat jernih dengan senyum manis yang membingkai wajahnya. Pria manapun yang melihatnya pasti sepakat mengatakan dia sangat cantik!

"Aku pulang!" ucap Jun melepas sepatunya sembari masuk ke dalam rumah.

Sementara, pria tadi masih mematung di tempat dengan pandangan tak berkedip ke arah adik Jun. Mendapat tatapan seperti itu, membuat adik Jun salah tingkah dan dia memilih melempar senyum ke arah pria yang datang bersama kakaknya itu.

"Hajimemashite (salam kenal)," sambut gadis itu ramah. Namun, ucapannya justru mengejutkan pria tadi, hingga membuatnya tersentak dan bergidik.

"Hajimemashite, onamae wa Shohei Yamazaki," ucapnya memperkenalkan nama dengan intonasi cepat sambil mengulurkan tangannya yang tampak gemetar.

"Sachi Megumi desu." Gadis itu memberi tahukan namanya sambil menerima uluran tangan pria bernama Shohei.

Shohei masih tak mengerjap, bahkan tangannya masih memegang tangan Sachi. Gadis itu makin heran dengan tingkahnya dan lagi-lagi hanya bisa tersenyum. Sadar jika dirinya masih memegang tangan gadis itu, Shohei langsung buru-buru melepas tangannya. Ia memegang kepalanya dan hanya menyengir karena salah tingkah.

"Hei, apa yang kalian lakukan di sana?"

Suara teriakan Jun membuat keduanya terkejut. Sachi membungkuk dan mempersilakan Shohei masuk ke dalam. Di meja makan, Jun sudah terlebih dulu duduk dan bersiap untuk menyantap hidangan.

"Itadakimasu (mari makan)," ucap Jun mencakupkan tangannya, kemudian mengambil sumpit.

Ketika Jun tengah melahap makanan, pandangannya teralih ke arah Shohei yang hanya diam sambil terus menatap Sachi.

"Hei, kenapa kau tidak makan?" tegur Jun.

Shohei tersadar dari lamunannya, dan langsung mengambil nasi panas.

"Biar kuambilkan." Sachi memberi bantuan dengan menyendokkan nasi ke mangkuk yang dipegang Shohei. Gadis itu kembali tersenyum ke arahnya dan Shohei pun ikut melemparkan senyum ke arahnya.

Jun melihat ekspresi Shohei dan adiknya yang tampak saling malu-malu. Ia berharap Shohei dan adiknya bisa saling jatuh cinta dan menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Dengan begitu, Sachi tak lagi menangisi pria yang telah mencampakkannya.

Jun merasa Shohei adalah pria tepat untuk adiknya. Di samping karena pria itu mempunyai karir yang cemerlang, Shohei merupakan pria yang terkenal pemalu dan belum pernah berkencan dengan wanita manapun.

"Oniisan (kakak), kita mempunyai tetangga baru. Dia tinggal tepat di sebelah rumah kita." Sachi mengawali pembicaraan di meja makan.

"Benarkah?"

"Hum ...." Sachi mengangguk sambil memasukkan makanan ke dalam mulut. "Kau tahu, aku tadi memukul kepalanya."

Jun terkejut. "Mengapa kau melakukan itu pada tetangga kita?"

"Aku melihat dia membuka pintu rumah kita. Kupikir dia seorang pencuri dan aku menyerangnya dari belakang. Ternyata dia salah masuk rumah." Sachi menunjukkan wajah bersalah, sementara Jun tergelak seketika.

"Kau sudah meninggalkan kesan yang kurang baik pada tetangga kita. Bagaimana jika dia tidak menerima tindakanmu dan membuat laporan di kepolisian?" Jun bermaksud menakut-nakuti adiknya dan itu sukses membuat Sachi panik.

"Ta–tapi ... aku tidak sengaja melakukan itu!" jawabnya cepat, Sachi mengarahkan pandangannya ke arah Shohei yang tampak menikmati hidangan. "Yamazaki-san, bagaimana menurutmu?"

"Kupikir ... kau harus meminta maaf padanya," ucap Shohei dengan suara terbata-bata.

"Sudah kulakukan!" Sachi terdiam sejenak. Ia mengingat pria itu meminta ciuman sebagai permintaan maaf.

"Begini saja, bagaimana jika kau mengantarkan semangkuk sup padanya."

"Aku tidak mau!" Sachi berkata cepat.

"Ya, sudah. Kalau begitu biar aku saja yang mengantarnya sekaligus berkenalan dengannya. Siapa tahu dia bisa menjadi tetangga yang baik." Jun berdiri, mengambil mangkuk berukuran besar dan menyalin sup panas ke dalam mangkuk tersebut.

Ren memerhatikan detail rumah barunya yang dibelikan oleh salah satu pelanggannya di kelab malam tempatnya bekerja. Rumah minimalis ini terbilang mewah dengan dilengkapi fasilitas lengkap yang canggih dan modern.

Ren menoleh ke arah Emi yang duduk diam menunduk. Ia berjalan mendekat ke arah gadis itu.

"Apa yang terjadi padamu?" ucapnya sambil memerhatikan luka lebam di tangan gadis itu.

"Dia menyakitiku lagi," ucapnya dengan suara yang nyaris tak terdengar. "Dia memintaku untuk melayani seorang sutradara agar dia bisa mendapat peran di sebuah film. Dia terus-menerus memukulku karena aku menolak untuk melayani sutradara film."

Emi terisak hingga punggungnya terguncang hebat. Melihat tangis penderitaan gadis itu, membuat Ren langsung mendekapnya dalam pelukan. Ia berusaha menenangkan gadis yang berusia sembilan belas tahun itu.

"Manusia sampah seperti itu tidak layak hidup di dunia. Selama masih bernapas, dia akan terus-menerus menyiksamu."Ren berbisik di telinga Emi sambil mengelus lembut rambut panjangnya. Mata indahnya yang dihiasi bulu mata lentik, memandang lekat mata Emi yang sembab. Tangannya yang bermain di rambut Emi, kini turun perlahan menelusuri wajah gadis itu, mengusap lembut air mata yang mengalir di pipinya.

"Jika ingin penderitaanmu berakhir, maka kita harus lenyapkan dia!"

Suara bisikan Ren mengalir di pendengaran Emi. Suara hasutan itu terdengar indah hingga membuatnya seperti tersihir.

Gadis itu membesarkan kedua matanya. Ia menatap Ren yang menyunggingkan senyum tipis dan melempar tatapan tajam yang memikat. Wajahnya sama sekali tak menampilkan kesan jahat, malah terlihat menawan.

Ya, dia Ren Nakajima. Pria yang sekilas tampak memiliki dua kepribadian. Sehari-hari hidup seperti manusia lainnya. Namun, tak ada yang tahu pria itu memiliki sisi hitam yang bersembunyi di balik wajah tampannya.

Dia senang berteman dengan orang-orang yang mempunyai jalan hidup menyedihkan dan tidak diperlakukan secara adil oleh manusia. Kemudian, dia akan menghasut orang-orang itu untuk melawan dan menghancurkan manusia yang bertindak semena-mena pada mereka. Ya, dia mendeklarasikan dirinya sebagai iblis. Sebagaimana iblis yang bertugas menghasut manusia yang rapuh.

Emi adalah satu dari orang-orang menyedihkan yang menjadi teman Ren. Sejak orangtuanya meninggal, Emi tinggal bersama kakak sepupunya yang berambisi menjadi artis terkenal. Untuk memuluskan ambisinya, kakak sepupunya menjadikan Emi sebagai pemuas para sutradara dan produser film.

Saat ini, Ren dan Emi masih saling bertatapan.

"Bagaimana menurutmu? Apa kau masih ingin melihatnya hidup lebih lama? Apa kau masih ingin menjadi seekor anjing peliharaannya?"

Ren masih mengeluarkan kalimat-kalimat penuh hasutan. Tak ada kata yang keluar dari mulut Emi. Namun, ia sedang mempertimbangkan apa yang ditawarkan Ren padanya.

Tiba-tiba, terdengar bel berbunyi dari arah depan. Ren mengerutkan alisnya seraya menengok ke arah pintu. Dia baru saja pindah malam ini, tetapi rumahnya langsung kedatangan tamu. Bukankah ini menyebalkan?

"Biar aku yang membuka pintu!" Emi beranjak dari sofa menuju pintu.

.

.

.

bersambung

Jun dan Shohei.

baidewei, Jun ini adalah visual Hibari di DF. alasan aku pak visualnya karena kebetulan dia juga main di dorama tentang kepolisian gitu, aku belom nonton juga sih doramanya tapi katanya itu adaptasi dari drama Korea. dan visual Shohei ini leader boyband yaa, sama kek visual Jun. mereka satu manejemen. film-film Shohei banyak banget di YouTube n dia selalu meranin anak berandalan.

visual Ren Nakajima. tadinya aku mau pake Yamaken (visual Bryan di DSG) tapi entah kenapa aku bosan ngeliat Yamaken. soalnya dia terlalu terkenal dan wara-wiri di dorama/film, udah gitu di Instagram Wibi juga penuh dengan infonya wkwk. jadi aku mutusin cari visual yang lain, cocoklah untuk karakter Ren yang terlihat lembut, tapi di sisi lain terlihat jahat.

karakter Ren ini murni antagonis ya. kok peran utama engkong rata2 cowok fakboy smua? mulai dari Aldrin yg karakternya berandalan, Yu ketua Yakuza yg berkarakter abu2, sekarang Ren malah antagonis? ya, itu selera cerita aku sih. berhubung aku suka bikin novel sad dan dark. lagian peran cowok baik-baik bikin imajinasiku mepet, mau gini gak bisa gitu gak bisa, apalagi mau ehem-ehem juga ga bisa wkwkk

Sachi Megumi

Emi hayase

Chapter 3 : Pria Kikuk

Emi membuka pintu rumah, dan sedikit tersentak melihat seorang pria berseragam polisi berdiri di depan pintu sambil memegang sebuah mangkuk.

"Hai ...." Jun menyapa gadis yang berdiri di depan pintu. "Aku tetanggamu. Adikku baru saja selesai memasak," ucap Jun sambil memberi sup hangat yang ia pegang.

Memasang wajah malas-malasan, Emi mengambil sup itu dari tangan Jun dan langsung menutup pintu dengan kasar tanpa berkata apapun. Jun yang masih berdiri di depan pintu, hanya dapat melongo mendapati respon yang tak menyenangkan dari Emi.

"Ya ampun ... dia sangat tidak sopan!" Jun menyeringai kesal sambil berjalan menuju rumahnya.

Emi meletakkan semangkuk sup panas di atas meja makan. Ia melihat Ren telah mengganti bajunya bersiap-siap untuk pergi bekerja.

"Siapa yang datang?"

"Tetangga sebelah. Dia membawakan itu," jawab Emi sambil menunjuk sebuah sup hangat.

"Aku akan pergi bekerja," ucap Ren sembari mengambil tangan Emi kemudian meletakkan kompres es di lukanya yang memar.

"Biarkan aku bermalam di sini! Aku tidak ingin pulang." Emi menangkupkan kedua tangannya dengan ekspresi memelas.

Terdiam sebentar, Ren menjawab, "Baiklah."

Di rumah, Shohei dan Sachi malah hanya saling diam. Suasana canggung terasa begitu kental di ruangan itu. Sesekali pria berusia dua puluh lima tahun tahun itu terlihat mencuri-curi pandang ke arah Sachi. Ketika mata mereka tak sengaja bertemu, pria itu akan kembali menunduk dalam-dalam.

Dari balik tembok, Jun yang mengintip keduanya hanya bisa mengerutkan kening. Masalahnya, ia sengaja pergi untuk memberi kesempatan mereka berduaan.

"Bakaaa ...." Jun mengumpat dengan intonasi pelan, "kenapa masih ada pria selugu dia? Sudah hampir sepuluh menit aku meninggalkan mereka, tetapi dia belum juga berinisiatif untuk mengobrol," ucapnya berdecak kesal.

Akhirnya, setelah selesai makan malam. Shohei pamit pulang. Di depan pintu, dia membungkuk ke arah Jun dan Sachi sambil mengucapkan terima kasih pada mereka atas jamuan makan malamnya.

"Imouto, berikan nomor ponselmu pada Shohei. Dia malu meminta langsung padamu."

"Eh?" Sachi dan Shohei terkejut secara bersamaan.

Shohei menoleh ke arah Sachi sambil berkata dengan cepat, "I–itu ti–dak benar! Aku tidak memintanya!"

Jun langsung menepuk dahinya. Ia menarik paksa Shohei keluar pintu, lalu berbisik, "Seharusnya kau mengiyakan ucapanku."

"Tapi, aku memang tidak meminta nomor ponselnya." Shohei membela diri ketika melihat tatapan melotot atasannya itu.

Jun mengembuskan napas kasar, menatap Shohei dengan wajah serius. "Jadi, kau tidak tertarik dengan adikku?"

"Tentu saja aku sangat tertarik!" seru Shohei sambil tersenyum malu-malu, "dia sangat manis, murah senyum dan pandai memasak," pujinya seraya mendongakkan kepala ke atas.

"Jika kau sangat tertarik padanya, maka kau harus bergerak cepat. Bicara padanya sekarang dan ajak dia bertukar nomor ponsel denganmu!" ucap Jun dengan nada memerintah.

Kedua pria itu kembali masuk ke dalam rumah. Jun bersedekap sembari memberi kode kecil ke Shohei untuk melakukan apa yang ia sarankan.

Menghela napas panjang, Shohei mengeluarkan ponselnya lalu menyodorkan benda itu ke arah Sachi. Tangannya tampak gemetar, dan dia tak berkata apapun selain menatap gadis itu.

Sachi menatapnya dalam-dalam karena tak paham maksud pria itu. Sayangnya, Shohei hanya terus menyodorkan ponselnya sambil tetap menatap gadis itu.

"Dia ingin kau menulis nomor ponselmu di kontaknya," ujar Jun mewakili Shohei.

Sempat menoleh ke arah kakaknya, Sachi kembali menatap Shohei untuk memastikan ucapan kakaknya benar ataukah tidak. Pria itu hanya mengangguk sambil tersenyum bodoh.

Sachi mengambil ponsel Shohei, dan mulai menulis deretan angka ponselnya.

"Arigatou gozaimasu," ucap Shohei menunduk begitu Sachi mengembalikan ponselnya.

Setelah Shohei pulang, Jun bertanya pada adiknya mengenai pria yang merupakan juniornya di kantor. Bukan tanpa alasan Jun mendekatkan Shohei pada adiknya. Sebelumnya, Sachi baru saja diputuskan kekasihnya dan mengalami patah hati berkepanjangan. Tak mau terus-terusan mengingat mantannya, ia meminta pada kakaknya untuk mengenalkan pria yang bisa membuatnya melupakan kekasih lamanya.

"Bagaimana pendapatmu tentang Shohei?"

Sachi menunduk malu-malu. "Dia tampan, terlihat baik dan ramah."

Mendengar jawaban adiknya, Jun tersenyum menggelitik. "Artinya ... dia sesuai dengan kriteriamu, 'kan?"

Masih tetap menunduk, segaris senyum terbit di bibir Sachi, dan itu sudah cukup menjawab bahwa dia merasa Shohei cocok sebagai kriteria lelaki idamannya.

Malam berganti pagi. Detak-detak jarum jam menghantarkan waktu untuk memulai beraktifitas. Sachi membuka jendelanya, lalu melangkah menuju balkon kamarnya. Ia menghirup udara bebas dalam-dalam sambil merentangkan kedua tangannya ke atas. Gadis itu mendongakkan kepalanya ke atas, menatap langit yang membiru dengan mentari pagi yang telah menghangat.

"Ohayou! Suara sapaan seorang pria menyapa pendengarannya.

"Ohayou!" balas Sachi sembari mengalihkan pandangan ke samping

Mata Sachi terbelalak ketika melihat Ren tersenyum lebar dalam keadaan bertelanjang dada. Ia melambaikan tangannya ke arah gadis itu dengan tatapan penuh menggoda.

"Ternyata kamar kita bersebelahan, ya?" Ren bersandar di terali balkonnya dengan tubuh menghadap penuh ke arah Sachi.

Sachi langsung memutar badannya membelakangi Ren karena pria itu hanya memakai boxer, sementara bagian tubuh atasnya benar-benar polos, hanya ada sebuah kalung yang menggantung lehernya.

"Yo, apa yang kau lakukan? Kenapa membelakangiku? Apa aku terlalu menggairahkan di matamu?"

Suara pria itu terdengar menyebalkan bagi Sachi. Tanpa menoleh, ia langsung masuk kembali ke kamarnya meninggalkan Ren yang tertawa karena melihat reaksinya.

Pagi ini, seperti biasa, Jun telah berangkat lebih dulu ke kantor. Sementara Sachi akan berangkat menuju kampusnya. Ia menutup pintu rumahnya, kemudian mengambil sepeda untuk bersiap-siap pergi. Pandangan Sachi teralihkan ketika melihat Emi baru saja keluar dari rumah Ren. Sejenak, kedua gadis itu saling memandang.

"Ohayou!" Sachi menyapa Emi sambil tersenyum. Sayangnya, gadis itu langsung melengos dengan wajah yang angkuh.

Tak mendapatkan respon yang baik, Sachi pun menaiki sepedanya dan langsung pergi. Sepanjang jalan ia tampak bernyanyi kecil sambil terus mengayuhkan sepadanya. Keceriaannya yang sempat hilang, kini telah kembali hari ini.

Tiba-tiba, sebuah motor sport berwarna merah melaju kencang melewatinya. Sachi sempat menangkap sosok yang menaiki motor itu. Ya, siapa lagi kalau bukan tetangga barunya dengan gadis yang baru saja ia tegur.

"Apakah gadis itu adiknya?" Sachi tampak berpikir sejenak. Seingatnya, malam itu gadis tadi datang terpisah dengan pria itu. Ia juga ingat, pria itu merangkul gadis tadi dengan mesra. "Mereka tidak terlihat seperti kakak beradik, apa mungkin sepasang kekasih?" pikirnya kembali. Namun, sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya sambil berkata kenapa dia harus pusing memikirkan mereka.

Waktu begitu cepat bergulir, hingga tak terasa malam telah datang. Sachi kembali ke rumahnya. Dia meminggirkan sepedanya. Kemudian, membuka ponselnya ketika mendengar suara pemberitahuan pesan masuk yang ternyata dari kakaknya.

^^^Onii-chan. 07.00 PM^^^

^^^Aku dan Shohei akan datang satu jam lagi.^^^

^^^Tolong buatkan masakan yang spesial, ya?^^^

^^^Read^^^

Sachi tersenyum sambil membalas pesan kakaknya. Ketika ia hendak membuka pintu, tiba-tiba sebuah tangan muncul dan bersandar di daun pintu. Gadis itu tersentak, tetapi langsung melarikan matanya ke samping. Ia makin terkejut begitu melihat Ren berdiri tepat di sampingnya sembari melempar sunggingan tipis.

"Ada ... perlu apa?" tanya Sachi sedikit gugup.

Tanpa basa-basi, Ren meletakkan ujung telunjuknya di tengah bibirnya sendiri. "Aku datang untuk menagih permintaan maafmu," ucapnya santai.

Jawaban Ren, sontak membuat gadis itu membelalakkan matanya.

.

.

Catatan penulis:

Imouto: Adik perempuan

onii-chan: kakak laki-laki

ohayou: selamat pagi

baka: Bodoh

belom greget karna konfliknya belom muncul 😁

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!